Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KEDUAPULUH DELAPAN: 

TAHUN PERUTUSAN  

Pengaruh Tabuk - 571; Islamnya 'Urwa bin Mas'ud - 572; Perutusan Thaqif - 573; Nabi menolak berhala - 574; Minta dibebaskan dari salat - 575; Lat dibinasakan - 576; Abu Bakr memimpin jemaah haji - 577; Dasar ideal negara yang baru tumbuh - 583; Keputusan yang berlebih-lebihan - 584; Kebebasan berpikir dan peradaban Barat - 585; Bolsjevisma sebagai konsepsi ekonomi - 586; Membungkam kebebasan berpikir yang beralasan - 587; Gambaran kehidupan syirik - 588; Revolusi terhadap syirik dibenarkan - 589; 'Amir bin't-Tufail - 590; Perjuangan dalam Islam dan alasannya - 592

	            
	DENGAN berakhirnya ekspedisi ke Tabuk itu  maka  ajaran  Islam
	sudah selesai tersebar ke seluruh jazirah Arab. Muhammad sudah
	aman dari setiap serangan yang datang dari  luar.  Sebenarnya,
	begitu  Muhammad  kembali ke Medinah dari perjalanan ekspedisi
	itu,  semua  penduduk  jazirah  yang  masih   berpegang   pada
	kepercayaan   syirik,  sekarang  sudah  mulai  berpikir-pikir.
	Meskipun kaum Muslimin yang telah ikut menemani Muhammad dalam
	perjalanan   ke   Syam  itu  cukup  mengalami  pelbagai  macam
	kesukaran, memikul segala penderitaan karena  haus  dan  panas
	musim  yang  begitu membakar, namun mereka kembali dengan hati
	kesal,  sebab  mereka  tidak  jadi  berperang,  tidak  membawa
	rampasan perang, karena pihak Rumawi menarik pasukannya hendak
	bertahan dalam benteng-benteng di pedalaman Syam. Akan  tetapi
	penarikan  mundur ini sebenarnya telah meninggalkan kesan yang
	dalam sekali dalam hati kabilah-kabilah bagian  selatan  -  di
	Yaman,  Hadzramaut  dan 'Umman (Oman). Bukankah pasukan Rumawi
	itu  juga  yang  telah  mengalahkan  Persia,  telah  mengambil
	kembali  Salib Besar, kemudian membawanya kembali ke Yerusalem
	dalam suatu upacara besar-besaran? Sedang  Persia,  waktu  itu
	dalam  waktu  yang  cukup lama merupakan penguasa yang perkasa
	atas wilayah Yaman dan daerah-daerah sekitarnya itu.
 
	Selama  kaum  Muslimin  berada  tidak  jauh  dari  Yaman   dan
	daerah-daerah  Arab lainnya, bukankah sudah selayaknya apabila
	seluruh wilayah ini bergabung semua dalam  suatu  kesatuan  di
	bawah naungan panji Muhammad, panji Islam, supaya mereka dapat
	diselamatkan dari  kekuasaan  pihak  Rumawi  dan  Persia?  Apa
	salahnya  kalau  kepala-kepala  kabilah dan daerah itu berbuat
	begitu,  selama  mereka  memang  membuktikan  Muhammad   tetap
	mengakui  kekuasaan  daerah-daerah  dan kabilah-kabilah mereka
	yang datang menyatakan keislaman dan  kesetiaan  mereka  itu?!
	Ya,  hendaknya tahun kesepuluh Hijrah ini memang menjadi Tahun
	Perutusan, manusia datang berbondong-bondong  menyambut  agama
	Allah.  Hendaknya ekspedisi Tabuk dan penarikan mundur pasukan
	Rumawi menghadapi pihak Muslimin  itu  akan  memberi  pengaruh
	lebih  besar  daripada pembebasan Mekah, kemenangan Hunain dan
	pengepungan kota Ta'if selama ini.
 
	Nasib baik yang telah  membawa  Ta'if  --  kota  yang  tadinya
	paling  gigih  melawan  Nabi selama kota itu dalam pengepungan
	sehingga  akhirnya  ditinggalkan  kaum  Muslimin  tanpa  dapat
	diterobos  - ialah karena sesudah peristiwa Tabuk, kota inilah
	yang pertama-tama menyatakan  kesetiaannya,  meskipun  sebelum
	itu  lama  sekali ia maju-mundur hendak mengumumkan pernyataan
	setianya itu.

