Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 | Bag. 5 | Bag. 6 ]

	2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (5/6)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Dalam  hidup  ini  rasanya  tak ada yang lebih baik merangsang
	kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam  mencari  nafkah
	dan  harta.  Demi  harta  sebagian  besar  orang  berusaha dan
	berjuang, yang kadang sampai diluar kemampuannya. Dalam  dunia
	kita  sekarang  ini,  sekali  lihat  saja  orang  sudah  dapat
	memperoleh kesan apa yang sedang bergolak dalam  dunia  ini  -
	perjuangan  dan kesulitan, perang dan damai, pemberontakan dan
	kekacauan - demi harta. Demi  harta  inilah  kerajaan-kerajaan
	terbalik  menjadi  republik, untuk harta ini pertumpahan darah
	terjadi, nyawa manusia  melayang.  Juga  anak-anak  keturunan!
	Kesulitan  yang  bagaimanakah  yang tidak akan kita pikul demi
	anak-anak buah hati kita! Kepahitan yang bagaimana  pula  yang
	takkan  terasa  manis  kalau  memang  untuk kesenangan mereka,
	untuk menjamin kemakmuran hidup dan kemuliaan  mereka!  Segala
	kesulitan  untuk  mencapai  kebahagiaan mereka itu jadi mudah.
	Bahkan, demi harta dan anak-anak keturunannya itu,  ada  orang
	yang  menganggap  segala  yang mustahil itu tiada berarti. Ada
	yang sampai berlebih-lebihan sekali  dalam  hal  ini  sehingga
	untuk   itu   ia  mengorbankan  segala  kesenangannya,  bahkan
	hidupnya.
 
	Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan  itu  memang
	hiasan  (bentuk  luar)  kehidupan dunia. Tetapi disamping inti
	kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu bukan apa-apa. Orang
	yang  mengorbankan  inti  demi hiasan lahir, sama dengan orang
	yang berpikir sempit dan bodoh  saja:  sama  dengan  perempuan
	yang  tidak  memandang  penting  kesehatannya sendiri asal dia
	tampak cantik untuk sementara waktu; sama dengan  pemuda  yang
	sudah  lupa  daratan,  yang mau mengorbankan pikiran dan harga
	dirinya ditengah-tengah ejekan kawan-kawannya bila ia  mengira
	bahwa   dirinya   adalah   pemimpin  mereka  sebab  dia  sudah
	menghambur-hamburkan harta untuk mereka itu; atau sama seperti
	mereka,  orang-orang  yang  begitu  bodoh,  yang  tertipu oleh
	kenyataan dibalik kebenaran, oleh hari ini dibalik hari  esok.
	Mereka  yang  mengejar  harta  dan anak-anak keturunan sebagai
	hiasan kehidupan dunia dan melupakan  yang  lain,  mereka  ini
	tidak  kurang  pula  bodohnya.  Harta  dan anak-anak keturunan
	suatu hiasan. Sedang inti kehidupan ialah segala pekerjaan dan
	perbuatan  baik yang kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik
	inilah orang harus mencurahkan tenaga dan perjuangannya  lebih
	dari  pada  untuk  hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta
	dan anak-anak keturunannya.
 
	Kita sudah melihat betapa  luhurnya  tujuan  yang  digambarkan
	ayat  Qur'an  Suci  ini.  Kalau  kita sudah mencurahkan segala
	tenaga dan darah kita demi hiasan kehidupan  dunia  ini,  maka
	kita  juga  harus  mencurahkan  jiwa  dan hati kita untuk inti
	daripada kehidupan itu, bentuk harus tunduk kepada inti.  Oleh
	karena  itu  segala  hidup  kita,  harta  kita  dan  anak-anak
	keturunan kita harus ditujukan kepada tujuan ini, kepada  inti
	daripada  perbuatan-perbuatan  baik  yang kekal itu yang lebih
	besar pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih
	baik pula.

