Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

	BAGIAN KEDELAPAN: DARI PEMBATALAN PIAGAM SAMPAI KEPADA ISRA'
	Muhammad Husain Haekal                                   (3/3)
 
	Demikian cerita Dermenghem tentang Isra' dan  Mi'raj.  Kitapun
	dapat  melihat,  apa  yang  diceritakannya itu memang tersebar
	luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun  akan  kita
	lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana-sini dilebihi
	atau dikurangi.
 
	Salah satu contoh misalnya cerita Ibn  Hisyam  melalui  ucapan
	Nabi  'alaihissalam  sesudah  berjumpa  dengan  Adam di langit
	pertama,  ketika  mengatakan:  "Kemudian  kulihat  orang-orang
	bermoncong   seperti  moncong  unta,  tangan  mereka  memegang
	segumpal api seperti  batu-batu,  lalu  dilemparkan  ke  dalam
	mulut  mereka  dan  keluar  dari  dubur.  Aku bertanya: "Siapa
	mereka itu, Jibril?".  "Mereka yang  memakan  harta  anak-anak
	yatim  secara  tidak  sah,"  jawab  Jibril.  Kemudian  kulihat
	orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara
	keluarga  Fir'aun  menyeberangi  mereka seperti unta yang kena
	penyakit dalam kepalanya, ketika dibawa ke dalam  api.  Mereka
	diinjak-injak  tak  dapat  beranjak  dari  tempat  mereka. Aku
	bertanya:   "Siapa   mereka   itu,   Jibril?".   "Mereka   itu
	tukang-tukang  riba,"  jawabnya. Kemudian kulihat orang-orang,
	di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik,  di  samping
	ada  daging  yang  buruk  dan  busuk. Mereka makan daging yang
	buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik.  Aku
	bertanya:  "Siapakah  mereka itu, Jibril"? "Mereka orang-orang
	yang meninggalkan wanita yang  dihalalkan  Tuhan  dan  mencari
	wanita   yang  diharamkan,"  jawabnya.  Kemudian  aku  melihat
	wanita-wanita yang digantungkan pada buah  dadanya.  Lalu  aku
	bertanya:  "Siapa mereka itu, Jibril?" "Mereka itu wanita yang
	memasukkan laki-laki lain  bukan  dari  keluarga  mereka  ..."
	Kemudian  aku  dibawa  ke surga. Di sana kulihat seorang budak
	perempuan,  bibirnya  merah.  Kutanya  dia:  "Kepunyaan  siapa
	engkau?"-Aku  tertarik  sekali  waktu  kulihat. "Aku kepunyaan
	Zaid ibn  Haritha,"  jawabnya.  Maka  Rasulullah  s.a.w.  lalu
	memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha."
 
	Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup
	Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang  akan  melihat
	bermacam-macam  hal  lagi  di  samping  itu. Sudah menjadi hak
	setiap penulis sejarah bila  akan  bertanya-tanya,  sampai  di
	mana  benar  ketelitian  dan  penyelidikan  yang mereka adakan
	dalam hal  ini  semua;  mana  yang  boleh  dijadikan  pegangan
	(askripsi)  sampai  kepada  Nabi  sesuai  dengan pegangan yang
	sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa  buah  khayal
	orang-orang tasauf dan sebangsanya.
 
	Kalau  di  sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan
	atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan  pula
	di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra' dan mi'raj itu
	keduanya dengan jasad, ataukah mi'raj  dengan  ruh  dan  isra'
	dengan jasad, ataukah isra' dan mi'raj itu semuanya dengan ruh
	- maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan  ada  dasarnya
	pada  ahli-ahli  ilmu  kalam  dan tak ada salahnya, kalau atas
	pendapat-pendapat itu orang menyatakan  pendiriannya  sendiri,
	yang akan berbeda pula satu dari yang lain.
 
	Jadi  barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra'
	dan mi'raj itu  keduanya  dengan  ruh,  maka  dasarnya  adalah
	seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula
	disebutkan dalam Qur'an dan diucapkan Rasul.
 