	Setelah kejadian Hunain, selama  Nabi  memimpin  ekspedisi  ke
	Ta'if,  'Urwa  b.  Mas'ud - salah seorang pemimpin Thaqif yang
	tinggal di kota tcrsebut - sedang tak ada di tempat. Ia sedang
	pergi  ke Yaman. Bilamana kemudian ia kembali ke daerahnya dan
	melihat Nabi mendapat kemenangan di Tabuk dan sudah kembali ke
	Medinah,  ia  pun  segera menyatakan dirinya masuk Islam serta
	memperlihatkan   betapa   besar   hasratnya   ingin   mengajak
	masyarakatnya  juga  masuk  Islam  'Urwa  bukan tidak mengenal
	Muhammad dan kebesarannya. Dia  termasuk  salah  seorang  yang
	pernah   ikut  berunding  mewakili  Quraisy  dalam  perdamaian
	Hudaibiya. Setelah  'Urwa  masuk  Islam  dan  Nabi  mengetahui
	hasratnya hendak pergi mengajak golongannya menerima agama ini
	yang sudah juga dianutnya, Nabi  yang  sudah  pula  mengetahui
	betapa  bangga  dan  kerasnya  fanatik  orang-orang Thaqif itu
	terhadap  Lat  berhala  mereka,  diingatkannya  'Urwa   dengan
	katanya: "Mereka akan membunuh engkau."
 
	Tetapi   'Urwa   yang   merasa   kedudukannya  cukup  kuat  di
	tengah-tengah golongannya itu sebaliknya berkata:
 
	"Rasulullah, mereka mencintai saya  lebih  daripada  mencintai
	mata mereka sendiri."

	Kemudian  'Urwa pergi hendak mengajak golongannya itu menganut
	Islam. Mereka berunding sesama  mereka  dan  tidak  memberikan
	sesuatu  pendapat  kepadanya.  Keesokan  harinya  pagi-pagi ia
	pergi  ke   ruangan   atas   rumahnya,   ia   mengajak   orang
	bersembahyang.  Tepat  sekalilah firasat Rasulullah waktu itu.
	Masyarakatnya itu sudah tak dapat menahan  hati.  Ia  dikepung
	lalu  dihujani  panah  dari segenap penjuru, dan sebatang anak
	panah telah dapat  pula  menewaskannya.  Keluarga  'Urwa  yang
	berada di sekelilingnya jadi gelisah. Kata 'Urwa ketika sedang
	mengembuskan napas terakhir:
 
	"Suatu  kehormatan  telah  diberikan  Tuhan  kepadaku,   suatu
	kesaksian  oleh Tuhan telah dilimpahkan kepadaku. Yang kualami
	ini sama seperti yang dialami para syuhada  yang  berjuang  di
	samping Rasulullah - s.a.w. - sebelum meninggalkan kita."
 
	Kemudian  dimintanya  supaya  ia  dikuburkan bersama-sama para
	syuhada.  Oleh  keluarganya  ia  pun  dikuburkan  bersama-sama
	mereka.
 
	Tetapi   nyatanya   darah   'Urwa   tidak   sia-sia  mengalir.
	Kabilah-kabilah yang berada di sekitar  Ta'if  semuanya  sudah
	masuk  Islam.  Disini  mereka  menyadari  bahwa apa yang telah
	diperbuat Thaqif  terhadap  pemimpin  itu  adalah  suatu  dosa
	besar.  Akibat  perbuatan  itu  Thaqif  menyadari  juga, bahwa
	mereka merasa tidak  tenang.  Setiap  ada  orang  keluar  dari
	kalangan mereka pasti tertangkap. Sekarang mereka yakin, bahwa
	bila tidak diadakan suatu  perdamaian  atau  semacam  gencatan
	senjata,  pasti  nasib  mereka  akan  hilang  tak ada artinya.
	Segera mereka mengadakan  perundingan  dengan  sesama  mereka.
	Mereka mengusulkan kepada pemimpin mereka ['Abd Yalail] supaya
	ia berangkat menemui Nabi  dan  mengusulkan  suatu  perdamaian
	Thaqif.
 
	Akan  tetapi  'Abd  Yalail kuatir akan mengalami nasib seperti
	yang dialami 'Urwa b. Mas'ud dari  masyarakatnya  sendiri.  Ia
	tidak akan berangkat menemui Muhammad kalau tidak diantar oleh
	lima orang lainnya, dengan keyakinan bahwa kalau ia  berangkat
	dengan mereka lalu kembali pulang, mereka akan dapat menggarap
	golongannya masing-masing.
 
