Ad Da'wah

 [ Keutamaan & Celaan | Rukun & Syarat | Adab Seorang Da'i | Da'wah Kepada Bapak | Da'wah Kepada Penguasa | Kemungkaran ]

Da'wah Kepada Bapak

Cara yang ditempuh seorang anak dalam melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar terhadap orang tuanya dengan cara: memberitahu dan memberikan pengajaran atau nasehat dengan lemah-lembut. Dan anak itu tidak mempunyai hisbah dengan memaki, menggertak dan menakut-nakuti dan tidak dengan pemukulan langsung.

Adakah anak itu mempu­nyai hisbah dengan membawa kepada menyakiti dan memarahi orang tuanya?.

Sebagai contoh, dengan memecahkan gitarnya, menuangkan khamarnya, mengembalikan kepada pemilik barang yang didapati di rumahnya dari harta haram yang dirarnpasnya atau dicurinya atau diambilnya. Dan meru­sakkan gambar-gambar yang diukir pada dinding temboknya dan yang diukir pada kayu rumahnya. Dan menghancurkan bejana (tempat air) emas dan perak. Ketika hal-hal di atas dilakukan sang anak, sang bapak  merasa disakiti dengan perbuatan anaknya tsb dan kemudian marah.

Yang lebih kuat menurut qias (analogi), bahwa anak boleh melakukan hal yang demikian. Bahkan anak itu harus berbuat demikian. Dan tiada jauh dan kebenaran bahwa pada yang demikian itu dilihat kepada kejinya perbuatan munkar dan kepada kadar kesakitan dan kema­rahan. Jikalau munkar itu amat keji dan kemarahannya kepada anaknya itu dekat, seperti penuangan khamar orang yang tiada bersangatan kemarahannya, maka yang demikian itu jelas. Dan jikalau mungkar itu dekat dan kemarahan itu keras, seperti jikalau ia mempunyai bejana dan mutiara putih bersih atau dari kaca dengan bentuk hewan dan jika memecahkannya itu memper­oleh kerugian banyak harta, maka ini, termasuk yang bersangatan kemarahan. Dan tidaklah ma’shiat ini berlaku, menurut berlakunya khamar dan lainnya. ini semuanya tempat penelitian.

Jikalau ada yang bertanya: “Dan manakah dalilnya, maka kamu mengatakan, tidak ada bagi anak itu hisbah dengan gertakan dan pukulan dan paksaan kepada meninggalkan yang batil? Dan amar ­ma ‘ruf pada Kitab dan Sunnah datangnya secara umum, tanpa pengkhususan. Adapun larangan dan penghardikan dan yaag me­nyakitkan, maka telah datang pada AI-Qur-an. Dan itu khusus pada yang tiada bersangkutan dengan mengerjakan yang munkar-munkar Kami menjawab, bahwa sesungguhnya telah datang mengenai hak bapak secara khusus, apa yang mewajibkan pengecualian dari umum. Karena tiada terdapat perbedaan pendapat, bahwa pelaksa­na hukuman tidak boleh membunuh bapaknya pada hukuman zina dan tidak boleh secara langsung melaksanakan hukuman itu kepada bapaknya. Bahkan, ia tidak melaksanakan membunuh bapaknya yang kafir. Bahkan jikalau bapaknya memotong tangan­nya, maka tiada wajib atas bapaknya qishash. Dan tiada boleh anaknya menyakiti bapaknya sebagai timbalan perbuatan bapaknya. Pada yang demikian itu telah datang hadits-hadits. Dan sehahagian­nya telah tetap dengan ijma'.

Maka apabila tiada boleh bagi anak, menyakiti bapaknya dengan siksaan, yang berhak dijatuhkan atas perbuatan tindakan pidana yang Ialu, maka tiada boleb bagi anak itu menyakiti bapaknya dengan siksaan. Yaitu: larangan dari tindakan pidana yang akan datang yang mungkin akan terjadi.

 

Tertib ini juga seyogialah berlaku pada budak dan isteri serta tuan­nya dan suaminya. Keduanya itu lebih dekat dari anak tentang wajibnya hak. Walaupun milik dengan perbudakah itu lebih kuat daripada milik dengan perkawinan. Tetapi pada hadits, tersebut

“Bahwa jikalau boleh sujud kepada makhluq, niscaya aku suruh perempuan sujud kepada suaminya “.

 

Hadits ini menunjukkan pula kepada kuatnya hak perkawinan.

Adapun rakyat serta sultan (penguasa), maka keadaannya lebih berat dari anak. Tiadalah bagi rakyat serta sultan, kecuali memberitahu dan menasehatkan.

Adapun tingkat ketiga, maka padanya penelitian, dari segi bahwa serangan mengambil harta dan tempat simpanannya dan mengem­balikanya kepada pemilik, mencabut benang dan kain suteranya dan memecahkan benjana khamar dalam rumahnya, hampirlah perbuatan ini membawa kepada mengoyak-ngoyakkan kehebatan dan menjatuhkan kehormatannya.

Yang dernikian itu dilarang. yang telah datang larangannya, sebagai­mana telah datang larangan berdiam diri di atas perbuatan munkar. Maka telah bertentangan pula padanya dua hal yang ditakuti. Urusannya diserahkan kepada ijtihad, yang sumbernya memperha­tikan tentang kejinya munkar. Dan kadar yang jatuh dari kehor­matannya dengan sebab serangan itu. Dan yang demikian tidak mungkin ditentukan dengan pasti.

Adapun murid dan guru, maka urusan diantara keduanya adalah lebih ringan. Karena yang dihormati ialah guru yang memfaedah­kan pengetahuan dari segi Agama. Dan tak ada kehormatan bagi orang yang berpengetahuan yang tidak berbuat dengan pengeta­huannya. Maka rnurid itu bergaul dengan gurunya, sepanjang yang diharuskan oleh pengetahuan yang dipelajarinya dari guru itu.

Diriwayatkan, bahwa ditanyakan kepada Al-Hasan tentang anak, bagaimakah ia berihtisab kepada bapaknya? Maka Al-Hasan menjawab: “Memberi pengajaran kepada bapaknya, selama bapak­nva tidak marah. Jikalau marah, niscaya ia diam”.