BAGIAN KESEBELAS: PERANG UHUD1 (3/3)
Muhammad Husain Haekal
Tindakan ini tidak disadari oleh pihak Muslimin. Mereka sangat
sibuk untuk memperhatikan soal itu atau soal apapun, karena
sedang menghadapi harta rampasan perang yang mereka keduk
habis-habisan itu, sehingga tiada seorangpun yang membiarkan
apa saja yang dapat mereka ambil. Sementara mereka sedang
dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Khalid bin'l-Walid berseru
sekuat-kuatnya, dan sekaligus pihak Quraisypun mengerti, bahwa
ia telah dapat membalikkan anak buahnya ke belakang tentara
Muslimin. Mereka yang tadinya sudah terpukul mundur sekarang
kembali lagi maju dan mendera Muslimin dengan pukulan maut
yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu berbalik.
Setiap Muslim telah melemparkan kembali hasil renggutan yang
sudah ada di tangan itu, dan kembali pula mereka mencabut
pedang hendak bertempur lagi.
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah centang-perenang,
persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan teladan dari
kalangan Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka
yang tadinya berjuang dengan perintah Tuhan hendak
mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan
diri dari cengkaman maut, dari lembah kehinaan. Mereka yang
tadinya berjuang dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang
dengan bercerai-berai. Tak tahu lagi haluan hendak kemana.
Tadinya mereka berjuang di bawah satu pimpinan yang kuat dan
teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan lagi.
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan
pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya.
Dalam pada itu terdengar pula ada suara orang
berteriak-teriak, bahwa Muhammad sudah terbunuh. Keadaan makin
panik, makin kacau-balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, jadi
saling bunuh-membunuh, satu sama lain saling
hantam-menghantam, dengan tiada mereka sadari lagi karena
mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah kebingungan. Kaum Muslimin
telah membunuh sesama Muslim, Husail b. Jabir membunuh Abu
Hudhaifa karena sudah tidak diketahuinya lagi. Yang paling
penting bagi setiap Muslim ialah menyelamatkan diri; kecuali
mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali b.
Abi Talib misalnya.
Akan tetapi begitu Quraisy mendengar Muhammad telah terbunuh,
seperti banjir mereka terjun mengalir ke jurusan tempat dia
tadinya berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang
membunuhnya atau ikut memegang peranan didalamnya, suatu hal
yang akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika itulah
Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi bertindak
mengelilinginya, menjaga dan melindunginya. Iman mereka telah
tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka kembali mendambakan
mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tak ada arti lagi.
Iman mereka makin besar, keberanian mereka makin bertambah
bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu
telah mengenai diri Nabi. Gigi gerahamnya yang setelah
terkena, wajahnya pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. Dua
keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajahnya,
telah menusuk pula menembusi pipinya. Batu-batu yang
menimpanya itu dilemparkan oleh 'Utba b. Abi Waqqash.
Sekarang Rasul dapat menguasai diri. Ia berJalan sambil
dikelilingi oleh sahabat-sahabat. Tetapi tiba-tiba ia
terperosok kedalam sebuah lubang yang sengaja digali oleh Abu
'Amir guna menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat Ali b. Abi
Talib menghampirinya, dipegangnya tangannya, dan Talha bin
'Ubaidillah mengangkatnya hingga ia berdiri kembali. Ia
meneruskan perjalanan dengan sahabat-sahabatnya itu, terus
mendaki Gunung Uhud, dan dengan demikian dapat menyelamatkan
diri dari kejaran musuh.
Pada waktu itu juga Muslimin berkumpul di sekitar mereka.
