Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

	BAGIAN KEENAMBELAS: PENGARUH UHUD                        (2/2)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Setelah dijelaskan maksud kedatangannya, mereka memperlihatkan
	sikap gembira dan dengan  senang  hati  bersedia  mengabulkan.
	Akan   tetapi,   sementara   sebagian   mereka   sedang  asyik
	bercakap-cakap  dengan  dia,  dilihatnya  yang   lain   sedang
	berkomplot.  Salah seorang dari mereka pergi menyisih ke suatu
	tempat dan tampaknya mereka sedang mengingatkan kematian  Ka'b
	b.  Asyraf.  Salah  seorang dari mereka itu ('Amr b. Jihasy b.
	Ka'b) tampak memasuki rumah tempat Muhammad sedang duduk-duduk
	bersandar  di  dinding. Ketika itulah ia merasa curiga sekali,
	lebih-lebih lagi karena persekongkolan mereka  dan  percakapan
	mereka itu telah didengarnya.
 
	Dengan  demikian,  diam-diam  ia  menarik diri dari tempat itu
	dengan  meninggalkan  sahabat-sahabatnya.  Mereka  menduga  ia
	pergi untuk suatu urusan.
 
	Sebaliknya  pihak  Yahudi, mereka jadi kebingungan. Tidak tahu
	lagi mereka; apa yang harus mereka katakan, dan apa pula  yang
	harus  mereka perbuat terhadap sahabat-sahabat Muhammad. Kalau
	mereka ini yang akan mereka jerumuskan niscaya  Muhammad  akan
	mengadakan   pembalasan   keras.  Jika  mereka  biarkan  saja,
	kalau-kalau  persekongkolan  mereka  terhadap   Muhammad   dan
	sahabat-sahabatnya  tetap tak akan terbongkar. Dengan demikian
	perjanjian mereka dengan pihak Muslimin  tetap  berlaku.  Jadi
	sekarang  mereka  berusaha  meyakinkan  tamu-tamu Muslimin itu
	yang mungkin akan dapat menghilangkan rasa  kecurigaan  mereka
	tanpa samasekali menyebut-nyebut hal tersebut.
 
	Tetapi  sahabat-sahabat  Muhammad  setelah  lama  menunggunya,
	mereka pun pergi  pula  mencarinya.  Tatkala  ada  orang  yang
	datang  dari  Medinah  dijumpai, tahulah mereka bahwa Muhammad
	sudah sampai di kota itu dan langsung menuju ke mesjid. Mereka
	pun juga pergi ke sana. Ia menceritakan kepada mereka mengenai
	apa yang telah menimbulkan kecurigaan dari sikap orang  Yahudi
	itu  serta  maksud mereka yang hendak mengkhianatinya. Barulah
	mereka menyadari apa  yang  telah  mereka  lihat  itu.  Mereka
	percaya  akan  ketajaman  pandangan  Rasul serta akan apa yang
	telah diwahyukan kepadanya.
 
	Kemudian Nabi memanggil Muhammad b. Maslama, dan katanya:
 
	"Pergilah kepada Yahudi Banu Nadzir dan katakan kepada mereka,
	bahwa Rasulullah mengutus aku kepada kamu sekalian supaya kamu
	keluar dari negeri ini. Kamu telah melanggar  perjanjian  yang
	sudah  kubuat  dengan kamu dengan maksudmu hendak mengkhianati
	aku.  Aku  memberikan  waktu   sepuluh   hari   kepada   kamu.
	Barangsiapa  yang  masih  terlihat  sesudah itu akan dipenggal
	lehernya."
 
	Yahudi Banu Nadzir sekarang merasa putus asa dan  kebingungan.
	Atas  keterangan  itu  mereka  tidak  dapat membela diri lagi,
	mereka tidak menjawab apa-apa lagi; kecuali katanya kepada Ibn
	Maslama:
 
	"Muhammad,  kami  tidak menduga hal ini akan datang dari orang
	golongan Aus." Ini adalah suatu  isyarat  tentang  persekutuan
	mereka  dengan  pihak  Aus dahulu dalam perang dengan Khazraj,
	tetapi Ibn Maslama hanya menjawab:
 
	"Hati orang sudah berubah."

