Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 ]

	BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA
	Muhammad Husain Haekal                                   (2/4)
 
	Tindakan Muhammad mengirim utusan-utusan itu memang  luarbiasa
	sekali menakjubkan. Betapa tidak! Belum selang tigapuluh tahun
	sesudah   itu   daerah-daerah   tempat    Muhammad    mengirim
	utusan-utusannya  itu  telah  dimasuki  oleh kaum Muslimin dan
	sebagian  besar  mereka  telah  beragama  Islam.  Akan  tetapi
	ketakjuban  akan  segera  hilang  bila kita ingat, bahwa kedua
	imperium raksasa ini, yang telah mengemudikan  jalannya  dunia
	masa  itu,  dengan  peradabannya  yang telah menguasai seluruh
	dunia, mereka  ini  saling  memperebutkan  kemenangan  materi,
	sementara  kekuatan  rohani  keduanya sudah rontok dan hilang.
	Persia sendiri sudah terbagi antara paganisma  dan  Mazdaisma.
	Demikian  juga  agama  Kristen di Bizantium sudah goyah sekali
	karena adanya pelbagai macam aliran  sekta  dan  golongan.  Ia
	sudah  tidak lagi merupakan suatu ajaran yang utuh, yang dapat
	menggerakkan dan memberi tenaga hidup ke dalam  jiwa  manusia.
	Malahan  ia  sudah  berbalik  menjadi  sekadar upacara-upacara
	serta  tradisi  yang  dielu-elukan  oleh  pemuka-pemuka  agama
	kedalam  pikiran  orang-orang  awam  supaya  dapat  mereka itu
	dikuasai dan diperkuda. Sedang ajaran baru  yang  dibawa  oleh
	Muhammad  dasarnya adalah kekuatan rohani yang murni. Ia dapat
	mengangkat martabat  manusia  ke  tingkat  yang  lebih  tinggi
	sesuai  dengan sifat kemanusiaannya. Apabila materi dan rohani
	itu bertemu, kepentingan yang bersifat sementara  bertentangan
	dengan  yang  abadi  sifatnya,  maka  segala  materi  dan yang
	bersifat sementara itu akan kalah adanya.
 
	Disamping semua itu, baik Persia  mau  pun  Bizantium,  dengan
	besarnya  kekuasaan  yang  ada  pada mereka, sebenarnya mereka
	sudah sama-sama kehilangan tenaga  inisiatif  dan  kreatifnya.
	Dalam bidang pemikiran, dalam mengembangkan selera dan bekerja
	mereka hanya sekedar meniru dan meneruskan  yang  ada.  Segala
	macam  pembaruan  dianggap  bid'ah (menyimpang dari agama) dan
	setiap penyimpangan adalah sesat.

	Masyarakat manusia seperti pribadi manusia dan seperti  setiap
	makhluk hidup juga, ia selalu berkembang setiap hari. Kalau ia
	masih muda belia,  maka  perkembangannya  bersifat  membentuk,
	membangun  dan  menambaqh  vitalitas  dalam  hidupnya sendiri.
	Dengan demikian, hidupnya itu akan menyusut terus-menerus,  ia
	akan   meluncur   turun  sampai  ke  dasarnya  yang  terakhir.
	Masyarakat manusia yang sudah meluncur turun sampai kedasarnya
	itu,  nasibnya akan dibentuk dalam bentuk yang baru samasekali
	oleh unsur dari luar dengan segala kesemarakan hidupnya. Unsur
	dari  luar yang penuh dengan tenaga hidup yang bersemarak itu,
	di samping Persia dan  Bizantium,  adanya  bukan  di  bilangan
	Tiongkok  atau  India,  juga  bukan  di  tengah-tengah  Eropa,
	melainkan unsur itu ialah Muhammad sendiri.
 
