Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KEDUAPULUH: 

PERJANJIAN HUDAIBIYA    

Setelah enam tahun di Medinah - 424; Muslimin dirintangi ke Mesjid Suci - 424; Muslimin mengumumkan naik haji - 427; Dua perkemahan bertemu - 429; Muhammad memelihara perdamaian - 431; Utusan Quraisy kepada Muhammad - 433; Perutusan 'Urwa ibn Mas'ud - 434; Utusan Muhammad kepada Quraisy - 435; Usman b'Affan diutus - 436; Ikrar Ridzwan - 437; Perutusan Quraisy kepada Muhammad - 438; Perundingan kedua belah pihak - 440; Abu Bakr dan Umar - 441; Perjanjian Hudaibiya (Maret 628) - 441; Perjanjian Hudaibiya mulai berlaku - 442; Hudaibiya: suatu kemenangan yang nyata - 444; Cerita Abu Bashir - 445; Wanita-wanita Muslihat yang hijrah - 448; Apa yang dilakukan Muhammad - 449.

	            
 
	ENAM tahun lamanya sudah  sejak  Nabi  dan  sahabat-sahabatnya
	hijrah  dari  Mekah ke Medinah. Seperti kita lihat, selama itu
	mereka terus-menerus bekerja keras,  terus-menerus  dihadapkan
	kepada  peperangan,  kadang  dengan  pihak Quraisy, adakalanya
	pula  dengan  pihak  Yahudi.  sementara  itu  Islampun   makin
	tersebar luas, makin kuat dan ampuh pula
 
	Sejak  tahun pertama Hijrah, Muhammad sudah mengubah kiblatnya
	dari al-Masjid'l-Aqsha  ke  al-Masjid'l-Haram.  Sekarang  kaum
	Muslimin menghadap ke Baitullah yang di bangun oleh Ibrahim di
	Mekah, dan yang kemudian bangunan itu dibaharui  lagi  tatkala
	Muhammad  masih muda belia. Waktu itu ia juga turut mengangkat
	batu hitam ketempatnya di  ujung  dinding  bangunan  itu.  Tak
	terlintas  dalam  pikirannya  atau dalam pikiran siapapun juga
	waktu itu, bahwa Tuhan akan menurunkan risalah kepadanya.

	Sejak ratusan tahun yang lalu, al-Masjid'l-Haram  ini  (Mesjid
	Suci)   sudah  menjadi  arah  tujuan  orang-orang  Arab  dalam
	melakukan ibadat. Dalam bulan-bulan suci setiap  tahun  mereka
	datang  ke  tempat  itu.  Setiap orang yang datang keamanannya
	terjamin. Apabila orang bertemu dengan musuh yang paling keras
	sekalipun,  di  tempat  ini ia tak dapat menghunus pedang atau
	mengadakan pertumpahan darah. Akan tetapi sejak  Muhammad  dan
	kaum  Muslimin  sudah  hijrah,  pihak  Quraisy telah mengambil
	tanggung jawab dengan melarang  mereka  memasuki  Mesjid  Suci
	itu,   melarang   mereka  mendekatinya  diluar  golongan  Arab
	lainnya. Dalam hal ini firman Tuhan turun  pada  tahun  Hijrah
	pertama itu:
 
	"Mereka   bertanya   kepadamu  tentang  bulan  suci:  bolehkah
	berperang? Katakanlah: Berperang dalam bulan  itu  suatu  dosa
	besar.  Tetapi  merintangi  orang  dari jalan Allah dan ingkar
	kepadaNya,  merintangi  orang  memasuki  Masjid   Suci   serta
	mengusir  penduduk  dari  sekitar tempat itu, lebih besar lagi
	dosanya disisi Allah." (Qur'an, 2:217)
 
	Dan sesudah perang Badr juga firman Tuhan ini datang:
 
	"Dan kenapa Allah tidak akan menyiksa  mereka  padahal  mereka
	merintangi  orang  memasuki  Mesjid  Suci, sedang mereka bukan
	penanggungjawabnya. Mereka yang  bertanggungjawab  mengurusnya
	sebenarnya  ialah  orang-orang  yang  bertakwa.  Tetapi mereka
	kebanyakan tidak mengetahui. Dan sembahyang mereka di  sekitar
	Rumah  Suci  itu tidak lain hanya bersiul dan bertepuk tangan.
	Oleh  karena  itu  rasakan  siksaan   yang   disebabkan   oleh
	kekafiranmu  itu.  Orang-orang  kafir  itu  mengeluarkan harta
	mereka guna melarang orang dari jalan Allah; maka mereka masih
	akan  mengeluarkan  harta mereka. Sesudah itu mereka menyesal,
	lalu  mereka  kalah.  Dan  orang-orang  yang  kafir  itu  akan
	dikumpulkan di dalam neraka" (Qur'an, 8:34-36)
 
