Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM    (1/3)
 
Ketentuan Zakat dan Kharaj - Berita Rumawi  bersiap  siap  -
Seruan  Muhammad  menghadapi  Rumawi  -  Muslimin  menyambut
seruan  Rasul  -  Mereka  yang  tinggal  di   belakang   dan
orang-orang  Munafik  -  Muhammad  bersikap  tegas - Tentara
Rumawi - Jalan ke Syam yang panas membakar - Rumawi  menarik
diri  ketakutan  -  Perjanjian  dengan Yohanna dan para amir
perbatasan - Kembali ke Medinah - Ibrahim sakit  -  Muhammad
meratapi kematian Ibrahim.
 
PERISTIWA rumah-tangga serta ketegangan dan kegelisahan yang
timbul antara  Nabi  dengan  isteri-isterinya  tidak  sampai
mengubah   segala  sesuatu  mengenai  masalah-masalah  umum.
Setelah Mekah dibebaskan  dan  penduduk  kota  itu  menerima
Islam,  sekarang masalah-masalah umum itu sudah terasa makin
penting  sekali.  Seluruh  masyarakat   Arab   sudah   mulai
merasakan  betapa  pentingnya  hal itu. Rumah Suci itu sudah
merupakan  tempat  suci  buat  orang  Arab,  tempat   mereka
berziarah  sejak  berabad-abad  lamanya.  Rumah Suci ini dan
segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu  -  penjagaan,
penyediaan  makanan  dan  air serta hal-hal yang berhubungan
dengan masalah haji dari pelbagai macam upacara  -  sekarang
berada  di  tangan Muhammad dan di bawah undang-undang agama
baru ini. Sudah  tentu  sekali  dengan  dibebaskannya  Mekah
masalah-masalah   umum   di   kalangan  Muslimin  akan  jadi
bertambah,  dan  kaum  Muslimin  pun  akan  bertambah   pula
merasakan  akan  adanya  pengaruh  mereka  di segala pelosok
jazirah. Dengan bertambahnya masalah-masalah umum ini dengan
sendirinya   akan   bertambah  pula  pengeluaran-pengeluaran
masyarakat umum itu.
 
Oleh karena  itu  kaum  Muslimin  harus  mengeluarkan  zakat
'usyr1  dan  orang-orang  Arab  yang  masih  bertahan dengan
jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj  (pajak  tanah).
Hal  ini  menimbulkan kegelisahan di kalangan mereka; kadang
mereka  menggerutu,  bahkan   lebih   dari   hanya   sekadar
menggerutu.  Akan  tetapi,  peraturan  baru yang berhubungan
dengan agama baru ini, soal pemungutan 'usyr dan  kharaj  di
seluruh  jazirah  belum merupakan suatu jalan ke luar. Untuk
maksud itu Muhammad kemudian mengutus  sahabat-sahabatnya  -
tak  lama  setelah  ia  kembali  dari Mekah - untuk memungut
'usyr dari penghasilan  para  kabilah  yang  sudah  beragama
Islam  tanpa  mengusik-usik  modal  pokok.  Mereka semua itu
berangkat menuju tujuannya masing-masing, dan  para  kabilah
itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali dan zakat 'usyr
itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada  pihak
yang  mau  mengelak  dari itu selain daripada anak-suku dari
Banu Tamim dan Banu'l-Mushtaliq. Sementara zakat  'usyr  itu
dikenakan  kepada  kabilah-kabilah  dekat kabilah Banu Tamim
yang mereka laksanakan berupa ternak  dan  harta,  tiba-tiba
Banu'l-'Anbar  [anak  suku  Banu  Tamim], sebelum mereka itu
dimintai zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan  pedang
mengusir petugas itu dari daerahnya.
 
Setelah  berita  ini  disampaikan kepada Muhammad, ia segera
menugaskan  'Uyaina  b.  Hishn  memimpin  lima  puluh  orang
anggota  pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu
mereka dan mereka pun lari tunggang-langgang.    Lebih  dari
limapuluh orang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak
menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa  pulang  ke  Medinah.
Tawanan  itu  oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim
ini sudah  ada  sejumlah  kaum  Muslimin  yang  pernah  ikut
berperang  di  samping  Nabi  dalam membebaskan Mekah dan di
Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam jahiliah.
 
Setelah mengetahui apa  yang  terjadi  terhadap  kawan-kawan
mereka  dari Banu'l-'Anbar itu, mereka mengirimkan utusan ke
Medinah, terdiri dari  pemuka-pemuka  mereka  sendiri.  Bila
mereka sudah sampai di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi
dari luar kamar:  Muhammad,  keluarlah  ke  mari.  Panggilan
mereka  ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan
keluar menemui mereka, kalau tidak  karena  terdengar  suara
azan  sembahyang  lohor.  Begitu mereka melihat Nabi, segera
mereka melaporkan apa yang telah dilakukan 'Uyaina  terhadap
golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang beberapa
orang  yang  sudah  masuk  Islam  dan  pernah  berjuang   di
sampingnya,  selanjutnya  dikatakan  betapa kedudukan mereka
itu di tengah-tengah masyarakat Arab.
 
