Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4]

 

	BAGIAN KETIGABELAS: PERANG BADR1                         (2/4)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Tetapi Abu Jahl  ketika  mendengar  kata-kata  ini,  tiba-tiba
	berteriak:
 
	"Kita  tidak  akan  kembali  sebelum kita sampai di Badr. Kita
	akan tinggal tiga malam di tempat itu. Kita  memotong  ternak,
	kita    makan-makan,    minum-minum    khamr,    kita    minta
	biduanita-biduanita  bernyanyi.  Biar  orang-orang  Arab   itu
	mendengar  dan  mengetahui perjalanan dan persiapan kita. Biar
	mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita."
 
	Soalnya pada waktu itu Badr merupakan  tempat  pesta  tahunan.
	Apabila  pihak  Quraisy  menarik  diri dari tempat itu setelah
	perdagangan mereka selamat, bisa jadi  akan  ditafsirkan  oleh
	orang-orang  Arab  -  menurut pendapat Abu Jahl - bahwa mereka
	takut kepada Muhammad  dan  teman-temannya.  Dan  ini  berarti
	kekuasaan  Muhammad  akan  makin  terasa, ajarannya akan makin
	tersebar, makin kuat. Apalagi sesudah adanya  satuan  Abdullah
	b.   Jahsy,   terbunuhnya   Ibn'l-Hadzrami,   dirampasnya  dan
	ditawannya orang-orang Quraisy.

	Mereka jadi ragu-ragu: antara mau ikut Abu Jahl  karena  takut
	dituduh   pengecut,   atau   kembali   saja   setelah  kafilah
	perdagangan mereka  selamat.  Tetapi  yang  ternyata  kemudian
	kembali   pulang   hanya   Banu   Zuhra,  setelah  mereka  mau
	mendengarkan saran Akhnas b. Syariq, orang yang cukup  ditaati
	mereka.
 
	Pihak Quraisy yang lain ikut Abu Jahl. Mereka berangkat menuju
	ke sebuah tempat perhentian, di tempat ini  mereka  mengadakan
	persiapan perang, kemudian mengadakan perundingan. Lalu mereka
	berangkat lagi ke tepi ujung wadi, berlindung di balik  sebuah
	bukit pasir.

	Sebaliknya  pihak  Muslimin,  yang sudah kehilangan kesempatan
	mendapatkan  harta  rampasan,  sudah  sepakat  akan   bertahan
	terhadap  musuh bila kelak diserang. Oleh karena itu merekapun
	segera  berangkat  ke  tempat  mata  air  di  Badr  itu,   dan
	perjalanan  ini lebih mudah lagi karena waktu itu hujan turun.
	Setelah mereka sudah mendekati mata  air,  Muhammad  berhenti.
	Ada  seseorang  yang  bernama Hubab b. Mundhir b. Jamuh, orang
	yang paling banyak mengenal  tempat  itu,  setelah  dilihatnya
	Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya:
 
	"Rasulullah,  bagaimana  pendapat tuan berhenti di tempat ini?
	Kalau ini sudah wahyu Tuhan,  kita  takkan  maju  atau  mundur
	setapakpun  dari tempat ini. Ataukah ini sekedar pendapat tuan
	sendiri, suatu taktik perang belaka?"
 
	"Sekedar pendapat  saya  dan  sebagai  taktik  perang,"  jawab
	Muhammad.
 
	"Rasulullah,"  katanya  lagi.  "Kalau begitu, tidak tepat kita
	berhenti di tempat ini. Mari kita pindah sampai ke tempat mata
	air   terdekat   dan  mereka,  lalu  sumur-sumur  kering  yang
	dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya  kita  membuat  kolam,
	kita  isi  sepenuhnya.  Barulah  kita hadapi mereka berperang.
	Kita akan mendapat air minum, mereka tidak."
 
	Melihat saran  Hubab  yang  begitu  tepat  itu,  Muhammad  dan
	rombongannya  segera  pula bersiap-siap dan mengikuti pendapat
	temannya  itu,  sambil  mengatakan  kepada  sahabat-sahabatnya
	bahwa  dia  juga  manusia  seperti  mereka,  dan bahwa sesuatu
	pendapat itu dapat dimusyawarahkan bersama-sama dan dia  tidak
	akan  menggunakan  pendapat  sendiri di luar mereka. Dia perlu
	sekali  mendapat  konsultasi  yang  baik  dari  sesama  mereka
	sendiri.
 