	Selama   enam   tahun   itu   banyak  sekali  ayat-ayat  turun
	berturut-turut  mengenai  Mesjid  Suci  itu  yang  oleh  Tuhan
	dijadikan  tempat manusia berkumpul dan tempat yang aman. Akan
	tetapi    pihak    Quraisy     menganggap     Muhammad     dan
	pengikut-pengikutnya  telah  mengingkari dewa-dewa dalam Rumah
	Suci itu: Hubal, Isaf, Na'ila dan berhala-berhala  yang  lain.
	Oleh   karena   itu   memerangi  dan  melarang  mereka  datang
	berkunjung ke Ka'bah  adalah  suatu  kewajiban  buat  Quraisy,
	kalau    mereka    tidak    mau   kembali   kepada   dewa-dewa
	nenek-moyangnya.
 
	Sementara itu kaum Muslimin merasa menderita karena tak  dapat
	melakukan  tugas  agama  yang  sudah menjadi kewajiban mereka,
	juga  sudah  menjadi  kewajiban  nenek-moyang  mereka  dahulu.
	Disamping  itu kaum Muhajirin sendiripun sudah merasa tersiksa
	dan merasa tertekan  -  tersiksa  dalam  pembuangan,  tertekan
	karena  kehilangan  tanah  air dan keluarga. Hanya saja mereka
	itu semua yakin akan adanya pertolongan Tuhan kepada Rasul dan
	kepada mereka serta mengangkat taraf agama mereka diatas agama
	lain. Mereka percaya sekali, bahwa tak lama  lagi  pasti  akan
	datang  waktunya  Tuhan  membukakan pintu Mekah kepada mereka,
	dan  mereka  akan  bertawaf  di  Rumah  Purba  (Ka'bah)   itu,
	menunaikan   kewajiban  agama  yang  diwajibkan  Tuhan  kepada
	seluruh umat manusia. Kalau selama itu, tahun demi tahun  yang
	terjadi  hanya  peperangan,  dari  perang  Badr  ke Uhud, lalu
	Khandaq,       kemudian       peperangan-peperangan        dan
	kesibukan-kesibukan lain, maka hari yang mereka harap-harapkan
	itu kini pasti akan tiba. Mereka sangat merindukan  hari  yang
	diharap-harapkan  itu.  Tidak  kurang  pula  Muhammad  seperti
	mereka, sangat merindukannya dan yakin sekali,  bahwa  saatnya
	sudah dekat!
 
	Dengan  melarang  mengadakan  ziarah ke Mekah serta menunaikan
	kewajiban   berhaji   dan   menjalankan   umrah,    sebenarnya
	orang-orang   Quraisy   sudah   melakukan  kekejaman  terhadap
	Muhammad dan  sahabat-sahabatnya.  Rumah  Purba  ini  bukanlah
	milik  Quraisy,  melainkan  milik semua orang Arab. Hanya saja
	orang-orang  Quraisy  itu  berkewajiban  menjaga  Ka'bah   dan
	mengurus  air buat para pengunjung, yakni yang meliputi segala
	macam    kepengurusan    Rumah    Suci    dan     pemeliharaan
	pengunjung-pengunjungnya. Tujuan sesuatu kabilah itu satu sama
	lain dengan menyembah  berhala  tidaklah  berarti  membenarkan
	tindakan  Quraisy  melarang  orang  berziarah  dan bertawaf di
	Ka'bah serta melakukan segala upacara dan penyembahan berhala.
	Muhammad  datang  mengajak  orang menjauhi penyembahan berhala
	dan membersihkan diri dari segala noda paganisma  dan  syirik.
	Ia  mengajak  orang  ke  tingkat jiwa yang lebih tinggi, yakni
	menyembah hanya kepada Allah Yang Tunggal dan tidak bersekutu.
	Ia akan menempatkannya di atas segala kekurangan, akan membawa
	kehidupan rohani ke tempat yang dapat menangkap arti  kesatuan
	alam  serta keesaan Tuhan. Jadi oleh karena menjalankan ibadah
	haji dan umrah itu merupakan salah satu kewajiban agama,  maka
	melarang  penganut-penganut agama baru ini melakukan kewajiban
	agamanya berarti suatu tindakan permusuhan.
 
