BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY (4/4)
Muhammad Husain Haekal
Malam gelap gelita tatkala mereka memikirkan akan meninggalkan
kota itu dan di mana pula akan tinggal. Malam itulah
Abd'l-Muttalib pergi dengan beberapa orang Quraisy, berkumpul
sekeliling pintu Ka'bah. Dia bermohon, mereka pun bermohon
minta bantuan berhala-berhala terhadap agresor yang akan
menghancurkan Baitullah itu.
Ketika mereka sudah pergi dan seluruh Mekah sunyi dan tiba
waktunya bagi Abraha mengerahkan pasukannya menghancurkan
Ka'bah dan sesudah itu akan kembali ke Yaman, ketika itu pula
wabah cacar datang berkecamuk menimpa pasukan Abraha dan
membinasakan mereka. Serangan ini hebat sekali, belum pernah
dialami sebelumnya. Barangkali kuman-kuman wabah itu yang
datang dibawa angin dari jurusan laut, dan. menular menimpa
Abraha sendiri. Ia merasa ketakutan sekali. Pasukannya
diperintahkan pulang kembali ke Yaman, dan mereka yang tadinya
menjadi penunjuk jalan sudah lari, dan ada pula yang mati.
Bencana wabah ini makin hari makin mengganas dan
anggota-anggota pasukan yang mati sudah tak terbilang lagi
banyaknya.
Sampai juga Abraha ke Shan'a' tapi badannya sudah dihinggapi
penyakit. Tidak berselang lama kemudian diapun mati seperti
anggota pasukannya yang lain. Dan dengan demikian orang Mekah
mencatatnya sebagai Tahun Gajah. Dan ini yang diabadikan dalam
Qur'an:
"Tidakkah kau perhatikan, bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap
pasukan orang-orang bergajah? Bukankah Dia gagalkan rencana
mereka? Dan dilepaskan di atas mereka pasukan-pasukan burung.
Melempari mereka dengan batu yang keras membakar. Sehingga
mereka seperti daun-daun kering yang binasa berserakan. "(
Qur'an 105: 1-4)
Peristiwa yang luarbiasa ini lebih memperkuat kedudukan Mekah
dalam arti agama, di samping itu telah memperkuat pula
kedudukannya dalam arti perdagangan. Juga menyebabkan
penduduknya lebih banyak memperhatikan dan memelihara
kedudukan yang tinggi dan istimewa itu serta mempertahankannya
dari segala usaha yang akan mengurangi arti atau akan
menye,rang kota ini. Orang-orang Mekah lebih bersemangat lagi
mempertahankan kota mereka, mengingat kehidupan yang mereka
peroleh karenanya, hidup makmur dan mewah sejauh yang dapat
kita bayangkan kemewahan hidup mereka di daerah padang-pasir
ini, gersang dan tandus.
Kegemaran penduduk daerah ini yang luarbiasa ialah minum
nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka
menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya! Suatu
kenikmatan yang akan memudahkan mereka melampiaskan hawa
nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan budak-budak belian
yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih
memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat
mereka mempertahankan kebebasan pribadi dan kebebasan kota
mereka serta kesadaran mempertahankan kemerdekaan dan
menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang
paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil
minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.
Di tempat itu - di samping tiga ratus buah berhala atau lebih,
masing-masing kabilah dengan berhalanya - pembesar-pembesar
Quraisy dan pemuka-pemuka Mekah duduk-duduk; masing-masing
menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan
pedalaman, dengan Yaman, orang-orang Mundhir di Hira dan
orang-orang Ghassan di Suria, tentang datangnya kafilah serta
lalu-lintas orang-orang pedalaman.