	Ketika sudah mendekati Medinah dan Mughira b. Syu'ba  berjumpa
	dengan mereka, ia pergi cepat-cepat hendak menyampaikan berita
	kedatangan mereka itu kepada Nabi. Abu Bakr juga melihatnya ia
	sedang  berjalan ccpat-cepat itu. Setelah ia mengetahui maksud
	kedatangan mereka dari Mughira, dimintanya  biarlah  dia  yang
	akan  meneruskan berita gembira itu kepada Rasulullah. Dan Abu
	Bakr pun masuk menyampaikan berita kedatangan perutusan Thaqif
	itu kepada Nabi.
 
	Tetapi  sebenarnya  perutusan  ini masih juga mau membanggakan
	golongannya. Mereka masih juga mau mengingat-ingat pengepungan
	Nabi  di Ta'if yang kemudian kembali. Kendatipun Mughira sudah
	memberitahukan mereka bagaimana caranya memberi  salam  secara
	Islam  kepada  Nabi,  namun  mereka  tidak  mau  juga dan akan
	memberi salam hanya dengan cara jahiliah itu juga.

	Kemudian mereka memasang sebuah qubba - kemah bulat1 yang khas
	di  sebelah  mesjid.  Mereka  memasang  kemah itu sebab mereka
	masih sangat berhati-hati sekali terhadap Muslimin, dan  belum
	yakin.  Yang menjadi perantara antara mereka dengan Rasulullah
	dalam perundingan itu ialah Khalid b. Sa'id bin'l-'Ash. Mereka
	tidak  mau  merasakan  makanan  yang  datang  dari  pihak Nabi
	sebelum dicoba dimakan terlebih dahulu  oleh  Khalid.  Sebagai
	perantara  orang ini menyampaikan kepada Muhammad bahwa mereka
	menerima Islam, dengan permintaan supaya  Lat  berhala  mereka
	itu dibiarkan selama tiga tahun jangan dihancurkan, dan mereka
	supaya dibebaskan dari kewajiban sembahyang. Tetapi permintaan
	mereka itu samasekali ditolak oleh Muhammad. Permintaan mereka
	sekarang dikurangi lagi: supaya Lat dibiarkan selama dua tahun
	lalu  berubah  menjadi  satu  tahun,  selanjutnya menjadi satu
	bulan saja, setelah mereka  kembali  kepada  golongan  mereka.
	Akan tetapi penolakannya itu sudah tegas sekali dan tidak lagi
	ragu-ragu atau dapat ditawar-tawar.
 
	Bagaimana mereka mengharapkan dari Nabi, yang mengajak manusia
	menyembah  hanya  kepada  Tuhan Yang Tunggal dan menghancurkan
	semua berhala tanpa ampun, akan sudi membiarkan  soal  berhala
	mereka  itu,  meskipun masyarakatnya sendiri tidak kurang pula
	gigihnya seperti pada pihak Thaqif  di  Ta'if.  Buat  manusia,
	yang ada hanyalah: dia beriman atau tidak beriman, di luar itu
	yang ada hanya syak (skeptis) dan serba  sangsi.  Sedang  syak
	dan  iman  tidak  bisa bertemu dalam satu jantung, sama halnya
	seperti iman dan kufur. Membiarkan Lat - datuknya Banu  Thaqif
	itu  -  berarti  suatu  perlambang  bahwa  mereka masih saling
	berganti ibadat antara berhala dengan Tuhan,  dan  ini  adalah
	perbuatan   mempersekutukan   Tuhan,   sedang   Tuhan   takkan
	mengampuni dosa orang yang mempersekutukan Tuhan.

	Sekarang  pihak  Thaqif  minta   dibebaskan   dari   kewajiban
	menjalankan salat. Tetapi Muhammad menolak dengan mengatakan:
	Tidak baik agama yang tidak  disertai  salat.  Kemudian  tidak
	lagi  pihak Thaqif mempertahankan Lat itu, mereka mau menerima
	Islam dan  menjalankan  salat.  Tetapi  mereka  masih  meminta
	berhala-berhala  itu  jangan  dihancurkan  oleh  tangan mereka
	sendiri. Mereka orang baru dalam mengenal iman, dan masyarakat
	mereka yang masih menunggu mereka kembali itu ingin mengetahui
	apa  benar  yang  sudah  mereka  lakukan.  Hendaknya  Muhammad
	membebaskan  mereka untuk tidak menghancurkan sendiri apa yang
	mereka sembah dan disembah nenek-moyang mereka itu. Dalam  hal
	ini  Muhammad menganggap tidak perlu berkeras. Akan sama saja,
	berhala itu dihancurkan oleh tangan  orang-orang  Thaqif  atau
	oleh  tangan orang lain. Yang penting berhala itu dibinasakan,
	dan pihak Thaqif hanya akan menyembah  Tuhan  Yang  Maha  Esa.
	Kata Nabi a.s.:
 
