Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 ]

	BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY                  (2/4)
	Muhammad Husain Haekal
	
	Cerita   ini   diambil  dari  sejarah  yang  hampir  merupakan
	konsensus dalam garis besarnya tentang kepergian  Ibrahim  dan
	Ismail ke Mekah, meskipun terdapat perbedaan dalam detail. Dan
	yang memajukan kritik  atas  peristiwa  secara  mendetail  itu
	berpendapat, bahwa Hajar dan Ismail telah pergi ke lembah yang
	sekarang terletak Mekah itu dan bahwa di tempat  itu  terdapat
	mata  air  yang  ditempati oleh kabilah Jurhum. Hajar disambut
	dengan senang  hati  oleh  mereka  ketika  ia  datang  bersama
	Ibrahim  dan  anaknya  ke  tempat itu. Sesudah Ismail besar ia
	kawin dengan wanita Jurhum dan mempunyai beberapa orang  anak.
	Dari  percampuran  perkawinan antara Ismail dengan unsur-unsur
	Ibrani-Mesir di satu pihak  dan  unsur  Arab  di  pihak  lain,
	menyebabkan  keturunannya itu membawa sifat-sifat Arab, Ibrani
	dan Mesir. Mengenai sumber yang mengatakan tentang Hajar  yang
	kebingungan  setelah  melihat  air  yang  habis menyerap serta
	tentang usahanya berlari tujuh kali dari Shafa dan  Marwa  dan
	tentang  sumur Zamzam dan bagaimana air menyembur, oleh mereka
	masih diragukan.
	
	Sebaliknya William Muir  menyangsikan  kepergian  Ibrahim  dan
	Ismail   itu  ke  Hijaz  dan  ia  menolak  dasar  cerita  itu.
	Dikatakannya,  bahwa  itu  adalah  Israiliat  (Yudaica)   yang
	dibuat-buat orang Yahudi beberapa generasi sebelum Islam, guna
	mengikat hubungan dengan  orang  Arab  yang  sama-sama  sebapa
	dengan  lbrahim,  kalau  Ishaq  itu  yang menjadi nenek-moyang
	orang Yahudi. Jadi apabila saudaranya, Ismail itu moyang orang
	Arab,  maka  mereka  adalah  saudara  sepupu yang akan menjadi
	kewajiban orang Arab pula menerima  baik  emigran  orang-orang
	Yahudi   ke   tengah-tengah   mereka,   dan   akan  memudahkan
	perdagangan orang Yahudi di seluruh  jazirah  Arab.  Pengarang
	Inggris ini mendasarkan pendapatnya pada cara-cara peribadatan
	di negeri-negeri Arab yang tak ada  hubungannya  dengan  agama
	Ibrahim,   sebab   mereka   sudah   benar-benar  hanyut  dalam
	paganisma, sedang agama Ibrahim agama murni.
	
	Kita tidak melihat bahwa argumentasi demikian itu sudah  cukup
	kuat untuk menghilangkan kenyataan sejarah. Jauh beberapa abad
	sesudah meninggalnya Ibrahim dan Ismail paganisma  Arab  tidak
	menunjukkan bahwa mereka memang sudah demikian tatkala Ibrahim
	datang  ke  Hijaz  dan  tatkala  ia  dan  Ismail  bersama-sama
	membangun  Ka'bah.  Andaikata  waktu  itu paganisma sudah ada,
	tentu  itu  akan  memperkuat  pendapat   Sir   William   Muir.
	Masyarakat  Ibrahim sendiri waktu itu menyembah berhala dan ia
	berusaha mengajak mereka  ke  jalan  yang  benar,  tapi  tidak
	berhasil. Apabila ia mengajak masyarakat Arab seperti mengajak
	masyarakatnya sendiri, lalu tidak  berhasil,  dan  orang-orang
	Arab  itu  tetap menyembah berhala, tentu hal itu tidak sesuai
	dengan kepergian  Ibrahim  dan  Ismail  ke  Mekah.  Keterangan
	sejarah  itu  secara  logika  bahkan  lebih kuat. Ibrahim yang
	telah keluar dari Irak karena mau menghindar dari keluarganya,
	ia  pergi  ke  Palestina  dan  Mesir,  adalah orang yang mudah
	bepergian dan biasa mengarungi  sahara.  Sedang  jalan  antara
	Palestina   dan   Mekah  sejak  dahulu  kala  sudah  merupakan
	lalu-lintas terbuka bagi para kafilah. Dengan  demikian  tidak
	pula  pada  tempatnya  orang  meragukan kenyataan sejarah yang
	dalam garis besamya sudah menjadi konsensus itu.
	