	Mengenai  logika  yang  begitu  sehat  dan jelas ini bagaimana
	dalam pemikiran Muslimin dapat berubah menjadi  bermacam-macam
	kepercayaan  yang  sama  sekali  tidak sesuai? Pada pembahasan
	yang pertama buku ini sepintas lalu  ada  juga  kita  singgung
	tatkala  kita sebutkan tentang keadaan yang sudah berubah pada
	umat Islam itu.
 
	Karena  adanya  penaklukan-penaklukan  yang  pernah  menguasai
	imperium  Islam  secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman
	dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita  singgung  sepintas
	lalu  dalam  pengantar  cetakan  kedua  - cara musyawarah yang
	berlaku pada permulaan sejarah  Islam  telah  berubah  menjadi
	kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah, lalu
	menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.

	Baiklah  sekarang  kita  ikuti  keterangan   almarhum   Syaikh
	Muhammad   Abduh   dengan   agak   terperinci  dalam  Al-Islam
	wan-Nashrania sebagai berikut:
 
	"Islam pada mulanya agama yang  dianut  orang  Arab.  Kemudian
	setelah  berhubungan  dengan  ilmu  pengetahuan  yang  tadinya
	bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab pula. Kemudian
	ada  seorang  khalifah  yang  salah dalam menjalankan politik.
	Keluasan Islam digunakannya  untuk  apa  yang  dikiranya  akan
	membawa  keuntungan  untuk  kepentingannya  -  dikiranya bahwa
	tentara yang terdiri dari orang-orang Arab  itu  mungkin  saja
	akan  jadi  pendukung  seorang  khalifah  golongan  Ali, sebab
	golongan ini dekat sekali pertaliannya  dengan  keluarga  Nabi
	s.a.w. Oleh karena itu ia mau mempergunakan tentara dari luar,
	yang terdiri dari orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang
	dikiranya  pula  bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan
	dapat diperhamba,  dapat  dipergunakan  untuk  kepentingannya.
	Suasana tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak
	kepadanya  atau  menuntut   kedudukannya   sebagai   penguasa,
	meskipun  keluasan  hukum  Islam akan membenarkan ia melakukan
	itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.
 
	"Ada seorang khalifah  Banu  Abbas  -  yang  karena  mengingat
	kepentingannya  sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian
	besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian
	juga  pembesar-pembesarnya.  Suatu tindakan yang buruk sekali,
	baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi  tidak
	lama  kemudian  pembesar-pembesar  militer  ini pun telah pula
	dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada
	itu  mereka  telah  dapat  bertindak sewenang-wenang. Sekarang
	kekuasaan  negara  berada  ditangan   mereka,   dengan   tiada
	persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati
	yang sudah diisi oleh  pendidikan  agama.  Bahkan  sebaliknya,
	mereka  datang  menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh,
	dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan
	pakaian  Islam,  tapi  ajarannya  belum  sampai menembusi hati
	mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa  berhala
	untuk   disembah   dengan   diam-diam.   Kalau  pun  ada  yang
	menjalankan salat bersama-sama,  itu  hanya  untuk  memperkuat
	kekuasaannya.
 
	"Kemudian  datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa
	Tatar dan yang  lain  misalnya,  malah  persoalan  agama  juga
	dibawah  kekuasaannya.  Buat  mereka  musuh  yang paling besar
	ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka,
	sudah  mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat
	memusuhi ilmu, juga  memusuhi  yang  menjadi  pelindung  ilmu,
	yakni  Islam.  Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
	tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu  pun
	dihentikan.  Tidak  sedikit  dari  kaki tangan mereka itu yang
	turut menyusup  kedalam  jiwa  orang  yang  masih  awam  dalam
	agamanya.  Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang
	masih hijau dalam agama  itu,  sebagai  orang  yang  taat  dan
	pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna,
	perlu disempurnakan, atau sedang sakit,  perlu  diobati,  atau
	juga  sedang  miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi
	perlu dibangun kembali.
 