Dalam membela Rasul dan menjaga keselamatannya, mereka
bersedia mati. Hari itu menjelang tengah hari, Umm 'Umara6
seorang wanita Anshar, berangkat pula membawa air berkeliling
dengan membagi-bagikan air itu kepada Muslimin yang sedang
berjuang itu. Setelah melihat Muslimin terpukul mundur,
dilemparkannya tempat air itu dan dengan menghunus pedang
wanita itu terjun pula ikut bertempur, Ikut melindungi
Muhammad dengan pedang dan dengan melepaskan anak panah,
sehingga karenanya dia sendiri mengalami luka-luka. Sementara
Abu Dujana membuat dirinya sebagai perisai melindungi
Rasulullah, dengan membungkukkan punggungnya, sehingga
lemparan anak panah musuh mengenai dirinya. Sedang disamping
Muhammad Sa'd b. Abi Waqqash melepaskan pula panahnya dan
Muhammad memberikan anak panah itu seraya berkata: "Lepaskan
(anak panah itu). Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu."7
Sebelum itu Muhammad melepaskan sendiri anak panahnya,
sampai-sampai ujung busurnya itu patah.
Adapun mereka yang mengira Muhammad telah tewas termasuk
diantara mereka itu Abu Bakr dan Umar pergi ke arah gunung
dan mereka ini sudah pasrah. Hal ini diketahui oleh Anas
bin'n-Nadzr yang lalu berkata kepada mereka:
"Kenapa kamu duduk-duduk di sini?"
"Rasulullah sudah terbunuh," jawab mereka.
"Perlu apa lagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah
kita juga mati untuk tujuan yang sama."
Kemudian ia maju menghadapi musuh. Ia bertempur mati-matian,
bertempur tiada taranya. Akhimya ia baru menemui ajalnya
setelah mengalami tujuhpuluh pukulan musuh, sehingga ketika
itu orang tidak dapat lagi mengenalnya, kalau tidak karena
saudara perempuannya yang datang dan dapat mengenal dia dari
ujung jarinya.
Karena sudah percaya sekali akan kematian Muhammad, bukan main
girangnya pihak Quraisy waktu itu, Abu Sufyanpun sibuk pula
mencarinya di tengah-tengah para korban. Soalnya ialah mereka
yang telah menjaga keselamatan Rasulullah tidak membantah
berita kematiannya itu, sebab memang diperintahkan demikian
oleh Rasul, dengan maksud supaya pihak Quraisy jangan sampai
memperbanyak lagi jumlah pasukannya yang berarti akan
memberikan kemenangan kepada mereka.
Akan tetapi tatkala Ka'b bin Malik datang mendekati Abu Dujana
dan anak buahnya, ia segera mengenal Muhammad waktu dilihatnya
sinar matanya yang berkilau dan balik topi besi penutup
mukanya itu. Ia memanggil-manggil dengan suara yang
sekeras-kerasnya:
"Saudara-saudara kaum Muslimin! Selamat, selamat! Ini
Rasulullah!"
Ketika itu Nabi memberi isyarat kepadanya supaya diam. Tetapi
begitu Muslimin mengetahui hal itu, Nabi segera mereka angkat
dan iapun berjalan pula bersama mereka ke arah celah bukit
didampingi oleh Abu Bakr, Umar, Ali b. Abi Talib, Zubair
bin'l-'Awwam dan yang lain. Teriakan Ka'b itu pada pihak
Quraisy juga ada pengaruhnya. Memang benar, bahwa sebahagian
besar mereka tidak mempercayai teriakan itu, sebab menurut
anggapan mereka itu hanya untuk memperkuat semangat kaum
Muslimin saja. Tetapi dari mereka itu ada juga yang lalu
segera pergi mengikuti Muhammad dan rombongannya itu dari
belakang. Ubayy b. Khalaf kemudian dapat menyusul mereka, dan
lalu bertanya:
"Mana Muhammad?! Aku tidak akan selamat kalau dia yang masih
selamat," katanya.
Waktu itu juga oleh Rasul ia ditetaknya dengan tombak Harith
bin'sh-Shimma demikian rupa, sehingga ia terhuyung-huyung
diatas kudanya dan kembali pulang untuk kemudian mati di
tengah jalan.
