[ Keutamaan & Celaan | Rukun & Syarat | Adab Seorang Da'i | Kemungkaran | Da'wah Kepada Bapak | Da'wah Kepada Penguasa]
Tingkat-tingkat yang terdapat dalam amar ma’ruf
adalah:
Larangan
dengan pengajaran/nasehat dengan perkataan yang lemah lembut
Memaki dan menggertak dengan kata-kata keras (bukan keji) dan kasar
Langsung memukul dengan tangan, kaki dan lainnya, dengan tidak menggunakan senjata
Menggunakan
senjata atau teman-teman (pembantu-pembantu) yang memakai senjata
Yang boleh dari jumlah itu terhadap penguasa adalah
ta’rif dan pengajaran. Adapun melarang dengan kekerasan maka tidaklah yang
demikian bagi perseorangan-perseorangan rakyat terhadap penguasa. Karena yang
demikian adalah menggerakkan fitnah dan membangkitkan kejahatan. Dan hal yang
akan terjadi daripadanya adalah lebih banyak. Adapun kata-kata kasar seperti
dikatakan,”Hai orang dzalim, hai orang yang tidak takutkan Allah” dan
semacamnya, maka yang seperti itu kalau menggerakkan fitnah yang kejahatannya
melampaui kepada orang lain, tidak boleh. Kalau tidak ditakutinya kecuali atas
dirinya maka boleh, bahkan disunatkan.
Sesungguhnya telah menjadi adat kebiasaan salaf (ulama
terdahulu) tampil menghadang bahaya dan berterus terang menantangnya, tanpa
memperdulikan kebinasaan jiwa dan mendatangi berbagai macam azab kesengsaraan.
Karena mereka tahu bahwa yang demikian itu mati syahid.
Rasulullah SAW bersabda,”Orang syahid yang terbaik
adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Kemudian orang yang bangun mendatangi imam (penguasa)
dan menyuruhnya yang baik dan melarangnya yang buruk pada jalan Allah Ta’ala.
Lalu imam itu membunuhnya diatas yang demikian”. (Al-Hakim dari Jabir dan
katanya shahih isnad).
Para ulama-ulama dahulu bertawakal kepada Allah bahwa
Ia menjagai mereka. Dan mereka rela dengan hukum Allah Ta’ala bahwa Allah
Ta’ala menganugerahkan pahala syahid kepada mereka. Tatkala mereka telah
mengikhlaskan niat karena Allah niscaya membekaslah perkataan mereka pada hati
yang kesat. Lalu dilunakkan dan dihilangkan kekesatannya itu.
Adapun sekarang, maka sifat kerakusan telah mengikat
lidah ulama-ulama. Lalu mereka berdiam diri. Dan jikalau mereka itu berkata-kata,
niscaya tidak menolong perkataan mereka akan keadaan mereka. Maka mereka tidak
memperoleh kemenangan. Jikalau mereka itu benar dan bermaksud kebenaran ilmu,
niscaya mereka akan memperoleh kemenangan.
“Maka rusaknya rakyat, disebabkan rusaknya raja-raja (penguasa). Dan rusaknya penguasa disebabkan rusaknya ulama-ulama. Dan rusaknya ulama-ulama disebabkan karena pengaruh kecintaan kepada harta dan kemegahan. Barang siapa telah dikuasai oleh kecintaan dunia, niscaya ia tidak sanggup melaksanakan al-hisbah atas orang-orang rendah. Maka bagaimana mungkin itu dilakukan atas raja-raja dan orang-orang besar.”