	Selesai kolam itu dibuat, Sa'd b. Mu'adh mengusulkan:
 
	"Rasulullah,"7  katanya,  "kami  akan membuatkan sebuah dangau
	buat  tempat  Tuan  tinggal,  kendaraan  Tuan  kami  sediakan.
	Kemudian  biarlah  kami  yang  menghadapi  musuh.  Kalau Tuhan
	memberi kemenangan kepada kita atas musuh  kita,  itulah  yang
	kita harapkan. Tetapi kalaupun sebaliknya yang terjadi; dengan
	kendaraan itu Tuan dapat  menyusul  teman-teman  yang  ada  di
	belakang  kita. Rasulullah,7 masih banyak sahabat-sahabat kita
	yang tinggal di belakang, dan cinta mereka kepada  tuan  tidak
	kurang dari cinta kami ini kepada tuan. Sekiranya mereka dapat
	menduga bahwa tuan akan dihadapkan pada perang, niscaya mereka
	tidak  akan  berpisah  dari  tuan. Dengan mereka Tuhan menjaga
	tuan. Mereka benar-benar ikhlas kepada tuan, berjuang  bersama
	tuan."
 
	Muhammad  sangat  menghargai dan menerima baik saran Sa'd itu.
	Sebuah  dangau  buat  Nabi  lalu  dibangun.  Jadi  bila  nanti
	kemenangan bukan di tangan Muslimin, ia takkan jatuh ke tangan
	musuh,    dan    masih    akan    dapat    bergabung    dengan
	sahabat-sahabatnya di Yathrib.
 
	Disini  orang  perlu  berhenti sejenak dengan penuh kekaguman,
	kagum melihat  kesetiaan  Muslimin  yang  begitu  dalam,  rasa
	kecintaan  mereka  yang  begitu  besar  kepada Muhammad, serta
	dengan  kepercayaan  penuh  kepada  ajarannya.  Semua   mereka
	mengetahui,  bahwa  kekuatan  Quraisy  jauh  lebih  besar dari
	kekuatan mereka, jumlahnya tiga kali lipat banyaknya.  Tetapi,
	sungguhpun  begitu,  mereka sanggup menghadapi, mereka sanggup
	melawan. Dan mereka inilah yang  sudah  kehilangan  kesempatan
	mendapatkan  harta  rampasan.  Tetapi sungguhpun begitu karena
	bukan pengaruh materi itu  yang  mendorong  mereka  bertempur,
	mereka   selalu  siap  disamping  Nabi,  memberikan  dukungan,
	memberikan kekuatan.  Dan  mereka  inilah  yang  juga  sangsi,
	antara  harapan akan menang, dan kecemasan akan kalah. Tetapi,
	sungguhpun begitu, pikiran  mereka  selalu  hendak  melindungi
	Nabi,   hendak  menyelamatkannya  dari  tangan  musuh.  Mereka
	menyiapkan jalan baginya untuk  menghubungi  orang-orang  yang
	masih  tinggal  di  Medinah.  Suasana yang bagaimana lagi yang
	lebih patut dikagumi daripada ini? Iman mana lagi  yang  lebih
	menjamin akan memberikan kemenangan seperti iman yang ada ini?

	Sekarang  pihak  Quraisy  sudah  turun ke medan perang. Mereka
	mengutus orang yang akan memberikan  laporan  tentang  keadaan
	kaum  Muslimin.  Mereka  lalu  mengetahui,  bahwa  jumlah kaum
	Muslimin  lebih  kurang  tiga  ratus  orang,   tanpa   pasukan
	pengintai,   tanpa   bala   bantuan.   Tetapi   mereka  adalah
	orang-orang yang hanya berlindung pada pedang mereka  sendiri.
	Tiada  seorang  dan  mereka  akan  rela mati terbunuh, sebelum
	dapat membunuh lawan.
 