	Sudah wajar sekali bila ajarannya yang  segar  bersemarak  itu
	akan  dapat  mengembalikan  denyutan  hidup  baru  yang  penuh
	vitalitas ke dalam jiwa yang sedang mengalami kehancuran  dari
	dalam  itu,  yang  disebabkan  oleh pengaruh tradisi agama dan
	takhayul, yang sudah hidup berakar menggantikan kedudukan iman
	dan  akidah. Kerdip iman baru yang telah menyinari kalbu Rasul
	itu, kekuatan jiwanya yang sudah  melampaui  segala  kekuatan,
	itulah   yang   memberikan   ilham  kepadanya  untuk  mengirim
	utusan-utusan mengajak pembesar-pembesar  dunia  itu  mengenal
	ajaran  Islam,  sebagai agama yang benar, agama yang sempurna,
	agama Allah Yang Maha Agung. Mengajak  mereka  mengenal  agama
	yang  akan  membebaskan  pikiran manusia supaya dapat menilai,
	akan membebaskan jantung orang supaya dapat  menyadari,  dapat
	berpikir.  Dalam  sistem hidup berakidah dan bermasyarakat, ia
	telah meletakkan kaidah-kaidah umum  buat  manusia  yang  akan
	merupakan keseimbangan antara kemampuan rohani dengan kekuatan
	materi  yang  akan  dapat   menguasai   jiwa.   Dengan   jalan
	keseimbangan  itu  manusia  akan  dapat mencapai tujuan berupa
	kekuatan dalam menghadapi hidup, suatu  kekuatan  yang  bersih
	dari  segala  kelemahan  dan  kecongkakan  hati. Dengan sistem
	masyarakat demikian itu manusia akan  sampai  ke  tempat  yang
	lebih   baik  seperti  yang  diharapkan,  setelah  ia  melalui
	pelbagai  macam  proses  evolusinya  di  tengah-tengah   semua
	makhluk alam ini.

	Adakah   Muhammad   akan   mengirim   utusan-utusannya  kepada
	raja-raja itu kalau ia masih kuatir akan adanya  pengkhianatan
	pihak Yahudi yang tinggal di sebelah utara Medinah? Memang dia
	sudah membuat perjanjian Hudaibiya. Dari pihak  Quraisy  sudah
	aman,  dari  sebelah  selatan  juga  sudah  aman.  Tetapi dari
	sebelah utara  ia  tidak  akan  merasa  aman  sekiranya  nanti
	Heraklius  atau  Kisra  datang meminta bantuan Yahudi Khaibar,
	atau juga dendam lama  dalam  hati  mereka  itu  akan  bangkit
	kembali,  akan  mengingatkan mereka kepada Banu Quraidza, Banu
	Nadzir  dan  Banu  Qainuqa,  saudara-saudara  mereka  seagama.
	Perkampungan  mereka  oleh  Muhammad telah dikosongkan setelah
	dikepung dan  terjadi  pertempuran  serta  pertumpahan  darah.
	Orang-orang  Yahudi  memusuhinya  lebih  sengit  lagi daripada
	Quraisy, sebab mereka lebih bertahan dengan agama  mereka  itu
	daripada  Quraisy. Juga di kalangan mereka orang cerdik pandai
	lebih banyak daripada di kalangan Quraisy. Memang tidak  mudah
	mengadakan   perjanjian   perdamaian   dengan  mereka  seperti
	perdamaian  Hudaibiya,  juga  ia  tidak  akan  merasa   tenang
	terhadap mereka melihat permusuhan yang terjadi dahulu, mereka
	sebagai pihak yang tidak pernah menang.  Wajar  sekali  mereka
	akan  mengadakan  pembalasan bila saja mereka mendapatkan bala
	bantuan dari pihak  Heraklius.  Jadi  kalau  begitu  kekuasaan
	orang-orang  Yahudi  itu  harus  juga  ditumpas  sampai habis,
	sehingga samasekali mereka tidak  akan  bisa  lagi  mengadakan
	perlawanan   di   negeri-negeri   Arab.   Dan  hal  ini  harus
	cepat-cepat  dilaksanakan,  sebelum  ada  waktu   yang   cukup
	terluang  buat mereka guna meminta bantuan pihak Ghatafan atau
	kabilah-kabilah lain yang membantu mereka dan sedang  memusuhi
	Muhammad.
 