Sesampainya Muslimin di ujung bukit itu, Ali pergi lagi
mengisi air ke dalam perisai kulitnya. Darah yang di wajah
Muhammad dibasuhnya serta menyirami kepalanya dengan air. Dua
keping pecahan rantai besi penutup muka yangmenembus wajah
Rasul itu oleh Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah dicabut sampai dua
buah gigi serinya tanggal.
Selama mereka dalam keadaan itu tiba-tiba Khalid bin'l-Walid
dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas bukit. Tetapi
Umar bin'l-Khattab dengan beberapa orang sahabat Rasul segera
menyerang dan berhasil mengusir mereka. Sementara itu
orang-orang Islam sudah makin tinggi mendaki gunung. Tetapi
keadaan mereka sudah begitu payah, begitu letih tampaknya,
sampai-sampai Nabi melakukan salat lohor sambil duduk - juga
karena luka-luka yang dideritanya, - demikian juga kaum
Muslimin yang lain melakukan salat makmum di belakangnya,
sambil duduk pula.
Sebaliknya pihak Quraisy dengan kemenangannya itu mereka sudah
girang sekali. Terhadap peristiwa perang Badr mereka merasa
sudah sungguh-sungguh dapat membalas dendam. Seperti kata Abu
Sufyan: "Yang sekarang ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai
jumpa lagi tahun depan!"
Tetapi isterinya, Hindun bint 'Utba tidak cukup hanya dengan
kemenangan, dan tidak cukup hanya dengan tewasnya Hamzah b.
Abd'l-Muttalib, malah bersama-sama dengan warġita wanita lain
dalam rombongannya itu ia pergi lagi hendak menganiaya
mayat-mayat Muslimin; mereka memotongi telinga-telinga dan
hidung-hidung mayat itu, yang oleh Hindun lalu dipakainya
sebagai kalung dan anting-anting. Kemudian diteruskannya lagi,
dibedahnya perut Hamzah, dikeluarkannya jantungnya, lalu
dikunyahnya dengan giginya; tapi ia tak dapat menelannya.
Begitu kejinya perbuatannya itu, begitu juga perbuatan
wanita-wanita anggota rombongannya, bankan kaum prianyapun
turut pula melakukan kejahatan serupa itu, sehingga Abu Sufyan
sendiri menyatakan lepas tangan dari perbuatan itu. Ia
menyatakan, bahwa dia samasekali tidak memerintahkan orang
berbuat serupa itu, sekalipun dia sudah terlibat di dalamnya.
Bahkan ia pernah berkata, yang ditujukan kepada salah seorang
Islam. "Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan. Tapi aku
sungguh tidak senang, juga tidak benci; aku tidak melarang,
juga tidak memerintahkan."
Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri. Quraisypun pergi.
Sekarang kaum Muslimin kembali ke garis depan guna menguburkan
mayat-mayatnya pula. Kemudian Muhammad pergi hendak mencari
Hamzah, pamannya. Bilamana kemudian ia melihatnya sudah
dianiaya dan perutnya sudah dibedah, ia merasa sangat sedih
sekali, sehingga ia berkata:
"Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti kau ini.
Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu
menimbulkan amarahku seperti kejadian ini." Lalu katanya
lagi: "Demi Allah, kalau pada suatu ketika Tuhan memberikan
kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya akan kuaniaya
mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang
Arab."
Dalam kejadian inilah firman Tuhan turun.
"Dan kalau kamu mengadakan pembalasan, balaslah seperti yang
mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu tabah hati,
itulah yang paling baik bagi mereka yang berhati tabah
(sabar). Dan hendaklah kau tabahkan hatimu, dan ketabahan
hatimu itu hanyalah dengan berpegang kepada Tuhan. Jangan pula
engkau bersedih hati terhadap mereka, jangan engkau bersesak
dada menghadapi apa yang mereka rencanakan itu." (Qur'an, 16:
126 - 127)
Lalu Rasulullah memaafkan mereka, ditabahkannya hatinya dan ia
melarang orang melakukan penganiayaan. Diselubunginya jenazah
Hamzah itu dengan mantelnya lalu disembahyangkannya. Ketika
itu Shafia bt Abd'l-Muttailb - saudara perempuannya - juga
datang. Ditatapnya saudaranya itu, lalu ia pun
menyembahyangkannya dan mendoakan pengampunan baginya.