	Mengingat bahwa gembong-gembong Quraisy telah juga ikut  serta
	dalam  angkatan  perang ini, beberapa orang dari kalangan ahli
	pikir mereka merasa kuatir, kalau-kalau banyak dari mereka itu
	yang   akan   terbunuh,  sehingga  Mekah  sendiri  nanti  akan
	kehilangan arti. Sungguhpun begitu mereka masih  takut  kepada
	Abu Jahl yang begitu keras, juga mereka takut dituduh pengecut
	dan penakut.  Tetapi  tiba-tiba  tampil  'Utba  b.  Rabi'a  ke
	hadapan mereka itu sambil berkata:
 
	"Saudara-saudara  kaum  Quraisy,  apa  yang  tuan-tuan lakukan
	hendak memerangi Muhammad dan kawan-kawannya  itu,  sebenarnya
	tak  ada  gunanya.  Kalau  dia sampai binasa karena tuan-tuan,
	masih ada orang lain dari kalangan tuan-tuan sendin yang  akan
	melihat,  bahwa  yang  terbunuh  itu adalah saudara sepupunya,
	dari  pihak  bapa  atau  pihak  ibu,  atau  siapa  saja   dari
	keluarganya.  Kembali  sajalah  dan  biarkan  Muhammad  dengan
	teman-temannya itu. Kalau dia binasa karena pihak  lain,  maka
	itu  yang  tuan-tuan  kehendaki.  Tetapi  kalau bukan itu yang
	terjadi, kita tidak perlu melibatkan diri dalam  hal-hal  yang
	tidak kita inginkan."
 
	Mendengar  kata-kata 'Utba itu, Abu Jahl naik darah. Ia segera
	memanggil 'Amir bin'l-Hadzrami dengan mengatakan:
 
	"Sekutumu ini ingin supaya orang  pulang.  Kau  sudah  melihat
	dengan  mata  kepala  sendiri siapa yang harus dituntut balas.
	Sekarang, tuntutlah pembunuhan terhadap saudaramu!"8
 
	'Amir segera bangkit dan berteriak:
 
	"O saudaraku! Tak ada jalan lain mesti perang!"
 
	Dengan dipercepatnya  pertempuran  itu  Aswad  b.  'Abd'l-Asad
	(Makhzum)  keluar  dari  barisan  Quraisy langsung menyerbu ke
	tengah-tengah   barisan   Muslimin   dengan   maksud    hendak
	menghancurkan  kolam  air  yang  sudah  selesai dibuat. Tetapi
	ketika itu juga Hamzah b. Abd'l-Muttalib  segera  menyambutnya
	dengan   satu  pukulan  yang  mengenai  kakinya,  sehingga  ia
	tersungkur dengan kaki yang  sudah  berlumuran  darah.  Sekali
	lagi  Hamzah memberikan pukulan, sehingga ia tewas di belakang
	kolam itu. Buat mata pedang memang tak ada yang  tampak  lebih
	tajam  daripada  darah.  Juga tak ada sesuatu yang lebih keras
	membakar semangat perang dan pertempuran  dalam  jiwa  manusia
	daripada  melihat  orang  yang  mati  di  tangan  musuh sedang
	teman-temannya berdiri menyaksikan.
 
	Begitu melihat Aswad jatuh, maka  tampillah  'Utba  b.  Rabi'a
	didampingi  oleh Syaiba saudaranya dan Walid b. 'Utba anaknya,
	sambil menyerukan mengajak duel. Seruannya itu  disambut  oleh
	pemuda-pemuda  dari Medinah. Tetapi setelah melihat mereka ini
	ia berkata lagi:
 
	"Kami  tidak  memerlukan  kamu.  Yang  kami  maksudkan   ialah
	golongan kami."
 
	Lalu dari mereka ada yang memanggil-manggil:
 
	"Hai  Muhammad! Suruh mereka yang berwibawa dari asal golongan
	kami itu tampil!"
 
	Ketika itu juga yang tampil menghadapi mereka adalah Hamzah b.
	Abd'l-Muttalib,  Ali  b.  Abi  Talib dan 'Ubaida bin'l-Harith.
	Hamzah tidak lagi memberi kesempatan kepada Syaiba,  juga  Ali
	tidak  memberi kesempatan kepada Walid, mereka itu ditewaskan.
	Lalu  keduanya  segera  membantu  'Ubaida  yang  kini   sedang
	diterkam   oleh   'Utba.   Sesudah  Quraisy  sekarang  melihat
	kenyataan ini mereka semua maju menyerbu.
 
	Pada  pagi  Jum'at  17  Ramadan  itulah  kedua   pasukan   itu
	berhadap-hadapan muka.
 