	Sir William Muir dan mereka  yang  menunjang  pendapatnya  itu
	mengatakan  tentang  kemungkinan  adanya  segolongan anak-anak
	Ibrahim dan Ismail sesudah itu yang pindah dari  Palestina  ke
	negeri-negeri  Arab  serta  adanya pertalian mereka dalam arti
	hubungan  darah.  Kita  tidak  mengerti,   kalau   kemungkinan
	mengenai  anak-anak  Ibrahim  dan Ismail ini bagi mereka dapat
	diterima, sedang kemungkinan mengenai kedua orang itu  sendiri
	tidak! Bagaimana akan dikatakan belum dapat dipastikan padahal
	peristiwa sejarah sudah memperkuatnya. Bagaimana  pula  takkan
	terjadi  padahal  sumbernya sudah tak dapat diragukan lagi dan
	sudah  disebutkan  dalam  Quran  dan  dibicarakan  juga  dalam
	kitab-kitab suci lainnya!
	
	Ibrahim  dan Ismail lalu mengangkat sendi-sendi Rumah Suci itu
	dan "Bahwa rumah pertama dibuat untuk manusia beribadat  ialah
	yang  di  Mekah  itu,  sudah  diberi berkah dan bimbingan bagi
	semesta alam. Disitulah  terdapat  keterangan-keterangan  yang
	jelas  sebagai Maqam (tempat) Ibrahim; barangsiapa memasukinya
	menjadi aman." (Qur'an, 3: 96-97)
	
	"Dan ingatlah, Kami jadikan Rumah itu  tempat  berkumpul  bagi
	manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah Maqam Ibrahim itu
	tempat bersembahyang, dan kami  serahkan  kepada  Ibrahim  dan
	Ismail  menyucikan  RumahKu  bagõ mereka yang bertawaf, mereka
	yang tinggal menetap dan mereka  yang  ruku'  dan  sujud.  Dan
	ingatlah tatkala Ibrahim berkata: 'Tuhanku, jadikan tempat ini
	Kota yang aman dan berikanlah buah-buahan kepada  penduduknya,
	mereka  yang  beriman  kepada  Allah  dan  Hari  Kemudian.' Ia
	berkata: 'Dan bagi barangsiapa yang menolak iman  akan  Kuberi
	juga  kesenangan sementara, kemudian Kutarik ia ke dalam siksa
	api, tujuan yang paling celaka,. Dan ingatlah tatkala  Ibrahim
	dan  Ismail  mengangkat  sendi-sendi  Rumah  Suci  itu (mereka
	berdoa): 'Tuhan,  terimalah  ini  dari  kami.  Sesungguhnyalah
	Engkau Maha mendengar, Maha mengetahui." (Qur,an, 2: 125-127)
	