Nabi memerintahkan supaya korban-korban itu dikuburkan di
tempat mereka menemui ajalnya dan Hamzah juga dikuburkan.
Sesudah itu kaum Muslimin berangkat pulang ke Medinah, dibawah
pimpinan Muhammad, dengan meninggalkan 70 orang korban.
Kepedihan terasa sekali melecut hati mereka; karena kehancuran
yang mereka alami setelah mendapat kemenangan, karena rasa
hina serta rendah diri yang menimpa mereka, setelah mendapat
sukses yang gilang-gemilang. Semua kejadian itu ialah karena
pasukan pemanah sudah melanggar perintah Nabi. Muslimin sudah
terlalu sibuk mengurus rampasan perang dari pihak musuh.
Nabi memasuki rumahnya dengan penuh pikiran. Orang-orang
Yahudi, orang-orang munafik dan musyrik di Yathrib
memperlihatkan perasaan gembira yang luarbiasa melihat
kehancuran yang dialaminya dan dialami sahabat-sahabatnya itu.
Kewibawaan Muslimin di Medinah yang sudah mulai stabil, dan
tak ada lagi pihak yang merongrongnya, sekarang sudah hampir
pula goncang dan goyah.
Abdullah b. Ubayy b. Salul sudah berbalik dari rombongan itu,
ia pulang kembali dari Uhud, tidak ikut serta dalam
pertempuran, dengan alasan bahwa karena Muhammad tidak mau
menerima pendapatnya, atau karena Muhammad marah kepada
orang-orang Yahudi anak buahnya. Sekiranya kekalahan Uhud itu
merupakan keputusan terakhir dalam hubungannya antara Muslimin
dengan Quraisy yang akan menentukan kedudukan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya di kalangan Arab, tentu kewibawaan mereka
di Yathrib akan goyah dan akan menjadi sasaran ejekan Quraisy.
Di mana-mana di seluruh jazirah Arab akan disebarkan pula
cemoohan-cemoohan demikian itu. Sekiranya ini jugalah yang
terjadi tentu akibatnya akan memberikan keberanian kepada
orang-orang musyrik dan penyembah-penyembah berhala terhadap
agama Allah. Maka ini berarti suatu bencana besar.
Oleh karena itu harus ada pukulan yang benar-benar berani,
yang akan dapat mengurangi beban kekalahan selama di Uhud,
akan mengembalikan kekuatan moril Muslimin dan sekaligus dapat
menimbulkan kegentaran pada pihak Yahudi dan orang-orang
munafik. Dengan demikian kewibawaan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya di Yathrib akan kembali kuat seperti
sediakala.
Keesokan harinya setelah peristiwa Uhud - yang terjadi pada
malam 16 Syawal (tahun ke 5 Hijrah) - salah seorang muazzin
Nabi berseru kepada Muslimin dan mengerahkan mereka supaya
bersiap-siap menghadapi musuh dan mengadakan pengejaran.
Tetapi yang dimintanya hanya mereka yang pernah turut dalam
peperangan itu. Setelah kaum Muslimin berangkat, pihak Abu
Sufyan merasa ketakutan sekali, bahwa musuhnya yang dari
Medinah itu sekarang datang dengan bantuan baru. Tidak berani
ia menghadapi mereka.