	Akan tetapi apabila Muhammad  kemudian  datang  juga  disertai
	orang-orang   yang  sudah  beriman  kepada  Allah  dan  kepada
	ajarannya, yang sebenarnya mereka  ini  penduduk  asli  Mekah,
	maka  orang-orang  Quraisy  itu  kuatir rakyat jelata di Mekah
	akan menggabungkan  diri  kepadanya  lalu  merasa  pula  bahwa
	memisahkan  mereka  dari sanak keluarga, adalah suatu tindakan
	kekejaman. Dengan demikian ini akan merupakan benih yang dapat
	mencetuskan perang saudara.
 
	Disamping  itu  pemimpin-pemimpin  Quraisy  dan  pemuka-pemuka
	Mekah tidak pula melupakan Muhammad dan pengikutnya yang telah
	menghancurkan perdagangan mereka, merintangi jalan mereka yang
	sudah rata itu ke Syam. Oleh karenanya dalam jiwa mereka sudah
	tertanam  rasa  dendam  dan  permusuhan;  padahal  sudah cukup
	diketahui, bahwa  Rumah  itu  kepunyaan  Allah  dan  kepunyaan
	seluruh  masyarakat  Arab, dan bahwa kewajiban mereka hanyalah
	menjaganya dan memelihara orang-orang yang sedang berziarah.

	Telah lampau enam tahun  sejak  hijrah,  kaum  Muslimin  sudah
	gelisah  sekali  karena  rindu  ingin  berziarah ke Ka'bah dan
	ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Pada suatu  pagi  bila
	mereka    sedang   berkumpul   di   mesjid,   tiba-tiba   Nabi
	memberitahukan kepada mereka bahwa  ia  telah  mendapat  ilham
	dalam  mimpi  hakiki,  bahwa  insya Allah mereka akan memasuki
	Mesjid Suci dengan aman tenteram, dengan kepala  dicukur  atau
	digunting tanpa akan merasa takut.
 
	Begitu  mereka mendengar berita mengenai mimpi Rasulullah itu,
	serentak mereka mengucap; Alhamdulillah. Secepat kilat  berita
	ini   telah   tersebar  ke  seluruh  penjuru  Medinah.  Tetapi
	bagaimana caranya memasuki Masjid Suci itu? Dengan  perangkah?
	Ataukah  orang-orang  Quraisy  secara paksa harus dikosongkan?
	Atau barangkali  Quraisy  dengan  tunduk  menyerah  membukakan
	jalan?
 
	Tidak.  Tak  ada  pertempuran, tak ada perang. Bahkan Muhammad
	mengumumkan kepada orang ramai supaya pergi menunaikan  ibadah
	haji  dalam bulan Zulhijah yang suci. Dikirimnya utusan-utusan
	kepada  kabilah-kabilah  yang  bukan  dari   pihak   Muslimin,
	dianjurkannya  mereka supaya ikut bersama-sama pergi berangkat
	ke Baitullah, dengan aman, tanpa ada pertempuran.  Dalam  pada
	itu  yang  diinginkan  sekali  oleh Muhammad ialah supaya kaum
	Muslimin  dapat  berangkat  sebanyak  mungkin.   Maksud   baik
	daripada  ini  ialah  supaya semua orang Arab mengetahui bahwa
	kepergiannya dalam bulan suci  itu  hendak  menunaikan  ibadah
	haji,  bukan akan berperang. Ia hanya ingin melaksanakan suatu
	kewajiban  dalam  hukum  Islam,  yang  juga  diwajibkan  dalam
	agama-agama  orang  Arab  sebelum  itu.  Untuk  itu  diajaknya
	orang-orang Arab yang tidak se-agama itu agar  juga  melakukan
	kewajiban  tersebut. Sesudah semua itu, kalaupun Quraisy masih
	juga bersikeras hendak memeranginya dalam bulan  suci,  hendak
	melarang  orang  Arab  akan apa yang sudah menjadi kepercayaan
	sekalipun berlain-lainan, maka  takkan  ada  orang-orang  Arab
	yang  mau  mendukung  sikap  Quraisy atau akan membantu mereka
	melawan kaum Muslimin. Dengan sikap keras  itu  mereka  hendak
	membendung  orang  pergi  ke  Mesjid  Suci, hendak membelokkan
	orang dari agama  Ismail.  dan  dari  agama  Ibrahim,  leluhur
	mereka.
 