	Bagaimana  Ibrahim  mendirikan Rumah itu sebagai tempat tujuan
	dan  tempat  yang  aman,  untuk  mengantarkan  manusia  supaya
	beriman  hanya kepada Allah Yang Tunggal lalu kemudian menjadi
	tempat berhala dan pusat penyembahannya?  Dan  bagaimana  pula
	cara-cara   peribadatan  itu  dilakukan  sesudah  lbrahim  dan
	Ismail, dan dalam bentuk bagaimana pula dilakukan?  Dan  sejak
	kapan  cara-cara  itu berubah lalu dikuasi oleh paganisma? Hal
	ini tidak diceritakan  kepada  kita  oleh  sejarah  yang  kita
	kenal.  Semua  itu  baru  merupakan  dugaan-dugaan  yang sudah
	dianggap sebagai suatu kenyataan. Kaum Sabian1 yang  menyembah
	bintang  mempunyai  pengaruh besar di tanah Arab. Pada mulanya
	mereka - menurut beberapa keterangan - tidak menyembah bintang
	itu  sendiri,  melainkan  hanya  menyembah  Allah  dan  mereka
	mengagungkan   bintang-bintang   itu   sebagai   ciptaan   dan
	manifestasi  kebesaranNya. Oleh karena lebih banyak yang tidak
	dapat  memahami  arti  ketuhanan  yang  lebih   tinggi,   maka
	diartikannya bintang-bintang itu sebagai tuhan. Beberapa macam
	batu gunung dikhayalkan sebagai benda yang jatuh  dan  langit,
	berasal  dan  beberapa  macam  bintang.  Dari  situ  mula-mula
	manifestasi  tuhan  itu  diartikan  dan  dikuduskan,  kemudian
	batu-batu itu yang disembah, kemudian penyembahan itu dianggap
	begitu agung, sehingga tidak cukup  bagi  seorang  orang  Arab
	hanya menyembah hajar aswad (batu hitam) yang di dalam Ka'bah,
	bahkan dalam setiap perjalanan ia mengambil batu apa saja  dan
	Ka'bah   untuk  disembah  dan  dimintai  persetujuannya:  akan
	tinggal ataukah akan melakukan  perjalanan.  Mereka  melakukan
	cara-cara  peribadatan  yang berlaku bagi bintang-bintang atau
	bagi pencipta bintang-bintang itu. Dengan  cara-cara  demikian
	menjadi   kuatlah  kepercayaan  paganisma  itu,  patung-patung
	dikuduskan dan dibawanya  sesajen-sesajen  untuk  itu  sebagai
	kurban.
	
	Ini  adalah  suatu  gambaran tentang perkembangan agama itu di
	tanah  Arab  sejak  Ibrahim  membangun  rumah  sebagai  tempat
	beribadat  kepada  Tuhan, sebagaimana dilukiskan oleh beberapa
	ahli sejarah dan bagaimana pula hal itu kemudian berbalik  dan
	menjadi  pusat  berhala.  Herodotus, bapa sejarah, menerangkan
	tentang penyembahan Lat itu  di  negeri  Arab.  Demikian  juga
	Diodorus  Siculus  mcnyebutkan  tentang  rumah  di  Mekah yang
	diagungkan itu. Ini menunjukkan tentang paganisma  yang  sudah
	begitu tua di jazirah Arab dan bahwa agama yang dibawa Ibrahim
	di sana bertahan tidak begitu lama.
	
	Dalam abad-abad itu sudah datang pula para nabi yang  mengajak
	kabilah-kabilah    jazirah    itu   supaya   menyembah   Allah
	semata-mata. Tetapi mereka menolak  dan  tetap  bertahan  pada
	paganisma.  Datang  Hud  mengajak  kaum  'Ad  yang  tinggal di
	sebelah utara Hadzramaut supaya menyembah hanya kepada  Allah;
	tapi hanya sebagian kecil saja yang ikut. Sedang yang sebagian
	besar malah menyombongkan diri dan berkata: "O Hud, kau datang
	tidak  membawa  keterangan  yang  jelas,  dan  kami tidak akan
	meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya  karena  perkataanmu  itu.
	Kami  tidak percaya kepadamu." (Qur'an, 11: 53) Bertahun-tahun
	lamanya Hud mengajak mereka. Hasilnya malah  mereka  bertambah
	buas  dan  congkak.  Demikian  juga Saleh datang mengajak kaum
	Thamud  supaya  beriman.  Mereka  ini  tinggal  di  Hijr  yang
	terletak antara Hijaz dengan Syam di Wadi'l-Qura ke arah timur
	daya dari Mad-yan (Midian)  dekat  Teluk  'Aqaba.  Sama  saja,
	hasil  ajakan  Saleh  itu tidak lebih seperti ajakan Hud juga.
	Kemudian datang Syu'aib kepada bangsa Mad-yan yang terletak di
	Hijaz,  mengajak  supaya  mereka  menyembah  Allah. Juga tidak
	didengar Merekapun mengalami kehancuran seperti  yang  terjadi
	terhadap golongan 'Ad dan Thamud.
	