	Yang demikian inilah yang harus dilaksanakan.
 
	Sekembalinya  dari  Hudaibiya - menurut sebuah sumber ia hanya
	tinggal limabelas malam, sumber lain  menyatakan  satu  bulan.
	Disuruhnya  supaya  orang bersiap-siap untuk menyerbu Khaibar,
	dengan syarat hanya mereka yang ikut ke  Hudaibiya  saja  yang
	boleh  menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang
	yang akan dibagikan.
 
	Sebanyak seribu  enam  ratus  orang  dengan  seratus  kavaleri
	Muslimin  itu  sekarang  berangkat  lagi. Mereka semua percaya
	akan adanya pertolongan Tuhan, mereka masih ingat akan  firman
	Tuhan dalam Surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiya.
 
	"Orang-orang  yang tinggal di belakang itu akan berkata ketika
	kamu berangkat mengambil harta rampasan perang:  Biarlah  kami
	turut  bersama-sama  kamu.  Mereka  hendak  mengubah  perintah
	Tuhan. Katakanlah: Kamu tidak akan  turut  bersama-sama  kami.
	Begitulah Allah telah menyatakan sejak dulu. Nanti mereka akan
	berkata lagi: Tetapi kamu dengki kepada  kami.  Tidak.  Mereka
	yang mengerti hanya sedikit saja." (Qur'an, 48: 15)
 
	Jarak  antara  Khaibar  dengan Medinah itu mereka tempuh dalam
	waktu tiga hari. Dengan tiada mereka rasakan ternyata malamnya
	mereka  telah  berada  di depan perbentengan Khaibar. Keesokan
	harinya  bila  pekerja-pekerja  Khaibar  berangkat  kerja   ke
	ladang-ladang  dengan  membawa  sekop  dan  keranjang, setelah
	melihat   pasukan   Muslimin,    mereka    berlarian    sambil
	berteriak-teriak:
 
	"Muhammad dengan pasukannya!"
 
	Ketika mendengar suara mereka itu Rasul berkata:
 
	"Khaibar  binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini,
	maka pagi  itu  amat  buruk  buat  mereka  yang  telah  diberi
	peringatan itu."

	Akan  tetapi  Yahudi  Khaibar  memang  sudah  menanti-nantikan
	Muhammad akan menyerang mereka.  Mereka  ingin  mencari  jalan
	membebaskan  diri.  Sebagian  mereka  ini ada yang menyarankan
	supaya cepat-cepat dibentuk sebuah  blok,  yang  terdiri  dari
	mereka  dan  Yahudi  Wadi'l-Qura dan Taima, yang akan langsung
	menyerbu Yathrib (Medinah) tanpa  menggantungkan  diri  kepada
	kabilah-kabilah  Arab  yang  lain.  Sedang  yang sebagian lagi
	berpendapat  supaya  masuk  saja   bersekutu   dengan   Rasul,
	kalau-kalau kebencian terhadap mereka dapat terhapus dari hati
	kaum Muslimin - terutama dari pihak  Anshar  -  setelah  dalam
	kenyataan  Huyayy  b.  Akhtab  dan  segolongan  Yahudi lainnya
	terlibat dalam  usaha  menghasut  kabilah-kabilah  Arab  untuk
	menyerang  Medinah  dan  secara  kekerasan  mengadakan  perang
	Parit. Akan tetapi semangat kedua belah pihak sudah  memuncak,
	sehingga  sebelum  terjadi  perang  pihak Muslimin sudah lebih
	dulu    berhasil    menewaskan    pemimpin-pemimpin    Khaibar
	masing-masing  Sallam  b.  Abi'l-Huqaiq  dan Yasir ibn Razzam.
	Oleh karena golongan Yahudi selalu  mengadakan  kontak  dengan
	Ghatafan  tatkala  pertama  kali  tersiar berita Muhammad akan
	menyerang   mereka,   cepat-cepat   mereka   meminta   bantuan
	kabilah-kabilah  itu.  Mengenai  Ghatafan ini, para ahli masih
	berbeda pendapat: Jadikah kabilah ini memberikan bala bantuan,
	ataukah  pasukan  Muslimin  sudah  memutuskan  hubungan dengan
	Khaibar?
 
