Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4]

	BAGIAN KETIGABELAS: PERANG BADR1                        (4/4)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Contohnya  lagi  di  kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia
	berkata:
 
	"Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua  hambaMu;  dan
	kalau   Engkau  ampuni,  Engkau  Maha  Kuasa  dan  Bijaksana."
	(Qur'an, 5: 118)
 
	Sedang  Umar,  dalam  malaikat   contohnya   seperti   Jibril,
	diturunkan  membawa  kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap
	musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala
	berkata:
 
	"Tuhan,  jangan  biarkan  orang-orang  yang  ingkar  itu punya
	tempat-tinggal di muka bumi ini." (Qur'an, 71: 26)
 
	Atau seperti Musa bila ia berkata:
 
	"O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka  itu,  dan  tutuplah
	hati  mereka.  Mereka  takkan percaya sebelum siksa yang pedih
	mereka rasakan." (Qur'an, 10: 88)
 
	Kemudian katanya:
 
	"Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka
	itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya."
 
	Lalu  mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka
	itu ada seorang penyair, yaitu Abu 'Azza 'Amr b.  Abdullah  b.
	'Umair  al-Jumahi.  Melihat  adanya  pertentangan pendapat itu
	cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri.
 
	"Muhammad," katanya,  "Saya  punya  lima  anak  perempuan  dan
	mereka  tidak  punya  apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini
	kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa  aku
	tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan
	memaki-maki kau lagi."
 
	Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa  membayar
	uang  tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil
	mendapat  jaminan  demikian.  Tetapi  kemudian  ia  memungkiri
	janjinya,  dan  kembali  ia setahun kemudian ikut berperang di
	Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
 
	Pihak Muslimin, sesudah lama  berunding  akhirnya  memutuskan,
	bahwa  mereka  dapat  mengabulkan  cara  penebusan itu. Dengan
	dikabulkannya itu ayat ini turun.
 
	"Tidak   sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan    mempunyai
	tawanan-tawanan  perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia.
	Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang  Allah  menghendaki
	akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
	Menanggapi  masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya
	Nadzr dan 'Uqba  ada  beberapa  orang  Orientalis  yang  masih
	bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan
	bahwa agama baru ini sangat  haus  darah?  Kalau  tidak  tentu
	kedua  orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat
	kemenangan dalam pertempuran akan lebih  terhormat  bagi  kaum
	Muslimin  jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka
	sudah cukup memperoleh rampasan perang?
 
	Maksudnya dengan pertanyaan  ini  ialah  hendak  membangkitkan
	rasa  simpati  dalam  hati orang yang selama itu belum menjadi
	masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr  dan
	peperangan-peperangan  yang  terjadi berikutnya akan dijadikan
	alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany a
 
	Tetapi ternyata pertanyaan semacam  ini  kemudian  jadi  gugur
	sendiri   apabila   terbunuhnya   Nadzr  dan  'Uqba  ini  kita
	bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan  selalu
	terjadi,  selama  perabadan  Barat, yang memakai jubah Kristen
	itu masih tetap  menguasai  dunia.  Terhadap  apa  yang  telah
	terjadi  di  negara-negara  yang dikuasai oleh penjajah secara
	paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu,  dapatkah
	peristiwa   di   atas   tadi   -   sedikit  saja  -  dijadikan
	perbandingan?  Dapatkah  hal  itu  -  sedikit  saja   -   kita
	bandingkan  dengan  penyembelihan  yang  terjadi  dalam Perang
	Dunia? Selanjutnya, dapatkah  peristiwa  itu  kita  bandingkan
	pula  -  sedikit  saja  - dengan apa yang telah terjadi selama
	Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi
	dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya?
 
	Memang  sudah  tak  dapat  disangkal  bahwa  apa  yang dialami
	Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang
	dahsyat  dan  Muhammad  yang  diutus  Tuhan, berhadapan dengan
	paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya.  Suatu
	revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh
	karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh
	Muhammad   dan   sahabat-sahabatnya   selama  tigabelas  tahun
	terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah  ke  Medinah.  Di
	tempat  ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara
	itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka,
	juga dalam hati semua orang Quraisy.
 
	Pindahnya   Muslimin  ke  Medinah,  perjanjian  mereka  dengan
	orang-orang Yahudi setempat, terjadinya  benterokan-benterokan
	sebelum  peristiwa  Badr, lalu Perang Badr itu sendiri - semua
	itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan
	yang    telah    ditentukan   oleh   pemimpin   revolusi   dan
	sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan
	prinsip-prinsip  yang  luhur,  yang  telah  dibawa oleh Rasul.
	Jadi, siasat revolusi itu lain  dan  prinsip-prinsip  revolusi
	lain  lagi.  Juga  kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama
	sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal  Islam
	telah  menjadikan  rasa  persaudaraan  sebagai dasar peradaban
	Islam, maka untuk mencapai sukses jalan  itu  harus  ditempuh,
	sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang
	sudah tak dapat dihindarkan lagi.
 