	Selain  para  nabi  itu juga Qur'an telah menceritakan tentang
	ajakan mereka supaya menyembah Allah yang Esa. Sikap  golongan
	itu  begitu  sombong. Mereka tetap bersikeras hendak menyembah
	berhala dan bermohon kepada berhala-berhala dalam Ka'bah  itu.
	Mereka  berziarah  ke  tempat  itu setiap tahun; mereka datang
	dari segenap pelosok jazirah Arab. Dalam hal ini turun  firman
	Tuhan:  "Dan  Kami  tidak akan mengadakan siksaan sebelum Kami
	mengutus seorang rasul."(Qur'an 17: 15)
	
	Sejak   didirikannya   Mekah   di   tempat   itu   sudah   ada
	jabatan-jabatan penting seperti yang dipegang oleh Qushayy bin
	Kilab pada pertengahan abad kelima Masehi. Pada waktu itu para
	pemuka   Mekah   berkumpul.  Jabatan-jabatan  hijaba,  siqaya,
	rifada, nadwa, liwa' dan qiyada dipegang  semua  oleh  Qushay.
	Hijaba ialah penjaga pintu Ka'bah atau yang memegang kuncinya.
	Siqaya ialah menyediakan air tawar - yang sangat  sulit  waktu
	itu  bagi  mereka  yang  datang  berziarah  serta  menyediakan
	minuman keras yang dibuat dari  kurma.  Rifada  ialah  memberi
	makan  kepada  mereka  semua.  Nadwa ialah pimpinan rapat pada
	tiap tahun musim. Liwa' ialah  panji  yang  dipancangkan  pada
	tombak  lalu  ditancapkan  sebagai lambang tentara yang sedang
	menghadapi musuh,  dan  qiyada  ialah  pimpinan  pasukan  bila
	menuju  perang.  Jabatan-jabatan  demikian itu di Mekah sangat
	terpandang. Dalam masalah ibadat seolah pandangan  orang-orang
	Arab semua tertuju ke Ka'bah itu.
	
	Saya kira semua itu datangnya bukan sekaligus ketika rumah itu
	dibangun, melainkan satu demi satu, pada satu  pihak  tak  ada
	hubungannya  satu  sama  lain dengan Ka'bah serta kedudukannya
	dalam arti agama, di pihak lain sedikit banyak memang ada juga
	hubungannya.
	
	Tatkala Ka'bah dibangun menurut gambaran yang ada dalam khayal
	kita - tidak lebih Mekah hanya  terdiri  dari  kabilah-kabilah
	Amalekit  dan  Jurhum.  Sesudah  Ismail  menetap  di  sana dan
	bersama-sama dengan ayahnya memasang  sendi-sendi  rumah  itu,
	barulah  Mekah  mengalami  perkembangan.  Untuk beberapa waktu
	yang cukup lama kemudian ia  menjadi  sebuah  kota  atau  yang
	menyerupai  kota.  Kita  katakan menyerupai kota, karena Mekah
	dengan penduduknya waktu itu  masih  membawa  sifat  sisa-sisa
	keterbelakangan  dalam  arti  yang  sangat bersahaja. Beberapa
	penulis sejarah tidak keberatan dalam menyebutkan, bahwa Mekah
	itu  masih  terbelakang  sebelum semua urusan berada di tangan
	Qushayy pada pertengahan abad kelima Masehi  itu.  Sukar  bagi
	kita akan dapat membayangkan suatu daerah seperti Mekah dengan
	Rumah Purbanya yang dianggap suci itu akan tetap berada  dalam
	suasana  hidup pengembaraan. Padahal sejarah membuktikan bahwa
	persoalan  Rumah  Suci  itu  berada  di  tangan  Ismail  dalam
	lingkungan  keluarga Jurhum selama beberapa generasi kemudian.
	Mereka tinggal di sekitar tempat itu, di  samping  Mekah  masa
	itu  memang  tempat pertemuan kafilah-kafilah dalam perjalanan
	ke Yaman, Hira, Syam dan Najd. Juga  hubungannya  dengan  Laut
	Merah  yang  tidak  jauh  dari  tempat  itu merupakan hubungan
	langsung  dengan   perdagangan   dunia.   Sukar   akan   dapat
	dibayangkan  adanya  suatu  daerah  dalam keadaan demikian itu
	akan tetap tanpa ada pendekatan  dari  dunia  lain  dari  segi
	peradabannya.  Beralasan sekali dugaan kita, bahwa Mekah, yang
	sudah didoakan oleh Ibrahim dan ditetapkan Allah akan  menjadi
	suatu  daerah  yang  aman sentosa, sudah mengenal hidup stabil
	selama beberapa generasi sebelum Qushayy.
	