	Lepas dari apakah Ghatafan ini sampai  membantu  pihak  Yahudi
	atau malah menjauhkan diri setelah Muhammad menjanjikan hendak
	memberikan harta rampasan  perang  nanti,  namun  kenyataannya
	peperangan  ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi;
	mengingat  pula  kelompok-kelompok  Yahudi  di   Khaibar   ini
	merupakan  koloni  Israil  yang  terkuat  yang paling kaya dan
	paling  besar  pula  persenjataannya.  Disamping   itu   pihak
	Muslimin  pun  sudah  yakin  sekali, bahwa selama Yahudi tetap
	menjadi duri dalam daging seluruh  jazirah,  maka  selama  itu
	pula  persaingan  antara agama Musa dengan agama baru ini akan
	jadi panjang tanpa dapat mencapai suatu  penyelesaian.  Dengan
	demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
 
	Sebaliknya  pihak  Quraisy  dan  seluruh jazirah Arab berbaris
	menonton peperangan ini. Dari kalangan Quraisy sampai ada yang
	berani  bertaruh  mengenai kesudahan perang itu dan siapa pula
	yang  akan  menang.  Kebanyakan  Quraisy  mengharapkan   pihak
	Muslimin   akan   mengalami   kehancuran,   melihat   kukuhnya
	benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal serta letaknya  di
	atas  batu-batu karang dan gunung, disamping pengalaman mereka
	yang cukup lama dalam medan perang.

	Dengan persiapan senjata yang  cukup  kaum  Muslimin  sekarang
	sudah berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang
	berunding dengan sesama  mereka.  Pemimpin  mereka  Sallam  b.
	Misykam  menyarankan,  supaya  harta-benda  dan sanak keluarga
	mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih  dan  Sulalim,  bahan
	makanan  dan  perlengkapan  dimasukkan ke dalam benteng Na'im,
	perajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke  dalam  benteng
	Natat  dan  Sallam  b.  Misykam  sendiri  bersama-sama mereka,
	mengerahkan mereka dalam peperangan.
 
	Sekarang kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan  di  sekitar
	benteng  Natat dan pertempuran mati-matian sudah pula dimulai.
	Dalam hal ini sampai ada yang berkata:  "Yang  luka-luka  dari
	pihak  Muslimin  sebanyak limapuluh orang. Apalagi jumlah yang
	luka-luka dari pihak Yahudi."
 
	Setelah Sallam b. Misykam  tewas,  maka  pimpinan  pasukan  di
	pegang oleh Harith b. Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im
	itu dengan maksud hendak menggempur  pasukan  Muslimin  Tetapi
	oleh  Khazraj  ia  dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke
	bentengnya. Pihak Muslimin lalu memperketat  kepungannya  atas
	benteng-benteng  Khaibar  itu  sedang pihak Yahudi mati-matian
	mempertahankan  dengan  keyakinan,  bahwa   kekalahan   mereka
	menghadapi Muhammad berarti suatu penumpasan terakhir terhadap
	Banu Israil di negeri-negeri Arab.
 
	Hal ini  berlangsung  selama  beberapa  hari.  Kemudian  Rasul
	menyerahkan  bendera  kepada  Abu Bakr supaya memasuki benteng
	Na'im. Tetapi setelah terjadi  pertempuran  ia  kembali  tanpa
	berhasil  menaklukkan  benteng itu. Keesokan harinya pagi-pagi
	Rasui menugaskan Umar bin'l-Khattab. Tetapi dia pun  mengalami
	nasib  yang  sama  seperti Abu Bakr. Sekarang Ali b. Abi Talib
	yang dipanggilnya seraya katanya:
 
	"Pegang bendera ini dan bawa  terus  sampai  Tuhan  memberikan
	kemenangan kepadamu."

