Ad Da'wah

 [ Keutamaan & Celaan | Rukun & Syarat | Adab Seorang Da'i | Da'wah Kepada Bapak | Da'wah Kepada Penguasa | Kemungkaran ]

Rukun Amar Ma'ruf & Syarat-Syaratnya

Rukun Amar ma’ruf dan nahi Munkar  terdiri dari empat :

  1. Muhtasib : Orang yang melaksanakan Amar ma'ruf - Nahi Mungkar

  2. Muhtasab’ alaih : Orang yang disuruh mengerjakan yang baik dan dilarang mengerjakan yang jahat

  3. Muhtasab fih : Perbuatan yang disuruh atau dilarang

  4. Nafsul-ihtisab: Perbuatan dari si muhtasib (pelaksana amar ma'ruf - nahi mungkar)


Pelaksana Amar Ma'ruf - Nahi Mungkar

Siapapun diantara kalian, jika melihat munkar, maka harus mencegahnya dengan kekuatan tangannya, maka bila tidak dapat, maka harus menegur dengan Iidahnya, dan bila tidak dapat, maka hendaknya membenci didalam hatinya terhadap perbuatan munkar, maka sekadar membenci dalam hati terhadap munkar termasuk iman yang sangat lemah.
(H.R.
Muslim)

Muhtasib (Pengatur dan Pelaksana) itu mempunyai syarat yaitu :

  1. Mukallaf, yaitu: Orang yang telah diberatkan dengan kewajiban agama, karena telah dewasa dan berpikiran sehat
  2. Muslim dan mempunyai kesanggupan,  termasuk dalam kewajiban itu semua rakyat. Walaupun mereka tidak memperoleh ijin dari yang berwenang. Dan termasuk juga wanita, budak, dan orang fasiq.Maka tidak termasuk orang gila, anak-anak, orang kafir, dan orang yang tidak mempunyai kesanggupan (orang lemah).
  3. Muhtasib memperoleh ijin dari pihak imam (kepala pemerintahan) dan wali negara. Persyaratan ini batal karena ayat dan hadits yang telah disebutkan menunjukkan bahwa tiap-tiap orang yang melihat perbuatan munkar lalu berdiam diri niscaya ia durhaka. Karena wajib melarangnya dimana saja dilihatnya. Maka penentuan dengan syarat penyerahan kepada imam, adalah hukum yang dibut-buat, tidak ada asalnya.

Muhtasab fih

Tiap-tiap munkar yang ada sekarang, yang jelas bagi si muhtasib, tanpa diintip, diketahui kemunkaran itu tanpa ijtihad, mempunyai empat syarat:

1.     Adanya kemunkaran itu. Perkataan maksiat ditukar dengan perkataan munkar, karena munkar lebih umum dari maksiat. Seperti contoh, barangsiapa melihat orang gila atau anak kecil meminum khamar, maka ia harus membuang khamar itu dan melarang meminumnya. Perbuatan tersebut tidak dinamakan maksiat pada orang gila. Maka perkataan munkar adalah lebih menunjukkan dan lebih umum dari kata maksiat.

2.     Munkar itu ada pada waktu sekarang. Yaitu menjaga juga dari hisbah atas orang yang telah selesai meminum khamar. Maka yang demikian, tidaklah atas seseorang pribadi dan munkar itu telah berlalu. Dan menjaga juga dari apa yang akan terjadi pada keadaan berikutnya. Contohnya orang yang diketahui akan meminum khamar nanti malam. Maka hisbah terhadap orang itu adalah pengajaran. Jika ia tidak jadi melakukannya, maka tidak boleh juga memberi pengajaran. Karena yang demikian itu buruk sangka terhadap orang Islam.

3.     Perbuatan munkar itu jelas bagi si muhtasib tanpa diintip. Maka tiap-tiap orang yang menutup perbuatan maksiat di rumahnya dan menguncikan pintunya, niscaya tidak boleh dilakukan pengintipan.

4.     Munkar diketahui tanpa ijtihad. Maka tiap-tiap yang berada pada tempat ijtihad, niscaya tiada hisbah padanya. Maka orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh memandang munkar terhadap orang yang bermadzhab Syafi’I yang memakan dlabb (binatang darat yang bentuknya seperti biawak) dan dlabu ( bentuknya mengarah ke babi hutan, tetapi bertanduk dan ekornya berbulu. Leher dan punggung berbulu panjang). Dan orang yang bermadzhab Syafi’I tidak boleh memandang munkar kepada orang yang bermadzhab hanafi yang meminum air nabidz (air buah anggur kering) yang tidak memabukkan dan menerima pusaka dzawil-arham ( keluarga pihak ibu yang menurut madzhab Syafi’I bukan ahli waris, sedangkan bagi hanafi, itu adalah ahli waris). Namun orang bermadzhab Syafi’I dapat bertanya jika orang Syafi’I sendiri yang melakukan itu, demikian pula untuk madzhab Hanafi.


Muhtasab 'alaih

Syaratnya : Bahawa orang yang dilarang dari perbuatannya tsb adalah perbuatan mungkar.

Muhtasab 'alaih itu adalah seorang manusia, dan tidak disyaratkan harus mukallaf


Nafsul-ihtisab

Hisbah (pelaksanaan) amar ma’ruf dan nahi munkar  mempunyai tujuh tingkat:

  1. Ta'arruf (Pengenalan)

  2. Ta 'rif (Pemberitahuan)

  3. Larangan dengan pengajaran/nasehat dengan perkataan yang lemah lembut

  4. Memaki dan menggertak dengan kata-kata keras (bukan keji) dan kasar

  5. Merubah dengan tangan (melarang perbuatan munkar dengan paksaan secara langsung, seperti memecahkan alat permainan, membuang khamar, melepaskan kain sutra dari pemiliknya, dan sebagainya)

  6. Pengancaman  dan penakutan ( Tahdid dan takhwif)

  7. Langsung memukul dengan tangan, kaki dan lainnya, dengan tidak menggunakan senjata

  8. Menggunakan senjata atau teman-teman (pembantu-pembantu) yang memakai senjata