Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 | Bag. 5 | Bag. 6 ]

	1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN            (6/6)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Dari  sini  dapat  kita  lihat  bahwa  sosialisma  dalam Islam
	bukanlah  sosialisma  harta  serta   pembagiannya,   melainkan
	sosialisma  yang  menyeluruh, yang dasarnya persaudaraan dalam
	kehidupan rohani dan  moral  serta  dalam  kehidupan  ekonomi.
	Kalau  seseorang  belum  sempurna imannya sebelum ia mencintai
	saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, maka imannya itu
	pun memang tidak sempurna kalau tidak dapat ia turut mendukung
	orang memberantas kemiskinan dan memberikan  derma  atau  dana
	untuk  kemakmuran bersama, membagikan kekayaan sebagai karunia
	Tuhan itu, baik dengan diketahui, atau tidak diketahui  orang.
	Makin  besar cintanya kepada orang lain, makin dekat ia kepada
	Tuhan. Dia sedikit pun merasa  lebih  gembira.  Apabila  Tuhan
	telah   membuat  manusia  itu  bertingkat-tingkat,  memberikan
	rejeki kepada siapa saja yang dikehendakiNya serta  menentukan
	pula,  maka manusia takkan lebih baik keadaannya kalau tak ada
	rasa saling hormat, yang kecil menghormati yang  lebih  besar,
	yang  besar  mencintai  yang  lebih kecil, si kaya mau memberi
	untuk si miskin demi Allah semata, karena rasa syukur.
 
	Rasanya tidak perlu  kita  menyebutkan  lagi  apa  yang  sudah
	disebutkan  Qur'an  tentang  sistem  ekonomi,  tentang  waris,
	tentang  wasiat  (testamen),  tentang   perjanjian-perjanjian,
	perdagangan  dan  sebagainya.  Dalam  memberikan  isyarat yang
	singkat  sekalipun   mengenai   masalah-masalah   hukum   atau
	soal-soal  kemasyarakatan, akan memerlukan ruangan sekian kali
	lebih banyak dari pasal ini. Cukup kalau kita  sebutkan  saja,
	bahwa apa yang sudah disebutkan dalam Qur'an sehubungan dengan
	masalah-masalah tersebut kiranya  sampai  sekarang  belum  ada
	suatu  undang-undang  yang  lebih  baik dari itu. Bahkan orang
	akan  terkejut  sekali  bila  ia   melihat   adanya   beberapa
	penjelasan  seperti perjanjian tertulis mengenai utang-piutang
	sampai pada waktu tertentu  kecuali  dalam  perdagangan,  atau
	seperti   dalam  mengirimkan  dua  orang  juru  pendamai  jika
	dikuatirkan akan terjadi perceraian antara suami isteri,  atau
	terhadap  dua  golongan  yang  sedang berperang dan pihak yang
	menyerang dengan sewenang-wenang dan tidak  mau  diajak  damai
	itu  harus  diperangi  sampai  ia  mau kembali kepada perintah
	Tuhan - sungguh orang akan kagum  sekali  melihat  semua  ini.
	Apalagi    akan   membandingkannya   dengan   berbagai   macam
	undang-undang yang pernah ada,  kalau  pun  perundang-undangan
	yang  sesuai  dengan ketentuan-ketentuan yang telah diletakkan
	Qur'an itu sudah memang cukup baik.
 
	Jadi tidak mengherankan  sekali  -  seperti  yang  sudah  kita
	sebutkan  tentang  riba  dan  tentang sosialisma Islam sebagai
	dasar sistem ekonomi, yang dilukiskan di dalam  Qur'an  dengan
	penjelasan  hukum  sebagai suatu penyusunan undang-undang yang
	terbaik yang pernah ada dalam sejarah - kalau kebudayaan Islam
	itu  juga yang menjadi kebudayaan yang layak buat umat manusia
	dan yang benar-benar akan memberikan hidup bahagia.