	Ali  berangkat  membawa  bendera  itu. Setelah ia berada dekat
	dari benteng, penghuni benteng itu  keluar  menghadapinya  dan
	seketika  itu  juga  pertempuran  pun  terjadi.  Salah seorang
	Yahudi  dapat  memukulnya  dan  perisai  yang   di   tangannya
	terlempar.  Tetapi Ali segera menyambar daun pintu yang ada di
	benteng dan dengan memperisaikan  daun  pintu  yang  masih  di
	tangan  itu  ia  terus  bertempur.  Benteng itu akhirnya dapat
	didobraknya. Kemudian daun pintu  tadi  dijadikannya  jembatan
	dan  dengan  "jembatan"  ini  kaum  Muslimin dapat menyeberang
	masuk ke dalam benteng itu. Akan tetapi benteng Na'im ini baru
	jatuh  setelah komandannya, Harith b. Abi Zainab terbunuh. Hal
	ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi itu mati-matian
	bertempur  dan  betapa  pula  pihak  Muslimin juga mati-matian
	mengepung dan menyerbu.
 
	Setelah  benteng  Na'im   jatuh,   sekarang   pihak   Muslimin
	menaklukkan   benteng   Qamush   setelah  lebih  dulu  terjadi
	pertempuran sengit. Oleh karena persediaan bahan makanan  pada
	mereka  (Muslimin)  sudah  tidak  mencukupi  lagi terpaksa ada
	beberapa orang yang datang kepada Muhammad mengeluh, dan minta
	sesuatu  sekadar dapat menyambung hidup, dan oleh karena tidak
	ada sesuatu yang dapat diberikannya kepada  mereka  itu,  maka
	mereka  diijinkan  makan  daging  kuda.  Dalam  pada itu salah
	seorang dari pihak  Muslimin  melihat  ada  sekawanan  kambing
	memasuki  salah  satu  benteng  Yahudi  itu.  Dua ekor kambing
	diantaranya dapat mereka tangkap,  lalu  mereka  sembelih  dan
	mereka makan bersama-sama.
 
	Akan  tetapi,  setelah  mereka  menaklukkan  benteng  Sha'b b-
	Mu'adh, kebutuhan mereka sekarang sudah tidak begitu  mendesak
	lagi,  sebab  ternyata  di tempat ini persediaan makanan cukup
	banyak,  yang  akan  memungkinkan   lagi   mereka   meneruskan
	perjuangan  melawan  Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang
	ada lainnya. Sementara itu  tidak  sejengkal  tanah  pun  atau
	sebuah  benteng pun mau diserahkan kepada pihak Yahudi sebelum
	mereka benar-benar mempertahankannya secara heroik dan setelah
	dengan  segala  tenaga  mereka  berusaha  membendung  serangan
	Muslimin itu. Dengan terlebih dulu menyiapkan persenjataan dan
	perlengkapan  untuk  berperang,  tiba-tiba keluar Marhab orang
	Yahudi  itu  dari  salah  satu  benteng  sambil   ia   membaca
	sajak-sajak ini:
 
	   Khaibar sudah mengenal
	   Akulah Marhab
	   Memanggul senjata pahlawan teruji
	   Kadang menetak sekali memukul
	   Bila singa sudah muncul
	   Maka ia pun menggeram murka
	   Pertahananku
	   Inilah pertahanan tak terkalahkan
	   Segala serangan terlumpuhkan oleh si pendekar
 
	Mendengar itu Muhammad berseru kepada sahabat-sahabatnya:
 
	"Siapa yang akan menjawab ini."
 
	Saat itu juga Muhammad b. Maslama menjawab:
 
	"Saya  ya Rasulullah. Saya yang harus berontak menuntut balas.
	Saudara saya kemarin dibunuh."
	                                   			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1