	"Dengan  mengingat  masa  lampau  mereka  yang   masih   dalam
	kemegahan  paganisma,  adat-istiadat golongan-golongan Nasrani
	yang terdapat di  sekitarnya,  mereka  pun  hendak  menerapkan
	semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab
	Islam. Tetapi dalam meyakinkan  orang-orang  awam  bahwa  yang
	demikian  ini  demi  kebesaran  syiar  agama, mereka berhasil.
	Rakyat jelata memang alat penguasa  dan  senjata  kaum  tiran.
	Mereka    telah    menciptakan    bermacam-macam   pesta   dan
	upacara-upacara keagamaan. Merekalah  yang  membuat  peraturan
	kepada  kita  tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada
	ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah  memecah  belah  umat
	Islam,  dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga
	yang  menentukan,  bahwa  kita  yang  datang  kemudian   harus
	mengikuti  apa  yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh
	mereka telah dijadikannya  pula  suatu  akidah,  yang  membuat
	orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.
 
	"Lalu    kaki   tangan   mereka   menyebarkan   cerita-cerita,
	berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh  pelosok
	kawasan  Islam  -  yang  akan membuat orang awam jadi puas dan
	yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri  soal-soal  umum.
	Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara
	adalah  menjadi  wewenang  para  penguasa.   Barangsiapa   mau
	mencampuri  soal  semacam  ini  di  luar  mereka,  berarti  ia
	memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul
	kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua
	itu bukan karena  perbuatan  para  penguasa,  melainkan  suatu
	kenyataan  seperti  yang  disebutkan dalam hadis-hadis sebagai
	ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak  perlu  menghindarkan  diri
	baik  untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang.
	Maka lebih aman apabila hal  ini  kita  serahkan  saja  kepada
	Tuhan.   Kewajiban   seorang  Muslim  hanyalah  mengurus  diri
	sendiri.
 
	"Dalam hal ini  mereka  menemukan  pula  beberapa  hadis  yang
	secara  harfiah  membantu  sekali maksud mereka. Demikian juga
	adanya hadis-hadis palsu dan  lemah  dapat  memperkuat  tujuan
	mereka  menyebarkan  pelbagai  ilusi semacam itu. Barisan yang
	menyesatkan  semacam  itu  sudah  tersebar  luas  di  kalangan
	Muslimin  sendiri,  dengan  mendapat bantuan di mana-mana dari
	pembesar-pembesar  yang  memang  berbahaya  itu.   Kepercayaan
	tentang   takdir   mereka   pergunakan  sebagai  alat  pemadam
	semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan  orang
	yang  mau  berusaha.  Faktor  yang  paling kuat mendorong hati
	orang menerima dongengan-dongengan semacam ini  ialah  tingkat
	pengetahuan  yang  masih  bersahaja,  kesadaran  beragama yang
	lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila  bertemu
	berarti  suatu  kehancuran.  Kebenaran  sudah  tertimbun  oleh
	kepalsuan  yang  begitu  tebal.  Kepercayaan-kepercayaan  yang
	bertentangan  dengan  ajaran  pokok  agama, dan mengaburkannya
	sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam
	hati.
 
	"Politik  demikian  ini  adalah  politik  tirani  dan egoistis
	sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal  yang  bukan
	dan  agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah
	merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak  menembusi
	lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan
	makhluk-makhluk hewan yang membisu  ...  Sebagian  besar  yang
	kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan
	Islam. Hanya bentuknya  saja  yang  masih  dipelihara  sebagai
	amalan-amalan  Islam  - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah
	sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan  pula.
	Ajaran-ajaran  bid'ah  dan dongengan-dongengan yang dimasukkan
	kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat  orang
	jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.
 