	Setelah melihat apa yang sudah kita kemukakan mengenai lukisan
	Qur'an  tentang  kebudayaan  serta  landasannya,  mungkin  ada
	beberapa penulis Barat yang berpendapat  bahwa  sifat  manusia
	tidak  sesuai  dengan sistem yang hendak memaksanya ke tingkat
	yang lebih tinggi  diatas  kemampuan  kodratnya  sendiri,  dan
	bahwa  sistem  demikian  ini  tidak akan mampu hidup atau akan
	bertahan lama. Manusia menurut  tanggapan  mereka,  digerakkan
	oleh  rasa  harap  dan  cemas,  oleh keinginan dan nafsu, sama
	halnya dengan makhluk hewan, hanya saja dia  makhluk  berpikir
	homo   sapiens.  Bahwa  manusia  akan  menganut  suatu  sistem
	kebudayaan seperti yang digambarkan  oleh  Islam  itu,  adalah
	suatu  hal yang tidak mungkin, sekurang-kurangnya tidak mudah.
	Paling jauh yang dapat kita lakukan dalam  menyusun  kehidupan
	masyarakat   manusia   ini   ialah   memperbaiki   nafsu  itu,
	mengarahkan pikiran tentang harap dan cemas itu sebaik-baiknya
	dari segi materialisma ekonomi semata. Sedang yang di luar itu
	masyarakat tidak  akan  mampu  melaksanakannya.  Mungkin  yang
	menjadi  alasan mereka ialah karena sistem Islam itu - seperti
	yang digambarkan Qur'an dan  sudah  saya  coba  menguraikannya
	disini   secara  ringkas  -  belum  dapat  diharapkan  didalam
	masyarakat Islam sendiri kecuali pada masa Nabi dan pada  masa
	permulaan sejarah Islam. Kalau sistem ini memang sesuai dengan
	struktur kehidupan,  tentu  didalam  lingkungan  Islam  dahulu
	sudah  dapat  dijalankan  dan dari sana akan sudah tersebar ke
	seluruh dunia. Akan tetapi bilamana  hal  ini  tidak  terjadi,
	bahkan sebaliknya yang terjadi, maka anggapan bahwa sistem ini
	sangat layak, dan dapat  menjamin  kebahagiaan  umat  manusia,
	adalah anggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

	Atas  keberatan  ini  kiranya  pengakuan  mereka sendiri sudah
	cukup untuk menggugurkannya,  yaitu  bahwa  sistem  Islam  itu
	berjalan  dan  dipraktekkan  pada masa Nabi dan pada permulaan
	sejarah Islam. Dan Muhammad sendiri teladan yang  paling  baik
	dalam   pelaksanaan   itu.  Kemudian  teladan  yang  baik  itu
	diteruskan oleh para khalifah  yang  mula-mula.  Mereka  terus
	berjalan   dengan  sistem  itu  sampai  mencapai  tujuan  yang
	sempurna   sebagaimana   mestinya.   Akan    tetapi,    adanya
	intrik-intrik  dan  ambisi-ambisi  yang timbul kemudian kadang
	dengan jalan Israiliat, kadang pula dengan  jalan  rasialisma,
	itulah  yang  sedikit demi sedikit telah mengancam dasar-dasar
	Islam yang sebenarnya.
 
	Akibat  daripada  semua  itu  orang  berangsur-angsur  kembali
	mengganti  kehidupan  rohani  dengan materi, sifat kemanusiaan
	dengan kebinatangan. Dan  berhenti  hanya  sampai  pada  batas
	lingkaran  peradaban dewasa ini berada, yang hakekatnya hendak
	menjerumuskan umat manusia kedalam penderitaan.

	Muhammad sendiri teladan yang baik sekali  dalam  melaksanakan
	kebudayaan  seperti  dilukiskan  Qur'an  itu.  Dalam  buku ini
	contoh itu sudah kita lihat,  bagaimana  rasa  persaudaraannya
	terhadap  seluruh  umat manusia dengan cara yang sangat tinggi
	dan sungguh-sungguh itu  dilaksanakan.  Saudara-saudaranya  di
	Mekah  semua sama dengan dia sendiri dalam menanggung duka dan
	sengsara. Bahkan dia sendiri yang lebih banyak  menanggungnya.
	Sesudah  hijrah  ke  Medinah,  dipersaudarakannya  orang-orang
	Muhajirin dengan Anshar demikian rupa, sehingga mereka  berada
	dalam  status saudara sedarah. Persaudaraan sesama orang-orang
	beriman secara umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk
	membangun  suatu  sendi  kebudayaan yang masih muda waktu itu.
	Yang  memperkuat  persaudaraan   ini   ialah   keimanan   yang
	sungguh-sungguh  kepada Allah dengan demikian kuatnya sehingga
	dibawanya Muhammad kedalam komunikasi dengan Tuhan,  Zat  Yang
	Maha  Agung.  Sikapnya  dalam perang Badr, bagaimana ia berdoa
	kepada  Tuhan   mengharapkan   pertolongan   yang   dijanjikan
	kepadanya.  Ia  minta  pertolongan  itu  dilaksanakan,  dengan
	menyebutkan bahwa bilamana angkatan Badr ini hancur,  tak  ada
	lagi  ibadat.  Ini merupakan suatu manifestasi yang kuat dalam
	komunikasi.
 
