2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM (6/6)
Muhammad Husain Haekal
Itu juga sebabnya, meskipun bangsa-bangsa yang menganut Islam
secara silih berganti ditaklukkan, dikuasai dan dijaJah oleh
bangsa-bangsa lain, namun keislaman mereka tak pernah goyah,
keimanan mereka tak pernah berubah. Sampai saat ini Eropa
masih tetap menguasai bangsa-bangsa beragama Islam. Tetapi
mereka takkan mampu mengubah iman bangsa itu kepada Tuhan.
Sebaliknya, mereka yang dewasa ini mempergunakan pedang dan
menaklukkan umat Islam, maka nasib merekapun - supaya cocok
dengan kata-kata dalam Injil itu binasa oleh pedang sebagai
balasan yang sesuai pula.
Para penguasa dan raja-raja itu oleh Nabi telah dikembalikan
kepada kekuasaan mereka masing-masing. Negeri Arab yang pada
akhir zaman Nabi itu merupakan suatu kesatuan beberapa bangsa
Arab yang beragama Islam, tak ada sebuah negara pun yang dalam
status jajahan tunduk kepada Mekah atau Medinah. Dengan iman
mereka yang begitu teguh semua golongan Arab pada waktu itu
merasa sama rata di hadapan Allah. Mereka semua sejalan
seiring dalam menghadap pihak yang hendak melanda mereka atau
hendak membujuk mereka dari agamanya. Sampai pada waktu
sesudah itu, pada waktu Pax Islamica atau liga kesatuan
bangsa-bangsa Islam mulai goyah, pusat kediaman khalifah tetap
menjadi pusat liga itu. Kekuasaan Khalifah tidak pernah
mendakwakan sebagai pemegang monopoli masalah-masalah rohani
atau monopoli dalam kebudayaan. Bahkan semua bangsa yang
menganut Islam tidak mengenal adanya suatu kekuasaan rohani
diluar kekuasaan Tuhan. Semua pusat kawasan Islam waktu itu
adalah juga pusat pengembangan seni, ilmu dan teknologi. Yang
demikian ini berjalan terus, sampai datang waktunya keadaan
kaum Muslimin terpisah dari Islam. Ajaran Islam yang begitu
gemilang sudah tidak mereka kenal lagi, persaudaraan di
kalangan sesama mukmin sudah mereka lupakan, seseorang tidak
sempurna imannya sebelum ia mencintai saudaranya seperti
mencintai diri sendiri sudah mereka lupakan pula. Yang mulai
berlaku kemudian ialah mementingkan diri sendiri, yang mulai
memegang peranan kemudian ialah politik destruktif. Maka
pedang itulah yang dijadikan juru selamat. Terjadilah mereka
yang mempergunakan pedang akan binasa oleh pedang.
Berhubung dengan itu, sejak abad ke-15 Kristen Eropa mulai
bangkit dengan jiwa baru, yang barangkali akan ada juga
gunanya buat dunia kalau tidak segera mengalami kehancuran
yang sudah menjadi suatu keharusan sebagai akibat
pecah-belahnya ajaran Kristen menjadi sekte-sekte. Dalam pada
itu, bersamaan dengan masa kebangkitan itu pula bangsa-bangsa
Islam yang sudah melupakan Islam itu pun mulai pula dihadapkan
pada kekerasan pedang dan akan tetap dihadapkan pada pedang.
Dan pedang itu jugalah yang dijadikan juru selamat dalam
berhadapan dengan bangsa-bangsa Islam. Dalam hal ini apabila
pedang yang berbicara, maka segala pikiran, ilmu pengetahuan,
segala kebaikan, cinta kasih, iman bahkan kemanusiaan, sudah
tak ada gunanya lagi.
Dikuasainya dunia dewasa ini oleh pedang, ialah karena adanya
krisis rohani dan psikologi yang telah melandanya dan sampai
manusia menderita karenanya. Beberapa negara besar yang telah
menguasai dunia dengan pedang selama Perang Dunia Pertama -
yakni duapuluh tahun yang lalu - mereka sudah yakin sekali
akan kenyataan ini, dan lalu bermaksud hendak mengadakan
perdamaian di dunia. Maka untuk mencapai tujuan ini
dibangunlah Liga Bangsa-bangsa dan tugas liga ini ialah
seperti dalam firman Tuhan:
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang beriman berkelahi,
maka damaikanlah keduanya itu. Tetapi jika salah satu dari
keduanya membangkang terhadap yang lain, maka lawanlah yang
membangkang itu sampai ia kembali kepada perintah Allah. Bila
mereka kembali, damaikanlah keduanya itu dengan cara yang
adil. Hendaklah berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang beriman
itu bersaudara. Demikianlah kedua golongan saudara kamu itu.
