Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 | Bag. 5 | Bag. 6  | Bag. 7 | Bag. 8 | Bag. 9 ]

Sejarah Hidup Muhammad

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

	Characters: 17056
	Lines: 323
	Words: 2185
	Sentences: 174
	Paragraphs: 151
 
	                    PENGANTAR CETAKAN KEDUA            (4/9)

	MUSHAF USMAN
 
	"Karena  banyaknya  dan  jauhnya  perbedaan  itu,  ia merasa
	gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman  turun
	tangan.  "Supaya  jangan  ada  lagi orang berselisih tentang
	kitab  mereka  sendiri  seperti   orang-orang   Yahudi   dan
	Nasrani."   Khalifahpun  dapat  menerima  saran  itu.  Untuk
	menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin  Thabit  dimintai
	bantuannya  dengan  diperkuat  oleh tiga orang dari Quraisy.
	Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha  lalu  dibawa,  dan
	cara  membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran
	Islam itupun dikemukakan, lalu  semuanya  diperiksa  kembali
	dengan  pengamatan  yang  luarbiasa,  untuk  kali  terakhir.
	Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya  dari
	Quraisy  itu,  ia  lebih condong pada suara mereka mengingat
	turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan
	wahyu   itu   diturunkan   dengan  tujuh  dialek  Arab  yang
	bermacam-macam."
 
	"Selesai dihimpun, naskah-naskah  menurut  Qur'an  ini  lalu
	dikirimkan  ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya
	naskah-naskah itu dikumpulkan lagi  atas  perintah  Khalifah
	lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada
	Hafsha."

	PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
 
	"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf  Usman.  Begitu
	cermat  pemeliharaan  atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak
	kita dapati -bahkan  memang  tidak  kita  dapati-  perbedaan
	apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang
	tersebar ke seluruh  penjuru  dunia  Islam  yang  luas  itu.
	Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad
	kemudian sesudah Muhammad wafat - telah  menimbulkan  adanya
	kelompok-kelompok  yang marah dan memberontak sehingga dapat
	menggoncangkan kesatuan dunia Islam -  dan  memang  demikian
	adanya  - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap
	menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang  hanya
	mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa
	apa yang ada di depan kita sekarang ini  tidak  lain  adalah
	teks  yang  telah  dihimpun  atas perintah Usman yang malang
	itu.
 
	"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain
	Qur'an  yang  sampai  duabelas  abad  lamanya  tetap lengkap
	dengan teks yang begitu murni  dan  cermatnya.  Adanya  cara
	membaca  yang  berbeda-beda  itu sedikit sekali untuk sampai
	menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya  terbatas
	hanya  pada  cara  mengucapkan  huruf  hidup  saja atau pada
	tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya  timbul  hanya
	belakangan  saja  dalam  sejarah,  yang  tak ada hubungannya
	dengan Mushhaf Usman."
 
	"Sekarang, sesudah ternyata  bahwa  Qur'an  yang  kita  baca
	ialah  teks  Mushaf  Usman yang tidak berubah-ubah,  baiklah
	kita  bahas  lagi:  Adakah  teks  ini  yang  memang   persis
	bentuknya  seperti  yang  dihimpun  oleh Zaid sesudah adanya
	persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara  membaca
	yang  hanya  sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting
	itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali,
	bahwa  memang  demikian.  Tidak ada dalam berita-berita lama
	atau  yang  patut  dipercaya  yang  melemparkan   kesangsian
	terhadap  Usman  sedikitpun,  bahwa  dia  bermaksud mengubah
	Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah
	kemudian  menuduh  bahwa  dia mengabaikan beberapa ayat yang
	mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat  diterima
	akal.  Ketika  Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan
	pihak Alawi  (golongan  Mu'awiya  dan  golongan  Ali)  belum
	terjadi  sesuatu  perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam
	masa  itu   benar-benar   kuat   tanpa   ada   bahaya   yang
	mengancamnya.  Di  samping  itu  juga  Ali  belum melukiskan
	tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap.  Jadi  tak  adalah
	maksud-maksud   tertentu  yang  akan  membuat  Usman  sampai
	melakukan pelanggaran yang akan  sangat  dibenci  oleh  kaum
	Muslimin  itu.  Orang-orang  yang  memahami  dan hafal benar
	Qur'an  seperti  yang  mereka  dengar  sendiri  waktu   Nabi
	membacanya  mereka  masih  hidup  tatkala Usman mengumpulkan
	Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan  Ali  itu
	sudah   ada,   tentu   terdapat   juga   teksnya  di  tangan
	pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua  alasan  ini  saja
	sudah  cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan
	ayat-ayat  itu.  Lagi  pula,  pengikut-pengikut  Ali   sudah
	berdiri  sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat
	Ali sebagai Pengganti."
 