Kejadian demikian itu sampai kepada mereka dalam bentuk
cerita, dari suatu kabilah kepada kabilah yang lain. Setiap
kabilah mempunyai "pemancar" dan "pesawat radio" yang menerima
berita-berita kemudian disiarkan kembali. Masing-masing
membawa cerita yang ada hubungannya dengan berita-berita orang
pedalaman, kisah-kisah tetangga dan handai-tolan sambil
minum-minum nabidh. Dan sesudah mereka bermalam suntuk di
Ka'bah mereka menyiapkan diri untuk hal yang sama guna lebih
memuaskan kehendak hawa-nafsu. Dengan mata batu permata
berhala-berhala itu menjenguk melihat kepada mereka yang
sedang berdagang itu, dan mereka merasa mendapat perlindungan,
karena Ka'bah itu dijadikan Rumah Suci dan Mekah menjadi kota
aman sentosa. Demikian juga berhala-berhala mendapat jaminan
mereka, bahwa tak seorangpun Ahli Kitab akan memasuki Mekah
kecuali tenaga kerja yang takkan bicara tentang agama atau
kitabnya.
Itulah sebabnya di sana tak ada koloni-koloni Yahudi seperti
di Jathrib atau Nasrani seperti di Najran. Bahkan :Ka'bah yang
dijadikan tempat paganisma yang paling suci ketika itu mereka
lindungi dari semua yang akan menghinanya, dan merekapun
berlindung ke sana dari segala serangan. Begitulah seterusnya
Mekah itu bebas berdiri sendiri, seperti kabilah-kabilah Arab
yang bebas pula berdiri sendiri-sendiri. Mereka tidak mau
kalau kebebasannya itu diganti, dan mereka tidak pedulikan
cara hidup lain selain kebebasannya ini di bawah perlindungan
berhala-berhala. Masing-masing kabilah tidak pula terganggu,
dan tidak pula terpikir oleh mereka akan mengadakan suatu
kesatuan bangsa yang kuat, seperti yang dilakukan oleh Rumawi
dan Persia dalam meluaskan kekuasaan dan melakukan peperangan.
Oleh karena itu tetaplah kabilah-kabilah itu semua tidak
mempunyai sesuatu bentuk apapun selain cara-cara hidup
pedalaman, tempat mereka mencari padang rumput untuk ternak,
kemudian hidup di tengah-tengah itu dengan cara hidup yang
kasar, tertarik oleh segala kebebasan, kemerdekaan, kebanggaan
dan kepahlawanan.
Pada dasarnya tempat-tempat tinggal di Mekah mengelilingi
lingkungan Ka'bah. Jauh dekatnya rumah-rumah itu dari Ka'bah
tergantung dari penting dan tingginya kedudukan sesuatu
keluarga atau suku. Kaum Quraisy adalah yang terdekat letaknya
dan paling banyak berhubungan dengan Rumah Suci itu. Merekalah
yang memegang kuncinya dan kepengurusan air Zamzam, juga
segala gelar-gelar kebangsawanan menurut paganisma ada pada
mereka, yang sampai menimbulkan perang karenanya, menyebabkan
adanya persekutuan, atau perjanjian-perjanjian perdamaian
antar kabilah, yang tetap tersimpan di dalam Ka'bah, supaya
dapat disaksikan oleh sang berhala untuk kemudian menurunkan
murkanya bagi mereka yang melanggar.
Di belakang rumah-rumah Quraisy itu menyusul pula rumah0rumah
kabilah yang agak kurang penting kedudukannya, diikuti oleh
yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal
kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Termasuk umat
Kristen dan Yahudi di Mekah, seperti kita sebutkan tadi -
adalah juga budak. Tempat-tempat tinggal mereka jauh dari
Ka'bah malah sudah berbatasan dengan sahara. Oleh karena itu
percakapan mereka tentang kisah-kisah agama, baik Kristen atau
Yahudi, tidak sampai mendekati telinga pemuka-pemuka Quraisy
dan penduduk Mekah umumnya. Letak mereka yang lebih jauh itu
benar-benar membuat mereka lebih rapat lagi menutup telinga.
Mereka tidak mau menyibukkan diri dengan itu. Dalam perjalanan
mereka melalui biara-biara dan tempat-tempat para rahib sudah
biasa mereka mendengar cerita serupa itu.