Berbaktilah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
(Qur'an, 49: 9-10)
Akan tetapi jiwa perdamaian itu belum lagi merata ke seluruh
dunia, karena dasar kebudayaan yang kini berkuasa ialah
kebudayaan imperialisma, imperialisma yang didasarkan kepada
nasionalisma dengan segala pertentangannya, dengan segala daya
upayanya, setiap negara yang kuat hendak mengisap
negara-negara kecil lainnya, maka sudah menjadi hak setiap
bangsa yang masih dijajah, bahkan harus menjadi kewajiban
pertama, berusaha menghancurkan belenggu si penjajah itu,
sebab penjajahan itulah bibit segala pemberontakan dan
peperangan. Selama masih ada penjajahan, perdamaian tak
mungkin terwujud, peperangan takkan berkesudahan, kecuali
dalam bentuk formalitas saja. Setiap bangsa, satu sama lain
akan tetap memandang dengan saling curiga-mencurigai, dengan
hati-hati dan menunggu-nunggu kesempatan hendak mengadakan
pembunuhan gelap. Dimana mungkin ada perdamaian kalau jiwa
semacam ini masih tetap berakar! Perdamaian itu baru ada,
apabila orang dari pelbagai bangsa dapat mengubah diri. Mereka
harus benar-benar percaya akan arti perdamaian, memegang teguh
segala ajaran yang didasarkan pada perdamaian dan dengan
ikhlas pula bersepakat menghadapi setiap usaha yang hendak
mengeruhkannya.
Hal ini baru akan terjadi apabila imperialisma itu sudah tidak
lagi menjadi dasar kebudayaan dunia, apabila semua orang di
segenap pelosok bumi ini sudah menyadari kewajibannya yang
pokok, yaitu yang kuat membantu yang lemah, yang besar
mengasihi yang kecil, yang pandai mau mendidik yang belum
pandai, dengan menyebarkan sinar panji ilmu pengetahuan ke
segenap penjuru bumi, dengan hasrat hendak memberi kebahagiaan
kepada umat manusia, bukan hendak mempergunakannya sebagai
alat memeras bangsa-bangsa lain atas nama ilmu pengetahuan,
atas nama perkembangan teknologi.
Apabila dunia semua sudah memegang prinsip ini, apabila orang
semua sudah merasa, bahwa dunia semua tanah airnya, dan bahwa
mereka semua bersaudara, satu sama lain saling mencintai
seperti mencintai diri sendiri - ketika itu akan ada toleransi
antara sesama manusia, akan ada keakraban; ketika itu mereka
akan berdialog dengan bahasa yang tidak lagi seperti sekarang.
Mereka akan saling percaya-mempercayai, sekalipun
masing-masing berjauhan tempat. Mereka semua akan bekerja
untuk kebaikan demi Allah. Ketika itulah segala permusuhan dan
kebencian akan terhapus. Dengan rahmat Tuhan kepada umat
manusia, dan kerelaan manusia kepada Tuhan, hanya kebenaran
yang akan ada, hanya perdamaian yang akan merata.
"Orang-orang yang beriman dan pengikut-pengikut Yahudi,
Nasrani dan orang-orang Shabi'un yang percaya kepada Allah dan
Hari Kemudian serta mengerjakan perbuatan yang baik, mereka
akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Mereka tidak perlu takut,
tidak usah bersedih hati." (Qur'an, 2: 62)
Adakah dalam hal ini toleransi yang lebih luas dari ini! Orang
yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian lalu berbuat
kebaikan, mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Pada
dasarnya tiada perbedaan antara orang-orang yang beriman itu
dengan mereka yang belum mendapat ajakan Islam, baik Yahudi,
Nasrani atau Shabi'un10 (atau Sabian) yang belum dipalsukan
itu.