	"Kami  akan  membebaskan  kamu menghancurkan berhala-berhalamu
	itu dengan tanganmu sendiri."
 
	Untuk mengurus mereka itu kekuasaan diberikan  kepada  'Uthman
	b.  Abi'l-'Ash  -  orang  yang  paling  muda usianya di antara
	mereka. Dalam usia semuda itu  ia  diberi  kekuasaan  mengurus
	mereka,   karena  dialah  yang  paling  sungguh-sungguh  dalam
	memahami hukum Islam dan pendidikan Qur'an, dengan  disaksikan
	oleh Abu Bakr dan orang-orang yang mula-mula dalam Islam.
 
	Utusan  Banu  Thaqif  itu tinggal dengan Muhammad sampai akhir
	bulan   puasa.   Mereka   ikut   berpuasa   bersama-sama   dan
	dikirimkannya  pula  makanan  kepada  mereka  untuk  sahur dan
	berbuka. Bilamana  sudah  tiba  saatnya  mereka  akan  kembali
	kepada   golongannya,  Muhammad  berpesan  kepada  'Uthman  b.
	Abi'l-'Ash dengan mengatakan:
 
	"Ringkaskanlah dalam bersembahyang dan ambil orang yang  lemah
	sebagai  ukuran.  Diantara  mereka itu ada orang tua, ada yang
	masih anak-anak, ada yang lemah dan yang mempunyai keperluan."

	Perutusan  itu  kemudian  kembali  ke  negeri  mereka.   Untuk
	melaksanakan pembinasaan Lat itu, Nabi mengutus bersama mereka
	Abu Sufyan b. Harb dan Mughira b.  Syuiba.  Kedua  mereka  ini
	memang  sudah  mempunyai  hubungan  yang baik dan akrab dengan
	Banu Thaqif. Bilamana Abu Syufyan dan Mughira tiba dan Mughira
	menghancurkan  berhala itu, wanita-wanita Thaqif karena merasa
	sedih  mereka  menangis,  tapi  tiada  seorang   yang   berani
	mendekatinya,  karena  memang  sudah  ada  persetujuan  antara
	perutusan Thaqif dengan Nabi untuk membinasakan  berhala  itu.
	Mughira  mengambil semua harta Lat termasuk perhiasannya untuk
	dipergunakan membayar  utang-utang  'Urwa  dan  Aswad  -  atas
	perintah Rasul dan dengan persetujuan Abu Sufyan.
 
	Jadi  dengan runtuhnya berhala Lat dan Ta'if masuk Islam, maka
	seluruh Hijaz sekarang sudah menjadi Islam. Pengaruh  Muhammad
	sekarang  membentang  dari  wilayah  Rumawi di utara sampai ke
	daerah  Yaman  dan  Hadzramaut   di   selatan.   Daerah-daerah
	selebihnya  di  bagian  selatan  jazirah  ini semua sudah pula
	bersiap-siap hendak menggabungkan diri  ke  dalam  agama  baru
	ini.  Dengan  segala  kekuatan  yang  ada semua ini sudah siap
	membela agama  dan  tanah  air  masing-masing.  Sementara  itu
	utusan-utusan  terus  berdatangan dari segenap penjuru. Mereka
	semua menuju Medinah,  untuk  menyatakan  kesetiaannya,  untuk
	menyatakan diri masuk Islam.
 
	Sementara  para  utusan  itu  berturut-turut datang ke Medinah
	dari bulan ke bulan, akhirnya bulan Haji  pun  sudah  pula  di
	ambang  pintu.  Sampai  pada  waktu  itu Nabi tidak menunaikan
	kewajiban itu seluruhnya seperti yang dilakukan kaum  Muslimin
	dewasa ini. Adakah kita lihat ia pergi dalam tahun ini sebagai
	tanda syukur kepada Tuhan karena pertolongan yang diberikanNya
	dalam  menghadapi  Rumawi,  memasukkan Ta'if ke dalam pangkuan
	Islam serta  perutusan  yang  datang  kepadanya  dari  segenap
	penjuru?
 