	Selama beberapa hari golongan ini sudah  bersiap-siap.  Tetapi
	dalam  pada  itu  tiba-tiba  datang  pula  dua  orang  suruhan
	Abdullah b. Ubayy dengan mengatakan: "Jangan  ada  orang  yang
	mau  meninggalkan  rumah-rumah  kamu  dan  harta  benda  kamu.
	Tetaplah bertahan dalam benteng kamu sekalian. Dari golonganku
	sendiri  ada  dua ribu orang dan selebihnya dari golongan Arab
	yang akan bergabung dengan kita dalam benteng dan mereka  akan
	bertahan  sampai  titik  darah  penghabisan, sebelum ada pihak
	lain menyentuh kamu."

	Banu Nadzir mengadakan perundingan atas keterangan  Ibn  Ubayy
	itu.  Mereka tambah bingung. Ada yang samasekali tidak percaya
	kepada Ibn Ubayy. Bukankah dulu  pernah  ia  menjanjikan  Banu
	Qainuqa'   seperti   yang  dijanjikannya  kepada  Banu  Nadzir
	sekarang, tetapi tiba waktunya ia cuci tangan  dan  menghilang
	meninggalkan   mereka?  Juga  mereka  mengetahui,  bahwa  Banu
	Quraidza takkan dapat membela mereka  mengingat  adanya  suatu
	perjanjian  dengan pihak Muhammad. Disamping itu, kalau mereka
	keluar dari kampung mereka itu ke Khaibar atau ke tempat  lain
	yang  berdekatan  mereka  masih  akan dapat kembali ke Yathrib
	bila kurma mereka nanti sudah  berbuah;  mereka  akan  memetik
	buah  kurma  itu  lalu kembali ke tempat mereka semula. Mereka
	tidak akan mengalami banyak kerugian
 
	"Tidak," kata Huyayy b. Akhtab pemimpin  mereka.  "Malah  kita
	yang  harus  mengirim  pesan kepada Muhammad: bahwa kita tidak
	akan meninggalkan kampung kita dan harta-benda kita.  Terserah
	apa  yang  akan diperbuat. Kita hanya tinggal memperbaiki kubu
	kita; kita akan memasuki tempat ini  sesuka  hati  kita.  Kita
	akan  membiasakan  memakai  jalan-jalan  kita,  kita pindahkan
	batu-batu ke tempat itu. Persediaan makanan  kita  cukup  buat
	setahun,  air  pun  tidak pernah terputus. Muhammad tidak akan
	mengepung kita setahun penuh."
 
	Tetapi sepuluh hari sudah lampau.  Mereka  tidak  juga  keluar
	dari perkampungan itu.
 
	Dengan  membawa  senjata  pihak Muslimin selama duabelas malam
	bertempur  melawan  mereka.  Ketika  itu  bila  sudah   tampak
	Muslimin  di jalan-jalan atau di rumah-rumah, mereka mundur ke
	rumah berikutnya  sesudah  rumah-rumah  itu  mereka  robohkan.
	Kemudian  Muhammad  memerintahkan sahabat-sahabatnya menebangi
	pohon-pohon  kurma  kepunyaan  orangorang  Yahudi  itu,   lalu
	membakarnya. Dengan demikian orang-orang Yahudi itu tidak akan
	terlalu  terikat  pada  harta-bendanya  lagi  dan  tidak  akan
	terlalu bersemangat mau berperang
 
	Dengan tidak sabar orang-orang Yahudi itu berteriak:
 
	"Muhammad!  Tuan  melarang  orang berbuat kerusakan. Tuan cela
	orang yang berbuat begitu.  Tetapi  kenapa  pohon-pohon  kurma
	ditebangi dan dibakar?!"
 
