Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 | Bag. 5 | Bag. 6  | Bag. 7 | Bag. 8 | Bag. 9 ]

	Characters: 21771
	Lines: 394
	Words: 2781
	Sentences: 411
	Paragraphs: 331

	GHARANIQ DAN TABUK
 
	Lalu  apa  yang  terdapat  dalam buku riwayat hidup Nabi dan
	hadis  tentang  mujizat  itu   kadang   berbeda-beda   pula.
	Sekalipun  menurut  buku-buku  hadis  sudah dipastikan benar
	tapi kadang masih merupakan  sasaran  kritik  juga.  Masalah
	gharaniq   misalnya,  dalam  pengantar  ini  ada  juga  kita
	sebutkan sepintas lalu, dan akan kita  sebutkan  lagi  lebih
	terperinci dalam teks nanti. Cerita membelah dada juga sudah
	berbeda-beda  sebagaimana  diceritakan  oleh  Halima   inang
	pengasuh  Nabi  kepada  ibunya;  begitu  juga mengenai waktu
	terjadinya sehubungan dengan usia Muhammad.
 
	Apa yang diceritakan oleh  buku-buku  riwayat  hidupnya  dan
	buku-buku  hadis  tentang cerita Zaid dan Zainab sudah dapat
	ditolak  dari  dasarnya,  dengan  alasan-alasan  yang   kita
	kemukakan  ketika membicarakan peristiwa tersebut dalam buku
	ini  juga  terdapat  perbedaan-perbedaan  mengenai  beberapa
	kejadian  selama  perjalanan  pasukan  'Usra (yang mengalami
	kesukaran) itu ke Tabuk. Dalam Shahih Muslim melalui  Mu'adh
	b.  Jabal diceritakan, bahwa Nabi berkata kepada mereka yang
	pergi bersama-sama ke Tabuk itu: "Besok kamu akan sampai  ke
	mata  air  Tabuk,  dan kamu baru akan sampai ke sana sesudah
	siang hari. Barangsiapa di antara kamu sampai ke tempat  itu
	jangan  ada  yang  menjamah  air  itu samasekali sebelum aku
	sampai." Kamipun lalu sampai tapi sudah ada dua  orang  yang
	sudah  sampai terlebih dulu ke tempat tersebut. Mata air itu
	memercik  seperti  tali.  Katanya:  Lalu  Rasulullah  s.a.w.
	bertanya  kepada  dua  orang itu: Adakah air itu kamu jamah?
	Jawab  mereka:  Ya.   Lalu   Nabi   s.a.w.   memakinya   dan
	dikata-katakannya  mereka itu. Katanya: Lalu mereka menciduk
	mata air itu dengan  tangan  mereka  sedikit-sedikit  sampai
	dapat  ditampung  dalam  sebuah  tempat. Katanya: Rasulullah
	s.a.w. lalu mencuci kedua tamgan  dan  mukanya  dengan  itu.
	Kemudian  dikembalikan  lagi  ke  tempatnya.  Maka  mata air
	itupun lalu memercikkan air berlimpah-limpah - atau  katanya
	deras  -  Abu Ali sangsi yang mana yang dikatakan - sehingga
	orang-orangpun  mendapatkan  air  itu.   Kemudian   katanya:
	Mu'adh,  kalau  kau masih akan pamjang umur kau akan melihat
	di sini penuh dengan kebun-kebun" (Shahih Muslim,  jilid  7,
	p. 60, cetakan Astana, 1382H).
 
	Sedang buku-buku sejarah hidup Nabi menceritakan kisah Tabuk
	itu lain lagi gambarannya. Dalam  cerita  itu  soal  mujizat
	tidak  disebut-sebut.  Tapi  ceritanya berjalan lain sekali,
	tidak sama dengan yang  terdapat  dalam  Shahih  Muslim.  Di
	antaranya  seperti  yang  diceritakan oleh Ibn Hisyam dengan
	menyebutkan:
 