	Oleh   karena  itu  pihak  Muslimin  merasa  aman  juga  kalau
	orang-orang Arab itu dapat menggabungkan diri seperti golongan
	Ahzab  dulu. Agamanya akan lebih terpandang dimata orang-orang
	Arab yang belum beriman itu.  Apa  pula  yang  akan  dikatakan
	Quraisy  kepada  mereka  yang  datang ke tanah suci itu, tanpa
	membawa senjata kecuali pedang  yarig  disarungkan,  didahului
	oleh  binatang kurban yang hendak mereka sembelih. Buat mereka
	tak ada urusan lain daripada hanya akan menunaikan tugas agama
	dengan  bertawaf  di  Baitullah,  yang  juga menjadi kewajiban
	semua masyarakat Arab itu.
 
	Muhammad  mengumumkan  kepada  semua  orang  supaya  berangkat
	menunaikan   ibadah   haji.  Kepada  kabilah-kabilah  di  luar
	Muslimin juga dimintanya berangkat bersama-sama. Tetapi banyak
	juga  dari  mereka  itu  yang masih menunda-nunda. Dalam bulan
	Zulkaedah sebagai salah satu bulan suci, ia  berangkat  dengan
	rombongan  dari  kaum  Muhajirin  dan  Anshar,  serta beberapa
	kabilah Arab yang mau menggabungkan diri, didahului  di  depan
	oleh  untanya,  Al-Qashwa. Jumlah mereka yang berangkat ketika
	itu  sebanyak  seribu  empatratus  orang.   Muhammad   membawa
	binatang  kurban  terdiri  dari  tujuhpuluh ekor unta1, dengan
	mengenakan  pakaian  ihram,   dengan   maksud   supaya   orang
	mengetahui,  bahwa  ia  datang  bukan mau berperang, melainkan
	khusus hendak berziarah dan mengagungkan Baitullah.
 
	Bilamana  rombongan  sudah  sampai  di  Dzu'l-Hulaifa2  mereka
	menyiapkan kurban dan mengucapkan talbiah. Binatang kurban itu
	dilepaskan dan disebelah kanan masing-masing hewan itu  diberi
	tanda,  di  antaranya  terdapat unta Abu Jahl yang kena rampas
	dalam perang Badr. Tiada seorang juga dari rombongan haji  itu
	yang membawa senjata selain pedang tersarung yang biasa dibawa
	orang dalam perjalanan. Isteri  Nabi  yang  ikut  serta  dalam
	perjalanan ini ialah Umm Salama.
 
	Berita   tentang   Muhammad   dan  rombongannya  serta  tujuan
	kepergiannya hendak menunaikan ibadah haji  itu  sudah  sampai
	juga kepada Quraisy. Akan tetapi dalam hati mereka timbul rasa
	kuatir.  Masalahnya  buat  mereka  adalah  sebaliknya.  Mereka
	menduga  kedatangannya hanya sebagai suatu tipu muslihat saja.
	Dengan begitu Muhammad mau menipu supaya dapat memasuki Mekah,
	karena  mereka  dan  golongan  Ahzab pernah pula terlarang tak
	dapat memasuki Medinah. Apa yang mereka ketahui tentang  lawan
	mereka  yang  hendak  memasuki  Tanah Suci melakukan Umrah itu
	serta apa  yang  sudah  diumumkan  di  seluruh  jazirah  bahwa
	sebenarnya  mereka  hanya  didorong oleh rasa keagamaan hendak
	menunaikan kewajiban yang sudah juga diakui oleh seluruh orang
	Arab,  tidak  akan  dapat  mengubah  keputusan  Quraisy hendak
	mencegah  Muhammad  memasuki  Mekah;   betapa   pun   besarnya
	pengorbanan   yang  harus  mereka  lakukan  guna  melaksanakan
	keputusan mereka itu.

	Oleh karena itu sebuah pasukan tentara yang barisan berkudanya
	saja  terdiri  dari 200 orang, oleh Quraisy segera di kerahkan
	dan pimpinannya di  serahkan  kepada  Khalid  bin'l-Walid  dan
	'Ikrima  bin  Abi Jahl. Pasukan ini maju ke depan supaya dapat
	merintangi Muhammad masuk Ibukota (Mekah). Mereka  maju  terus
	sampai dapat bermarkas di Dhu Tuwa.
 
	Sebaliknya  Muhammad  ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya
	di 'Usfan3 ia bertemu dengan seseorang dari  suku  Banu  Ka'b.
	Nabi menanyakan kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita
	sekitar Quraisy.
 