	Semoga  Tuhan  menjauhkan  semua  kita  dari  mereka  dan dari
	kebohongan yang mereka buat-buat atas  nama  Tuhan  dan  agama
	itu!  Segala  cacat  yang  sekarang  dialamatkan  kepada  kaum
	Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain
	yang mereka namakan Islam."7

	Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang
	merupakan beberapa pendirian yang  bertentangan  sekali,  yang
	oleh  mereka  disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan
	mengatakan bahwa itu ajaran  Islam,  itu  perintah  Tuhan  dan
	Rasul.  Dan  pelbagai  macam  pendirian inilah lahirnya mazhab
	jabariah,  yang  oleh  mereka  yang  datang   kemudian   telah
	digambarkan  begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada
	dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat
	di   atas.  Sebaliknya  yang  datang  kemudian,  mereka  hanya
	menyuruh  orang  duduk-duduk   dan   menyerah   saja.   dengan
	mengatakan  bahwa  lapangan  hidup  ini  bukan harus dilakukan
	dengan usaha  dan  rencana,  tetapi  memang  sudah  tergantung
	kepada  rejeki  dan  takdir  juga, bukan kepada jasa pekerjaan
	seseorang. Ini adalah jabariah yang salah  sama  sekali,  yang
	telah  memberi  peluang  kepada  beberapa orang di Barat untuk
	menuduh  Islam  dengan  tidak  pada   tempatnya.   Berdasarkan
	pendirian  inilah  timbul  mazhab  merendamkan arti materi dan
	tidak mau campur  tangan  dalam  persoalan  semacam  ini.  Ini
	adalah  mazhab  kaum  Stoa8  di Yunani, juga pada suatu ketika
	pernah  tersebar  di  kalangan   segolongan   kaum   Muslimin,
	kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:
 
	"Dan  jangan  kau  lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini."
	(Qur'an 28 - 77)
 
	Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang  cukup
	luas  pada  masa  Banu  Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki
	oleh Qur'an ialah jalan tengah.  Ia  tidak  membenarkan  orang
	hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau
	hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup
	demikian   itu   telah  menghanyutkan  kaum  Muslimin  kedalam
	kemewahan dan  melupakan  perjuangannya,  serta  menjerumuskan
	umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini.

	Penulis   Amerika   ini   mengatakan,   bahwa  ajaran  Kristen
	mengajarkan kesucian  dan  kasih  sayang  sebaliknya  daripada
	lslam,  seperti  yang  dituduhkannya.  Bukan  maksud saya akan
	membanding-bandingkan Islam  dengan  Kristen  dalam  hal  ini,
	sebab  keduanya  memang  sejalan,  dan tidak berbeda. Biasanya
	membanding-bandingkan demikian itu hanya  akan  berakhir  pada
	perdebatan  dan  pertentangan  yang  tidak  akan menguntungkan
	Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan  -
	dan  inilah  yang  ingin  saya  tekankan  - ialah bahwa antara
	sejarah hidup Isa  'a.s.  dengan  ajaran  Stoaisma  dan  hidup
	menahan  diri  secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada
	ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali.  Almasih
	bukan  seorang  penganut  ajaran  stoa. Bahkan mujizatnya yang
	mula-mula dan  utama,  ialah  ketika  ia  mengubah  air  tawar
	menjadi   minuman  anggur  dalam  pesta  perkawinan  di  Kana,
	Galilea, yang juga dia diundang, dan dia  ingin  jangan  orang
	kekurangan  minuman  keras  itu setelah habis dari persediaan.
	Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9  yang  mengadakan
	pesta  makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap
	kenikmatan yang diberikan Tuhan.
 
	Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini  lebih  menekankan
	pada   keseimbangan  jalan  tengah.  Memang  benar  bahwa  Isa
	menganjurkan  orang-orang  kaya  bermurah  hati  kepada  fakir
	miskin  dan  mencintai  mereka.  Tetapi  sepanjang yang pernah
	dikenal umat manusia dalam hal ini,  Qur'an  lebih-lebih  lagi
	menekankan.  Pembaca  tentu  sudah melihat sendiri ketika kita
	bicara tentang zakat dan sedekah, sehingga  tidak  perlu  lagi
	kiranya  diulang.  Dan  cukup  kalau  terhadap Irving dan yang
	semacamnya itu kita  jawab,  bahwa  Qur'an  mengajarkan  jalan
	tengah dalam segala hal.
 
	Tinggal  lagi  kata-kata  terakhir  yang diuraikan Irving itu,
	yaitu  kata-kata  yang  oleh  pihak  Barat  dimaksudkan  untuk
	mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran Barat
	sendiri,  merupakan  arang  di  kening  dan   aib   di   wajah
	kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit ini
	sampai sekarang di  Eropa  -  yang  pada  suatu  waktu  pernah
	mencapai  kekuatan  yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan
	negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat lagi:
	karena  persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan sabit itu
	barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa:  "barangsiapa
	menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."

	"Barangsiapa  menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini
	sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian  Baru)  yang  oleh  Irving
	dialamatkan  kepada  Islam,  atas  nama Kristen. Sungguh aneh!
	Barangkali Irving masih dapat  dimaafkan  mengingat  apa  yang
	dikatakannya  itu  sudah  seabad  yang  lalu.  Pada  waktu itu
	penjajahan Barat,  menurut  istilah  kita  -  atau  penjajahan
	Kristen   menurut  istilahnya  -  keserakahan  dan  penggunaan
	pedangnya  belum  separah  seperti  sekarang.  Tetapi  Marshal
	Allenby, yang dalam tahun 1918 menaklukkan Yerusalem atas nama
	Sekutu, ia berkata seperti kata-kata itu juga sambil berteriak
	di Kuil Sulaiman: "Sekarang Perang Salib sudah selesai!"
 
	Atau  seperti  dikatakan  oleh Dr. Peterson Smith dalam sebuah
	bukunya tentang kehidupan Almasih, bahwa "Penaklukan Yerusalem
	itu  adalah  merupakan Perang Salib kedelapan yang dilancarkan
	pihak Kristen untuk mencapai maksudnya." Bisa jadi benar  juga
	bahwa  penaklukan itu berhasil bukan atas usaha pihak Kristen,
	tapi atas usaha orang-orang Yahudi  yang  telah  mempergunakan
	mereka  untuk  menjadikan  impian  Israel  dahulu  kala  suatu
	kenyataan, lalu menjadikan Tanah yang dijanjikan  itu  sebagai
	daerah nasional bangsa Yahudi.

	"Barangsiapa  menggunakan  pedang  akan  binasa  oleh pedang."
	Kalau kata-kata Injil  ini  dapat  diterapkan  kepada  sesuatu
	golongan  maka  golongan  yang paling tepat menerimanya dewasa
	ini ialah Eropa yang  menganut  Kristen  itulah.  Islam  tidak
	pernah  mempergunakan  pedang  dan  oleh  karenanya tidak akan
	binasa oleh pedang. Sebaliknya Eropa  yang  menganut  Kristen,
	pada  zaman  belakangan  ini  telah  menggunakan  pedang untuk
	mengejar kebebasan hidup yang berlebih-lebihan  dan  kemewahan
	yang  oleh  Irving  dipalsukan  alamatnya,  kepada  Islam  dan
	Muslimin. Dewasa ini Eropa yang  menganut  Kristen  itu  telah
	mengambil  alih  peranan  yang dulu dipegang oleh Mongolia dan
	Tatar, tatkala mereka yang secara lahir menggunakan baju Islam
	menaklukkan  beberapa  kerajaan  tanpa  membawa  ajaran-ajaran
	Islam.  Merekapun  mengalami  kehancuran   bersama-sama   kaum
	Muslimin.  Inilah  keruntuhan yang telah menimpa bangsa-bangsa
	Islam. Tetapi Eropa yang menganut  Kristen  dewasa  ini  tidak
	lebih  baik  dari bangsa-bangsa Tatar dan Mongolia itu. Begitu
	menaklukkan bangsa-bangsa Islam, segera  pula  mereka  sendiri
	menganut  Islam,  melihat kebesaran dan kesederhanaan yang ada
	dalam ajaran Islam. Sebaliknya Eropa, ia menyerang  bukan  mau
	menyiarkan  sesuatu  kepercayaan  atau  kebudayaan,  tapi  mau
	menjajah,  mau   menjadikan   agama   Kristen   sebagai   alat
	penjajahan.
 