Hanya saja apa yang sudah mulai diperkatakan orang tentang
akan datangnya seorang nabi di tengah-tengah orang Arab waktu
itu, sudah cukup menimbulkan heboh. Abu Sufyan pernah marah
kepada Umayya bin Abi'sh-Shalt karena arang ini sering
mengulang-ulang cerita para rahib tentang hal serupa itu. Dan
barangkali sesuai dengan kedudukan Abu Sufyan juga ketika itu
ketika ia berkata kepada kawannya itu: Para rahib itu suka
membawa cerita semacam itu karena mereka tidak mengerti soal
agama mereka sendiri. Mereka memerlukan sekali adanya seorang
nabi yang akan memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi kita
yang sudah punya berhala-berhala, yang akan mendekatkan kita
kepada Tuhan, tidak memerlukan lagi hal serupa itu. Kita harus
menentang semua pembicaraan semacam itu.
Dapat saja ia bicara begitu. Dia, yang begitu fanatik kepada
Mekah dan kehidupan paganismanya, tak pernah membayangkan
bahwa saatnya sudah di ambang pintu, bahwa kenabian Muhammad
a.s. sudah dekat dan bahwa dari tanah Arab pagan yang beraneka
ragam itu cahaya Tauhid dan sinar kebenaran akan memancar ke
seluruh dunia.
Abdullah bin Abd'l-Muttalib sebenarnya adalah pemuda yang
berwajah tampan dan menarik. Menarik perhatian gadis-gadis dan
wanita-wanita Mekah. Lebih-lebih lagi yang menarik perhatian
mereka ialah kisah penebusan, dan kisah seratus ekor unta yang
tidak mau diterima oleh Hubal kurang dari itu. Tetapi takdir
sudah menentukan Abdullah akan menjadi seorang ayah yang
paling mulia yang pernah dikenal sejarah. Demikian juga Aminah
bint Wahb akan menjadi ibu bagi anak Abdullah itu. Ia kawin
dengan wanita itu dan selang beberapa bulan kemudian iapun
meninggal. Tak ada lagi penebusan berupa apapun yang akan
melepaskan dia dari maut. Tinggal lagi Aminah kemudian akan
melahirkan Muhammad dan akan mati semasa yang dilahirkan itu
masih bayi.
Pada gambar berikut ini silsilah keturunan Nabi yang
menerangkan perkiraan tahun-tahun kelahiran mereka
masing-masing.
SILSILAH MUHAMMAD SAW
Qushayy
(lahir 400M)
|
+----------------------+----------------------+
| | |
'Abd'l-'Uzza 'Abd Manaf 'Abd'd-Dar
| (lahir 430M)
| |
| +----------+-----------+----------+
Asad | | | |
| Muttalib Hasyim Naufal 'Abd Syams
| (lahir 464M) |
Khuwailid | Umayya
| 'Abd'l-Muttalib |
+----+----+ (lahir 497M) Harb
| | | |
'Awwam Khadijah | Abu Sufyan
| | |
Zubair | Mu'awiya
|
+--------+----------+-------+--+-----------+----------+
| | | | | |
Hamzah 'Abbas 'Abdullah Abu Lahab Abu Talib Harith
(lahir 545M) |
| +----------+----------+
| | | |
MUHAMMAD 'Aqil 'Ali Ja'far
(lahir 570M) | |
| +---+---+
| | |
Muslim Hasan Husain
Catatan kaki:
1 Kaum Sabian yang dimaksudkan di sini bukan yang dimaksudkan
dalam Qur'an (2: 62), yaitu sekta Nasrani yang berpegang pada
Taurat dan Injil yang belum mengalami perubahan, melainkan
orang-orang Harran yang disebut oleh Ibn Taimia sebagai pusat
golongan ini dan sebagai tempat kelahiran Ibrahim atau tempat
ia pindah dan Irak (Mesopotamia). Di tempat ini terdapat
kuil-kuil tempat menyembah bintang-bintang. Kepercayaan mereka
ini sebelum datangnya agama Nasrani. Setelah datang Agama
Nasrani, kepercayaan mereka menjadi campur-baur dan dikenal
sebagai pseudo-Sabian. (Dikutip oleh al-Qasimi dalam
Mahasin't-Ta'wil, jilid 2 hal. 154-147). Juga mereka tidak
sama dengan kaum Sabaean yang berasal dari Saba di Arab
Selatan (A)
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|