Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 ]

BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM

Sumber peradaban pertama - 1; Laut Tengah dan Laut Merah - 2; Agama-agama Kristen dan Majusi - 3; Bizantium pewaris Rumawi - 4; Sekta-sekta Kristen dan pertentangannya - 4; Majusi Persia di Jazirah Arab - 6; Antara dua kekuatan - 7; Letak geografis Semenanjung Arab - 7; Tidak dikenal, selain Yaman - 8; Raja sahara - 8; Lalu lintas kafilah 9; Kekuatan Persia di Yaman - 9; Yaman dan peradabannya - 10; Judaisma dan Kristen di Yaman -11; Sebabnya Jazirah bertahan pada paganisma 18.

	                         
	PENYELIDIKAN mengenai sejarah peradaban manusia dan dari  mana
	pula  asal-usulnya,  sebenarnya  masih  ada hubungannya dengan
	zaman kita sekarang  ini.  Penyelidikan  demikian  sudah  lama
	menetapkan,  bahwa  sumber peradaban itu sejak lebih dari enam
	ribu  tahun  yang  lalu  adalah  Mesir.  Zaman   sebelum   itu
	dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu
	sukar sekali akan sampai kepada suatu  penemuan  yang  ilmiah.
	Sarjana-sarjana   ahli   purbakala   (arkelogi)  kini  kembali
	mengadakan penggalian-penggalian  di  Irak  dan  Suria  dengan
	maksud  mempelajari  soal-soal  peradaban  Asiria  dan Funisia
	serta  menentukan  zaman  permulaan   daripada   kedua   macam
	peradaban  itu:  adakah  ia  mendahului  peradaban  Mesir masa
	Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa
	itu dan terpengaruh karenanya?
 
	Apapun  juga  yang  telah  diperoleh  sarjana-sarjana arkelogi
	dalam bidang  sejarah  itu,  samasekali  tidak  akan  mengubah
	sesuatu  dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian
	benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum  memperlihatkan
	hasil  yang  berlawanan.  Kenyataan  ini  ialah  bahwa  sumber
	peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria  -  ada
	hubungannya  dengan  Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat
	yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu  ke  Yunani
	atau  Rumawi,  dan  bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup
	kita  sekarang  ini,  masih  erat  sekali  hubungannya  dengan
	peradaban pertama itu.
 
	Apa   yang   pernah   diperlihatkan   oleh  Timur  Jauh  dalam
	penyelidikam tentang sejarah peradaban, tidak  pernah  memberi
	pengaruh  yang jelas terhadap pengembangan peradaban-peradaban
	Fira'un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan
	dan  perkembangan  peradaban-peradaban  tersebut. Hal ini baru
	terjadi sesudah  ada  akulturasi  dan  saling-hubungan  dengan
	peradaban      Islam.     Di     sinilah     proses     saling
	pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang sudah
	sedemikian  rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
	dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.

	Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang  dan  tersebar
	ke  pantai-pantai Laut Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di
	Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang  lalu,  yang  sampai
	saat  ini  perkembangannya  tetap dikagumi dunia: perkembangan
	dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang  pertanian,
	perdagangan,  peperangan  dan  dalam  segala  bidang  kegiatan
	manusia.   Tetapi,   semua   peradaban   itu,    sumber    dan
	pertumbuhannya,  selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa
	sumber itu  berbeda-beda  antara  kepercayaan  trinitas  Mesir
	Purba  yang  tergambar  dalam  Osiris,  Isis  dan  Horus, yang
	memperlihatkan  kesatuan  dan  penjelmaan  hidup  kembali   di
	negerinya serta hubungan kekalnya hidup dari bapa kepada anak,
	dan  antara  paganisma  Yunani  dalam  melukiskan   kebenaran,
	kebaikan   dan   keindahan  yang  bersumber  dan  tumbuh  dari
	gejala-gejala alam berdasarkan pancaindera;  demikian  sesudah
	itu   timbul   perbedaan-perbedaan  yang  dengan  penggambaran
	semacam  itu  dalam  pelbagai  zaman  kemunduran   itu   telah
	mengantarkannya ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber
	semua peradaban itu tetap membentuk perjalanan sejarah  dunia,
	yang  begitu  kuat  pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
	sekalipun peradaban demikian hendak  mencoba  melepaskan  diri
	dan  melawan  sumbernya sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa
	tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.
 
	Dalam   lingkungan   masyarakat   ini,    yang    menyandarkan
	peradabannya  sejak  ribuan  tahun  kepada sumber agama, dalam
	lingkungan  itulah  dilahirkan   para   rasul   yang   membawa
	agama-agama   yang  kita  kenal  sampai  saat  ini.  Di  Mesir
	dilahirkan Musa, dan dalam pangkuan Firaun ia  dibesarkan  dan
	diasuh,  dan  di  tangan  para pendeta dan pemuka-pemuka agama
	kerajaan itu ia mengetahui keesaan Tuhan  dan  rahasia-rahasia
	alam.