	"Sungguh aku ini manusia  seperti  kamu  juga  yang  diberikan
	wahyu   kepadaku.  Tetapi  Tuhanmu  adalah  Tuhan  Yang  Esa,"
	(Qur'an. 18: 110)
 
	dan bahwa satu-satunya mujizat Muhammad ialah Qur'an, dan
 
	"Bahwasanya  Allah  tidak  akan  mengampuni  dosa  orang  yang
	mempersekutukanNya,  tetapi  Dia mengampuni segala dosa selain
	(syirik) itu, siapa saja yang dikehendakiNya." (Qur'an, 4:48)
 
	Orang yang berpendapat demikian ini -sebenarnya melebihi  yang
	lain-  ia  akan bertanya, apa sebenarnya arti isra' dan mi'raj
	itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita
	belum  mengetahui,  sudah  adakah  orang  mengemukakan hal ini
	sebelum kita, atau belum.
 
	Isra' dan mi'raj ini dalam hidup kerohanian Muhammad mempunyai
	arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar
	dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit
	dikacau  dan  dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang
	subur itu. Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala  terjadi  isra'
	dan  mi'raj,  telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang
	sudah sampai pada puncak kesempurnaannya. Pada  saat  itu  tak
	ada  sesuatu  tabir  ruang  dan  waktu atau sesuatu yang dapat
	mengalangi  intelek  dan  jiwa  Muhammad,  yang  akan  membuat
	penilaian  kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh
	kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat  diarahkan
	menurut akal pikiran. Pada saat itu semua batas jadi hanyut di
	depan hati nurani Muhammad. Seluruh  alam  semesta  ini  sudah
	bersatu  ke  dalam  jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari
	awal yang azali sampai pada  akhir  yang  abadi  -sejak  dunia
	mulai  berkembang  sampai ke akhir zaman. Digambarkannya dalam
	perkembangan kesunyian  dirinya  dalam  mencapai  kesempurnaan
	itu,  dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam
	mengatasi  dan  mengalahkan  segala   kejahatan,   kekurangan,
	keburukan  dan  kebatilan,  dengan  karunia  dan ampunan Tuhan
	juga. Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu,  kalau
	tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia
	yang pernah dikenalnya.
 
	Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang  yang  menjadi
	pengikut   Muhammad   yang   tidak   sanggup  mengikuti  jejak
	pikirannya yang begitu tinggi, dengan  kesadaran  yang  begitu
	kuat  tentang  kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya
	mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan
	bukan  pula  aib  tentunya. Orang-orang yang piawai dan jenial
	memang  bertingkat-tingkat.  Dalam  kita  mencapai   kebenaran
	inipun  selalu  terbentur  pada  batas-batas  ini; tenaga kita
	sudah tidak mampu mengatasinya.
 
	Apabila kita mau menyebutkan sebagai  contoh  -dengan  sedikit
	perbedaan  tentunya,  sehubungan  dengan  apa yang kita hadapi
	sekarang ini- cerita orang-orang buta  yang  ingin  mengetahui
	gajah  itu  apa,  maka  salah  seorang  dari  mereka  itu akan
	berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab
	kebetulan  yang  terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi
	berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan  yang
	dijumpainya  adalah  kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah
	itu  runcing  seperti  anak  panah,   sebab   kebetulan   yang
	dijumpainya  adalah  taringnya;  yang  keempat  berkata, bahwa
	gajah itu bulat panjang dan  bengkok,  banyak  bergerak-gerak,
	sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.
 