	"Ibn Ishaq mengatakan: Sesudah tiba waktu pagi dan air tidak
	ada, mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. Lalu
	Rasulullah s.a.w. berdoa. Maka Allah  mengirimkan  awan  dan
	hujanpun  turun.  Orang-orang  dapat minum dan dapat membawa
	air menurut keperluan mereka.  Ibn  Ishaq  mengatakan:  Maka
	'Ashim  b.  'Umar  b. Qatada menceritakan kepada saya, lewat
	Mahmud b. Labid melalui orang-orang dari Banu Abd'l  Asyhal,
	mengatakan,    kataku   kepada   Mahmud:   Adakah   diantara
	orang-orang itu yang sudah  dapat  membeda-bedakan  saudara,
	bapa, paman dan keluarganya. Lalu kata Mahmud lagi: Beberapa
	orang dari golongan saya  mengatakan  tentang  adanya  orang
	munafik  yang  sudah dikenal kemunafikannya. Ia selalu pergi
	bersama  Rasulullah  s.a.w.  ke  mana  saja.  Demikian  juga
	mengenai  soal  air  di  Hijr dan mengenai Rasulullah s.a.w.
	yang berdoa, sehingga Allah mengirimkan awan,  dan  turunnya
	air   hujan.  Orang-orang  dapat  minum.  Kata  mereka  kami
	mendatanginya  seraya  mengatakan:  Apalagi  sesudah   itu!?
	Katanya: Awan lalu."

	METODA SAYA DALAM PENYELIDIKAN INI
 
	Adanya  perbedaan  ini  di  mata ilmu pengetahuan sebenarnya
	tidak mudah untuk dapat dipastikan. Orang yang  mau  menguji
	ini  jangan  hanya  berpegang pada pendapat yang lebih besar
	dan  berpengaruh  saja  dengan   dua   macam   sumber   yang
	berlain-lainan,  yang  satu  tak dapat menguatkan, yang lain
	tak dapat pula membantah. Apabila mereka  memang  tak  dapat
	menguatkan  sumber  itu,  paling  kurang mendiamkannya. Jika
	nanti ada orang lain  yang  menemukan  bukti-bukti  positif,
	sudahlah;  kalau  tidak,  dalam  arti  ilmiah ia tetap belum
	dapat dipastikan.
 
	Inilah metoda yang  saya  pakai  dari  semula,  ketika  saya
	mengadakan penyelidikan mengenai peri hidup Muhammad pembawa
	risalah Islam ini. Sejak  terniat  oleh  saya  akan  membuat
	karangan  ini,  memang yang saya kehendaki ialah suatu studi
	ilmiah sesuai dengan metoda ilmu pengetahuan sekarang,  demi
	kebenaran  semata-mata. Itu jugalah yang saya sebutkan dalam
	prakata buku ini, dan yang menjadi harapan saya pada penutup
	cetakan  pertama  buku  ini.  Mudah-mudahan  maksud saya itu
	dapat terlaksana dan  usaha  inipun  sudah  merupakan  suatu
	penyelidikan  ilmiah  demi  kebenaran  ilmiah  semata.  Saya
	harapkan dengan ini bahwa saya telah merintis jalan ke  arah
	penyelidikan-penyelidikan  dalam  bidang  yang  sama  dengan
	lebih luas dan dalam, meliputi masalah-masalah psikologi dan
	spiritual, yang pada dasarnya akan mengantarkan umat manusia
	kepada peradaban modern yang sama-sama kita cari  itu.  Saya
	yakin  bahwa  dengan  mendalami  penyelidikan  demikian ini,
	rahasia-rahasia akan banyak  diketemukan  orang,  suatu  hal
	yang pada mulanya diduga tak ada jalan bagi ilmu pengetahuan
	akan  dapat  mengungkapkannya.  Tetapi  kemudian   ternyata,
	penyelidikan-penyelidikan  psikologis  dalam  hal  ini dapat
	memberikan analisa dan menjelaskan  sejelas-jelasnya  kepada
	segenap kaum cendekiawan. Rahasia-rahasia alam semesta dalam
	arti spiritual dan psikologis itu makin  dikenal  oleh  umat
	manusia,  hubungannya  dengan  alampun  akan makin erat, dan
	akan bertambah pula ia merasa bahagia. Ia akan merasa  makin
	senang  terhadap  segala yang ada dalam alam ini bilamana ia
	makin mengenal segala rahasia gerak dan tenaga yang  tadinya
	masih tersembunyi, seperti tenaga listrik dan gerakan ether,
	yang kemudianpun diketahui orang pula.
 