	Dalam hal ini firman Tuhan turun:
 
	"Mana  pun  pohon  kurma  yang  kamu  tebang atau kamu biarkan
	berdiri dengan batangnya, adalah dengan ijin Allah  juga,  dan
	karena  Ia  hendak  mencemoohkan  mereka  yang melanggar hukum
	itu."(Qur'an, 59: 5)

	Sia-sia saja rupanya pihak Yahudi itu menunggu adanya  bantuan
	dari  Abdullah  b.  Ubayy atau pertolongan yang mungkin datang
	dan salah satu golongan Arab.  Sekarang  mereka  yakin,  bahwa
	mereka  hanya  akan  beroleh  nasib  buruk  saja apabila terus
	bersitegang hendak berperang. Setelah  ternyata  mereka  dalam
	putus-asa dan ketakutan, mereka meminta damai kepada Muhammad,
	meminta  jaminan  keamanan  atas  harta-benda,   darah   serta
	anak-anak keturunan mereka; sampai mereka keluar dari Medinah.
	Muhammad pun mengabulkan permintaan mereka; asal mereka keluar
	dari  kota  itu:  Setiap  tiga orang diberi seekor unta dengan
	muatan harta-benda; persediaan makanan dan minuman sesuka hati
	mereka.  Di  luar itu tidak ada. Pihak Yahudi menerima. Mereka
	dipimpin oleh Huyayy b. Akhtab.
 
	Dalam perjalanan itu mereka ada yang berhenti di Khaibar, yang
	lain  meneruskan  perjalanan  sampai  ke  Adhri'at di bilangan
	Syam.  Harta-benda  yang  mereka  tinggalkan  menjadi   barang
	rampasan Muslimin yang terdiri dari hasil bumi, senjata berupa
	50 buah baju besi, 340 bilah pedang, di  samping  tanah  milik
	orang-orang  Yahudi itu. Tetapi tanah ini tidak dapat dianggap
	sebagai   rampasan   perang;   oleh   karenanya   tak    dapat
	dibagi-bagikan  kepada  kaum  Muslimin,  melainkan  khusus  di
	tangan  Rasulullah  yang  nantinya  akan  ditentukan   sendiri
	menurut    kebijaksanaannya.    Dan    tanah    itu   kemudian
	dibagi-bagikan kepada golongan Muhajirin yang pertama di  luar
	golongan   Anshar,  setelah  dikeluarkan  bagian  khusus  yang
	hasilnya akan menjadi hak fakir-miskin. Dengan  demikian  kaum
	Muhajirin  itu  tidak  perlu  lagi harus menerima bantuan kaum
	Anshar dan inipun sudah menjadi harta  kekayaan  mereka.  Dari
	pihak  Anshar  yang turut mendapat bagian hanya Abu Dujana dan
	Sahl b. Hunaif, yang sudah terdaftar sebagai orang miskin.
 
	Muhammad memberikan bagian kepada mereka  ini  seperti  kepada
	kaum Muhajirin.
 
	Dari  golongan  Yahudi  Banu Nadzir sendiri tak ada yang masuk
	Islam kecuali dua  orang.  Mereka  masuk  Islam  karena  harta
	mereka, yang kemudian mereka peroleh kembali.
 
	Tidak begitu sulit orang akan menilai arti kemenangan Muslimin
	serta pengosongan Banu Nadzir dari Medinah itu,  setelah  kita
	kemukakan  betapa  Rasul  .a.s.  memperhitungkan, bahwa adanya
	mereka  di  tempat  itu   akan   memberikan   semangat   dalam
	menimbulkan  bibit-bibit  fitnah,  akan  mengajak  orang-orang
	munafik itu mengangkat  kepala  setiap  mereka  melihat  pihak
	Muslimin  mendapat  bencana  dan  mengancam  timbulnya  perang
	saudara bila saja ada musuh menyerang kaum Muslimin.
 