	Contoh  ini  sebenarnya  masih  sejalan  dengan  gambaran yang
	terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk
	pertama   kalinya.   Boleh   juga   kiranya   kita   mengambil
	perbandingan antara persepsi  (kesadaran)  Muhammad  menangkap
	esensi   kesatuan   alam  ini  serta  penggambarannya  kedalam
	isra'dan mi'raj yang berhubungan dengan  waktu  pertama  sejak
	sebelum  Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan
	menghilangkan pula kesudahan  ruang  ini,  ketika  ia  melihat
	dengan  mata  batin dari Sidrat'l Muntaha ke alam semesta ini,
	yang ada  sekarang  di  hadapannya  dan  sudah  seperti  kabut
	-dengan  persepsi  (kesadaran)  kebanyakan  orang  yang  dapat
	menangkap arti isra'-mi'raj itu.  Tatkala  itu  ia  berhadapan
	dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang
	hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti
	partikel-partikel   yang   melekat   pada   tubuh  itu  dengan
	susunannya yang tidak terpengaruh karenanya.  Dari  mana  pula
	partikel-partikel  daripada  hidup  tubuh  itu,  dari denyutan
	jantungnya, pancaran jiwanya,  pikirannya  yang  penuh  dengan
	enersi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia
	berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.
 
	Isra' dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra'  dan
	mi'raj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur,
	begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang  kuat
	sekali  dalam  arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali
	sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah  suatu  pendakian  ke
	atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke
	Bethlehem, tempat Isa dilahirkan.  Pertemuan  rohani  demikian
	ini  sudah  mengandung  selawat  bagi  Muhammad, Isa, Musa dan
	Ibrahim,  suatu  manifestasi  yang  kuat  sekali  dalam   arti
	kesatuan  hidup  agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam
	edarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.
 
	Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang  ini  mengakui  isra'
	dengan  ruh  dan  mengakui  pula  mi'raj  dengan  ruh. Apabila
	tenaga-tenaga  yang  bersih  itu  bertemu,  maka  sinar   yang
	benarpun akan memancar. Dalam bentuk tertentu sama pula halnya
	dengan tenaga-tenaga alam ini,  yang  telah  membukakan  jalan
	kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu
	dari kapalnya yang sedang berlabuh di  Venesia.  Dengan  suatu
	kekuatan   gelombang   ether  arus  listrik  itu  telah  dapat
	menerangi kota Sydney di Australia.
 
	IImu pengetahuan zaman  kita  sekarang  ini  membenarkan  pula
	teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan
	itu. Demikian juga transmisi suara  di  atas  gelombang  ether
	dengan   radio,   telephotography  (facsimile  transmisi)  dan
	teleprinter lainnya, suatu hal  yang  tadinya  masih  dianggap
	suatu   pekerjaan  khayal  belaka.  Tenaga-tenaga  yang  masih
	tersimpan dalam alam semesta  ini  setiap  hari  masih  selalu
	memperlihatkan  yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah
	mencapai kekuatan dan kemampuan  yang  begitu  tinggi  seperti
	yang   sudah  dicapai  oleh  jiwa  Muhammad  itu,  lalu  Allah
	memperjalankan dia pada suatu  malam  dari  Masjid'l-Haram  ke
	al-Masjid'l-Aqsha,  yang  disekelilingnya  sudah diberi berkah
	guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh
	ilmu  pengetahuan  dapat pula dibenarkan. Arti semua ini ialah
	pengertian-pengertian yang begitu kuat dan luhur, begitu indah
	dan  agung,  dan  telah  pula membayangkan kesatuan rohani dan
	kesatuan alam semesta ini begitu jelas dan  tegas  dalam  jiwa
	Muhammad.  Orang akan dapat memahami arti semua ini apabila ia
	dapat berusaha menempatkan diri  lebih  tinggi  dari  bayangan
	hidup  yang singkat ini. Ia berusaha mencapai esensi kebenaran
	tertinggi itu guna memahami kedudukannya yang  sebenarnya  dan
	kedudukan alam ini seluruhnya.
 
