Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 | Bag. 5 | Bag. 6  | Bag. 7 | Bag. 8 | Bag. 9 ]

	Characters: 14327
	Lines: 276
	Words: 1822
	Sentences: 255
	Paragraphs: 205
 
	                    PENGANTAR CETAKAN KEDUA            (7/9)

	BUKU-BUKU SEJARAH DAN BUKU-BUKU HADIS
 
	Sekarang kita kembali ke pokok pertama, kepada  mereka  yang
	aktif  dalam bidang pengetahuan agama Islam, yang mengkritik
	saya dengan cara lemah-lembut dan dengan cara yang baik itu.
	Mereka  mengatakan,  bahwa  saya tidak menuruti apa yang ada
	dalam buku-buku sejarah hidup Nabi  dan  kitab-kitab  hadis.
	Dalam  mengungkapkan  berbagai peristiwa saya tidak menempuh
	cara yang sudah ada.
 
	Dalam hal ini cukuplah kiranya bila saya jawab, bahwa  dalam
	pembahasan ini saya memakai metoda ilmiah, saya tulis dengan
	gaya zaman kini. Yang  demikian  ini  saya  lakukan,  karena
	inilah  cara  yang  baik  menurut pandangan ilmu pengetahuan
	yang berlaku sekarang dengan berbagai macam cabangnya,  baik
	yang  berkenaan  dengan  sejarah atau tidak. Bagi saya - dan
	ini pendirian saya - tidak perlu kita terikat pada buku-buku
	lama.  Antara  kedua  cara  dan  cara-cara  lama dengan yang
	berlaku  sekarang  terdapat  perbedaan  yang  besar  sekali.
	Secara  mudahnya,  dalam  buku-buku  lama  tidak  dibenarkan
	adanya kritik  seperti  yang  berlaku  sekarang.  Kebanyakan
	buku-buku  lama  ditulis  untuk suatu maksud keagamaan dalam
	arti ubudiah, sementara penulis-penulis dewasa  ini  terikat
	oleh  metoda  dan kritik-kritik ilmiah. Ini saja sudah cukup
	buat  saya  menangkis   setiap   tantangan   dan   sekaligus
	membenarkan  metoda  yang saya pakai dalam penyelidikan ini.
	Tetapi saya pikir ada  baiknya  juga  saya  jelaskan  barang
	sedikit sehubungan dengan sebab-sebab yang membawa ahli-ahli
	pikir dari pemuka-pemuka Islam masa lampau itu  -  dan  masa
	kini  -  juga  yang  membawa setiap penyelidik yang teliti -
	untuk tidak secara serampangan  mengambil  begitu  saja  apa
	yang  ada  dalam buku-buku sejarah dan buku-buku hadis. Kita
	terikat pada kaidah-kaidah kritik ilmiah demikian ialah guna
	menghindarkan diri dari kesalahan sedapat mungkin.
 
	Sebab pertama yang menimbulkan perbedaan yang terdapat dalam
	buku-buku  itu  ialah;  banyaknya  peristiwa-peristiwa   dan
	hal-hal  yang  terjadi,  yang dihubung-hubungkan kepada Nabi
	sejak ia lahir  hingga  wafatnya.  Mereka  yang  mempelajari
	buku-buku   ini   melihat   adanya   beberapa   berita  yang
	ajaib-ajaib, mujizat-mujizat dan cerita-cerita lain  semacam
	itu.  Di sana-sini ditambah atau dikurangi tanpa alasan yang
	tepat, kecuali perbedaan-perbedaan  waktu  ketika  buku-buku
	tersebut  ditulis.  Buku-buku  lama  tidak  seberapa  banyak
	menghidangkan cerita yang aneh-aneh itu dibandingkan  dengan
	buku-buku  yang  datang  kemudian.  Peristiwa-peristiwa yang
	serba ajaib yang terdapat dalam buku-buku lama tidak  begitu
	jauh  dari jangkauan akal, dibandingkan dengan yang terdapat
	dalam buku penulis-penulis yang belakangan. Buku  Sirat  Ibn
	Hisyam  misalnya  - sebagai buku biografi tertua yang pernah
	dikenal sampai sekarang - tidak banyak menyebutkan apa  yang
	disebutkan  oleh  Abu'l-Fida' dalam Tarikh-nya, atau seperti
	apa yang disebutkan oleh Qadzi Iyadz dalam Asy-Syifa',  juga
	seperti yang disebutkan dalam buku penulis-penulis kemudian.