	Tentang perginya Banu Nadzir itu Surah Hasyr (59) ini turun:
 
	"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang bersikap munafik,
	yang  berkata  kepada saudara-saudaranya yang tak beriman dari
	kalangan Ahli Kitab: Kalau kamu diusir  keluar,  niscaya  kami
	pun  akan keluar bersama kamu, dan tidak sekali-kali kami akan
	dipengaruhi oleh siapa pun  menghadapi  persoalanmu  ini;  dan
	kalau kamu dipengaruhi niscaya kami pun akan membelamu. Tetapi
	Tuhan  mengetahui,  bahwa  mereka  adalah   pendusta   belaka.
	Kalaupun  mereka ini diusir keluar, mereka pun tidak akan ikut
	bersama-sama keluar, juga kalau mereka ini  diperangi,  mereka
	pun  tidak  akan  turut  membantu.  dan kalaupun mereka sampai
	membantu, niscaya mereka akan  lari  mengundurkan  diri;  lalu
	mereka  ini  tidak  mendapat  pertolongan.  Sungguh dalam hati
	mereka kamu sangat ditakuti lebih dari Allah. Demikian itulah,
	sebab  mereka  adalah  golongan yang tidak mengerti." (Qur'an,
	59: 11-13)
 
	Kemudian  Surah  itu  dilanjutkan  dengan  memberi  keterangan
	tentang   iman  dan  kekuasaannya.  Iman  hanya  kepada  Allah
	semata-mata. Bagi jiwa  manusia,  yang  tahu  harga  diri  dan
	kehormatan dirinya, yang dikenalnya hanyalah kekuasaan Tuhan.
 
	"Dialah  Allah. Tiada tuhan selain Dia. Maha mengetahui segala
	yang gaib dan yang nyata. Dia Pengasih dan  Penyayang.  Dialah
	Allah.  Tiada tuhan selain Dia. Maha Raja, Maha Kudus. Pembawa
	Keselamatan, Keamanan, Penjaga  segalanya,  Maha  Kuasa,  Maha
	Perkasa,  Maha  Agung. Maha Suci Allah dari segala yang mereka
	persekutukan.  Dialah  Allah.  Pencipta,  Pengatur,  Pembentuk
	rupa,  PadaNyalah  ada  Asma  Yang  Indah.  Segala yang ada di
	langit dan di bumi berbakti kepadaNya.  Dan  Dia  Maha  Kuasa,
	Maha Bijaksana." (Qur'an, 59: 22 - 24)

	Sampai  pada  waktu  dikosongkannya  Medinah dari Banu Nadzir,
	yang menjadi sekretaris Nabi ketika itu  ialah  orang  Yahudi.
	Hal  ini  dimaksudkan  untuk memudahkan pengiriman surat-surat
	dalam bahasa Ibrani dan  Asiria.  Tetapi  setelah  orang-orang
	Yahudi  keluar,  Nabi  jadi kuatir kalau jabatan yang memegang
	rahasianya itu bukan di  tangan  orang  Islam.  Dari  kalangan
	pemuda  Islam  di  Medinah  dimintanya  Zaid  b. Thabit supaya
	mempelajari kedua bahasa tersebut, yang  dalam  segala  urusan
	kemudian  ia  akan menjadi sekretaris Nabi. Dan Zaid b. Thabit
	inilah yang telah mengumpulkan Qur'an pada masa  khilafat  Abu
	Bakr,  dan  dia  pula  yang  kembali dan mengawasi pengumpulan
	Qur'an  tatkala  terjadi  perbedaan  cara  membaca  pada  masa
	pemerintahan  Usman.  Lalu  yang  dipakai hanya Mushhaf Usman,
	yang lain dibakar.
 