	Sekarang  Muhammad  sendiri  yang  tampil  memimpin  Muslimin,
	mengatur barisan. Tetapi  ketika  dilihatnya  pasukan  Quraisy
	begitu  besar,  sedang  anak buahnya sedikit sekali, disamping
	perlengkapan yang sangat lemah dibanding  dengan  perlengkapan
	Quraisy,  ia  kembali  ke  pondoknya  ditemani  oleh Abu Bakr.
	Sungguh cemas ia akan peristiwa yang akan  terjadi  hari  itu,
	sungguh  pilu  hatinya  melihat  nasib yang akan menimpa Islam
	sekiranya Muslimin tidak sampai mendapat kemenangan.

	Muhammad kini menghadapkan wajahnya ke kiblat, dengan  seluruh
	jiwanya  ia menghadapkan diri kepada Tuhan, ia mengimbau Tuhan
	akan  segala  apa  yang   telah   dijanjikan   kepadanya,   ia
	membisikkan  permohonan  dalam  hatinya  agar Tuhan memberikan
	pertolongan.  Begitu  dalam  ia  hanyut   dalam   doa,   dalam
	permohonan, sambil berkata:
 
	"Allahumma ya Allah. Ini Quraisy sekarang datang dengan segala
	kecongkakannya, berusaha hendak mendustakan RasulMu. Ya Allah,
	pertolonganMu  juga  yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika
	pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada ibadat kepadaMu."
 
	Sementara ia masih  hanyut  dalam  doa  kepada  Tuhan  sambil
	merentangkan  tangan menghadap kiblat itu, mantelnya terjatuh.
	Ketika itu Abu Bakr lalu  meletakkan  mantel  itu  kembali  ke
	bahunya, sambil ia bermohon:
 
	"Rasulullah,  dengan doamu itu Tuhan akan mengabulkan apa yang
	telah dijanjikan kepadamu."
 
	Tetapi sungguhpun begitu, Muhammad makin dalam  terbawa  dalam
	doa,  dalam  tawajuh  kepada  Allah;  dengan penuh khusyu' dan
	kesungguhan hati ia terus memanjatkan doa, memohonkan  isyarat
	dan  pertolongan  Tuhan  dalam menghadapi peristiwa, yang oleh
	kaum Muslimin sama sekali  tidak  diharapkan,  dan  untuk  itu
	tidak pula mereka punya persiapan. Karena yang demikian inilah
	akhirnya ia sampai terangguk dalam  keadaan  mengantuk.  Dalam
	pada  itu  tampak  olehnya pertolongan Tuhan itu ada. Ia sadar
	kembali, kemudian ia bangun dengan penuh rasa gembira.
 
	Sekarang ia keluar menemui  sahabat-sahabatnya;  dikerahkannya
	mereka sambil berkata:
 
	"Demi  Dia  Yang  memegang  hidup Muhammad.9 Setiap orang yang
	sekarang bertempur dengan tabah, bertahan  mati-matian,  terus
	maju  dan  pantang  mundur,  lalu  ia  tewas,  maka Allah akan
	menempatkannya di dalam surga."
 
	Jiwanya yang begitu kuat, yang telah  diberikan  Tuhan  begitu
	tinggi  melampaui  segala kekuatan, telah tertanam pula dengan
	ajarannya ke dalam  jiwa  orang-orang  beriman.  Dan  kekuatan
	mereka  itu  sudah melampaui semangat mereka sendiri, sehingga
	setiap orang dari mereka sama dengan dua  orang,  bahkan  sama
	dengan sepuluh orang.
 
	Akan lebih mudah orang memahami ini bila diingat arti kekuatan
	moril yang begitu besar pengaruhnya dalam jiwa seseorang,  dan
	ini  akan  bertambah  besar pengaruhnya apabila kekuatan moril
	ini  ada  pula  dasarnya.  Semangat  nasionalisma  juga  dapat
	menambah  ini.  Seorang prajurit yang mempertahankan tanah air
	yang  terancam   bahaya,   jiwanya   penuh   dengan   semangat
	patriotisma,  akan  bertambah  kekuatan morilnya sesuai dengan
	besar cintanya  kepada  tanah  air  serta  kekuatirannya  akan
	bahaya yang mengancam tanah air itu dari pihak musuh.
 