	Oleh  karena  itu,   setiap   orang   yang   mau   menggarap
	penyelidikan  seperti  ini,  seharushya itu ditujukan kepada
	seluruh umat manusia, bukan hanya kepada kaum Muslimin saja.
	Tujuan  pekerjaan  inipun  sebenarnya  tidak  bersifat agama
	semata-mata - seperti mungkin ada yang menduganya demikian -
	melainkan tujuan sebenarnya ialah agar umat manusia mengenal
	bagaimana ia harus menempuh jalan yang akan  mengantarkannya
	kepada  hidup  yang lebih sempurna, yang oleh Muhammad sudah
	ditunjukkan jalannya kepada kita. Guna memahami  tujuan  itu
	memang  tidak  mudah, bila orang belum mendapatkan jalan ini
	dengan  hati  terbuka,  dengan  dada  yang  lapang.   Sumber
	daripada   ini   semua   ialah  pengetahuan  dan  iImu  yang
	sebenarnya. Pemikiran yang tidak dilandasi oleh pengetahuan,
	tidak  didasarkan  kepada  metoda-metoda ilmiah, sering akan
	membawa hasil yang salah dan meleset. Karena itu malah  jauh
	dari  tujuan  sebenarnya.  Kodrat  kita sebagai manusia akan
	membuat  pemikiran  kita  besar  sekali   terpengaruh   oleh
	temperamen  (watak)  kita  sendiri.  Sering juga mereka yang
	bersamaan ilmunya berbeda-beda pula pemikirannya. Tidak lain
	sebabnya  ialah  karena  adanya  perbedaan  temperamen  itu,
	sekalipun dalam  mencapai  maksud  dan  tujuan  mereka  sama
	jujur.  Ada  orang  yang  temperamennya tinggi, pemikirannya
	tajam, cepat bereaksi. Ada  pula  yang  punya  kecenderungan
	sufi,   bawaannya   stoik  (tenang),  menjauhi  segala  yang
	bersifat kebendaan serta pengaruhnya. Ada  juga  yang  punya
	kecenderungan  materialistik  yang begitu besar, terpengaruh
	oleh segi materialismanya saja, sehingga tak dapat  lagi  ia
	memikirkan  adanya  tenaga-tenaga lain yang dapat dirasakan,
	yang ada di  sekitarnya,  yang  sebenarnya  menguasai  benda
	(materi) itu.
 
	Di  samping  itu  banyak  lagi  yang lain. Karena temperamen
	mereka yang berbeda-beda, maka berbeda  pula  pandangan  dan
	penilaian mereka terhadap sesuatu. Dalam bidang kulturil dan
	kehidupan praktis, perbedaan ini merupakan suatu  kenikmatan
	besar   bagi  umat  manusia,  tapi  dalam  bidang  ilmu  dan
	nilai-nilai hidup yang lebih  tinggi,  yang  hendak  mencari
	kebaikan  bagi seluruh umat manusia, hal ini merupakan suatu
	bencana. Tujuan studi sejarah hendaknya mencari  nilai-nilai
	yang  lebih  tinggi  dari  hakekat  hidup itu, dan hendaknya
	dapat   pula   menghindari   pengaruh-pengaruh   emosi   dan
	temperamen  itu. Tak ada jalan lain dalam menghindarkan diri
	dari hal semacam itu  kecuali  bila  orang  benar-benar  mau
	disiplin  terhadap  metoda  ilmiah, dan jangan pula ilmu dan
	pembahasan ilmiah tentang sejarah atau bukan tentang sejarah
	itu  hanya  sebagai  alat  guna memperkuat nafsu dan tingkah
	lakunya sendiri.