	KONTRADIKSI
 
	Begitu  juga  tentunya tentang buku-buku hadis dengan segala
	perbedaannya yang ada. Ada yang  mengemukakan  satu  cerita,
	yang lain menghilangkannya, ada pula yang menambahkan. Dalam
	mengadakan  pembahasan  ilmiah  dalam   buku-buku   demikian
	seorang penyelidik harus membuat sebuah kriterium yang dapat
	mengukur mana-mana yang cocok  dan  mana  pula  yang  tidak.
	Mana-mana  yang dapat dipercaya oleh kriterium itu, itu pula
	yang diakui oleh penyelidik tersebut. Mana-mana  yang  tidak
	dapat   dipercaya,   ia  akan  dimasukkan  ke  dalam  daftar
	pengujian kalau memang perlu diuji.
 
	Dalam beberapa hal  orang-orang  dahulu  memang  menggunakan
	metoda  ini,  dan  dalam hal yang lain tidak. Tentang cerita
	gharaniq misalnya yang menyebutkan bahwa ketika Nabi  merasa
	kesal   terhadap  kepada  pemuka-pemuka  Quraisy  maka  lalu
	dibacakan Surah "an-Najm." Ketika sampai pada  ayat  "Adakah
	kamu  perhatikan al-Lat dan al-'Uzza, dan Manat ketiga, yang
	terakhir?"  (Qur'an  53:19-20)  dibacanya  pula,  "Dan   itu
	gharaniq   yang  luhur,  perantaraannya  dapat  diharapkan."
	Kemudian pembacaan Surah itu diteruskan sampai selesai. Nabi
	lalu  sujud diikuti oleh kaum Muslimin dan kaum musyrik yang
	juga sama-sama bersujud.
 
	Cerita ini dibawa oleh Ibn Said dalam At-Tabaqat'l-Kubra dan
	tidak  pula  diberi  suatu kritik. Dalam beberapa buku hadis
	shahih disebutkan juga adanya  cerita  gharaniq  ini  dengan
	beberapa  perbedaan.  Tetapi  Ibn  Is-haq membawa cerita ini
	dengan mengatakan: "itu berasal  dari  karangan  orang-orang
	atheis."  Juga  dalam  Al  Bidaya  wan-Nihaya fit-Tarikh Ibn
	Kathir menyebutkan: "Orang bicara  tentang  cerita  gharaniq
	ini.  Tetapi  lebih  baik  kita menghindari pembicaraan ini,
	supaya   jangan   ada   orang   yang    mendengarnya    lalu
	menempatkannya  tidak  pada  tempatnya.  Akan tetapi mulanya
	cerita  ini  memang  terdapat  dalam  Shahih."  Kemudian  ia
	menyebutkan  sebuah hadis tentang ini melalui Bukhari dengan
	mengatakan: "Hanya Bukhari sendiri yang menyebutkan.  Muslim
	tidak."  Saya  sendiri  tidak  ragu-ragu  lagi  akan menolak
	cerita ini dari dasarnya.  Saya  setuju  dengan  Ibn  Ishaq,
	bahwa  cerita  ini  adalah bikinan orang-orang atheis. Dalam
	menyanggah ini  saya  dapat  menarik  beberapa  argumentasi,
	bukan   saja   karena   dalam   cerita   tersebut   terdapat
	kontradiksi,  mengingat  bahwa  para  rasul   itu   mendapat
	perlindungan  dalam  menyampaikan risalah Tuhan, tetapi juga
	saya bersandar pada kaidah-kaidah kritik ilmiah yang berlaku
	sekarang.