	Suasana Medinah  jadi  tenteram  setelah  Yahudi  Banu  Nadzir
	keluar.  Pihak  Muslimin  tidak  lagi  merasa  takut  terhadap
	orang-orang  munafik.  Bahkan  kaum  Muhajirin  bersuka   hati
	memperoleh  tanah  bekas orang-orang Yahudi itu. Juga kalangan
	Anshar  turut  gembira  karena  Muhajirin  sudah  tidak   lagi
	bergantung pada bantuan mereka. Hati mereka semua merasa lega.
	Dalam suasana yang begitu  tenang,  aman  dan  tenteram,  baik
	Muhajirin  maupun  Anshar,  semua  mereka merasa senang. Dalam
	pada mereka dalam  keadaan  demikian,  setelah  berlalu  waktu
	setahun   sejak   peristiwa   Uhud,   teringat  oleh  Muhammad
	'alaihi'sh  shalatu  was-salam  -  ucapan  Abu  Sufyan:  "Yang
	sekarang  ini  untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa tahun
	depan!"  serta  ajakannya  kepada  Muhammad  untuk  mengadakan
	perang Badr lagi. Tetapi tahun itu sedang terjadi musim kering
	(paceklik). Harapan Abu  Sufyan  ialah  sekiranya  perang  itu
	diadakan dalam waktu lain saja.
 
	Untuk  itu  diutusnya  Nusaim  (b.  Mas'ud)  ke Medinah dengan
	mengatakan  kepada  pihak  Muslimin,   bahwa   Quraisy   telah
	mengerahkan  tentaranya  begitu  besar  yang belum ada taranya
	dalam sejarah Arab; sudah siap  akan  memerangi  mereka,  akan
	menghancur-luluhkan  mereka  sehingga tidak akan tersisa lagi.
	Tampaknya kaum Muslimin pun mau menghindari bahaya itu. Banyak
	diantara  mereka yang memperlihatkan keengganan pergi ke Badr.
	Tetapi Muhammad jadi marah karena sikap lemah  dan  mau  surut
	itu.  Ia  bersumpah  mengatakan  kepada  mereka, bahwa ia akan
	pergi juga ke Badr walaupun seorang diri.

	Melihat kejengkelan yang luar  biasa  itu  segala  sikap  maju
	mundur  dan  perasaan takut-takut segera lenyap. Kaum Muslimin
	sekarang siap memanggul senjata dan berangkat ke  Badr.  Dalam
	hal  ini  pimpinan  kota  Medinah  oleh Nabi diserahkan kepada
	Abdullah b. Abdullah b. Ubayy b. Salul.
 
	Muslimin  yang  sudah  sampai  di  Badr,  sekarang  menantikan
	kedatangan Quraisy. Mereka sudah siap bertempur. Demikian juga
	pihak Quraisy dengan pimpinan Abu Sufyan sudah pula  berangkat
	dari Mekah dengan kekuatan 2000 orang. Tetapi sesudah dua hari
	perjalanan  tampaknya  Abu  Sufyan  mau  kembali  pulang.   Ia
	memanggil-manggil teman-temannya sambil katanya:
 
	"Saudara-saudara dari Quraisy, sebenarnya yang cocok buat kita
	hanyalah dalam musim subur, sedang sekarang kita  dalam  musim
	kering.  Saya  sendiri mau kembali pulang. Maka pulang sajalah
	kamu sekalian."
 
	Mereka itu kembali pulang.
 
	Tinggal lagi Muhammad dengan tentara Muslimin  selama  delapan
	hari  terus-menerus menantikan mereka, yang selama di Badr itu
	pula waktu  mereka  pergunakan  sambil  berdagang.  Dan  dalam
	perdagangan  itu  mereka  mendapat  laba.  Mereka  kembali  ke
	Medinah pun kemudian dengan gembira,  telah  mendapat  karunia
	dari Tuhan. Dalam Badr Terakhir itulah firman Tuhan ini turun:
 