	Meskipun sudah dikalahkan oleh Amalekit, Mekah masih di tangan
	Jurhum  sampai  pada  masa Mudzadz bin 'Amr ibn Harith. Selama
	dalam  masa   generasi   ini   perdagangan   Mekah   mengalami
	perkembangan  yang pesat sekali di bawah kekuasaan orang-orang
	yang biasa hidup mewah,  sehingga  mereka  lupa  bahwa  mereka
	berada  di tanah tandus dan bahwa mereka perlu selalu berusaha
	dan selalu waspada.  Demikian  lalainya  mereka  itu  sehingga
	Zamzam  menjadi  kering dan pihak kabilah Khuza'a merasa perlu
	memikirkan akan turut terjun memegang pimpinan di  tanah  suci
	itu.
	
	Peringatan  Mudzadz  kepada masyarakatnya tentang akibat hidup
	berfoya-foya, tidak berhasil. Ia yakin sekali  bahwa  hal  ini
	akan menghanyutkan mereka semua. Kemudian ia berusaha menggali
	Zamzam lebih dalam lagi. Diambilnya dua  buah  pangkal  pelana
	emas dari dalam Ka'bah beserta harta yang dibawa orang sebagai
	sesajen ke dalam Rumah Suci itu. Dimasukkannya  semua  itu  ke
	dalam  dasar  sumur,  sedang  pasir yang masih ada di dalamnya
	dikeluarkan,  dengan  harapan  pada  suatu   waktu   ia   akan
	menemukannya  kembali.  Ia keluar dengan anak-anak Ismail dari
	Mekah. Kekuasaan sesudah itu dipegang oleh  Khuza'a.  Demikian
	seterusnya  turun-temurun  sampai  kepada  Qushayy  bin Kilab,
	nenek (kakek) Nabi Muhammad yang kelima.
	
	Fatimah bint Sa'd bin Sahl kawin dengan  Kilab  dan  mempunyai
	anak  bernama  Zuhra dan Qushayy. Kilab meninggal dunia ketika
	Qushayy masih bayi. Kemudian Fatimah kawin lagi dengan  Rabi'a
	bin  Haram.  Kemudian mereka pergi ke Syam dan di sana Fatimah
	melahirkan Darraj. Qushayy semakin besar  juga  dan  ia  hanya
	mengenal  Rabi'a  sebagai  ayahnya. Lambat-laun antara Qushayy
	dengan pihak kabilah Rabi'a terjadi permusuhan. Ia dihina  dan
	dikatakan  berada  di bawah perlindungan mereka, padahal bukan
	dari pihak mereka Qushayy  mengadukan  penghinaan  itu  kepada
	ibunya.
	
	"Ayahmu  lebih mulia dari mereka," kata ibunya kepada Qushayy.
	"Engkau  anak  Kilab  bin  Murra,  dan  keluargamu  di   Mekah
	menempati Rumah Suci."
	
	Qushayy  lalu  pergi  ke  Mekah,  dan  menetap di sana. Karena
	pandangannya yang baik dan mempunyai kesungguhan,  orang-orang
	di  Mekah  sangat  menghormatinya.  Pada  waktu itu pengawasan
	Rumah  Suci  di  tangan  Hulail  bin  Hubsyia  -  orang   yang
	berpandangan  tajam  dari  kabilah  Khuza'a.  Tatkala  Qushayy
	melamar puterinya, Hubba, ternyata  lamarannya  diterima  baik
	dan  kawinlah  mereka.  Qushayy  terus  maju  dalam  usaha dan
	perdagangannya,  yang  membuat  ia  jadi   kaya,   harta   dan
	anak-anaknya  pun  banyak  pula.  Di kalangan masyarakatnya ia
	makin terpandang. Hulail meninggal dengan meninggalkan  wasiat
	supaya  kunci  Rumah  Suci  di  tangan Hubba puterinya. Tetapi
	Hubba menolak dan kunci itu dipegang oleh  Abu  Ghibsyan  dari
	kabilah  Khuza'a.  Tetapi  Abu  Ghibsyan  ini seorang pemabuk.
	Ketika pada suatu hari ia kehabisan minuman  keras  kunci  itu
	dijualnya kepada Qushayy dengan cara menukarnya dengan minuman
	keras.
	