	Orang-orang  Arab  penduduk  Mekah  tidak dapat memahami semua
	pengertian ini. Itulah pula sebabnya, tatkala soal  isra'  itu
	oleh   Muhammad  disampaikan  kepada  mereka,  merekapun  lalu
	menanggapinya dari bentuk materi - mungkin atau tidaknya isra'
	itu. Apa yang dikatakannya itu kemudian menimbulkan kesangsian
	juga pada beberapa orang pengikutnya,  pada  orang-orang  yang
	tadinya  sudah percaya. Mereka banyak yang mengatakan: Masalah
	ini sudah  jelas.  Perjalanan  kafilah  yang  terus-meneruspun
	antara  Mekah-Syam  memakan  waktu  sebulan  pergi dan sebulan
	pulang.  Mana  boleh  jadi  Muhammad  hanya  satu  malam  saja
	pergi-pulang ke Mekah?!
 
	Tidak  sedikit  mereka  yang sudah Islam itu kemudian berbalik
	murtad. Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi
	Abu  Bakr dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan
	bahan pembicaraan.
 
	"Kalian berdusta," kata Abu Bakr.
 
	"Sungguh," kata mereka.  "Dia di mesjid sedang  bicara  dengan
	orang banyak."
 
	"Dan  kalaupun  itu  yang  dikatakannya,"  kata Abu Bakr lagi,
	"tentu dia bicara yang sebenarnya.  Dia  mengatakan  kepadaku,
	bahwa  ada  berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu
	malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari  yang  kamu
	herankan."
 
	Abu  Bakr  lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan
	Bait'l-Maqdis. Abu Bakr sudah pernah berkunjung ke kota itu.
 
	Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata:
 
	"Rasulullah, saya percaya."
 
	Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "AshShiddiq."9
 
	Alasan mereka yang berpendapat bahwa isra'  itu  dengan  jasad
	ialah  karena ketika Quraisy mendengar tentang kejadian Suraqa
	mereka  menanyakannya  dan  mereka  yang  sudah  beriman  juga
	menanyakan  tentang  peristiwa  yang  luar  biasa  itu. Mereka
	memang  belum  pernah  mendengar   hal   semacam   itu.   Lalu
	diceritakannya  tentang  adanya kafilah yang pernah dilaluinya
	di tengah jalan. Ketika ada seekor unta dari kafilah tersesat,
	dialah  yang  menunjukkan. Pernah ia minum dari sebuah kafilah
	lain dan sesudah  minum  lalu  ditutupnya  bejana  itu.  Pihak
	Quraisy   menanyakan   hal   tersebut.  Kedua  kafilah  itupun
	membenarkan apa yang telah diceritakan Muhammad itu.
 
	Saya kira, kalau dalam hal ini orang  bertanya  kepada  mereka
	yang  berpendapat  tentang  isra' dengan ruh itu, tentu mereka
	tidak akan  merasa  heran  sesudah  ternyata  ilmu  masa  kita
	sekarang    ini   dapat   mengetahui   mungkinnya   hypnotisma
	menceritakan hal-hal yang terjadi di tempat-tempat yang  jauh.
	Apalagi  dengan  ruh  yang  dapat  menghimpun kehidupan rohani
	dalam seluruh alam ini. Dengan  tenaga  yang  diberikan  Tuhan
	kepadanya  ia dapat mengadakan komunikasi dengan rahasia hidup
	ini dari awal alam azali sampai pada akhirnya yang abadi.
 
	Catatan kaki:
 
	 1 Biasanya tempat ini dinamai 'Syi'b Abi Talib' (A).
	   
	 2 At-Ta'if sebuah kota dan pusat musim panas dengan
	   ketinggian 1520 m, dari permukaan laut, lebih kurang 60
	   km timur laut Mekah (A).
	   
	 3 Doa ini dikenal dengan nama "Doa Ta'if" (A).
	   
	 4 Sebuah Kabilah Arab dari bagian Selatan (A).
	   
	 5 Kabilah Arab yang berdekatan dengah Suria (A).
	   
	 6 Kabilah Arab di dekat Irak (A).
	   
	 7 Kabilah Arab yang terpencar-pencar (A).
	   
	 8 Asra, sura dan isra', harfiah berarti "perjalanan
	   malam hari" (LA). 'Araja berarti naik atau memanjat.
	   Mi'raj harfiah tangga (N) (A).
	   
	 9 Yang tulus hati, yang sangat jujur (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1