	"Mereka yang berkata kepada teman-temannya, dan mereka sendiri
	tinggal di belakang:  'Sekiranya  mereka  itu  mengikut  kita,
	niscaya  mereka  takkan  mati  terbunuh.'  Katakanlah: Cobalah
	hindarkan dirimu dari kematian, kalau memang kamu  orang-orang
	yang  benar.  Jangan  kamu  kira  orang-orang yang terbunuh di
	jalan Allah itu sudah mati. Tidak!  Mereka  itu  hidup  dengan
	mendapat  bagian  dari  Tuhan.  Mereka  dalam  suasana gembira
	karena karunia yang diberikan Tuhan juga; mereka girang sekali
	terhadap mereka yang tidak ikut dan tinggal di belakang, bahwa
	mereka tidak merasa takut dan tidak pula  berdukacita.  Mereka
	girang  karena  karunia  dan nikmat Tuhan dan Tuhan tidak akan
	menghilangkan jasa orang-orang beriman, orang-orang yang telah
	memenuhi  panggilan,  Tuhan  dan  Rasul  meskipun mereka sudah
	mengalami malapetaka, orang-orang yang berbuat baik dan  dapat
	memelihara  diri  dari  kejahatan;  mereka  itulah  yang  akan
	mendapat pahala besar. Orang yang sudah berkata kepada mereka:
	'Sebenarnya  orang-orang  sudah berkumpul hendak melawan kamu.
	Karena itu hendaklah kamu takut kepada mereka. Tetapi hal  ini
	bahkan  menambah  kuat  iman  mereka,  dan jawab mereka: Cukup
	Tuhan bersama  kami  dan  Ia  Pelindung  yang  sebaik-baiknya.
	Mereka  kembali  mendapatkan  nikmat  dan  karunia dari Tuhan.
	Mereka tidak mengalami bencana, dan mereka mengikut  perkenaan
	Allah.  Dan  Allah  Maha  Pemberi  karunia  yang  besar.  Yang
	demikian    itu    hanyalah    setan    yang    menakut-nakuti
	pengikut-pengikutnya.  Jangan  kamu  takut kepada mereka, tapi
	takutlah  kepadaKu,   kalau   benar-benar   kamu   orang-orang
	beriman." (Qura'an, 3: 168 - 175)
 
	Dengan  demikian  perang  Badr yang terakhir benar-benar telah
	menghapus pengaruh perang Uhud samasekali. Buat Quraisy  hanya
	tinggal  lagi  menunggu  kesempatan  lain, dengan tetap mereka
	bergelimang dalam  kecemaran  karena  sifat  pengecutnya  yang
	tidak  kurang cemarnya dari kekalahan yang mereka derita dalam
	perang Badr pertama.
 
	Dengan pertolongan Tuhan itu Muhammad merasa lega  tinggal  di
	Medinah,  merasa  tenteram  hatinya karena kewibawaan Muslimin
	kini  telah  kembali.  Sungguhpun  begitu  ia  selalu  waspada
	terhadap  segala  tipu-muslihat  musuh,  selalu  awas-awas  ke
	segenap jurusan.

	Sementara  dalam  keadaan  demikian  itu,  tiba-tiba  terbetik
	berita,  bahwa  ada sebuah kelompok dari Ghatafan di Najd yang
	sedang bersepakat hendak memeranginya.  Dan  taktiknya  selalu
	dalam  hal  ini ialah menyergap musuh secara tiba-tiba sebelum
	musuh itu sempat  mengadakan  persiapan  mempertahankan  diri.
	Oleh  karena  itulah,  dengan  kekuatan  empat  ratus orang ia
	berangkat  menuju  Dhat'r-Riqa'.  Di  tempat  ini  pihak  Banu
	Muharib  dan  Banu  Tha'laba  dari  Ghatafan  sudah berkumpul.
	Begitu  ia  dilihat  oleh  mereka,   ia   langsung   melakukan
	penyerbuan  ke  tempat-tempat  mereka itu. Dengan meninggalkan
	kaum wanita dan harta, mereka lari tunggang-langgang. Apa yang
	dapat  dibawa  oleh  Muslimin  dibawanya,  dan  mereka kembali
	pulang ke Medinah.
 