	PENYELIDIKAN-PENYELIDIKAN ORIENTALIS
 
	Dari kalangan  Orientalis  yang  dalam  penyelidikan  mereka
	disusun dalam pola ilmiah itu, masih banyak yang terpengaruh
	oleh tingkah laku dan temperamen demikian  itu,  juga  tidak
	sedikit  dari kalangan penulis-penulis Muslimin sendiri yang
	demikian.  Dan  anehnya,  kedua  mereka  itu   masing-masing
	mengikuti   apa   yang   enak   saja   menurut   selera  dan
	kecenderungan   mereka   sendiri    -    dengan    mengambil
	peristiwa-peristiwa  yang dipakainya sebagai dasar penulisan
	mereka, yang katanya ilmiah, dengan maksud  demi  kebenaran.
	Dalam  pada  itu ia masih terpengaruh sekali oleh temperamen
	dan   kecenderungan   nafsunya   sendiri.   Sebagai   bukti,
	bagaimanapun  mereka masing-masing berusaha secara jujur dan
	teliti mau menguji satu sama lain tentang  apa  yang  mereka
	tulis,  namun  pasti yang terbayang depan mata mereka, ialah
	peristiwa-peristiwa  yang  diciptakan  oleh  khayal   mereka
	sendiri juga.
 
	Sekiranya   orang   mau   berusaha   menurut   kemampuannya,
	melepaskan diri dari hawa-nafsu, dan  berpegang  hanya  pada
	cara-cara ilmiah saja, tentu tulisan demikian itu akan lebih
	kuat berpengaruh dalam  jiwa,  tidak  seperti  tulisan  yang
	dipengaruhi oleh nafsu belaka. Saya sudah mencoba seperlunya
	menerangkan  kesalahan-kesalahan  yang  mereka  lakukan  itu
	masing-masing   -   dalam  pengantar  cetakan  kedua  ini  -
	seringkas mungkin, disesuaikan dengan tempat  yang  ada  ini
	pula.  Mudah-mudahan  berhasil  juga  kiranya  saya  mencari
	kejujuran yang dimaksud itu.
 
	Memang  tidak  mudah  bagi   kaum   Orientalis   itu   dalam
	menyelidiki  masalah-masalah  Islam demikian atau mengadakan
	penelitian  dengan  bersikap  jujur,  betapapun  mereka  mau
	berniat baik dan bersikap bebas dalam penelitian ilmiah itu.
	Tidak mudah bagi mereka menguasai semua  seluk-beluk  bahasa
	Arab sekalipun ilmu bahasa itu sudah mereka kuasai. Ditambah
	lagi mereka masih terpengaruh oleh cara hidup Kristen  Eropa
	demikian   rupa,   sehingga   kebanyakan   mereka  memandang
	agama-agama  itu  dengan  pandangan  penuh  prasangka  pula,
	sedang  sebagian  kecil  lagi,  yang  masih  memegang ajaran
	Kristennya, terpengaruh pula oleh adanya pertentangan  agama
	Kristen     dengan     ilmu    pengetahuan.    Maka    dalam
	penyelidikan-penyelidikan mereka  tentang  Islam,  merekapun
	lalu  terpengaruh  seperti  dalam  penyelidikan-penyelidikan
	mereka tentang Kristen  atau  tentang  agama  pada  umumnya.
	Maksud   saya   ialah  terpengaruh  oleh  pertentangan  yang
	merusak. Bagi kaum Orientalis yang jujur ini bukan suatu hal
	yang tereela. Tak ada orang yang dapat membebaskan diri dari
	ketentuan-ketentuan lingkungannya sesuai dengan  tempat  dan
	waktu.

	KAUM MUSLIMIN DAN PENYELIDIKAN
 
	Akan    tetapi,   penyelidikan-penyelidikan   mereka   dalam
	masalah-masalah Islam masih diliputi oleh kabut purbasangka,
	yang  jauh dari kebenaran. Karena itu juga, beban yang berat
	dan penting itu, hendaknya  dipikulkan  ke  atas  bahu  para
	cendekiawan  dari  kalangan  dunia  Islam sendiri, baik yang
	aktif dalam ilmu agama atau dalam bidang ilmu lainnya, yakni
	beban  melakukan pembahasan-pembahasan mengenai Islam secara
	teliti dan jujur, dalam lingkungan metoda yang ilmiah. Kalau
	mereka  melakukan  itu,  dengan  bantuan  pengetahuan mereka
	mengenai seluk-beluk bahasa Arab dan kehidupan  orang  Arab,
	maka  penyelidikan mereka ini akan ada artinya sehingga akan
	membuat Orientalis-orientalis itu - atau  sekurang-kurangnya
	sebagian  dari  mereka  -  meninjau  kembali  sebagian besar
	pendapat mereka itu. Mereka  akan  dapat  diyakinkan  dengan
	hasil  yang  diperoleh oleh kaum cendekiawan dunia Islam itu
	dengan rasa puas dan senang hati.
 
