[ Di Masjid | Di Tempat Jamuan | Di Jalanan | Di Pasar | Di Tempat Pemandian ]
Apabila dikatakan munkar itu terlarang, atau munkar mutlak, maka munkar
itu terlarang. Dan berdiam diri daripadanya, padahal sanggup menantangnya adalah
terlarang.
Kemunkaran yang terlihat di masjid-masjid seperti:
1.
Memburukkan sholat dengan meninggalkan thuma’ninah pada ruku’ dan
sujud. Maka wajiblah mencegahnya, kecuali pada madzhab hanafi yang
berkepercayaan bahwa itu tidak mencegah syahnya sholat.
2.
Mencederakan syahnya sholat dari adanya najis di kainnya yang tidak
dilihatnya.
3.
Berpaling dari kiblat disebabkan gelap atau buta. Semua ini mewajibkan
hisbah.
4.
Pembacaan Alqur-an dengan kesalahan, yang wajib dilarang dari kesalahan
itu. Dan wajib diajarkan yang benar
5.
Tarasul (diperbuat oleh sebahagian seperti yang diperbuat oleh sebahaian
uang lain secara ikut mengikuti. Dapat diartikan secara bersahut-sahutan) pada
muadz-dzin pada azan. Pemanjangan dengan memanjangkan pembacaan kalimat-kalimat
adzan. Berpalingnya mereka dari arah qiblat dengan seluruh dada pada dua hayya
‘alah. Atau bersendirian masing-masing mereka dengan adzannya. Akan tetapi
tanpa berhenti sampai terputusnya adzan orang lain, dimana mengacaukan hadirin
yang mendengar adzan untuk menjawabnya. Karena bercampur baur suara. Tiap-tiap
yang demikian adalah perbuatan munkar yang makruh, yang wajib memperkenalkan
kepada mereka. Kalau diperbuat yang demikian dengan diketahui munkarnya maka
disunatkan melarang dan melaksanakan hisbah padanya.
6.
Membanyakkan azan berkali-kali sesudah terbit fajar pada suatu masjid
pada waktu yang beriringan yang berdekatan. Semua itu termasuk makruh. Tidak
berfaedah karena tidak lagi ada orang yang tidur di masjid pada saat itu.
7.
Khatib memakai pakaian berwarna hitam, yang banyak padanya benang sutera
asli. Atau memegang pedang yang berlapis emas. Maka khatib itu fasiq, dan
menantangnya adalah wajib. Adapuns emata-mata hitam maka maka tidak dimakruhkan.
Akan tetapi tidak disunatkan. Karena pakaian yang lebih disukai Allah SWT adalah
putih.
8.
Perkataan tukang cerita dan juru pengajaran yang mencampuradukkan
bid’ah dengan perkataannya. Kalau tukang cerita itu berdusta dalam ceritanya
maka orang itu fasiq. Dan menantangnya wajib. Dan tidak boleh menghadiri
majelisnya kecuali dengan maksud melahirkan penolakan terhadapnya. Apabila dia
tidak sanggup maka tidak boleh mendengar bid’ah.
9.
Apabila juru pengajaran itu seorang pemuda yang berhias diri bagi wanita
dan gerak gerik dan majelis itu dikunjungi wanita, maka itu adalah munkar dan
wajib dilarang. Haruslah dibuat dinding diantara laki-laki dan perempuan yang
mencegah dari memandang.
10.
Wajib melarang kaum wanita mengunjungi masjid untuk sholat dan majelis
dzikir bila ditakuti fitnah dengan kunjungan mereka. Adapun lewatnya wanita
dengan pakaian tertutup dimasjid maka itu tidak dilarang, hanya yang lebih utama
adalah para wanita tidak mengambil masjid menjadi tempat lewatnya.
11.
Pembacaan AL-Qur’an oleh para qari’ di hadapan juru-juru pengajaran
dengan memanjangkan dan melagukan dengan cara yang merubah susunan AL-Qur’an
dan melewati batas pembacaan (tartil) yang disuruh adalah perbuatan munkar yang
makruh, sangat makruhnya. Ditantang oleh sejama’ah ulama salaf (segolongan
ulama terdahulu).
12.
Membuat halqah (lingkaran-lingkaran kecil untuk berkumpul manusia) pada
hari Jum’at untuk menual obat-obatan, makanan dan ta’widz (kertas atau kain
yang bertulis yang akan dipakai untuk penjagaan diri dari penyakit dan
sebagainya) dan seperti orang meminta-minta (ditengah-tengah shaf atau di pintu
masjid), pembacaan mereka akan Al-Qur’an, nyanyian mereka akan
sya’ir-sya’ir dan hal-hal seperti itu. Semua perkara diatas, diantaranya ada
yang haram. Karena itu adalah penipuan dan pendustaan. Maka ini adalah haram di
dalam dan luar masjid. Dan wajib melarangnya. Diantara yang munkar itu ada yang
diperbolehkan (mubah) di luar masjid yaitu menjahit, menjual obat-obatan,
buku-buku dan makanan-makanan. Dan ini dalam masjid juga tidak diharamkan
kecuali ada hal yang mendatang (‘aridl). Yaitu, menyempitkan tempat untuk
orang-orang yang bersembahyang., dan mengganggu sholat mereka. Kalau tidak
menyebabkan seperti itu, maka tidaklah haram. Dan yang lebih utama adalah
meninggalkannya. Akan tetapi syarat pembolehannya ialah bahwa berlaku yang
tersebut itu pada waktu-waktu yang luar biasa dan hari-hari tertentu saja.
Karena membuat masjid untuk menjadi kedai terus-menerus adalah haram dan
dilarang.
13.
Masuknyaorang-orang gila, anak-anak dan orang mabuk ke dalam masjid. Ini
termasuk perbuatan munkar. Dan tidak mengapa anak-anak masuk ke dalam masjid
apabila tidak untuk bermain. Dan tidak haram anak bermain di masjid, dan tidak
haram berdiam diri terhadap bermainnya anak dalam masjid. Kecuali bila anak-anak
membuat masjid itu menjadi tempat bremain dan akhirnya menjadi kebiasaan. Maka
wajib dilarang. Orang gila tidak mengapa masuk ke masjid kecuali ditakuti mereka
akan mengotori masjid, atau memaki atau mengatakan kata-kata keji. Atau membuka
aurat dan sebagainya. Adapun orang gila yang diketahui menurut kebiasaan akan
tentram dan diamnya maka tiada wajib mengeluarkannya dari masjid. Untuk orang
mabuk, jika dikhawatirkan keluar sesuatu dari padanya seperti muntah atau
menyakitkan dengan lisan, maka wajib mengeluarkannya.