	Akan tetapi,  karena  dikuatirkan  pihak  musuh  akan  kembali
	menyerang  mereka,  siang  malam  mereka pun secara bergantian
	mengadakan penjagaan. Dalam pada itu dalam memimpin sembahyang
	juga  oleh  Muhammad  dilakukan dengan salat khauf.1 Dalam hal
	ini  sebagian  mereka  menghadap  ke  jurusan  musuh,   karena
	dikuatirkan kalau-kalau pihak musuh menyusul menyerang mereka,
	sementara mereka sedang bersembahyang dua raka'at bersama-sama
	Muhammad  itu. Akan tetapi selama itu tidak ada bayangan musuh
	yang tampak. Kemudian  Nabi  dan  sahabat-sahabat  kembali  ke
	Medinah  setelah  15 hari meninggalkan kota itu. Dengan sukses
	demikian ini mereka kembali dengan gembira sekali.

	Tidak lama sesudah itu Nabi pun  berangkat  lagi  dalam  suatu
	ekspedisi,  yakni ekspedisi Dumat'l-Jandal. Dumat'l-Jandal ini
	adalah sebuah wahah (oasis) pada perbatasan  Hijaz-Syam,  yang
	terletak pada pertengahan jalan antara Laut Merah dengan Teluk
	Persia.  Muhammad  sendiri   tidak   sampai   bertemu   dengan
	kabilah-kabilah  yang  ingin  dihadapinya  itu  dan  yang suka
	menyerang kafilah-kafilah di sana; sebab baru mereka mendengar
	namanya  saja,  mereka  sudah  ketakutan dan sudah kabur lebih
	dulu, dengan meninggalkan harta  benda  yang  kemudian  dibawa
	Muslimin sebagai barang ghanima (rampasan perang). Berdasarkan
	batas Dumat'l-Jandal secara geografis kita sudah dapat melihat
	betapa  luasnya  pengaruh Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu,
	betapa  jauhnya  kekuasaan  mereka  dan  betapa  pula  seluruh
	jazirah  itu  merasa takut. Begitu juga kita melihat bagaimana
	Muslimin   itu   menanggung   segala   macam    beban    dalam
	ekspedisi-ekspedisi  itu,  dengan  tidak pedulikan panas terik
	yang rnembakar, tanah yang kering dan gersang, air yang  sukar
	diperoleh, bahkan maut sendiri pun tidak lagi mereka hiraukan.
	Hanya satu yang menggerakkan mereka sampai mencapai kemenangan
	dan  sukses  itu,  yang telah memberikan kekuatan moril kepada
	mereka, yaitu: keteguhan iman, iman yang  hanya  kepada  Allah
	semata-mata.
 
	Sekarang  tiba  waktunya buat Muhammad beristirahat di Medinah
	untuk selama beberapa bulan berikutnya,  sementara  menantikan
	Quraisy  sampai  tahun  depan  -  tahun  kelima  Hijrah  - dan
	menjalankan  perintah  Tuhan   menyelesaikan   suatu   susunan
	masyarakat  bagi  umat  Islam  yang  baru  tumbuh  itu,  suatu
	organisasi yang pada waktu itu meliputi  beberapa  ribu  orang
	dan  yang  kemudian  akan  meliputi jutaan bahkan ratusan juta
	umat  Islam.  Dalam  membuat  struktur  masyarakat   itu,   ia
	bertindak  dengan  cara  yang  begitu  cermat dan baik sekali,
	sejalan dengan  wahyu  Tuhan  yang  diberikan  kepadanya,  dan
	ditentukannya   sendiri  pula  mana-mana  yang  sesuai  dengan
	perintah dan  ajaran  wahyu  itu,  dengan  ketentuan-ketentuan
	terperinci  yang  oleh  sahabat-sahabat  pada waktu itu diberi
	tempat yang suci, dan  yang  selanjutnya  akan  tetap  berlaku
	begitu  sepanjang masa dan generasi; wahyu yang tiada dimasuki
	kepalsuan dari manapun juga, baik dari semula  maupun  sesudah
	itu.
 
	Catatan kaki:
 
	 1 Shalat'l-khauf, harfiah salat ketakutan, yakni
	   sembahyang darurat dalam keadaan bahaya. Syarat-syarat
	   dan ketentuan-ketentuannya terdapat dalam buku-buku
	   fikih (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1