Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 ]

	BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM                           (3/4)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Setelah surat Kaisar sampai ke tangan Najasyi, ia  mengirimkan
	bersama  orang  Yaman  itu  -  yang  membawa surat - sepasukan
	tentara di bawah pimpinan Aryat (Harith) dan Abraha  al-Asyram
	salah  seorang prajuritnya. Aryat menyerbu Kerajaan Yaman atas
	nama penguasa Abisinia. Ia  memerintah  Yaman  ini  sampai  ia
	dibunuh  oleh  Abraha yang kemudian menggantikan kedudukannya.
	Abraha inilah  yang  memimpin  pasukan  gajah,  dan  dia  yang
	kemudian  menyerbu  Mekah  guna  menghancurkan  Ka'bah  tetapi
	gagal, seperti yang akan terlihat nanti dalam pasal berikut.
 
	Anak-anak Abraha  kemudian  menguasai  Yaman  dengan  tindakan
	sewenang-wenang.  Melihat  bencana  yang  begitu  lama menimpa
	penduduk, Saif bin Dhi Yazan  pergi  hendak  menemui  Maharaja
	Rumawi.  Ia mengadukan hal itu kepadanya dan memintanya supaya
	mengirimkan penguasa lain dan Rumawi ke Yaman.  Tetapi  karena
	adanya perjanjian persekutuan antara Kaisar Yustinianus dengan
	Najasyi tidak mungkin ia dapat memenuhi  permintaan  Saif  bin
	Dhi  Yazan  itu.  Oleh karena itu Saif meninggalkan Kaisar dan
	pergi  menemui  Nu'man  bin'l-Mundhir  selaku  Gubernur   yang
	diangkat oleh Kisra untuk daerah Hira dan sekitarnya di Irak.3
 
	Nu'man  dan  Saif  bin Dhi Yazan bersama-sama datang menghadap
	Kisra Parvez. Waktu itu ia sedang duduk dalam Ruangan  Resepsi
	(Iwan Kisra) yang megah dihiasi oleh lukisan-lukisan bimasakti
	pada bagian tahta itu. Di tempat musim  dinginnya  bagian  ini
	dikelilingi  dengan  tabir-tabir dari bulu binatang yang mewah
	sekali. Di tengah-tengah itu bergantungan  lampu-lampu  kendil
	terbuat  daripada  perak  dan  emas dan diisi penuh dengan air
	tawar. Di atas tahta itulah  terletak  mahkotanya  yang  besar
	berhiaskan  batu  delima, kristal dan mutiara bertali emas dan
	perak, tergantung dengan rantai dari  emas  pula.  Ia  sendiri
	memakai  pakaian serba emas. Setiap orang yang memasuki tempat
	itu akan merasa terpesona  oleh  kemegahannya.  Demikian  juga
	halnya dengan Saif bin Dhi Yazan.
 
	Kisra   menanyakan   maksud   kedatangannya  itu  dan  Saifpun
	bercerita tentang kekejaman Abisinia di Yaman. Sungguhpun pada
	mulanya Kisra Parvez ragu-ragu, tetapi kemudian ia mengirimkan
	juga pasukannya di bawah pimpinan Wahraz (Syahrvaraz?),  salah
	seorang  keluarga  ningrat  Persia  yang paling berani. Persia
	telah  mendapat  kemenangan  dan  orang-orang  Abisinia  dapat
	diusir dari Yaman yang sudah didudukinya selama 72 tahun itu.
 
	Sejak  itulah  Yaman  berada  di  bawah  kekuasaan Persia, dan
	ketika Islam  lahir  seluruh  daerah  Arab  itu  berada  dalam
	naungan agama baru ini.
 