	FAKTOR WAKTU, KETIKA CERITA ITU DITULIS
 
	Sebab-sebab  lain  yang  masih perlu diuji sehubungan dengan
	buku-buku lama itu,  dengan  mengadakan  suatu  kritik  yang
	teliti  menurut  metoda ilmiah, ialah bahwa buku tertua yang
	pernah ditulis orang baru seratus tahun atau lebih  kemudian
	sesudah Nabi wafat, dan sesudah meluasnya issue-issue - baik
	politik atau bukan  politik  -  dalam  dunia  Islam,  dengan
	menciptakan cerita-cerita dan hadis-hadis sebagai salah satu
	alat penyebaran. Apalagi kesan  kita  tentang  yang  ditulis
	orang kemudian, yang sudah mengalami zaman yang sangat kacau
	dan gelisah.

	PENGARUH PERTENTANGAN POLITIK DALAM DUNIA ISLAM
 
	Pertentangan-pertentangan politik yang  telah  dialami  oleh
	mereka  yang  mengumpulkan hadis - dengan membuang mana yang
	palsu dan mencatat mana yang dianggap  sahih  -  menyebabkan
	mereka  berusaha  lebih  berhati-hati  lagi. Mereka berusaha
	melakukan ketelitian  dalam  menguji,  supaya  tidak  sampai
	menimbulkan  keragu-raguan.  Orang  akan cukup menyadari apa
	yang  dialami  Bukhari  yang   begitu   susah-payah   dengan
	perjalanan yang dilakukannya ke berbagai tempat dunia Islam,
	guna  mengumpulkan  hadis  dan  lalu  mengujinya.  Apa  yang
	diceritakannya kemudian, bahwa dari hadis-hadis yang beredar
	yang dijumpainya sampai  melebihi  600.000  buah  itu,  yang
	dipandang benar (sahih) olehnya tidak lebih dari hanya 4.000
	buah hadis saja. Ini berarti  bahwa  dari  setiap  150  buah
	hadis yang dipandang benar olehnya hanya sebuah saja. Sedang
	pada Abu Dawud, dari 500.000 buah hadis, yang dianggap sahih
	menurut  dia  hanya  4.800 saja. Demikian juga halnya dengan
	penghimpun-penghimpun hadis yang lain.  Banyak  sekali  dari
	hadis-hadis  itu,  yang  oleh  sebagian dianggap sahih, oleh
	ulama lain masih dijadikan  bahan  penelitian  dan  mendapat
	kritik,  yang  akhirnya  banyak  pula yang ditolak. Ini sama
	halnya dengan soal gharaniq.

	PENGHIMPUNAN HADIS
 
	Jadi, kalau demikian inilah yang sudah terjadi dengan hadis,
	yang  sudah demikian rupa diperjuangkan oleh para penghimpun
	hadis itu, apalagi dengan buku-buku sejarah hidup Nabi  yang
	datang  kemudian, bagaimana kita dapat mengandalkannya tanpa
	mengadakan penelitian dan pengujian ilmiah!
 
	Sebenarnya,  pertentangan  politik  yang   terjadi   sesudah
	permulaan   sejarah   Islam,   telah   menimbulkan  lahirnya
	cerita-cerita dan hadis-hadis bikinan untuk mendukung maksud
	tersebut.  Sampai  pada saat-saat terakhir zaman Banu Umayya
	penulisan hadis belum lagi dilakukan orang. Umar  bin  Abdul
	Aziz  pernah  memerintahkan supaya hadis-hadis itu dihimpun.
	Kemudian baru dikumpulkan pada zaman Ma'mun,  yaitu  sesudah
	terjadi "Hadis yang sahih dalam hadis yang palsu itu seperti
	rambut putih pada kerbau hitam," seperti kata  Ad-Daraqutni.
	Dan  mungkin  tidak dikumpulkannya hadis pada masa permulaan
	Islam,  karena  seperti  diberitakan  bahwa  Nabi   berkata:
	"Jangan  menuliskan  sesuatu  tentang  aku,  selain  Qur'an.
	Barangsiapa  menuliskan   itu   selain   Qur'an,   hendaklah
	dihapus."
 