	Tindakan kaum Muslimin terhadap  tawanan-tawanan  perang  Badr
	adalah   suatu  teladan  yang  baik  dan  penuh  kasih-sayang,
	dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam  beberapa  revolusi
	yang  oleh  pencetusnya  diagungkan  dengan  arti keadilan dan
	kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping
	penyembelihan-penyembelihan  yang  banyak  terjadi  atas  nama
	Kristus,  seperti  penyembelihan  Saint   Bartholomew   (Saint
	Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap
	sebagai suatu aib besar  dalam  sejarah  Kristen,  yang  dalam
	sejarah  Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada.
	Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik
	di   Paris   membantai   orang-orang  Protestan  dengan  jalan
	tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran  tipu-muslihat
	dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor.
 
	Jadi  kalau  dua  orang  saja dari lima puluh tawanan Badr itu
	yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka  selama  tiga  belas
	tahun  memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai
	menderita pelbagai  macam  siksaan  selama  di  Mekah,  itupun
	karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap
	sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti  disebutkan
	dalam ayat:
 
	"Tidak    sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan   mempunyai
	tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di  dunia.
	Kamu  menghendaki  kekayaan  duniawi, sedang Allah menghendaki
	akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
	Sementara orang-orang Islam sedang  bersukaria  karena  dengan
	anugerah   Tuhan  mereka  mendapat  kemenangan  berikut  harta
	rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza'i secara  tergesa-gesa
	sekali  berangkat  pula  menuju  Mekah. Dia menjadi orang yamg
	pertama masuk di Mekah dan  memberitahukan  penduduk  mengenai
	hancurnya  pasukan  Quraisy  serta  bencana yang telah menimpa
	pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin  dan  bangsawan-bangsawan
	mereka.   Pada   mulanya  Mekah  terkejut  sekali,  dan  tidak
	mempercayai  berita  itu.  Betapa  takkan  terkejut  mendengar
	berita  kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan
	bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya  Haisuman  memang
	tidak  mengigau,  diyakinkannya  sekali apa yang dikatakannya.
	Dari pihak Quraisy  dia  sendiri  memang  yang  merasa  paling
	terpukul dengan bencana itu.
 
	Setelah   ternyata  berita  kejadian  tersebut  memang  benar,
	seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu  Lahab  jatuh
	demam,  dan  tujuh  hari  kemudian  iapun  meninggal. Sekarang
	orang-orang mengadakan  perundingan,  apa  yang  harus  mereka
	lakukan.  Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan
	duka-cita  atas  kematian  mereka,  sebab  apabila  nanti  ini
	terdengar  oleh  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya, mereka akan
	diejek. Juga tidak  akan  mengrim  orang  untuk  menebus  para
	tawanan    itu,    supaya    jangan    sampai   Muhammad   dan
	sahabat-sahabatnya  nanti  memperketat  mereka   dan   meminta
	tebusan yang terlampau tinggi.
 
	Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati
	mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan  sampai  dapat
	tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus.
 
	Hari  itu  yang  datang  adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus
	Suhail b. 'Amr. Rupanya  Umar  bin'l-Khattab  keberatan  kalau
	orang  itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia
	berkata:
 
	"Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua  gigi  seri  Suhail  b.
	'Amr  ini,  supaya  lidahnya  menjulur  keluar  dan tidak lagi
	berpidato mencercamu di mana-mana."
 
	Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban  yang  sungguh
	agung:
 
	"Aku  tidak  akan  memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan
	tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi."
 
	Zainab  puteri  Nabi  juga  lalu  mengirimkan  tebusan  hendak
	membebaskan  suaminya,  Abu'l-'Ash  b.  Rabi'.  Diantara  yang
	dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung  pemberian  Khadijah
	ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu'l-'Ash.
 
	Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali
 
	"Kalau   tuan-tuan   hendak  melepaskan  seorang  tawanan  dan
	mengembalikan  barang  tebusannya  kepada  sipemilik,  silakan
	saja," kata Nabi.
 
	Kemudian  ia  mendapat  kata  sepakat  dengan Abu'l-'Ash untuk
	menceraikan Zainab, yang  menurut  hukum  Islam  mereka  sudah
	bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan
	seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan  membawanya  ke
	Medinah.
 