"Kami kemari hendak berlumba," kata  mereka  lagi.  "Berilah
ijin kepada penyair dan orator kami."
 
Kemudian  juru  pidato  mereka,  'Utarid b. Hajib berpidato.
Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit b.  Qais  untuk
membalasnya.  Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan b. Badr
membacakan sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan  b.
Thabit.  Setelah  selesai  perlombaan  itu,  'Afra' b. Habis
berkata: Orang ini  memang  tepat  sekali.  Oratornya  lebih
ulung  dari  orator  kita, penyairnya juga lebih pandai dari
penyair kita dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita.
Dan  rombongan  itu  pun menerima Islam. Tawanan-tawanan itu
oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.
 
Ada pun Banu Mushtaliq, begitu mereka melihat pemungut zakat
dan  pajak,  mereka lari ketakutan. Kemudian mereka mengutus
orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya  kekuatiran  yang
tidak  pada  tempatnya  itu  telah  menimbulkan adanya salah
paham.
 
Pengaruh  Muhammad  kini  sudah  mulai  terasa   sampai   ke
pelosok-pelosok  jazirah.  Setiap  ada golongan atau kabilah
yang mencoba-coba hendak melawan pengaruh  itu,  Nabi  sudah
siap  pula  mengirimkan  kekuatan  ke  sana dan mengharuskan
mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap dalam kepercayaan
mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.
 
Sementara  perhatiannya  sedang diarahkan ke seluruh jazirah
Arab  supaya  jangan  lagi  ada  pihak   yang   akan   dapat
menggoyahkan,   dan   keamanan   di   seluruh   wilayah  itu
benar-benar aman sampai ke  pelosok-pelosok,  tiba-tiba  ada
berita  sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa negara itu
sedang  menyiapkan  sebuah  pasukan  tentara   yang   hendak
menyerang  perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu
serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan  mundur
yang  secara  cerdik dilakukan pihak Arab di Mu'ta dulu itu.
Juga akan membuat orang lupa  akan  pengaruh  Muslimin  yang
deras   maju  ke  segenap  penjuru  yang  hendak  membendung
kekuasaan Rumawi di  Syam  dan  kekuasaan  Persia  di  Hira.
Berita   itu  tiba  sudah  begitu  konkrit.  Ia  tidak  lagi
ragu-ragu  dalam  mengambil  kesempatan   ini.   Ia   hendak
menghadapi  sendiri  kekuatan  itu dan akan menghancurkannya
sekali dengan  mengikis  habis  setiap  harapan  dalam  hati
pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan
mengganggu kawasan itu.
 
Ketika itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada
awal  musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi
itu merupakan musim maut yang  sangat  mencekam  di  wilayah
padang  pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah
ke Syam, selain perjalanan yang panjang  juga  sangat  sukar
sekali   ditempuh.  Perlu  ada  keuletan,  persediaan  bahan
makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain  Muhammad  harus
memberitahukan  niatnya  hendak  berangkat menghadapi Rumawi
itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak  ada
jalan  lain  juga  harus  menyimpang  pula dari kebiasaannya
dalam ekspedisi-ekspedisinya yang  sudah-sudah,  yang  dalam
memimpin   pasukannya  sering  ia  menuju  ke  jurusan  lain
daripada yang sebenarnya  dituju,  untuk  menyesatkan  pihak
musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
 
Kemudian    Muhammad   menyerukan   kepada   semua   kabilah
bersiap-siap   dengan   pasukan   yang   sebesar    mungkin.
Orang-orang  kaya  dari  kalangan  Muslimin  juga dimintanya
supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan  harta
yang   ada   pada  mereka  serta  mengerahkan  orang  supaya
sama-sama menggabungkan diri ke dalam  pasukan  itu.  Dengan
demikian,  itu  akan  berarti  sekali sehingga dapat membawa
rasa cemas kedalam jiwa pihak Rumawi,  yang  sudah  terkenal
oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.

Bagaimana  gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang
berarti harus meninggalkan  isteri,  anak  dan  harta-benda,
dalam  panas  musim  yang  begitu  dahsyat, dalam mengarungi
lautan tandus padang sahara, kering, air pun  tak  seberapa,
kemudian  harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan
Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin?  Akan
tetapi  iman  mereka,  kecintaan  mereka kepada Rasul, serta
kemesraan kepada agama, mereka pun terjun  menyambut  seruan
itu,  berangkat  dalam  satu  arak-arakan yang rasanya dapat
menyempitkan ruang padang  sahara  itu,  sambil  mengerahkan
semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata ditangan,
dengan  debu  yang  sudah  mengepul,  yang   begitu   sampai
beritanya  kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang.
Ataukah barangkali perjalanan  yang  begitu  sulit  itu,  di
bawah  lecutan  udara panas, dibawah ancaman lapar dan haus,
mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
 