Sementara itu Muhammad pun sudah sampai pula di Hamra'
'l-Asad.8 Sedang Abu Sufyan dan teman-temannya berada di
Rauha'. Waktu itu Ma'bad al-Khuza'i lewat dan sebelumnya ia
sudah pula lewat di tempat Muhammad dan rombongannya itu. Ia
ditanya oleh Abu Sufyan tentang keadaan mereka itu, yang oleh
Ma'bad - ketika itu ia masih dalam syirik -dijawab:
"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat mau mencari
kamu, dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu.
Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang mereka
menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua terdiri dari
orang-orang yang sangat geram kepadamu, orang-orang yang
hendak membalas dendam."
Akan terpikir juga oleh Abu Sufyan bagaimana pula nanti
akibatnya apabila ia lari dari Muhammad dan tidak sampai
memghadapinya sesudah ia pernah mendapat kemenangan?! Bukankah
Quraisy nanti akan dicemooh oleh orang-orang Arab seperti yang
pernah diinginkannya akan terjadi demikian terhadap Muhammad
dan sahabat-sahabatnya?! Baiklah, misalnya ia kembali
menghadapi Muhammad lalu ia dikalahkan oleh Muslimin, bukanlah
itu berarti bahwa bagi Quraisy sudah tamat riwayatnya dan
tidak akan pernah bangun kembali!? Lalu dicarinya suatu helat,
diusutnya sebuah kafilah dari suku Abd'l-Qais pergi ke Medinah
dengan memberitahukan kepada Muhammad bahwa ia (Abu Sufyan)
sudah memutuskan akan berangkat menyerbu, dia dan
sahabat-sahabatnya akan digempur dan dikikis habis sampai ke
sisa-sisanya. Setelah oleh rombongan pesan itu disampaikan
kepada Muhammad di Hamra' 'l-Asad, sedikitpun semangat dan
ketabahannya tidak goyah. Bahkan sepanjang malam selama tiga
hari itu terus-menerus ia memasang api unggun, sekalian mau
menunjukkan kepada Quraisy bahwa ia tetap siap-siaga dan
menunggu kedatangan mereka. Akhirnya semangat Abu Sufyan dan
orang-orang Quraisy jadi buyar sendiri. Mereka lebih suka
bertahan dengan kemenangan di Uhud itu. Kemudian merekapun
kembali pulang menuju arah ke Mekah.
Muhammad juga lalu kembali ke Medinah. Sudah banyak posisi
yang dapat diambil kembali setelah tadinya mengalami kegoyahan
akibat peristiwa Uhud itu, meskipun kaum munafik mulai pula
mengangkat kepala menertawakan kaum Muslimin sambil
menanyakan: Kalau peristiwa Badr itu merupakan pertanda dari
Tuhan atas kerasulan Muhammad, maka dengan peristiwa Uhud itu
apa pula konon pertandanya dan apa yang akan jadi alamatnya??!
Catatan kaki:
1 Uhud, sebuah gunung, terletak sebelah utara Medinah (A).
2 Ahabisy ialah suatu gabungan kabilah-kabilah dan
suku-suku kecil, dengan al-Harith b. 'Abd Manaf b.
Kinana sebagai pemukanya. Hubungan mereka dekat sekali
dengan Quraisy (A).
3 Juhfa sebuah tempat sepanjang jalan Medinah-Mekah,
tiga atau empat hari perjaianan dari Mekah; juga
merupakan tempat pertemuan orang-orang Mesir dan Syam.
4 Sebuah kabilah dari Ta'if (A)
5 Syaikhan nama sebuah tempat; pada masa Jahiliah konon
di tempat itu terdapat dua buah kubu untuk dua orang
tua yang buta, pria dan wanita, yang sedang
bercakap-cakap. Maka tempat itu dinamai asy-Syaikhan
(harfiah berarti dua orang tua).
6 Namanya Nasiba, isteri Zaid b. 'Ashim (A).
7 Diucapkan sebagai tanda cinta dan mendoakan kebaikan
kepadanya (A).
8 Sebuah tempat sejauh 8 mil dari Medinah.
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|