	Setelah  datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat
	di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: "Akulah
	tuhanmu yang tertinggi" iapun berhadapan dengan Firaun sendiri
	dan tukang-tukang  sihirnya,  sehingga  akhirnya  terpaksa  ia
	bersama-sama orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina.
	Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh dan Firman Allah
	yang  ditiupkan  ke  dalam  diri Mariam. Setelah Tuhan menarik
	kembali Isa putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan
	agama   Nasrani   yang   dianjurkan   Isa   itu.   Mereka  dan
	pengikut-pengikut     mereka     mengalami      bermacam-macam
	penganiayaan. Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini
	tersebar,  datanglah  Maharaja  Rumawi  yang  menguasai  dunia
	ketika  itu,  membawa  panji  agama  Nasrani. Seluruh Kerajaan
	Rumawi kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di
	Mesir,  di  Syam (Suria-Libanon dan Palestina) dan Yunani, dan
	dari Mesir menyebar  pula  ke  Ethiopia.  Sesudah  itu  selama
	beberapa  abad  kekuasaan  agama  ini semakin kuat juga. Semua
	yang berada di bawah panji  Kerajaan  Rumawi  dan  yang  ingin
	mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan Kerajaan ini,
	berada di bawah panji agama Masehi itu.
 
	Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar  di  bawah  panji
	dan pengaruh Rumawi itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di
	Persia yang mendapat dukungan  moril  di  Timur  Jauh  dan  di
	India.   Selama  beberapa  abad  itu  Asiria  dan  Mesir  yang
	membentang  sepanjang  Funisia,  telah  merintangi  terjadinya
	suatu  pertarungan  langsung  antara kepercayaan dan peradaban
	Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir  dan  Funisia
	ke  dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan
	itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sekarang  sudah
	berhadap-hadapan  muka.  Selama  beberapa abad berturut-turut,
	baik Barat maupun Timur, dengan  hendak  menghormati  agamanya
	masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan alam,
	kini telah berhadapan dengan  rintangan  moril,  masing-masing
	merasa  perlu  dengan  sekuat  tenaga  berusaha mempertahankan
	kepercayaannya, dan satu sama lain tidak  saling  mempengaruhi
	kepercayaan  atau  peradabannya,  sekalipun  peperangan antara
	mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.

	Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat  mengalahkan  Rumawi
	dan  dapat  menguasai  Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di
	ambang pintu Bizantium,  namun  tak  terpikir  oleh  raja-raja
	Persia  akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat
	agama Nasrani. Bahkan pihak yang  kini  berkuasa  itu  malahan
	menghormati  kepercayaan  orang  yang dikuasainya. Rumah-rumah
	ibadat mereka yang sudah hancur  akibat  perang  dibantu  pula
	membangun  kembali  dan  dibiarkan  mereka  bebas  menjalankan
	upacara-upacara  keagamaannya.  Satu-satunya  yang   diperbuat
	pihak  Persia dalam hal ini hanyalah mengambil Salib Besar dan
	dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti
	berada  di  pihak  Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari
	tangan Persia. Dengan demikian peperangan rohani di Barat  itu
	tetap  di  Barat  dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
	rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua
	kekuatan itu dari segi rohani tidak saling berbenturan.
 
	Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam
	pada itu pertentangan antara  Rumawi  dengan  Bizantium  makin
	meruncing.  Pihak  Rumawi,  yang  benderanya berkibar di benua
	Eropa sampai ke Gaul  dan  Kelt  di  Inggris  selama  beberapa
	generasi dan selama zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia
	dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu berangsur-angsur telah
	mulai  surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
	kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang
	menguasai  dunia  itu. Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah
	tatkala pasukan Vandal yang buas itu  datang  menyerbunya  dan
	mengambil  kekuasaan  pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini
	telah menimbulkan bekas yang  dalam  pada  agama  Masehi  yang
	tumbuh  dalam  pangkuan  Kerajaan  Rumawi.  Mereka  yang sudah
	beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbanan-pengorbanan
	besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.

	Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke
	zaman  mazhab-mazhab   itu   telah   terbagi-bagi   ke   dalam
	sekta-sekta  dan  golongan-golongan. Setiap golongan mempunyai
	pandangan dan  dasar-dasar  agama  sendiri  yang  bertentangan
	dengan   golongan  lainnya.  Pertentangan-pertentangan  antara
	golongan-golongan satu sama lain  karena  perbedaan  pandangan
	itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa
	oleh karena moral dan jiwa yang sudah  lemah,  sehingga  cepat
	sekali   ia  berada  dalam  ketakutan,  mudah  terlibat  dalam
	fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
	antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa
	Isa  mempunyai  jasad  disamping  bayangan  yang  tampak  pada
	manusia;  ada  pula  yang mempertautkan secara rohaniah antara
	jasad dan ruhnya sedemikian rupa  sehingga  memerlukan  khayal
	dan  pikiran  yang  begitu rumit untuk dapat menggambarkannya;
	dan  disamping  itu  ada  pula  yang  mau  menyembah   Mariam,
	sementara  yang  lain  menolak pendapat bahwa ia tetap perawan
	sesudah melahirkan Almasih.
 