	Begitu  juga  tindakan-tindakannya  yang  lain   diluar   Badr
	menunjukkan,  bahwa  dia selalu dalam komunikasi dengan Tuhan,
	diluar saat-saat tertentu sewaktu wahyu  turun.  Komunikasinya
	ini ialah melalui keimanannya dengan sungguh-sungguh, keimanan
	yang sampai membuat mati  itu  tiada  arti  lagi.  Maut  malah
	dihadapinya  dan  diharapkannya.  Orang  yang  sungguh-sungguh
	dalam imannya tidak pernah takut mati, bahkan  mengharapkannya
	selalu. Ajal sudah ditentukan. Dimana pun manusia berada, maut
	akan mencapainya selalu, sekalipun  di  dalam  benteng-benteng
	yang  kukuh.  Iman  inilah  yang  membuat Muhammad tetap tabah
	ketika  melihat  kaum  Muslimin  lari  tunggang-langgang  pada
	permulaan  pecah  perang  Hunain. Dipanggilnya orang-orang itu
	tanpa  menghiraukan  maut  yang  sedang  mengepungnya,  dengan
	sejuinlah  kecil  orang-orang yang masih bertahan bersama-sama
	dia. Iman inilah yang membuat dia memberikan apa saja yang ada
	padanya  tanpa  ia sendiri takut kekurangan. Ia telah mencapai
	puncak  nilai-nilai  kebaikan  seperti  yang  diserukan   oleh
	Kitabullah.
 
	Dengan  teladan  baik  yang  diberikannya  itu dalam permulaan
	sejarah Islam kaum Muslimin telah mengikuti jejaknya.
 
	Semua itu, dengan Muslimin pada permulaan sejarah Islam,  yang
	telah  mengikuti teladan baik yang diberikannya, telah membuat
	Islam begitu pesat berkembang  pada  dasawarsa  pertama,  yang
	kemudian  disusul  dengan  berpulangnya  Nabi  ke rahmatullah.
	Islam tersebar ke seluruh kawasan, panji-panji Islam  berkibar
	tinggi   sesuai   dengan   kebudayaan   yang   berlaku.   Dari
	bangsa-bangsa yang tadinya sangat lemah dan berantakan,  telah
	dapat  pula  dibangun  menjadi bangsa-bangsa dan negara-negara
	yang kuat, dan menjadi pelopor ilmu pengetahuan. Dengan  jalan
	ini  telah  banyak  sekali  rahasia-rahasia  alam  yang  dapat
	diketahuinya. Karena itu diciptakannya pula karya-karya  besar
	yang  menjadi  kebanggaan  zaman sekarang, yang sudah dianggap
	sebagai zaman keemasan dan ilmu, tanpa memperkosa  kebahagiaan
	umat  manusia  karena  pengabdiannya kepada materi dan imannya
	kepada Tuhan yang masih lemah itu.

	Seperti dalam kebudayaan lain, kebudayaan  Islam  juga  banyak
	dimasuki  oleh ambisi-ambisi rasialisma dan Israiliat. Soalnya
	ialah karena ada  segolongan  ulama  yang  seharusnya  menjadi
	pewaris  para  nabi  malah mereka ini lebih menyukai kekuasaan
	daripada kebenaran, daripada nilai moral. Ilmu yang  ada  pada
	mereka  dipakai  alat  untuk  menyesatkan orang-orang awam dan
	generasi mudanya, sama halnya  dengan  kebanyakan  ulama-ulama
	sekarang  yang  juga  mau menyesatkan orang-orang awam beserta
	angkatan  mudanya  itu.   Ulama-ulama   demikian   ini   ialah
	pembela-pembela   setan,   yang   akan   lebih  berat  memikul
	tanggungjõawab dihadapan Tuhan.
 
	Maka kewajiban pertama  buat  setiap  ulama  yang  benar-benar
	ikhlas  demi  ilmu  dan  demi  Tuhan, ialah harus siap melawan
	mereka dan memberantas semua bibit yang  merusak  itu.  Mereka
	hendak  membelokkan  orang  dari kebenaran, hendak menyesatkan
	orang   dari   jalan   yang   lurus.    Apabila    ulama-ulama
	(pendeta-pendeta)  yang  menyesatkan  di  Barat itu telah ikut
	memegang peranan dalam  melibatkan  gereja  dan  ilmu  kedalam
	kancah  saling berperang dalam merebut kekuasaan, maka peranan
	demikian tidak ada buat mereka di negeri-negeri  Islam,  sebab
	dalam  kebudayaan  Islam agama dan ilmu saling terjalin, sebab
	agama tanpa ilmu suatu  kekufuran,  ilmu  tanpa  agama  sesat.
	Sekiranya  dunia  ini sampai bernaung dibawah kebudayaan Islam
	seperti yang  dilukiskan  Qur'an,  dan  tidak  diperkosa  oleh
	adanya penaklukan-penaklukan Mongolia dan yang semacamnya yang
	telah masuk Islam tapi tidak menjalankan prinsip-prinsip Islam
	atau  berusaha  menyebarkannya, malah Islam dipakainya sebagai
	alat untuk menguasai orang-orang  awam  di  kalangan  Muslimin
	dengan   prinsip   yang   sama   sekali   bertentangan  dengan
	prinsip-prinsip persaudaraan Islam - tentu keadaan  dunia  ini
	tidak  akan  seperti  ini,  umat  manusia  akan  selamat  dari
	beberapa hal yang kini  menjerumuskan  mereka  kedalam  jurang
	penderitaan.