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada  pada  waktu  itu.
Ada  yang  menyambut  agama  ini dengan hati yang bersemarak
cahaya dan  bimbingan  Tuhan,  hati  yang  sudah  berkilauan
cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang
masuk agama dengan suatu harapan, dan  dengan  rasa  gentar.
Mereka    mengharapkan   harta   rampasan   perang,   karena
kabilah-kabilah  itu  sudah  tak  berdaya  menahan   serbuan
Muslimin,  lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya2
dengan taat dan patuh. Yang merasa  gentar  karena  kekuatan
ini  dapat  menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan
ditakuti kekuasaannya oleh setiap  raja.  Golongan  pertama,
dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan
Rasulullah. Ada orang miskin  dari  mereka  itu,  tidak  ada
binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang
kaya  raya,  menyerahkan   semua   harta   kepadanya   untuk
diserahkan  kepada  perjuangan  di  jalan Allah, dengan hati
ikhlas, dengan harapan akan gugur  pula  sebagai  syahid  di
sisi  Tuhan.  Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan
mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil  berbisik-bisik
sesama  mereka  dan  mencemooh ajakan Muhammad kepada mereka
untuk menghadapi suatu peperangan  yang  jauh,  dalam  udara
yang begitu panas membakar.
 
Itulah  mereka  orang-orang  munafik,  yang  karenanya Surah
At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan  yang  paling
besar  dan  tegas-tegas  menyampaikan  ancaman  Tuhan kepada
mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.
 
Ada sekelompok orang-orang munafik yang  berkata  satu  sama
lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka
firman Tuhan ini turun:
 
"É dan mereka berkata: "Jangan kamu berangkat  perang  dalam
udara  panas  begini.'  Tapi  katakanlah:  'Api neraka lebih
panas lagi, kalau  kamu  mengerti!  Biarlah  mereka  tertawa
sedikit dan menangis lebih banyak sebagai balasan atas hasil
perbuatan mereka." (Qur'an, 9: 81-82)
 
Kata Muhamnmad kepada Jadd b.  Qais  -  salah  seorang  Banu
Salima:
 
"Hai    Jadd,   engkau   bersedia   tahun   ini   menghadapi
Banu'l Ashfar?"
 
"Rasulullah," kata  Jadd.    "Ijinkanlah  saya  untuk  tidak
dibawa  ke  dalam  ujian  serupa  ini. Masyarakat saya sudah
cukup mengenal,  bahwa  tak  ada  orang  yang  lebih  berahi
terhadap  wanita  seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau
saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar, saya takkan  dapat
menahan diri." [Banu'lAshfar ialah bangsa Rumawi].
 
Oleh  Rasulullah  ia  ditinggalkan.  Dalam hubungan ini ayat
berikut ini turun:
 
"Ada pula di antara mereka yang  berkata:  'Ijinkanlah  saya
(tidak  ikut  serta)  dan jangan kaubawa saya ke dalam ujian
ini.' Ya, ketahuilah, mereka kini sudah  terjatuh  ke  dalam
ujian  itu,  dan  bahwa  neraka  itu melingkungi orang-orang
kafir." (Qur'an, 9:49)
 
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit  kebencian
dalam  hatinya  kepada Muhammad, mereka mengambil kesempatan
dalam peristiwa ini supaya orang-orang  munafik  itu  tambah
munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan
perang. Muhammad melihat bahwa mereka itu tak  dapat  diberi
hati,  kuatir  nanti  akan  merajalela.  Ia berpendapat akan
mengambil tindakan terhadap mereka dengan  tangan  besi.  Ia
mengetahui,  bahwa  banyak  orang  berkumpul di rumah Sulaim
orang Yahudi itu. Mereka  mau  mengalang-alangi  orang,  mau
menanamkan  rasa  enggan  dalam hati orang dan supaya mereka
tinggal saja di garis  belakang.  Didampingi  oleh  beberapa
orang sahabat ia mengutus Talha b. 'Ubaidillah kepada mereka
dan rumah Sulaim itu  dibakar.  Salah  seorang  dari  mereka
patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu.
Yang  lain-lain  langsung  menerobos  api  itu   dan   dapat
meloloskan diri.
 
Tetapi  mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam
itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain.  Sesudah  itu
tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
 
Tindakan  tegas  terhadap  orang-orang  munafik itu ada juga
bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu  orang-orang  kaya
dan  orang-orang  berada  telah  pula  datang  menyumbangkan
hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman b. 'Affan saja
sendiri  menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain,
masing-masing menurut kemampuannya. Setiap orang yang  mampu
tampil   dengan   perlengkapan   dan   biaya  sendiri  pula.
Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang  datang  ingin
dibawa  serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa,
sedang kepada yang lain ia  berkata:  "Dalam  hal  ini  saya
tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."
 
                                         		Next >>>
 

         
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
  Penerbit PUSTAKA JAYA
  Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
  Cetakan Kelima, 1980
  Seri PUSTAKA ISLAM No.1