	Khuza'a sudah memperhitungkan betapa kedudukannya  nanti  bila
	pimpinan  Ka'bah  itu  berada  di tangan Qushayy sebagai orang
	yang banyak hartanya  dan  orang  yang  mulai  berpengaruh  di
	kalangan  Quraisy.  Mereka  merasa  keberatan bilamana masalah
	pimpinan Rumah Suci berada di tangan pihak lain selain  mereka
	sendiri.  Pada waktu Qushayy meminta bantuan Quraisy, beberapa
	kabilah memang sudah berpendapat bahwa  dialah  penduduk  yang
	paling  kuat  dan  sangat  dihargai di Mekah. Mereka mendukung
	Qushayy dan berhasil mengeluarkan Khuza'a dari Mekah. Sekarang
	seluruh  pimpinan  Rumah  Suci itu sudah di tangan Qushayy dan
	dia diakui sebagai pemimpin mereka.
	
	Seperti sudah  kita  kemukakan,  beberapa  orang  berpendapat,
	bahwa  sampai  pada  waktu  pimpinan  Mekah  berada  di tangan
	Qushayy, bangunan apapun belum ada di tempat  itu,  selain  Ka
	bah.  Alasannya  ialah,  karena baik Khuza'a atau Jurhum tidak
	ingin melihat ada bangunan lain di sekitar  Rumah  Tuhan  itu,
	juga  karena  pada  malam  hari mereka tidak pernah tinggal di
	tempat  itu,  melainkan  pergi   ke   tempat-tempat   terbuka.
	Ditambahkan pula bahwa setelah Qushayy memegang pimpinan Mekah
	ia mengumpulkan  Quraisy  dan  menyuruh  mereka  membangun  di
	tempat itu. Dengan dipelopori oleh Qushayy sendiri dibangunnya
	Dar'n-Nadwa sebagai tempat pertemuan  pembesar-pembesar  Mekah
	yang  dipimpin  oleh  Qushayy  sendiri.  Di  tempat ini mereka
	bermusyawarah mengenai  masalah-masalah  negeri  itu.  Menurut
	kebiasaan  mereka,  setiap persoalan yang mereka hadapi selalu
	diselesaikan dengan  persetujuan  bersama.  Baik  wanita  atau
	laki-laki  yang  akan melangsungkan perkawinan harus di tempat
	ini pula.
	
	Dengan perintah Qushayy  orang-orang  Quraisy  lalu  membangun
	tempat-tempat  tinggal  mereka  di  sekitar Ka'bah itu, dengan
	meluangkan tempat  yang  cukup  luas  untuk  mengadakan  tawaf
	sekitar  Rumah  itu dan pada setiap dua rumah disediakan jalan
	yang menembus ke tempat tawaf tersebut.
	
	Anak Qushayy yang tertua  ialah  Abd'd-Dar.  Akan  tetapi  Abd
	Manaf adiknya, sudah lebih dulu tampil ke depan umum dan sudah
	mendapat tempat pula.
	
	Sesudah usianya makin lanjut, kekuatannyapun  sudah  berkurang
	dan  sudah  tidak  kuat  lagi  ia  mengurus  Mekah sebagaimana
	mestinya, kunci Rumah itupun diserahkannya  kepada  Abd'd-Dar,
	demikian  juga  soal  air minum, panji dan persediaan makanan.
	Setiap tahun Quraisy memberikan sumbangan  dari  harta  mereka
	yang diserahkannya kepada Qushayy guna membuatkan makanan pada
	musim ziarah. Makanan ini  kemudian  diberikan  kepada  mereka
	yang  datang  tidak dalam kecukupan. Qushayy adalah orang yang
	pertama  mewajibkan  kepada  Quraisy   menyiapkan   persediaan
	makanan. Dikumpulkannya mereka itu dan ia sangat merasa bangga
	terhadap   mereka   ketika   bersama-sama   mereka    berhasil
	mengeluarkan  Khuza'a  dari  Mekah.  Ketika  mewajibkan itu ia
	berkata kepada mereka:
	
	"Saudara-saudara Quraisy! Kamu sekalian adalah tetangga Tuhan,
	keluarga  RumahNya  dan  Tempat  yang Suci. Mereka yang datang
	berziarah adalah tamu Tuhan dan  pengunjung  RumahNya.  Mereka
	itulah  para  tamu  yang  paling  patut  dihormati. Pada musim
	ziarah itu  sediakanlah  makanan  dan  minuman  sampai  mereka
	pulang kembali."
	                                 			 Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1