Tuhan berfirman:
"Dan ada sebagian Ahli Kitab itu yang beriman kepada Allah dan
kepada apa yang sudah diturunkan kepada kamu dan yang
diturunkan kepada mereka. Mereka sangat berendah hati kepada
Tuhan, tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.
Mereka itulah yang akan mendapat ganjaran dari Tuhan, sebab
Allah sangat cepat memperhitungkan." (Qur'an, 3: 199)
Mana pula semua itu bila dibandingkan dengan kebudayaan Barat
yang kini menguasai dunia dengan segala chauvinisma dan
fanatisma agamanya serta segala peperangan dan kehancuran yang
timbul sebagai akibat fanatisma itu!
Inilah semangat jiwa yang begitu tinggi memberikan toleransi,
semangat yang harus merata menguasai dunia bila memang
dikehendaki supaya perdamaian itu bertakhta di dunia demi
kebahagiaan umat manusia. Semangat inilah yang telah membuat
setiap studi tentang sejarah hidup orang yang telah menerima
wahyu Allah dengan firman ini, menjadi suatu studi ilmiah yang
benar-benar bersih demi ilmu semata. Masalah-masalah psikologi
dan spirituil yang hendak mengantarkan manusia ke jalan
kebudayaan baru yang selama ini dicarinya, seharusnya sudah
dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan. Dengan mendalami
studi demikian ini akan banyak sekali hal-hal yang akan dapat
diungkapkan, yang sejak sekian lama orang menduga tidak
mungkin akan dapat dianalisa secara ilmiah. Ternyata
pembahasan-pembahasan ilmu jiwa kemudian dapat menerangkan
dengan jelas sekali, terutama bagi mereka yang memang mau
memahaminya.
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah
hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah
dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan
yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat
bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat
manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan
yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran
dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini,
yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri
teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan
tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa
kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk
kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu
pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya
kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun - yang
dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka - yang
baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain
-mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada
dalam kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya,
keluhuran yang sudah meliputi segala segi kehidupan. Apalagi
yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu
dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini berkembang
sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam dengan
segala karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya
kesungguhan dan kejujuran Muhammad menyampaikan risalah Tuhan,
niscaya kehidupan yang kita lihat ini lambat laun akan
menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
Tetapi, seribu tigaratus limapuluh tahun ini sudah lampau,
namun amanat Tuhan yang disampaikan Muhammad, masih tetap
menjadi saksi kebenaran dan bimbingan hidup. Untuk itu cukup
satu saja kiranya kita kemukakan sebagai contoh, yaitu apa
yang diwahyukan Allah kepada Muhammad, bahwa dia adalah
penutup para nabi dan para rasul. Empat belas abad sudah lalu,
tiada seorang juga sementara itu yang mendakwakan diri bahwa
dia seorang nabi atau rasul Tuhan lalu orang mempercayainya.
Sementara dalam abad-abad itu memang sudah lahir tokoh-tokoh
di dunia yang sudah mencapai kebesaran begitu tinggi dalam
pelbagai bidang kehidupan, namun anugerah sebagai kenabian dan
kerasulan tidak sampai kepada mereka. Sebelum Muhammad memang
sudah ada para nabi dan rasul yang datang silih berganti.
Mereka semua sudah memberi peringatan kepada masyarakatnya
masing-masing bahwa mereka itu sesat, dan diajaknya mereka
kepada agama yang benar. Namun tiada seorang diantara mereka
itu yang menyebutkan, bahwa dia diutus kepada seluruh umat
manusia, atau bahwa dia adalah penutup para nabi dan para
rasul. Sebaliknya Muhammad, ia mengatakan itu, dan sejarah pun
sepanjang abad membenarkan kata-katanya. Dan itu bukan suatu
cerita yang dibuat-buat, tetapi memang hendak memperkuat apa
yang sudah ada, serta menjelaskan sesuatunya, sebagai petunjuk
dan rahmat bagi mereka yang beriman.
Tujuan pokok yang saya harapkan ialah, semoga apa yang saya
maksudkan dengan pembahasan ini sudah akan memadai juga
hendaknya, dan semoga dengan ini saya sudah merambah jalan ke
arah adanya pembahasan-pembahasan yang lebih dalam dan
menyeluruh dalam bidangnya. Saya sudah berusaha kearah itu
sekuat kemampuan saya, dan Tuhan juga kiranya yang akan
memberi keringanan kepada saya.