	Terjadinya pertentangan antara  sesama  pengikut-pengikut  Isa
	itu  adalah  peristiwa yang biasa terjadi pada setiap umat dan
	zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran:  soalnya  hanya
	terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap
	kata  dan  tiap   bilangan   itu   ditafsirkan   pula   dengan
	bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
	dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal  dan  hanya
	dapat  dikunyah  oleh perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku
	saja.
 
	Salah seorang pendeta gereja berkata:  "Seluruh  penjuru  kota
	itu  diliputi  oleh  perdebatan.  Orang dapat melihatnya dalam
	pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran uang,
	pedagang  makanan.  Jika  ada  orang  bermaksud hendak menukar
	sekeping emas, ia akan  terlibat  ke  dalam  suatu  perdebatan
	tentang  apa  yang  diciptakan  dan apa yang bukan diciptakan.
	Kalau  ada  orang  hendak  menawar  harga   roti   maka   akan
	dijawabnya:  Bapa  lebih  besar  dari putera dan putera tunduk
	kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang kolam  mandi
	adakah  airnya  hangat,  maka pelayannya akan segera menjawab:
	"Putera telah diciptakan dari yang tak ada."
 
	Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga  ia
	terpecah-belah  kedalam  golongan-golongan dan sekta-sekta itu
	dari segi politik  tidak  begitu  besar  pengaruhnya  terhadap
	Kerajaan   Rumawi.   Kerajaan   itu   tetap  kuat  dan  kukuh.
	Golongan-golongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan
	tetap  adanya  semacam  pertentangan  tapi  tidak sampai orang
	melibatkan diri kedalam polemik teologi atau  sampai  memasuki
	pertemuan-pertemuan  semacam  itu  yang  pernah  diadakan guna
	memecahkan  sesuatu  masalah.  Suatu  keputusan  yang   pernah
	diambil  oleh  suatu  golongan  tidak sampai mengikat golongan
	yang  lain.  Dan  Kerajaanpun  telah  pula  melindungi   semua
	golongan  itu  dan  memberi kebebasan kepada mereka mengadakan
	polemik, yang  sebenarnya  telah  menambah  kuatnya  kekuasaan
	Kerajaan    dalam   bidang   administrasi   tanpa   mengurangi
	penghormatannya  kepada   agama.   Setiap   golongan   jadinya
	bergantung  kepada  belas  kasihan penguasa, bahkan ada dugaan
	bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan
	pihak yang berkuasa itu.

	Sikap  saling  menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu
	itulah pula yang menyebabkan  penyebaran  agama  Masehi  tetap
	berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir dibawah Rumawi sampai
	ke  Ethiopia  yang  merdeka  tapi   masih   dalam   lingkungan
	persahabatan  dengan  Rumawi.  Dengan  demikian  ia  mempunyai
	kedudukan yang sama kuat di sepanjang Laut  Merah  seperti  di
	sekitar  Laut  Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang ke
	Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab  Ghassan  yang
	pindah ke sana telah pula menganut agama itu, sampai ke pantai
	Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang berpindah  dari
	pedalaman  sahara  yang  tandus  ke  daerah-daerah  subur juga
	demikian,  yang  selanjutnya  mereka  tinggal  di  daerah  itu
	beberapa  lama  untuk kemudian hidup di bawah kekuasaan Persia
	Majusi.
 
	Dalam pada itu kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami
	kemunduran  seperti  agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalau
	dalam agama Majusi menyembah api  itu  merupakan  gejala  yang
	paling  menonjol, maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan
	kejahatan  pengikut-pengikutnya  telah   berpecah-belah   juga
	menjadi  golongan-golongan  dan  sekta-sekta pula. Tapi disini
	bukan  tempatnya  menguraikan  semua  itu.  Sungguhpun  begitu
	kekuasaan  politik  Persia  tetap kuat juga. Polemik keagamaan
	tentang  lukisan  dewa  serta  adanya  pemikiran  bebas   yang
	tergambar   dibalik  lukisan  itu,  tidaklah  mempengaruhinya.
	Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung
	di  bawah  raja Persia. Dan yang lebih memperkuat pertentangan
	itu ialah karena memang sengaja digunakan sebagai  suatu  cara
	supaya  satu  dengan  yang  lain saling berpukulan, atas dasar
	kekuatiran, bila salah satunya menjadi kuat,  maka  Raja  atau
	salah satu golongan itu akan memikul akibatnya.
 
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1