	"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian  mereka  sudah
	memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an
	yang sudah terpotong-potong, dan  terpotong  yang  disengaja
	pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun
	begitu mereka tetap membaca Qur'an  yang  juga  dibaca  oleh
	lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka
	akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan
	supaya  menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada
	diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya
	dengan tangannya sendiri."
 
	"Memang  benar  bahwa  para  pemberontak  itu  telah membuat
	pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan
	Qur'an  lalu  memerintahkan  supaya semua naskah dimusnahkan
	selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada
	langkah-langkah  Usman  dalam  hal  itu  saja,  yang menurut
	anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di  balik  itu
	tidak  seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah
	atau menukar isi Qur'an. Tuduhan  demikian  pada  waktu  itu
	adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian
	golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu  untuk  kepentingan
	mereka sendiri."
 
	"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan,
	bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam  bentuknya  yang  persis
	seperti  yang  dihimpun  oleh  Zaid bin Thabit, dengan lebih
	disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu  dengan
	dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan
	selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar  di  seluruh
	daerah itu."

	MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
 
	"Tetapi  sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain
	yang  terpampang  di  depan   kita,   yakni:   adakah   yang
	dikumpulkan  oleh  Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya
	dan  lengkap  seperti  yang  diwahyukan   kepada   Muhammad?
	Pertimbangan-pertimbangan  di  bawah  ini  cukup  memberikan
	keyakinan, bahwa itu adalah susunan  sebenarnya  yang  telah
	selengkapnya dicapai waktu itu:"
 
	"Pertama  -  Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan
	Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang  sahabat  yang  jujur  dan
	setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya
	beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang  hubungannya
	begitu  erat  sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun
	terakhir dalam hayatnya, serta  kelakuannya  dalam  khilafat
	dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari
	gejala ambisi, sehingga baginya  memang  tak  adalah  tempat
	buat  mencari  kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa
	yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah,
	sehingga  tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu
	itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
 
	Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah
	menyelesaikan   pengumpulan   itu   pada  masa  khilafatnya.
	Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum
	Muslimin  waktu  itu,  tak ada perbedaan antara para penulis
	yang membantu  melakukan  pengumpulan  itu,  dengan  seorang
	mu'min  biasa  yang  miskin, yang memiliki wahyu tertulis di
	atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu  membawanya  semua
	kepada    Zaid.    Semangat   mereka   semua   sama,   ingin
	memperlihatkan kalimat-kalimat dan  kata-kata  seperti  yang
	dibacakan  oleh  Nabi,  bahwa itu adalah risalah dari Tuhan.
	Keinginan  mereka  hendak  memelihara  kemurnian  itu  sudah
	menjadi  perasaan  semua  orang,  sebab tak ada sesuatu yang
	lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka  seperti  rasa  kudus
	yang  agung  itu,  yang  sudah  mereka  percayai  sepenuhnya
	sebagai    firman    Allah.    Dalam     Qur'an     terdapat
	peringatan-peringatan   bagi   barangsiapa  yang  mengadakan
	kebohongan  atas  Allah  atau  menyembunyikan  sesuatu  dari
	wahyuNya.  Kita  tidak  akan dapat menerima, bahwa pada kaum
	Muslimin yang  mula-mula  dengan  semangat  mereka  terhadap
	agama  yang  begitu  rupa mereka sucikan itu, akan terlintas
	pikiran yang akan membawa akibat  begitu  jauh  membelakangi
	iman."
 