	Akan  tetapi  pada  waktu  itu hadis Nabi sudah beredar dari
	mulut ke mulut  dan  penceritaannyapun  berbeda-beda.  'Umar
	ibn'l-Khattab   ketika  menjadi  Khalifah  pernah  mengambil
	langkah  dalam  hal  ini  dengan  maksud   akan   menuliskan
	hadis-hadis itu. Ia minta pendapat sahabat-sahabat Nabi yang
	lain.  Merekapun  memberikan  pendapat  yang  sama.   Selama
	sebulan  lamanya  ia  melakukan  istikharah,  yang  kemudian
	setelah mendapat ketetapan hati ia berkata: "Saya  bermaksud
	akan   menulis   hadis   dan   sunah,   tapi   saya   takkan
	mencampur-adukkan   Qur'an   dengan    apapun."    Penulisan
	hadis-hadis  itu  tidak  jadi dilakukan. Ditulisnya surat ke
	kota-kota lain: "Barangsiapa memilikinya supaya dihapuskan."
	Sesudah  itu  hadis-hadis  terus juga beredar dan berkembang
	biak, sehingga  akhirnya  terhimpun  juga  hadis-hadis  yang
	dianggap  sahih  menurut para penghimpunnya, yakni pada masa
	Ma'mun.

	KRITERIUM YANG SEBENARNYA TENTANG HADIS
 
	Dengan segala usaha penelitian yang  sudah  tentu  dilakukan
	oleh  para  penghimpun  hadis  itu,  tapi  masih banyak juga
	hadis-hadis yang oleh mereka  sudah  dinyatakan  sahih  itu,
	oleh  beberapa  ulama  lain  masih dinyatakan tidak otentik.
	Dalam Syarah Muslim Nawawi menyebutkan: "Ada  golongan  yang
	membuat   koreksi   terhadap  Bukhari  dan  Muslim  mengenai
	hadis-hadis itu sehingga syarat-syarat mereka  tidak  begitu
	dihiraukan  dan  mengurangi  pula arti yang menjadi pegangan
	mereka, yakni para penghimpun itu,  yang  sebagai  kriterium
	mereka  hanya  berpegang  pada  sanad  (askripsi)  dan  pada
	kepercayaan  mereka  kepada  sumber  cerita  sebagai  dasar:
	menerima atau menolak hadis itu. Ini memang suatu, kriterium
	yang berharga. Tetapi itu saja tentu tidak cukup."
 
	Bagi kita kriterium yang baik dalam  mengukur  hadis  -  dan
	mengukur  setiap berita yang berhubungan dengan Nabi - ialah
	seperti  yang  pernah   diceritakan   orang   tentang   Nabi
	'alaihissalam   ketika  menyatakan:  "Kamu  akan  berselisih
	sesudah  kutinggalkan.  Maka  (oleh  karena  itu)  apa  yang
	dikatakan  orang  tentang diriku, cocokkanlah dengan Qur'an.
	Mana yang cocok itu dari aku, dan  mana  yang  bertentangan,
	bukan dari aku."
 