	Akan  tetapi sesudah sekian lama Abu'l-'Ash dibebaskan sebagai
	tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy.
	Sesampainya   di  dekat  Medinah,  ia  bertemu  dengan  satuan
	Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia  meneruskan
	perjalanan  dalam  gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia
	minta perlindungan dari  Zainab  dan  Zainabpun  melindunginya
	pula.  Ketika  itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh
	Muslimin kepadanya  dan  dengan  aman  ia  kembali  ke  Mekah.
	Setelah  barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya
	masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata:
 
	"Masyarakat  Quraisy!  masih  adakah  dari  kamu  yang   belum
	mengambil barangnya?"
 
	"Tidak  ada,"  jawab  mereka.  "Mudah-mudahan  Tuhan  membalas
	kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati."
 
	"Saya naik saksi," katanya lagi kemudian, "bahwa tak ada tuhan
	selain  Allah  dan  bahwa  Muhammad adalah hamba dan RasulNya.
	Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di  kotanya  itu,  tapi
	saya  kuatir  tuan-tuan  akan  menduga, bahwa saya hanya ingin
	makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini  saya  kembalikan
	kepada  tuan-tuan  dan  tugas saya selesai, maka sekarang saya
	masuk Islam."
 
	Kemudian  ia  kembali  ke  Medinah.  Zainab  juga  oleh   Nabi
	dikembalikan lagi kepadanya.
 
	Dalam  pada  itu  pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya.
	Nilai tebusan waktu itu berkisar antara  seribu  sampai  empat
	ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa
	dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya.
 
	Rasanya tidak ringan nasib  yang  menimpa  Quraisy  itu,  juga
	mereka  tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau
	melupakan kekalahan yang  mereka  alami.  Bahkan  sesudah  itu
	kemudian  wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan
	penuh menangisi mayat mereka.  Rambut  kepala  mereka  sendiri
	mereka  gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu
	dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya.
 
	Dalam hal ini tak ada yang  ketinggalan,  kecuali  Hindun  bt.
	'Utba,  isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi
	oleh wanita-wanita dengan  mengatakan:  "Kau  tidak  menangisi
	ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?"
 
	Ia menjawab:
 
	"Aku  menangisi  mereka?  Supaya  kalau  nanti  didengar  oleh
	Muhammad  dan  teman-temannya  mereka  menyoraki   kita?   Dan
	wanita-wanita  Khazraj  juga  akan  menyoraki kita? Tidak! Aku
	mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram
	kita  memakai  minyak  sebelum  dapat kita memerangi Muhammad.
	Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu  bisa
	hilang  dari  hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan
	hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang  kucintai
	itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
 
	Memang,   ia   tidak   lagi   memakai  minyak  atau  mendekati
	tempat-tidur Abu Sufyan. Ia  terus  mengerahkan  orang  sampai
	pada  waktu  pecah  perang  Uhud.  Sedang  Abu Sufyan, sesudah
	peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci  kepala  dengan
	air sebelum ia memerangi Muhammad.
 
	Catatan kaki:
 
	 1 Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan
	   dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat),
	   pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang
	   sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi
	   ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan
	   dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga
	   pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau
	   pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan
	   strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd'l-Fattah
	   Ibrahim, Muhammad al-Qa'id, Cairo 1945/1964; Muhammad
	   Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad,
	   Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait
	   Khattab Ar-Rasul'l-Qa'id, Cairo, 1964. Badr adalah
	   sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air
	   terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak
	   seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A).
	   
	 2 Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir
	   perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan
	   pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal
	   Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul'l-Qa'id, hal. 90 (A).
	   
	 3 Julukan Umayya b. Khalaf (A).
	   
	 4 Ihda't-ta'ifatain, harfiah, salah satu dari dua
	   kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang
	   dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri
	   dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu
	   Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000
	   orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di
	   bawah pimpinan Abu Jahl. (A).
	   
	 5 'Udwa 'tepi wadi' (LA). Al-'udwat'l-qashwa 'tepi wadi
	   yang lebih dekat ke arah Mekah' sebaliknya daripada
	   'al-'udwat'd-dunya' 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah
	   Medinah' (L4) (A)
	   
	 6 Qur'an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268)
	   (A).
	   
	 7 Aslinya "Ya Nabiullah" (A).
	   
	 8 Maksudnya 'Amr bin'l-Hadzami yang tewas dalam
	   bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A).
	   
	 9 "Demi Allah" (A).
	   
	10 Suatu pernyataan Tauhid (A).
 
	11 Manaha harfiah berarti 'tempat wanita-wanita
	   menangisi mayat' (LA). (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1