	"Mereka  sudah  mendengar  tentang   perjalanan   tuan   ini,"
	jawabnya.  "Lalu  mereka  berangkat  dengan mengenakan pakaian
	kulit harimau. Mereka berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah
	bahwa tempat itu sama-sekali tidak boleh tuan masuki. Sekarang
	Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah maju  terus
	ke Kira'l-Ghamim."4
 
	"O,  kasihan  Quraisy!"  kata  Muhammad.  "Mereka sudah lumpuh
	karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka  membiarkan  saja
	saya  dengan  orang-orang  Arab yang lain itu. Kalaupun mereka
	sampai membinasakan saya, itulah  yang  mereka  harapkan,  dan
	kalau  Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka akan masuk
	Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika  itupun  belum  mereka
	lakukan,  mereka  pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai
	kekuatan. Quraisy mengira apa. Saya akan terus berjuang,  demi
	Allah,  atas  dasar  yang  diutuskan  Allah kepada saya sampai
	nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini  putus
	terpenggal."
 
	Kemudian  ia  berfikir,  apa  gerangan yang akan diperbuatnya.
	Keberangkatannya dari Medinah bukan  akan  berperang.  Ia  mau
	memasuki  Tanah  Suci  hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia
	hendak menunaikan kewajiban kepada Tuhan.
 
	Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun
	dia   berperang   dan   dikalahkan,  hal  ini  akan  dijadikan
	kebanggaan oleh Quraisy. Atau barangkali  Khalid  dan  'Ikrima
	itu  disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai maksud itu,
	setelah diketahui  bahwa  ia  berangkat  bukan  dengan  maksud
	hendak berperang ?
 
	Sementara  Muhammad  sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy
	sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya  sudah  tak  ada
	jalan  lagi  buat Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali
	jika  mau  menerobos  barisan  itu.  Dan  jika   pun   terjadi
	pertempuran  pihak  Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan
	tanah airnya. Suatu pertempuran  yang  memang  tidak  diingini
	oleh  Muhammad.  Akan  tetapi  Quraisy  hendak memaksanya juga
	supaya ia  bertempur  dan  supaya  melibatkan  diri  ke  dalam
	peperangan.

	Sungguhpun begitu pihak Muslimimpun tidak kurang pula semangat
	pertahanannya. Adakalanya dengan pedang  terhunus  saja  sudah
	cukup  buat  mereka  menangkis  serangan  musuh. Tetapi dengan
	demikian tujuannya jadi hilang, dan akan dipakai  alasan  oleh
	Quraisy  di  kalangan orang-orang Arab yang lain. Pandangannya
	lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang  É
	Jadi, dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya:
 
	"Siapa  yang  dapat membawa kita ke jalan lain daripada tempat
	mereka sekarang berada?"
 
	Dengan demikian ia masih  berpegang  pada  pendapatnya  hendak
	menempuh  saluran  damai  yang  sudah  digariskannya  sejak ia
	berangkat dari Medinah dan  berniat  hendak  pergi  menunaikan
	ibadah haji ke Mekah.
 
	Dalam  pada  itu  kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia
	membawa  mereka  ke   tempat   lain   dengan   melalui   jalan
	berliku-liku  antara  batu-batu  karang yang curam yang sangat
	sulit dilalui. Kaum  Muslimin  merasa  sangat  letih  menempuh
	jalan  itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan
	datar pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah
	kanan  yang  akhirnya keluar di Thaniat'l-Murar, jalan menurun
	ke Hudaibiya di sebelah bawah kota Mekah.
 
	Setelah pasukan Quraisy melihat apa  yang  dilakukan  Muhammad
	dan   sahabat-sahabatnya  itu,  merekapun  cepat-cepat  memacu
	kudanya  kembali  ke  tempat  semula  dengan   maksud   hendak
	mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak Muslimin.
 
	Bila  kaum  Muslimin  sampai  di  Hudaibiya.  Al-Qashwa' (unta
	kepunyaan Nabi)  berlutut.  Kaum  Muslimin  menduga  ia  sudah
	terlalu lelah. Tetapi Rasulullah berkata:
 
	"Tidak.  Ia  (unta  itu)  ditahan oleh yang menahan gajah dulu
	dari Mekah. Setiap  ada  ajakan  dari  Quraisy  dengan  tujuan
	mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut."
 
	Kemudian   dimintanya   orang-orang   itu  supaya  turun  dari
	kendaraan. Tetapi mereka berkata:
 
	"Rasulullah, kalaupun kita turun, di lembah ini tak ada air."
 
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1