	"Kedua  -  Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga
	tahun sesudah Muhammad wafat. Kita  sudah  melihat  beberapa
	orang  pengikutnya,  yang  sudah  hafal  wahyu  itu  di luar
	kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian,  juga  sudah
	ada   serombongan   ahli-ahli   Qur'an  yang  ditunjuk  oleh
	pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam  guna
	melaksanakan  upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam
	agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu  mata  rantai
	penghubung  antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu
	dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan  saja
	bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf
	itu,  tapi  juga  mempunyai  segala  fasilitas  yang   dapat
	menjamin    terlaksananya    maksud    tersebut,    menjamin
	terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam  kitab  itu,
	yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna
	dikumpulkan."
 
	"Ketiga - Juga  kita  mempunyai  jaminan  yang  lebih  dapat
	dipercaya  tentang  ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni
	bagian-bagian Qur'an yang tertulis,  yang  sudah  ada  sejak
	masa  Muhammad  masih  hidup,  dan  yang  sudah tentu jumlah
	naskahnyapun sudah banyak sebelum  pengumpulan  Qur'an  itu.
	Naskah-naskah  demikian  ini  kebanyakan sudah ada di tangan
	mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa  apa
	yang  dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan
	langsung dibaca sesudah pengumpulannya.  Maka  logis  sekali
	kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam
	bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka.  Oleh  karena  itu
	keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada
	suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa
	para  penghimpun  itu  telah melalaikan sesuatu bagian, atau
	sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang  terdapat  di
	dalamnya  itu,  berbeda  dengan  yang ada dalam Mushhaf yang
	sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini  memang  ada,
	maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat
	pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu;  tak
	ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
 
	"Keempat   -   Isi  dan  susunan  Qur'an  itu  jelas  sekali
	menunjukkan  cermatnya   pengumpulan.   Bagian-bagian   yang
	bermacam-macarn  disusun  satu  sama  lain  secara sederhana
	tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
 
	"Tak ada bekas tangan yang mencoba  mau  mengubah  atau  mau
	memperlihatkan  keahliannya  sendiri. Itu menunjukkan adanya
	iman dan kejujuran sipenghimpun dalam  menjalankan  tugasnya
	itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci
	itu seperti apa adanya,  lalu  meletakkannya  yang  satu  di
	samping yang lain."
 
	"Jadi  kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan
	sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu  bukan  hanya
	hasil  ketelitian  saja,  bahkan - seperti beberapa kejadian
	menunjukkan - adalah juga lengkap, dan  bahwa  penghimpunnya
	tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita
	dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang  kuat,  bahwa
	setiap  ayat  dari  Qur'an  itu, memang sangat teliti sekali
	dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
 
	Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William  Muir
	seperti  yang  disebutkan  dalam  kata pengantar The Life of
	Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita  kutip
	itu  tidak  perlu  lagi  rasanya  kita  menyebutkan  tulisan
	Lammens atau  Von  Hammer  dan  Orientalis  lain  yang  sama
	sependapat.   Secara   positif   mereka  memastikan  tentang
	persisnya Qur'an yang kita baca sekarang,  serta  menegaskan
	bahwa  semua  yang  dibaca  oleh  Muhammad adalah wahyu yang
	benar  dan  sempurna  diterima  dari  Tuhan.  Kalaupun   ada
	sebagian   kecil   kaum   Orientalis  berpendapat  lain  dan
	beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami  perubahan,  dengan
	tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir
	dan sebagian besar  Orientalis,  yang  telah  mengutip  dari
	sejarah  Islam  dan  dari  sarjana-sarjana  Islam,  maka itu
	adalah suatu dakwaan yang hanya didorong  oleh  rasa  dengki
	saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
 
	Betapapun   pandainya   tukang-tukang   tuduh  itu  menyusun
	tuduhannya,  namun  mereka  tidak  dapat  meniadakan   hasil
	penyelidikan  ilmiah  yang  murni. Dengan caranya itu mereka
	takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali  beberapa  pemuda
	yang  masih  beranggapan  bahwa  penyelidikan yang bebas itu
	mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka  sendiri,
	memalingkan  muka  dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh
	kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang
	mengecam   masa   lampau  sekalipun  pengecamnya  itu  tidak
	mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.