	Sebenarnya  di semenanjung itu masih juga ada orang-orang yang
	belum beriman kepada Allah dan kepada Rasul,  masih  juga  ada
	orang-orang  kafir  dan  masih juga ada orang-orang Yahudi dan
	Nasrani. Sedang orang-orang kafir masih  berpegang  pada  adat
	lembaga   jahiliah.   Dalam   bulan-bulan  suci  mereka  masih
	berziarah ke Ka'bah,  sedang  orang-orang  kafir  kotor.  Jadi
	kalau  begitu,  biar  dia akan tinggal saja di Medinah, sampai
	Tuhan menyelesaikan FirmanNya,  sampai  Tuhan  mengijinkan  ia
	pergi  berhaji ke Baitullah. Biar Abu Bakr saja memimpin orang
	naik haji.

	Pada waktu itulah Abu Bakr memimpin 300 orang Muslimin  menuju
	Mekah.  Akan  tetapi mungkin dari tahun ke tahun orang musyrik
	masih juga  akan  tetap  berziarah  ke  Baitullah  yang  suci.
	Bukankah  secara  umum  antara Muhammad dengan orang-orang itu
	sudah ada suatu perjanjian bahwa tidak boleh orang  dirintangi
	datang  ke  Ruimah  Suci,  dan  orang tidak boleh merasa takut
	selama dalam bulan-bulan  suci?  Bukankah  antara  dia  dengan
	kabilah-kabilah  Arab  sudah  ada perjanjian-perjanjian sampai
	saat-saat tertentu? Selama ada perjanjian-perjanjian demikian,
	selama  itu  pula  orang-orang  yang mempersekutukan Tuhan dan
	menyembah yang  selain  Tuhan  itu  akan  tetap  berziarah  ke
	Baitullah,  dan  Muslimin  pun  akan  selalu  menyaksikan cara
	peribadatan jahiliah di bawah matanya  sendiri,  dilangsungkan
	di sekitar Ka'bah; sedang menurut perjanjian-perjanjian khusus
	dan perjanjian secara umum tak ada  alasan  menghalangi  orang
	datang berhaji dan beribadat di tempat itu.
 
	Kalau berhala-berhala yang disembah orang-orang Arab itu sudah
	banyak yang dihancurkan dan berhala-berhala yang dulu di dalam
	Ka'bah  dan  di  sekitarnya sudah pula dimusnahkan, maka suatu
	pertemuan dalam  Baitullah  yang  suci  dengan  nmempersatukan
	orang-orang yang berontak pada kehidupan syirik dan paganisma,
	dengan orang-orang  yang  tetap  dalam  kehidupan  syirik  dan
	paganismanya  itu,  adalah  suatu  kontradiksi  yang tak dapat
	dimengerti. Kalau orang dapat memahami orang-orang Yahudi  dan
	Nasrani pergi berziarah ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) sebab itu
	adalah Tanah yang  dijanjikan  buat  orang-orang  Yahudi,  dan
	tempat  kelahiran  Isa  Almasih buat orang-orang Nasrani, maka
	orang  tidak  akan  dapat   memahami   pertemuan   dua   macam
	peribadatan dalam sebuah tempat, di tempat itu berhala-berhala
	dihancurkan dan di tempat itu pula berhala-berhala yang  sudah
	dihancurkan  itu disembah. Oleh karena itu, sudah wajar sekali
	apabila orang-orang musyrik itu  tidak  boleh  lagi  mendekati
	Rumah Suci yang sudah dibersihkan dari segala kehidupan syirik
	dan segala macam suasana paganisma. Dalam hal inilah ayat-ayat
	dalam  Surah  Bara'ah  (At-Taubah  (9) itu turun. Tetapi musim
	haji kini sudah dimulai dan orang-orang musyrik sudah pula ada
	yang    datang   dari   pelosok-pelosok   hendak   menjalankan
	upacaranya.  Baiklah  pertemuan  sekali   ini   menjadi   saat
	menyampaikan  perintah  Allah  kepada  mereka dalam memutuskan
	segala perjanjian antara paganisma dengan iman,  kecuali  buat
	perjanjian  yang  dibuat untuk waktu tertentu ia tetap berlaku
	sampai pada waktu yang sudah ditentukan itu.
 
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1