	Untuk mencapai hasil demikian inipun bukan soal yang  mudah.
	Ia  memerlukan  kesabaran  dan  kegigihan dalam penyeIidikan
	itu, perlu mengadakan perbandingan dan pemikiran yang bebas.
	Tapi itu bukan suatu hal yang tidak mungkin, juga bukan soal
	yang  terlalu  sulit.  Sungguhpun  begitu  ini  adalah  soal
	penting  sekali  dan  akan  besar pula pengaruhnya bagi hari
	kemudian Islam dan hari kemudian seluruh umat manusia.
 
	Menurut hemat saya, melakukan pekerjaan ini sebaiknya  harus
	dibedakan  dulu antara dua perioda yang berlain-lainan dalam
	sejarah Islam: Yang pertama,  dari  permulaan  Islam  hingga
	terbunuhnya Usman. Yang kedua, dari terbunuhnya Usman hingga
	tertutupnya  pintu  ijtihad.  Pada  perioda   pertama   kaum
	Muslimin   masih   sepenuhnya  kompak,  belum  dirusak  oleh
	cerita-cerita perbedaan tentang khilafat,  juga  tidak  oleh
	perang   Ridda  atau  oleh  penaklukan  kaum  Muslimin  atas
	beberapa daerah yang sudah mereka kuasai.
 
	Tetapi sesudah Usman terbunuh, perselisihan di kalangan kaum
	Muslimin  mulai  berjangkit.  Perang  saudara antara Ali dan
	Muawiya   pecah   dan   pemberontakan-pemberontakan    terus
	berkecamuk,    kadang    terang-terangan,    kadang   dengan
	sembunyi-sembunyi. Ambisi  politik  telah  memegang  peranan
	penting   dalam   kehidupan   agama.   Guna  menilai  adanya
	kontradiksi    itu,     dapatlah     orang     membandingkan
	prinsip-prinsip   yang  terkandung  dalam  pidato  Abu  Bakr
	sesudah pelantikannya (sebagai Khalifah) tatkala ia berkata:
	"Kemudian,  saudara-saudara.  Saya  sudah dijadikan penguasa
	atas kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik  di
	antara  kamu.  Kalau  saya  berlaku  tidak baik, luruskanlah
	saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan  dan  dusta  adalah
	pengkhianatan.  Orang  lemah  di  kalangan  kamu adalah kuat
	sesudah haknya nanti saya berikan kepadanya insya Allah, dan
	yang  kuat  bagi  saya adalah lemah sesudah haknya itu nanti
	saya  ambil,  insya  Allah.  Apabila   ada   golongan   yang
	meninggalkan  perjuangan  di  jalan  Allah,  maka Allah akan
	menimpakan kehinaan kepada  mereka.  Apabila  kejahatan  itu
	meluas  pada  suatu  golongan,  maka  Allah akan menyebarkan
	bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya  taat  kepada
	(perintah) Allah dan RasulNya. Tapi apabila saya membangkang
	terhadap  (perintah)  Allah   dan   Rasul,   maka   gugurlah
	kesetiaanmu  kepada  saya.  Laksanakanlah shalat kamu, Allah
	akan merahmati kamu sekalian," - dengan pidato  Mansur  dari
	Banu  'Abbas,  yang  sesudah  ia mencapai puncak mahligainya
	mengatakan:  "Saudara-saudara,  saya  adalah  penguasa  kamu
	dengan   anugerah  dan  dukunganNya.  Saya  adalah  pengawal
	hartaNya.  Saya  melaksanakan  ini  atas   kehendakNya   dan
	keinginanNya, memberikan harta atas perkenanNya. Allah telah
	menjadikan saya sebagai  kunci.  Kalau  dikehendakiNya  akan
	dibuka,  maka dibukaNyalah saya, supaya dapat.memberikan dan
	membagi-bagi rejeki kamu. Kalau Ia menghendaki menutup saya,
	maka ditutupNyalah saya ..."
 