"Tuhan tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya.
Segala usaha baik yang dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan
yang sebaliknya pun untuk dirinya pula. 'Ya Allah, jangan kami
dianggap bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah,
janganlah Kaupikulkan kepada kami beban seperti yang pernah
Kaupikulkan kepada mereka yang sebelum kami. Ya Allah, jangan
hendaknya Kaupikulkan kepada kami beban yang kiranya takkan
sanggup kami pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan
berilah kami rahmat. Engkau jugalah Pelindung kami terhadap
mereka yang tiada beriman itu." (Qur'an, 2: 286)
Catatan kaki:
1 Paham jabariyah ini mengatakan bahwa Tuhan menciptakan
manusia dengan perbuatannya, sehingga manusia tak dapat
berbuat lain daripada yang sudah ditakdirkan Tuhan (lihat
catatan di bawah). Paham ini sering disamakan dengan
'fatalisma' dan 'predestination.' Sebaliknya dari paham
ini ialah qadariyah yang berpendapat bahwa Tuhan hanya
menciptakan manusia tapi tidak menciptakan perbuatannya.
Kedua aliran paham ini timbul sekitar abad ke-8 M.
Menurut Qur'an (2: 177) rukun iman ada lima, yang keenam,
yaitu jabariyah tidak ada. Paham ini didasarkan kepada
hadis, yang menurut beberapa ahli sanadnya tidak begitu
kuat dan dianggap bertentangan dengan Qur'an (A).
2 Yang dimaksud dengan 'papan abadi' tentunya ialah
'al-lauh'l-mahfuz' yang secara harfiah 'papan tulis yang
terjaga' dan secara awam kadang diartikan, bahwa segala
perbuatan nasib manusia sudah ditakdirkan dan tertulis
lebih dulu dalam 'papan' ini, sehingga manusia sudah tak
dapat mengelak lagi. Padahal arti 'lauh mafhuz' yang
sebenarnya ialah Qur'an (85: 21-22) yang terjaga, yang
takkan pernah dapat dipalsu atau diubah oleh tangan
manusia (15: 9). Juga tidak sekali-kali dalam arti materi
terbuat dari batu, kayu dan sebagainya (A).
3 Ikhtiar disini berarti kemauan bebas atau free will,
atau sengaja, sebaliknya daripada jabariyah atau
fatalisma (A).
4 Tawakal atau tawakkal berarti mempercayakan diri kepada
Allah setelah segala usaha dan daya upaya dilakukan, atau
seperti kata pepatah 'habis akal barulah tawakal' (A).
5 Determinisma ilmiah, 'dunia sebagai kemauan dan
pikiran' dan 'evolusi kreatif' ialah beberapa mazhab
filsafat Barat. Yang pertama menurut pendapat kaum
Positivist, yang kedua menurut Schopenhauer dan yang
ketiga menurut Bergson. Di sini tempatnya sangat terbatas
untuk dapat menguraikan semua ini.
6 Sekedar gambaran, jarak matahari dari bumi 93.000.000
mil jauhnya. Kecepatan tertinggi yang dapat dicatat oleh
ilmu pengetahuan sampai sekarang ialah cahaya, yakni
186.000 mil per detik. Ada beberapa bintang yang demikian
jauh sehingga cahayanya baru sampai ke bumi sesudah lebil
dari 2.000.000 tahun (A).
7 Al-Islam wan-Nashrania, p. 122 - 125.
8 Stoa ialah suatu ajaran filsafat Yunani dibangun oleh
Zeno (336? - 264? sebelum Masehi). Kaum Stoa percaya
bahwa segala kejadian harus diterima dengan tenang dan
sabar dan bebas dari segala perasaan benci dan suka,
sedih dan gembira (A).
9 Kaum Parisi ialah suatu sekte agama Yahudi dahulu kala
yang memisahkan diri, sangat kaku sekali mempertahankan
undang-undang agama, baik yang tertulis (Taurat), lisan
ataupun adat kebiasaan. Lawan sekte Saduki (A).