	Ini  adalah  suatu  kriterium yang tepat, yang sudah menjadi
	pegangan pemuka-pemuka Islam sejak permulaan sejarah  Islam.
	Dan   sampai   sekarang  mereka  sebagai  ahli  pikir  masih
	berpegang pada ini.  Seperti  dikatakan  oleh  Ibn  Khaldun:
	"Saya  tidak percaya akan kebenaran sanad sebuah hadis, juga
	tidak percaya akan kata-kata seorang sahabat terpelajar yang
	bertentangan  dengan  Qur'an, sekalipun ada orang-orang yang
	memperkuatnya.  Beberapa  pembawa  hadis  dipercayai  karena
	keadaan  lahirnya  yang  dapat  mengelabui,  sedang batinnya
	tidak baik. Kalau sumber-sumber itu dikritik dari segi  matn
	(teks), begitu juga dari segi sanadnya, tentu akan banyaklah
	sanad-sanad  itu  akan  gugur   oleh   matn.   Orang   sudah
	mengatakan:  bahwa  tanda  hadis maudzu, (buatan) itu, ialah
	yang  bertentangan  dengan  kenyataan  Qur'an  atau   dengan
	kaidah-kaidah   yang   sudah  ditentukan  oleh  hukum  agama
	(syariat) atau dibuktikan  oleh  akal  atau  pancaindra  dan
	ketentuan-ketentuan axioma lainnya."
 
	Kriterium  inilah  yang  terdapat dalam hadis Nabi tersebut.
	Dan apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldun tadi  sesuai  sekali
	dengan kaidah kritik ilmiah modern sekarang.

	PENGHIMPUNAN HADIS PADA MASA MA'MUN
 
	Sebenarnya,   perselisihan   kaum  Muslimin  sudah  mencapai
	puncaknya setelah ditinggalkan  Nabi,  sehingga  menimbulkan
	adanya   ribuan   hadis   dan   sumber-sumber   yang  saling
	bertentangan.  Sesudah  Abu  Lu'lu'a,   bujang   Al-Mughira,
	membunuh  Umar  ibn'l  Khattab, dan sesudah Usman bin 'Affan
	memangku  jabatan  Khalifah,  permusuhan  lama  antara  Banu
	Hasyim  dan  Banu  Umayya  yang  terjadi sebelum Islam mulai
	timbul lagi. Setelah Usman terbunuh, perang  saudara  antara
	kaum  Musliminpun  pecah.  Aisyah  melawan  Ali  dan  Alipun
	mendapat pendukungnya pula. Maka mulailah hadis-hadis buatan
	bertambah  banyak,  sampai-sampai  Ali bin Abi Talib sendiri
	menolaknya. Konon dia berkata: "Tak ada kitab pada kami yang
	dapat  kami  bacakan kepada kamu, kecuali apa yang ada dalam
	Qur'an. Dan apa yang  ada  dalam  kitab  itu  kuterima  dari
	Rasulullah; terdapat kewajiban-kewajiban sadakah."
 
	Akan  tetapi  ini  tidak  menghalangi para penyiar hadis itu
	melancarkan ceritanya,  tidak  menghalangi  adanya  golongan
	tertentu  membuat-buat  hadis  karena  sesuatu  ambisi  atau
	karena maksud-maksud baik dengan mengajak pula  orang  lain.
	Mereka  memduga  orang  lain  akan senang sekali menerimanya
	bila hadisnya itu dihubung-hubungkan kepada Rasulullah.
 
	Sesudah keadaan Banu Umayya stabil, juru-juru hadis yang ada
	hubungannya  dengan  Keluarga Umayya itu berusaha melemahkan
	semua hadis tentang Ali  bin  Abi  Talib  dan  jasa-jasanya.
	Sementara   oleh   pembela-pembela  Ali  dan  keluarga  Nabi
	hadis-hadis  itu   ditambah-tambah   serta   berusaha   pula
	menyebarkannya  dengan  segala  cara. Sebaliknya segala yang
	datang   dari    Aisyah    Umm'l-Mu'-minin    oleh    mereka
	dihalang-halangi.
 
 
	                                    (bersambung ke bagian 8)
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1