	Biarlah  orang  membandingkan sendiri kedua macam pidato itu
	supaya  dapat  melihat  perubahan  yang  begitu  besar  atas
	prinsip-prinsip  kehidupan Islam selama masa kurang dari dua
	abad, suatu perubahan yang mengalihkan cara musyawarah  kaum
	Muslimin, kepada kekuasaan mutlak yang diambil atas nama hak
	suci itu.
 
	Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang  sampai  membawa
	akibat  perubahan  dasar-dasar  hukum, adalah kenyataan yang
	telah menyebabkan kedaulatan Islam  kemudian  menjadi  lemah
	dan  mundur.  Di  samping  berkembangnya Islam dan peradaban
	Islam selama dua  abad  berturut-turut  sesudah  terbunuhnya
	Usman,  di  samping  adanya kegiatan Islam memasuki beberapa
	kerajaan, menaklukkan raja-raja di bawah Mongolia dan Saljuk
	-  sesudah  yang pertama mengalami kehancuran - maka perioda
	pertama  yang  berakhir  dengan  terbunuhnya  Usman,  adalah
	perioda  yang  telah membina prinsip-prinsip yang sebenarnya
	dalam kehidupan Islam pada umumnya.  Hanya  ini  yang  boleh
	dijadikan  pegangan  yang pasti dan positif akan segala yang
	telah terjadi itu supaya  orang  mengetahui  prinsip-prinsip
	yang sebenarnya.
 
	Adapun  sesudah  perioda itu, di samping adanya perkembangan
	ilmu dan pengetahuan pada masa dinasti Umayya -  lebih-lebih
	pada  masa dinasti 'Abbasia, tangan-tangan kotor sudah mulai
	menodai prinsip-prinsip pokok  yang  sebenarnya  itu,  untuk
	kemudian  diganti  dengan  ajaran-ajaran  yang sering sekali
	bertentangan dengan  jiwa  Islam,  dan  kebanyakannya  malah
	untuk maksud-maksud politik syu'ubia [1] (rasialisma).
 
	[1] Suatu paham politik pada masa permulaan  persekemakmuran
	Islam    bangsa-bangsa   yang   menolak   hak-hak   istimewa
	orang-orang Arab (A).
 
	Adanya  orang-orang  asing,  orang-orang  Yahudi dan Nasrani
	yang pura-pura masuk Islam, mereka itulah  pula  yang  turut
	menyebarkan cara-cara baru itu, mereka tidak ragu-ragu turut
	mendorong diciptakannya hadis-hadis yang  dihubung-hubungkan
	kepada  Nabi  'alaihissalam, atau mendakwakan sesuatu kepada
	para Khalifah  yang  mula-mula,  yang  memang  tidak  sesuai
	dengan sejarah hidup dan sifat-sifat mereka itu.
 