	Akan  tetapi  orang-orang asing yang telah menguasai Yaman itu
	tidak langsung di bawah kekuasaan Raja  Persia.  Terutama  hal
	itu  terjadi  setelah  Syirawih  (Shiruya  Kavadh II) membunuh
	ayahnya, Kisra Parvez, dan dia sendiri  menduduki  takhta.  Ia
	membayangkan  -  dengan  pikirannya yang picik itu bahwa dunia
	dapat  dikendalikan  sekehendaknya   dan   bahwa   kerajaannya
	membantu  memenuhI  kehendaknya  yang sudah hanyut dalam hidup
	kesenangan itu. Masalah-masalah kerajaan  banyak  sekali  yang
	tidak  mendapat  perhatian karena dia sudah mengikuti nafsunya
	sendiri. Ia pergi memburu dalam  suatu  kemewahan  yang  belum
	pernah   terjadi  Ia  berangkat  diiringi  oleh  pemuda-pemuda
	ningrat berpakaian merah, kuning  dan  lembayung,  dikelilingi
	oleh pengiring-pengiring yang membawa burung elang dan harimau
	yang sudah dijinakkan dan ditutup moncongnya; oleh budak-budak
	yang  membawa  wangi-wangian, oleh pengusir-pengusir lalat dan
	pemain-pemain musik. Supaya merasa dirinya dalam suasana musim
	semi  sekalipun  sebenarnya  dalam musim dingin yang berat, ia
	beserta  rombongannya  duduk  di  atas  permadani  yang  lebar
	dilukis  dengan  lorong-lorong, ladang dan kebun yang ditanami
	bunga-bungaan   aneka   warna,   dan   dilatarbelakangi   oleh
	semak-semak, hutan hijau serta sungai-sungai berwarna perak.
 
	Tetapi    sungguhpun    Syirawih    begitu    jauh   mengikuti
	kesenangannya,  kerajaan  Persia  tetap  dapat  mempertahankan
	kemegahannya,  dan  tetap  merupakan  lawan yang kuat terhadap
	kekuasaan Bizantium dan penyebaran Kristen.  Sekalipun  dengan
	naik   tahtanya   Syirawih   ini   telah  mengurangi  kejayaan
	kerajaannya, ia telah memberi kesempatan kepada kaum  Muslimin
	memasuki negerinya dan menyebarkan Islam.
 
	Yaman  yang telah dijadikan gelanggang pertentangan sejak abad
	ke-4 itu sebenarnya telah meninggalkan bekas yang dalam sekali
	dalam   sejarah   Semenanjung   Arab   dari   segi   pembagian
	penduduknya.  Disebutkan  bahwa  Bendungan  Ma'rib  yang  oleh
	suku-bangsa   Himyar   telah   dimanfaatkan  untuk  keuntungan
	negerinya, telah hancur pula dilanda banjir besar.  Disebabkan
	oleh  adanya  pertentangan  yang  terus-menerus  itu, lalailah
	mereka  yang  harus  selalu   mengawasi   dan   memeliharanya.
	Bendungan  itu  lapuk  dan  tidak  tahan  lagi menahan banjir.
	Dikatakan juga, bahwa setelah  Rumawi  melihat  Yaman  menjadi
	pusat  pertentangan antara kerajaannya dengan Persia dan bahwa
	perdagangannya  terancam  karena   pertentangan   itu,   iapun
	menyiapkan  armadanya  menyeberangi  Laut Merah - antara Mesir
	dengan  negeri-negeri  Timur  yang   jauh   -   guna   menarik
	perdagangan  yang  dibutuhkan  oleh negerinya. Dengan demikian
	tidak perlu lagi ia menempuh jalan kafilah.
 
	Mengenai peristiwanya, ahli-ahli  sejarah  sependapat,  tetapi
	mengenai  sebab  terjadinya  peristiwa  itu  mereka  berlainan
	pendapat. Peristiwanya ialah mengenai pindahnya kabilah Azd di
	Yaman  ke  Utara.  Semua  mereka sependapat tentang kepindahan
	ini,  sekalipun  sebagian  menghubungkannya   dengan   sepinya
	beberapa kota di Yaman karena mundurnya perdagangan yang biasa
	melalui tempat  itu.  Yang  lain  menghubung-hubungkan  kepada
	rusaknya   bendungan   Ma'rib,   sehingga   banyak  di  antara
	kabilah-kabilah yang pindah karena takut binasa. Tetapi apapun
	juga  kejadiannya, namun adanya imigrasi ini telah menyebabkan
	Yaman jadi  berhubungan  dengan  negeri-negeri  Arab  lainnya,
	suatu  hubungan keturunan dan percampuran yang sampai sekarang
	masih dicoba oleh para sarjana menyelidikinya.
 
	Apabila sistem politik di Yaman sudah  menjadi  kacau  seperti
	yang  dapat  kita  saksikan, yang disebabkan oleh keadaan yang
	menimpa  negeri  itu  serta  dijadikannya  tempat  itu   medan
	pertarungan,  maka  struktur  politik serupa itu tidak dikenal
	pada beberapa  negeri  Semenanjung  Arab  lainnya  waktu  itu.
	Segala  macam  sistem yang dapat dianggap sebagai suatu sistem
	politik  seperti  pengertian  kita   sekarang   atau   seperti
	pengertian  negara-negara  yang  sudah  maju pada masa itu, di
	daerah-daerah  seperti  Tihama,  Hijaz,  Najd  dan   sepanjang
	dataran  luas  yang  meliputi  negeri-negeri  Arab, pengertian
	demikian itu belum dikenal. Anak negeri pada masa  itu  bahkan
	sampai  sekarang adalah penduduk pedalaman yang tidak biasa di
	kota-kota. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat.
	Yang   mereka   kenal   hanyalah   hidup   mengembara  selalu,
	berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti  keinginan
	hatinya.   Mereka   tidak  mengenal  hidup  cara  lain  selain
	pengembaraan itu.
 