	CARA YANG SEBENARNYA DALAM MENGADAKAN PENYELIDIKAN
 
	Sebenarnya  kita  dapat  saja   memberikan   argumen-argumen
	seperti    yang    dikemukakan    oleh    Sir    Muir    dan
	Orientalis-orientalis lain, yang diambil dari sejarah Islam,
	kemudian  mengembalikan  semua  itu  kepada  sumbernya  yang
	semula. Tetapi kita sengaja mengutamakan  kutipan  itu  dari
	salah seorang Orientalis, mengingat pemuda-pemuda kita masih
	sangat mendambakan segala  yang  datang  dari  Barat,  tanpa
	pengamatan lebih dalam. Ketelitian dalam penyelidikan ilmiah
	dengan maksud baik hendak mencari kebenaran, seharusnya akan
	mengantarkan orang ke jalan yang ditempuhnya itu semata-mata
	untuk kebenaran, lepas dari segala pemalsuan. Seseorang yang
	mau  mengadakan  penelitian  harus  menyelidiki  benar-benar
	sehingga ia sampai kepada kebenaran yang  menjadi  tujuannya
	itu,  tanpa  terpengaruh  oleh hawa nafsu dan tanpa teralang
	oleh tradisi. Kaum Orientalis kadang memang berhasil mencari
	kebenaran  demikian,  tapi kadang juga, karena tujuan-tujuan
	tertentu, merekapun  lalu  menyimpang.  Dan  sebagian  besar
	memang begitu. Dalam hal-hal yang berhubungan dengan sejarah
	Nabi kita mendapat  kesempatan  dalam  buku  ini  mengadakan
	penelitian lebih lanjut.
 
	Baik  juga  kalau  dalam  kesempatan ini kita sebutkan bahwa
	tugas seorang penyelidik tidak akan a priori  menerima  atau
	menolak    sesuatu    masalah,   sebelum   penelitian   atau
	penyelidikannya itu benar-benar meyakinkan  bahwa  ia  sudah
	sepenuhnya  puas  dengan kenyataan yang dicapainya itu tanpa
	ada kekurangan. Seorang ahli sejarah  dalam  hal  ini  tidak
	berbeda  dengan  sarjana dalam ilmu pengetahuan lainnya atau
	dalam bidang-bidang fisika. Penulis sejarah  dalam  hal  ini
	seharusnya  mempelajari buku-buku Orientalis, juga buku-buku
	sarjana-sarjana Islam.
 
	Apabila untuk mencapai kebenaran dan  pengetahuan  itu  kita
	diharuskan   mengadakan   kritik   dan  pengamatan  terhadap
	hasil-hasil    peninggalan    penulis-penulis    Arab    dan
	penulis-penulis   Islam   seperti   dalam  ilmu  kedokteran,
	astronomi, kimia dan sebagainya, lalu kita menolak mana yang
	tidak  dapat  diterima oleh kritik ilmiah, dan menerima mana
	yang dapat dibuktikan oleh cara-cara  kritik  demikian  itu,
	maka  untuk  mencapai kebenaran dan pengetahuan dalam bidang
	sejarah inipun kita berkewajiban pula meneliti  benar-benar,
	sekalipun   yang  berhubungan  dengan  sejarah  Nabi  s.a.w.
	Seorang penulis sejarah bukan hanya sekadar  menyalin  saja,
	tapi juga harus membuat kritik terhadap yamg disalinnya itu.
	Ia harus mengadakan  penelitian  guna  mengetahui  kebenaran
	yang   ada   sesungguhnya.   Kritik  adalah  langkah  kepada
	penelitian itu.
 
	IImu dan pengetahuan adalah  dasar  kritik  dan  penelitian.
	Sesudah   kita   mengadakan  penelitian  seperti  yang  kita
	kutipkan mengenai Qur'an  dan  akurasinya,  kita  tinggalkan
	dulu  artikel  si  Muslim  Mesir,  yang  begitu percaya atas
	segala yang ditulis oleh Orientalis mengenai ayat-ayat  yang
	katanya  ditambahkan ke dalam Qur'an, juga tentang nama Nabi
	yang katanya Qutham atau Quthama itu. Kata-kata demikian ini
	bukanlah  karena  terdorong  oleh  rasa kebenaran, melainkan
	karena nafsu belaka.
 
	                                    (bersambung ke bagian 5)
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team