10 Dalam menafsirkan ayat ini At-Tabari menyebutkan,
bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman itu
ialah mereka yang percaya kepada Rasulullah;
pengikut-pengikut Yahudi ialah orang-orang (yang menganut
agama) Yahudi. Mereka ini disebut Yahudi karena kata-kata
mereka juga: inna hudna ilaika - 'kami kembali kepadaMu'
atau 'kami bertaubat.' Orang-orang Nasrani ialah
pengikut-pengikut Kristus. Dinamakan Nasrani, satu
pendapat mengatakan nama itu dinisbatkan kepada Nazareth,
yaitu nama desa di Palestina tempat Isa dilahirkan, yang
lain berpendapat, ialah karena ucapan Isa yang mengatakan
'man anshari ila'llah' ('siapakah penolong-penolongku ke
jalan Allah'), maka penolong-penolong itu diberi sebutan
'Nashara' (bentuk jamak 'Nashrani); Shabi'un (atau
Sabian) menurut satu pendapat ialah mereka yang menyembah
malaikat. Pendapat lain mengatakan, bahwa mereka ini
percaya kepada: keesaan Tuhan, tetapi tidak mempunyai
kitab suci, tak ada nabi dan tidak mengamalkan sesuatu
selain percaya bahwa tak ada tuhan selain Allah. Pendapat
ketiga mengatakan, bahwa kaum Shabi'un ini orang-orang
tidak beragama (Lihat juga catatan bawah halaman 33). Ibn
Jarir menafsirkan ayat dalam firman Tuhan: "Orang yang
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian" ialah orang yang
percaya akan hari kebangkitan sesudah mati pada hari
kiamat, orang berbuat kebaikan dan taat kepada perintah
Allah, mereka itulah yang akan mendapat ganjaran dari
Tuhan, yakni mereka akan mendapat pahala dari Tuhan
karena perbuatan-perbuatan yang baik. Sedang firman
"mereka tidak perlu takut, tidak usah berduka cita,"
ialah bahwa mereka tidak perlu takut dalam menghadapi
hari kebangkitan, juga mereka tidak usah bersedih hati
akan kehidupan dunia yang ditinggalkannya dalam
menghadapi pahala dan kenikmatan abadi dari Tuhan. Dalam
hal ini selanjutnya Ibn Jarir mengatakan, bahwa ayat ini
ditujukan kepada orang Nasrani yang telah mengajak Salman
al-Farisi menganut agama mereka. Salah seorang dari
mereka juga mengatakan kepada Salman bahwa kelak akan
muncul nabi di negeri Arab dengan menunjukkan sekali akan
tanda-tanda kenabiannya itu. Dinasehatinya bahwa kalau
nanti sampai ia mengalami supaya dia pun menjadi
pengikutnya. Setelah Salman masuk Islam dan hal ini
disampaikannya kepada Nabi, Nabi berkata: "Salman, mereka
itu penghuni neraka." Hal ini sangat berkesan sekali pada
Salman. Maka turunlah ayat ini "Orang-orang yang berirnan
dari pengikut-pengikut Yahudi," dan seterusnya. Ada lagi
yang berpendapat bahwa Tuhan telah menghapus ayat
tersebut dengan firmanNya: "Barangsiapa menerima agama
selain Islam ia tidak akan diterima." Tetapi Ibn Jarir
menambahkan: "Apa yang kita sebutkan menurut penafsiran
yang pertama itu lebih mirip dengan keadaan wahyu menurut
lahirnya saja, sebab Tuhan tidak mengkhususkan ganjaran
itu atas perbuatan baik, dengan yang sebagian beriman dan
yang lain tidak. Predikat dengan kata-kata 'Orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian' meliputi semua
yang disebutkan dalam ayat pertama itu. Barangkali dapat
juga disebutkan - untuk memperkuat pendapat Ibn Jarir
mengenai ulasan ayat "Barangsiapa menerima agama selain
Islam, ia tidak akan diterima," - bahwa itu ditujukan
kepada orang-orang Islam yang memilih agama lain setelah
mereka dilahirkan secara Islam atau sesudah beriman
kepada ajaran Islam. Sebaliknya yang dilahirkan tidak
sebagai Muslim, ajakan dan ajaran Islam tidak sampai
kepadanya seperti apa adanya, maka halnya sama dengan
mereka yang sebelum datangnya kerasulan Muhammad atau
yang semasa dengan itu tapi belum mengetahui tentang
ajaran itu dengan sebenarnya. [Lihat tafsir at-Tabarr
(Jami'l Bayan) Jilid Satu hal. 253 - 257].
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|