	Seperti  juga  ditempat-tempat  lain,  disinipun  dasar  hidup
	pengembaraan  itu  ialah  kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu
	pindah dan mengembara itu tidak mengenal suatu peraturan  atau
	tata-cara  seperti  yang  kita  kenal.  Mereka  hanya mengenal
	kebebasan pribadi, kebebasan keluarga  dan  kebebasan  kabilah
	yang  penuh.  Sedang  orang  kota,  atas  nama tata-tertib mau
	mengalah  dan  membuang  sebagian  kemerdekaan  mereka   untuk
	kepentingan  masyarakat  dan  penguasa,  sebagai  imbalan atas
	ketenangan  dan  kemewahan  hidup   mereka.   Sedang   seorang
	pengembara  tidak  pedulikan  kemewahan,  tidak  betah  dengan
	ketenangan hidup menetap, juga tidak tertarik kepada apapun  -
	seperti  kekayaan  yang  menjadi  harapan  orang kota - selain
	kebebasannya yang mutlak. Ia hanya mau hidup  dalam  persamaan
	yang    penuh    dengan    anggota-anggota   kabilahnya   atau
	kabilah-kabilah  lain  sesamanya.  Dasar  kehidupannya   ialah
	seperti  makhluk-makhluk lain, mau survive, mau bertahan terus
	sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah kehormatannya yang  sudah
	ditanamkan dalam hidup mengembara yang serba bebas itu.
 
	Oleh  karena  itu,  kaum  pengembara  tidak  menyukai tindakan
	ketidak adilan  yang  ditimpakan  kepada  mereka.  Mereka  mau
	melawannya   mati-matian,   dan  kalau  tidak  dapat  melawan,
	ditinggalkannya  tempat  tinggal  mereka   itu,   dan   mereka
	mengembara lagi ke seluruh jazirah, bila memang terpaksa harus
	demikian.
 
	Juga itu pula sebabnya, perang adalah jalan yang paling  mudah
	bagi  kabilah-kabilah  ini bila harus juga timbul perselisihan
	yang tidak mudah  diselesaikan  dengan  cara  yang  terhormat.
	Karena  bawaan  itu  juga, maka tumbuhlah di kalangan sebagian
	besar kabilah-kabilah itu sifat-sifat harga diri,  keberanian,
	suka   tolong-menolong,   melindungi   tetangga   serta  sikap
	memaafkan sedapat mungkin dan semacamnya. Sifat-sifat ini akan
	makin   kuat   apabila   semakin  dekat  ia  kepada  kehidupan
	pedalaman, dan akan makin  hilang  apabila  semakin  dekat  ia
	kepada kehidupan kota.
 
	Seperti kita sebutkan, karena faktor-faktor ekonomi juga, baik
	Rumawi maupun Persia, hanya merasa tertarik kepada Yaman  saja
	dari  antara jazirah lainnya yang memang tidak mau tunduk itu.
	Mereka lebih  suka  meninggalkan  tanah  air  daripada  tunduk
	kepada  perintah.  Baik  pribadi-pribadi  atau kabilah-kabilah
	tidak akan taat kepada  peraturan  apapun  yang  berlaku  atau
	kepada lembaga apapun yang berkuasa.
 
	Sifat-sifat  pengembaraan  itu  cukup mempengaruhi daerah yang
	kecil-kecil yang tumbuh  di  sekitar  jaziarah  karena  adanya
	perdagangan  para  kafilah, seperti yang sudah kita terangkan.
	Daerah-daerah ini dipakai oleh para  pedagang  sebagai  tempat
	beristirahat  sesudah  perjalanan  yang  begitu meletihkan. Di
	situ mereka bertemu dengan tempat-tempat  pemujaan  sang  dewa
	guna  memperoleh  keselamatan  bagi  mereka  serta  menjauhkan
	marabahaya gurun sahara serta mengharapkan perdagangan  mereka
	selamat sampai di tempat tujuan.
 