	Oleh  karena  itu  propaganda  misi Kristen Eropa tidak pernah
	berhasil, sebab tujuannya memang sudah tidak ikhlas.  Terutama
	di  kalangan bangsa-bangsa beragama Islam propaganda ini tidak
	pernah  berhasil  dan  tidak  akan  berhasil.  Kebesaran   dan
	kesederhanaan  Islam,  demikian  juga  ajarannya  yang memberi
	tempat kepada pikiran logis dan ilmu,  tidak  memberi  harapan
	kepada  propaganda  agama  apa pun untuk berhasil mempengaruhi
	pemeluk-pemeluk Islam
 
	"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."  Ini
	benar. Meskipun ini memang sesuai dengan keadaan Muslimin yang
	datang kemudian, yang berperang  hendak  menaklukkan  beberapa
	kerajaan  dan  untuk menjajahnya, bukan untuk membela diri dan
	membela keyakinannya, tapi buat masa sekarang  hal  ini  lebih
	sesuai  lagi dengan Barat yang berperang dan menaklukkan untuk
	merendahkan dan menjajah bangsa-bangsa lain.

	Kaum  Muslimin  yang  mula-mula  pada  zaman  Nabi  dan   para
	penggantinya  dan  yang  datang  sesudah itu, mereka berperang
	bukan  untuk  menaklukkan  atau  menjajah,   melainkan   untuk
	mempertahankan  keyakinan  mereka  tatkala mereka diancam oleh
	Quraisy dan oleh orang-orang Arab, kemudian diancam pula  oleh
	Rumawi  dan  oleh  Persia.  Dalam  peperangan ini mereka tidak
	memaksa orang harus menganut  Islam,  karena  memang  tak  ada
	paksaan  dalam  agama. Juga dengan peperangan itu mereka tidak
	bermaksud hendak menjajah bangsa lain. Beberapa  kerajaan  dan
	amirat  oleh  Nabi  dibiarkan  dalam  kerajaan  dan  amiratnya
	masing-masing  Tujuannya   hanyalah   supaya   ada   kebebasan
	mempropagandakan agama. Oleh karena akidah Islam memang begitu
	kuat dan jelas  mempertahankan  kebenaran  yang  diajarkannya,
	jelas  sekali bahwa tidak ada keistimewaan orang Arab terhadap
	bangsa lain yang non-Arab, kecuali  dengan  takwa,  dan  bahwa
	kekuasaan  tertinggi  itu  hanya  ada  pada  Allah, maka cepat
	sekalilah ajaran ini tersebar ke segenap penjuru bumi, seperti
	halnya dengan setiap kebenaran yang sungguh-sungguh jujur akan
	cepat pula tersebar.
 
	Akan tetapi setelah kemudian ada pihak-pihak yang masuk  Islam
	dan   mereka   ini   terjun   kedalam  kancah  peperangan  dan
	menaklukkan dengan menggunakan  pedang,  mereka  pun  kemudian
	dihancurkan  oleh  pedang pula. Tetapi Islam tidak sekali-kali
	mempergunakan pedang dan tidak akan binasa oleh pedang.  Islam
	tidak  pernah  mempergunakan  pedang.  Malah  ia dapat memikat
	pikiran dan hati nurani manusia hanya dengan kekuatan yang ada
	di dalam Islam itu sendiri.
 
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1