	Saya  yakin,  bahwa kebudayaan yang dilukiskan oleh Qur'an itu
	akan tersebar ke dunia luas kalau saja  korps  ulama  ini  mau
	tampil  ke depan dengan suatu ajakan yang ilmiah caranya, jauh
	dari segala cara berpikir yang beku  dan  fanatik.  Kebudayaan
	ini  akan  berdialog  dengan  hati, juga akan berdialog dengan
	pikiran, dan dapat dijamin manusia  dari  segala  bangsa  akan
	menerimanya  dengan  hati  terbuka  tanpa  dapat  dicegah oleh
	ambisi-ambisi  pribadi.  Untuk  ini   yang   diperlukan   oleh
	ulama-ulama  itu  tidak lebih dari hanya supaya mereka menjadi
	orang-orang yang benar-benar beriman,  mengajak  orang  kepada
	ajaran  Tuhan  yang  sebenarnya  dan  kepada  kebudayaan  yang
	demikian ini dengan hati yang ikhlas demi agama. Ketika itulah
	orang   merasa  bahagia  dengan  persaudaraannya  dalam  Tuhan
	seperti pada zaman Nabi, mereka merasa bahagia.
 
	Apa yang terjadi pada masa Nabi  dan  pada  permulaan  sejarah
	Islam  sudah tidak memerlukan pembuktian lagi; dengan apa yang
	sudah saya sebutkan dalam pengantar buku ini,  bahwa  revolusi
	rohani  yang  sinarnya  sudah  dipancarkan  oleh  Muhammad  ke
	seluruh dunia ini sudah seharusnya akan membukakan jalan  umat
	manusia  kepada kebudayaan baru yang selama ini dicarinya. Dan
	saya tidak pernah ragu sekejap pun mengenai hal ini.
 
	Akan  tetapi  ada  beberapa  sarjana  Barat  yang   menyatakan
	beberapa  keberatan  dengan  menghubungkannya  pada  jiwa yang
	menjadi sumber konsepsi kebudayaan Islam itu. Atas  dasar  itu
	mereka mengambil kesimpulan, bahwa Islamlah yang menjadi sebab
	mundurnya bangsa-bangsa yang menganut agama ini. Yang  penting
	diantaranya  ialah  apa  yang  mereka  katakan, bahwa jabariah
	Islam itulah yang membuat semangat  umat  Islam  jadi  kendor,
	membuat  mereka  malas  menghadapi  perjuangan hidup, sehingga
	mereka  menjadi  golongan  yang  hina-dina.  Dalam  menghadapi
	tantangan  ini  dan  apa  yang sejalan dengan itu, inilah yang
	akan menjadi pokok pembahasan kedua pada bagian  penutup  buku
	ini.
 
	Catatan kaki:
 
	 1 Lihat halaman xlvii (A).
	   
	 2 Kata 'irfan dan ma'rifat yang kadang mempunyai arti
	   yang sama, disini kata ma'rifat tidak saya pergunakan
	   sebagai istilah ilmiah yang umum dalam tasauf dan ilmu
	   kalam, juga tidak saya salin dengan gnosis atau
	   connaissance, melainkan   mengingat persoalannya
	   secara konotatif saya pergunakan kata persepsi, yakni
	   pengamatan, pengenalan dan kesadaran batin (A).
	   
	 3 Sudah tentu terjemahan ayat-ayat Qur'an di atas
	   begitu juga yang lain   tidak akan dapat mengungkapkan
	   keagungan dan keindahan yang terkandung dalam bahasa
	   aslinya, yang memang tidak mungkin dapat ditiru atau
	   diterjemahkan dengan gaya yang sama (A).
	   
	 4 I'jaz, 'yang tak dapat ditiru,' ciri khas Qur'an yang
	   luar biasa, yang juga dari akar kata yang sama dengan
	   mujizat (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1