	Apa  yang  ditulis  orang  mengenai  perioda belakangan ini,
	tidak  dapat  dijadikan   pegangan   secara   ilmiah   tanpa
	mengadakan  penelitian  kembali  dan kritik yang benar-benar
	mendalam  dengan   tidak   dipengaruhi   oleh   nafsu   atau
	kecenderungan-kecenderungan  pribadi.  Yang  pertama  sekali
	perlu  kita  lakukan  ialah  menolak  segala  yang  bersifat
	kontradiksi   dan   tidak  sesuai  dengan  Qur'an,  meskipun
	tumbuhnya kontradiksi itu  dihubung-hubungkan  kepada  Nabi.
	Yang  boleh dipercaya dari apa yang langsung diceritakan dan
	dapat  juga  dipakai  sebagai  dasar  menguji  yang   datang
	kemudian,   ialah   masa   permulaan   Islam   sampai  waktu
	terbunuhnya Khalifah yang ketiga. Saya kira kalau semua  ini
	kita  lakukan  dengan  segala  ketelitian  ilmiah, kita akan
	dapat  memberikan  suatu  lukisan  yang  sebenarnya  tentang
	ajaran  Islam  yang  murni,  dan  dari  kehidupan Islam yang
	pertama pula; yakni kehidupan intelektual dan spiritual yang
	begitu  kuat dan luhur, sehingga membuat Arab pedalaman dari
	jazirah itu dalam waktu  beberapa  puluh  tahun  saja  dapat
	tersebar  di muka bumi ini, guna menegakkan - dalam pelbagai
	negara - dasar-dasar peri kemanusiaan yang paling luhur yang
	pernah  dikenal  sejarah. Kalau dalam hal ini kita berhasil,
	kepada umat manusia  tentu  kita  akan  dapat  mengungkapkan
	suatu  ufuk  baru  yang  akan mengantarkan kita sampai dapat
	mengetahui  seluk-beluk  alam  dalam  arti  psikologis   dan
	spiritual,  dan  dengan mengetahui ini, akan makin erat pula
	hubungan itu dan akan membawa  kenikrnatan  dan  kebahagiaan
	hidup  bagi  umat  manusia.  Ia  akan  merasa  makin  senang
	terhadap segala yang ada dalam alam ini  bilamana  ia  makin
	mengenal  segala rahasia gerak dan tenaga yang tadinya masih
	tersembunyi seperti tenaga listrik dan gerakan  ether,  yang
	kemudianpun diketahui orang pula.
 
	Kalau  dalam  hal  ini  kita berhasil, tentu itu adalah jasa
	Islam terhadap umat  manusia  sekarang,  seperti  yang  juga
	sudah  terjadi  pada permulaan sejarah Islam dahulu, tatkala
	orang-orang Arab keluar dari lingkungan  jazirahnya,  keluar
	menyebarkan  prinsip-prinsip  Islam  yang  luhur  ke seluruh
	dunia.
 
	Langkah pertama yang perlu kita  lakukan  dalam  hal  ini  -
	dalam  mengabdi  kepada  kebenaran  dan  kemanusiaan - ialah
	benar-benar mendalami  studi  tentang  sejarah  hidup  Nabi,
	sehingga  dapat  membukakan  jalan bagi umat manusia ke arah
	peradaban  yang  selama  ini  menjadi  cita-citanya.   Dalam
	melakukan   studi  ini  Qur'an  adalah  sumber  yang  paling
	otentik, sebagai kitab yang tidak akan membawa kepalsuan dan
	tidak  pula dicampur dengan segala hal yang masih meragukan.
	Kitab yang selama tigabelas abad ini tetap  dan  akan  tetap
	terus  demikian  selama hidup manusia, sebagai suatu mujizat
	sejarah dalam kemurnian teksnya, sebagaimana sudah dikuatkan
	oleh  firman  Allah:  "Kami yang telah memberikan Qur'an ini
	dan Kami pula yang  menjaganya"  (Qur'an,  15:  9).  Seperti
	sejak  dahulu  juga,  ia akan tetap sebagai mujizat Muhammad
	yang  hidup,  sejak  diwahyukan   Allah   kepadanya   sampai
	berakhirnya  dunia  dengan  segala  isinya  ini. Segala yang
	berhubungan dengan sejarah hidup Muhammad  harus  dihadapkan
	kepada  Qur'an,  mana  yang cocok itu adalah benar, dan mana
	yang tidak cocok samasekali tidak benar.
 
	Dalam studi permulaan ini, memang  ke  arah  itu  yang  saya
	usahakan,  sekuat  kemampuan  saya.  Sesudah selesai cetakan
	pertama buku ini saya tinjau kembali, saya bersyukur  kepada
	Allah atas taufikNya itu. Sayapun berharap semoga Tuhan akan
	memberi petunjuk dan pertolongan serta membukakan jalan bagi
	barangsiapa  yang  akan meneruskan studi demikian ini secara
	ilmiah dengan lebih mendalam lagi.
 
	Tuhan, kepadaMu juga kami mempercayakan diri, kepadaMu  juga
	kami kembali dan kepadaMu juga kesudahan segala ini.
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1