	Kota-kota  seperti  Mekah, Ta'if, Yathrib dan yang sejenis itu
	seperti wahah-wahah (oase) yang terserak di celah-celah gunung
	atau   gurun   pasir,   terpengaruh   juga   oleh  sifat-sifat
	pengembaraan  demikian  itu.  Dalam  susunan   kabilah   serta
	cabang-cabangnya,    perangai   hidup,   adat-istiadat   serta
	kebenciannya terhadap segala yang membatasi kebebasannya lebih
	dekat kepada cara hidup pedalaman daripada kepada cara-cara di
	kota, sekalipun mereka dipaksa oleh sesuatu  cara  hidup  yang
	menetap, yang tentunya tidak sama dengan cara-hidup pedalaman.
	Dalam pembicaraan tentang Mekah dan Yathrib pada pasal berikut
	ini akan terlihat agak lebih terperinci.

	Lingkungan  masyarakat  dalam  alam demikian ini serta keadaan
	moral, politik dan sosial  yang  ada  pada  mereka,  mempunyai
	pengaruh   yang   sama   terhadap  cara  beragamanya.  Melihat
	hubungannya dengan agama Kristen  Rumawi  dan  Majusi  Persia,
	adakah  Yaman  dapat  terpengaruh  oleh  kedua  agama  itu dan
	sekaligus mempengaruhi kedua agama tersebut  di  jazirah  Arab
	lainnya?  Ini juga yang terlintas dalam pikiran kita, terutama
	mengenai agama Kristen. Misi Kristen yang ada  pada  masa  itu
	sama  giatnya  seperti  yang  sekarang  dalam mempropagandakan
	agama. Pengaruh pengertian agama dalam jiwa serta  cara  hidup
	kaum  pengembara tidak sama dengan orang kota. Dalam kehidupan
	kaum pengembara manusia berhubungan dengan alam, ia  merasakan
	adanya  wujud  yang  tak  terbatas  dalam segala bentuknya. Ia
	merasa perlu mengatur suatu cara hidup antara  dirinya  dengan
	alam  dengan  ketak-terbatasannya  itu. Sedang bagi orang kota
	ketak-terbatasan  itu   sudah   tertutup   oleh   kesibukannya
	hari-hari,   oleh   adanya  perlindungan  masyarakat  terhadap
	dirinya  sebagai  imbalan  atas  kebebasannya  yang  diberikan
	sebagian  kepada  masyarakat, serta kesediaannya tunduk kepada
	undang-undang  penguasa  supaya  memperoleh  jaminan  dan  hak
	perlindungan.   Hal  ini  menyebabkannya  tidak  merasa  perlu
	berhubungan dengan yang di luar penguasa itu, dengan  kekuatan
	alam  yang begitu dahsyat terhadap kehidupan manusia. Hubungan
	jiwa  dengan  unsur-unsur  alam  yang   di   sekitarnya   jadi
	berkurang.
 
	Dalam  keadaan serupa ini, apakah yang telah diperoleh Kristen
	dengan kegiatannya yang begitu besar sejak abad-abad permulaan
	dalam  menyebarkan  ajaran  agamanya  itu?  Barangkali soalnya
	hanya akan sampai di  situ  saja  kalau  tidak  karena  adanya
	soal-soal   lain  yang  menyebabkan  negeri-negeri  Arab  itu,
	termasuk  Yaman,   tetap   bertahan   pada   paganisma   agama
	nenek-moyangnya,  dan  hanya  beberapa  kabilah  saja yang mau
	menerima agama Kristen.
 
	Manifestasi peradaban dunia yang paling jelas pada masa itu  -
	seperti  yang  sudah  kita saksikan - berpusat di sekitar Laut
	Tengah  dan  Laut  Merah.  Agama-agama  Kristen   dan   Yahudi
	bertetangga  begitu  dekat  sekitar tempat itu. Kalau keduanya
	tidak  memperlihatkan  permusuhan  yang  berarti,  juga  tidak
	memperlihatkan  persahabatan  yang  berarti  pula. Orang-orang
	Yahudi masa itu dan sampai sekarang juga masih menyebut-nyebut
	adanya  pembangkangan  dan  perlawanan  Nabi  Isa kepada agama
	mereka. Dengan diam-diam mereka bekerja  mau  membendung  arus
	agama  Kristen  yang telah mengusir mereka dari Palestina, dan
	yang masih  berlindung  dibawah  panji  Imperium  Rumawi  yang
	membentang luas itu.
 
	                                   			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1