	Oleh  karena  itu  semangat  patriotisma dan pengorbanan untuk
	tanah air oleh bangsa-bangsa di dunia telah ditanamkan  kepada
	warga  negaranya sejak semasa mereka kecil. Adanya kepercayaan
	kepada  kebenaran,  kepada  keadilan,  kebebasan  serta   arti
	kemanusiaan  yang  tinggi  menambah  pula kekuatan moril dalam
	jiwa orang. Ini berarti melipat-gandakan kekuatan materi.  Dan
	orang yang masih ingat akan propaganda anti-Jerman yang begitu
	luas disebarkan pihak Sekutu dalam Perang Dunia I,  yang  pada
	dasarnya  mereka berperang melawan kekuatan senjata Jerman itu
	karena  hendak   membela   kebebasan   dan   kebenaran   serta
	mempersiapkan  suatu  perjanjian  perdamaian,  akan  menyadari
	betapa  sesungguhnya  propaganda  itu  dapat  melipat-gandakan
	kekuatan   semangat   prajurit-prajurit   Sekutu   di  samping
	menimbulkan simpati sebagian besar bangsa-bangsa di dunia.
 
	Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian,  dibandingkan
	dengan  tujuan  yang diserukan Muhammad itu! Tujuan komunikasi
	manusia dengan  seluruh  wujud,  suatu  komunikasi  yang  akan
	meleburkannya  dan  keluar  menjadi  salah  satu kekuatan alam
	semesta, yang akan  memberi  arah  kepadanya  menuju  kebaikan
	hidup, kenikmatan dan kesempurnaan yang integral.
 
	Ya!  Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian disamping
	kewajibannya disisi Tuhan, membela  orang-orang  yang  beriman
	dari  renggutan  mereka yang hendak membuat fitnah dan godaan,
	dari mereka  yang  mengalangi  jalan  kebenaran,  mereka  yang
	hendak  menjerumuskan  umat  manusia  ke  jurang paganisma dan
	syirik. Apabila dengan rasa cinta tanah  air  jiwa  itu  makin
	kuat,  sesuai  dengan  semua  kekuatan tanah air yang ada, dan
	dengan rasa cinta perdamaian untuk seluruh umat  manusia  jiwa
	itupun  makin  kuat, sesuai dengan kekuatan semua umat manusia
	yang ada, maka  betapa  pula  dahsyatnya  kekuatan  jiwa  yang
	dibawa  oleh  adanya  iman  kepada  semesta wujud dan Pencipta
	seluruh wujud  ini!  Iman  itulah  yang  akan  membuat  tenaga
	manusia  mampu  memindahkan gunung, menggerakkan isi dunia. Ia
	dapat mengawasi - dengan  kemampuan  morilnya  -  segala  yang
	masih  berada di bawah taraf itu. Dan kemampuan moril ini akan
	berlipat ganda pula kekuatannya.
 
	Apabila  secara  integral  kemampuan  moril  ini  belum   lagi
	mencapai  tujuannya  disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat
	di kalangan Muslimin sebelum terjadi perang, belum  dicapainya
	kekuatan  materi sebagaimana yang diharapkan, maka dengan daya
	iman itu justru ia mempunyai kelebihannya. Hal  ini  bertambah
	kuat   lagi  tatkala  Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya  dapat
	mengerahkan mereka. Maka dengan demikian, jumlah  manusia  dan
	perlengkapan   yang   sangat   sedikit   itu  telah  rnendapat
	kompensasi. Dalam keadaan  Nabi  dan  sahabat-sahabatnya  yang
	demikian inilah kedua ayat ini turun:
 
	"O  Nabi!  Bangunkanlah semangat orang-orang beriman itu dalam
	menghadapi perang. Bila kamu  berjumlah  duapuluh  orang  yang
	tabah,  mereka  ini akan mengalahkan duaratus orang. Bila kamu
	berjumlah seratus orang, niscaya akan mengalahkan seribu orang
	kafir;  sebab  mereka  adalah orang-orang yang tidak mengerti.
	Sekarang Tuhan meringankan kamu, karena Ia  mengetahui,  bahwa
	pada  kamu  masih  ada  kelemahan.  Maka,  jika kamu berjumlah
	seratus orang yang  tabah,  akan  dapat  mengalahkan  duaratus
	orang,  dan  jika  kamu  seribu  orang, akan dapat mengalahkan
	duaribu dengan ijin Allah. Dan Allah bersama orang-orang  yang
	berhati tabah." (Qur'an, 8:55-56.)

	Keadaan  Muslimin  ternyata  bertambah  kuat  setelah Muhammad
	membangkitkan semangat mereka, turut  hadir  di  tengah-tengah
	mereka, mendorong mereka mengadakan perlawanan terhadap musuh.
	Ia menyerukan kepada mereka,  bahwa  surga  bagi  mereka  yang
	telah  teruji baik dan langsung terjun ke tengah-tengah musuh.
	Dalam hal ini  kaum  Muslimin  mengarahkan  perhatiannya  pada
	pemuka-pemuka  dan  pemimpin-pemimpin  Quraisy.  Mereka hendak
	dikikis habis sebagai balasan  yang  seimbang  tatkala  mereka
	disiksa  di  Mekah  dulu,  dirintangi memasuki Mesjid Suci dan
	berjuang untuk Allah.  Bilal  melihat  Umayya  b.  Khalaf  dan
	anaknya,  begitu juga beberapa orang Islam melihat mereka yang
	dikenalnya di Mekah dulu. Umayya ini adalah orang yang  pernah
	menyiksa  Bilal  dulu,  ketika  ia  dibawanya  ketengah-tengah
	padang pasir yang paling panas di Mekah. Ditelentangkannya  ia
	di  tempat  itu  lalu  ditindihkannya  batu  besar di dadanya,
	dengan maksud supaya ia meninggalkan Islam. Tetapi Bilal hanya
	berkata: "Ahad, Ahad.10 Yang Satu, Yang Satu."
 
	Ketika dilihatnya Umayya, Bilal berkata:
 
	"Umayya, moyang kafir. Takkan selamat aku, kalau kau lolos!"
 
	Beberapa  orang  dari  kalangan  Muslimin  mengelilingi Umayya
	dengan tujuan jangan sampai ia  terbunuh  dan  akan  dibawanya
	sebagai tawanan.
 
	Tetapi  Bilal  di  tengah-tengah  orang  banyak  itu berteriak
	sekeras-kerasnya:
 
	"Sekalian tentara Tuhan! Ini Umayya b.  Khalaf  kepala  kafir.
	Takkan selamat aku kalau ia lolos."
 
	Orang banyak berkumpul. Tetapi Bilal tak dapat diredakan lagi,
	dan Umayya dibunuhnya. Ketika itu Mu'adh b. 'Amr b. Jamuh juga
	dapat  menewaskan Abu Jahl b. Hisyam. Kemudian Hamzah, Ali dan
	pahlawan-pahlawan Islam yang lain  menyerbu  ke  tengah-tengah
	pertempuran   sengit  itu.  Mereka  sudah  lupa  akan  dirinya
	masing-masing dan lupa pula akan  jumlah  kawan-kawannya  yang
	hanya sedikit berhadapan dengan musuh yang begitu besar.
 
	Debu dan pasir halus membubung dan beterbangan memenuhi udara.
	Kepala-kepala ketika itu sudah  lepas  berjatuhan  dari  tubuh
	Quraisy.  Berkat  iman  yang  teguh keadaan Muslimin bertambah
	kuat juga. Dengan  gembira  mereka  berseru:  Ahad,  Ahad.  Di
	hadapan  mereka  kini  terbuka  tabir ruang dan waktu, sebagai
	bantuan  Tuhan  kepada  mereka  dengan  para   malaikat   yang
	memberikan  berita gembira, yang membuat iman mereka bertambah
	teguh, sehingga bila  salah  seorang  dari  mereka  mengangkat
	pedang  dan  mengayunkannya ke leher musuh, seolah-olah tangan
	mereka digerakkan dengan tenaga Tuhan.
 
	Di  tengah-tengah  medan   pertempuran   yang   sedang   sibuk
	dikunjungi  malaikat  maut  memunguti  leher orang-orang kafir
	itu,   Muhammad   berdiri.   Diambilnya    segenggam    pasir,
	dihadapkannya  kepada  Quraisy.  "Celakalah wajah-wajah mereka
	itu!" katanya  sambil  menaburkan  pasir  itu  kearah  mereka.
	Sahabat-sahabatnya lalu diberi komando:
 
	"Serbu!"
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1