BAGIAN KETIGAPULUH SATU: PEMAKAMAN RASUL (2/2)
Muhammad Husain Haekal
Sementara kaum Muslimin sedang berlainan pendapat - kemudian
kembali sependapat lagi dalam melantik Abu Bakr dalam Ikrar
Saqifa kemudian Ikrar Umum - jenazah Nabi masih tetap
ditempatnya di atas ranjang kematian dikelilingi oleh
kerabat-kerabat dan pihak keluarga.
Selesai memberikan ikrar kepada Abu Bakr orang segera bergegas
lagi hendak menyelenggarakan pemakaman Rasulullah. Dalam hal
di mana akan dimakamkan, orang masih berbeda pendapat.
Kalangan Muhajirin berpendapat akan dimakamkan di Mekah, tanah
tumpah darahnya dan di tengah-tengah keluarganya. Yang lain
berpendapat supaya dimakamkan di Bait'l-Maqdis (Yerusalem}
karena para nabi sebelumnya di sana dimakamkan. Saya tidak
tahu bagaimana orang-orang ini berpendapat demikian, padahal
Bait'l-Maqdis pada waktu itu masih di tangan Rumawi dan sejak
kejadian Mu'ta dan Tabuk, Rumawi dengan pihak Islam sedang
dalam permusuhan, sehingga Rasulullah menyiapkan pasukan Usama
untuk mengadakan pembalasan.
Kaum Muslimin tak dapat menyetujui pendapat ini, juga mereka
tidak setuju Nabi dimakamkan di Mekah. Mereka ini berpendapat
supaya Nabi dimakamkan di Medinah, kota yang telah memberikan
perlindungan dan pertolongan, dan kota yang mula-mula bernaung
di bawah bendera Islam. Mereka berunding, di mana akan
dimakamkan? Satu pihak mengatakan: dimakamkan di mesjid,
tempat dia memberi khotbah dan bimbingan serta memimpin orang
sembahyang, dan menurut pendapat mereka supaya dimakamkan
ditempat mimbar atau di sampingnya. Tetapi pendapat demikian
ini kemudian ditolak, mengingat adanya keterangan berasal dari
Aisyah, bahwa ketika Nabi sedang dalam sakit keras, ia
mengenakan kain selubung hitam, yang sedang ditutupkan di
mukanya, kadang dibukakan sambil ia berkata: "Laknat6 Tuhan
kepada suatu golongan yang mempergunakan pekuburan nabi-nabi
sebagai mesjid."
Kemudian Abu Bakr tampil memberikan keputusan kepada orang
ramai itu dengan mengatakan:
"Saya dengar Rasulullah s.a.w. berkata Setiap ada nabi
meninggal, ia dimakamkan di tempat dia meninggal."
Lalu diambil keputusan, bahwa pada letak tempat tidur ketika
Nabi meninggal itu, di tempat itulah akan digali.
Selanjutnya yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya
yang dekat. Yang pertama sekali Ali b. Abi Talib, lalu 'Abbas
b. 'Abd'l-Muttalib serta kedua puteranya, Fadzl dan Qutham
serta Usama b. Zaid. Usama b. Zaid dan Syuqran, pembantu Nabi,
bertindak menuangkan air sedang Ali yang memandikannya berikut
baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan baju itu
dari (badan) Nabi. Dalam pada itu mereka juga mendapatkan Nabi
begitu harum, sehingga Ali berkata: "Demi ibu bapaku! Alangkah
harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati."
Karena itu juga beberapa Orientalis ada yang berpendapat,
bahwa bau harum itu disebabkan Nabi selama hidupnya biasa
memakai wangi-wangian. Ia menganggap wangi-wangian itu sudah
menjadi barang kesukaannya dalam kehidupan dunia ini.
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakainya itu,
Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua Shuhari7 dan satu
pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan. Selesai
penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di
tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan
kesempatan kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari
jurusan mesjid, untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan
perpisahan dan memberikan doa selawat kepada Nabi. Kemudian
mereka keluar lagi dengan membawa perasaan duka dan kepahitan
yang dalam sekali, yang sangat menekan hati.
Ruangan itu telah menjadi penuh kembali tatkala kemudian Abu
Bakr dan Umar masuk melakukan sembahyang bersama-sama Muslimin
yang lain, tanpa ada yang bertindak selaku imam dalam
sembahyang itu. Setelah orang duduk kembali dan keadaan jadi
sunyi, Abu Bakr berkata:
"Salam kepadamu ya Rasulullah, beserta rahmat dan berkah
Tuhan.8 Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah telah
menyampaikan risalah Tuhan, telah berjuang di jalan Allah
sampai Tuhan memberikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia
telah menunaikan janjinya, dan menyuruh orang menyembah hanya
kepada Allah tidak bersekutu."
Pada setiap kata yang diucapkan oleh Abu Bakr disambut oleh
Muslimin dengan penuh syahdu dan khusyu: Amin! Amin!
Selesai bagian laki-laki melakukan sembahyang, setelah mereka
keluar, masuk pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian
masuk pula anak-anak. Semua mereka itu, masing-masing membawa
hati yang pedih, perasan duka dan sedih menekan kalbu, karena
mereka harus berpisah dengan Rasulullah, penutup para nabi.
Di hadapan saya sekarang - setelah lampau seribu tiga ratus
tahun yang lalu - terbentang sebuah lukisan peristiwa khidmat
dan syahdu yang telah memenuhi hati saya, dengan segala
kerendahan hati dan hormat. Tubuh yang terbungkus kini
terletak dalam sebuah sudut, dalam ruangan yang nantinya akan
menjadi sebuah makam, dan ruangan yang tadinya dihuni oleh
orang yang mengenal makna hidup, orang yang penuh rahmat,
penuh cahaya. Tubuh yang suci ini, yang telah mengajak dan
membimbing orang ke jalan yang benar, dan yang buat mereka
telah menjadi teladan tertinggi tentang arti kebaikan dan
kasih sayang, tentang ketangkasan dan harga diri, tentang
keadilan dan kesadaran dalam menghadapi kekejaman serta segala
tindakan tirani.
Orang yang banyak itu kini lalu dengan perasaan yang sudah
remuk-redam, dengan hati yang sendu, hati yang tersayat pilu.
Setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak - terhadap
laki-laki yang sekarang memilih tempatnya di sisi Tuhan itu -
mengenangkannya sebagai ayah, sebagai kawan setia dan sahabat,
sebagai Nabi dan Rasulullah. Betapakah perasaan yang sekarang
sedang rimbun memenuhi kalbu yang penuh semarak iman itu,
kalbu yang penuh prihatin akan rahasia hari esok setelah Rasui
wafat?! Lukisan peristiwa khidmat inilah yang sekarang
terbentang di hadapan saya. Saya lihat diri saya sedang
tercengang menatapnya, dengan sepenuh hati akan keagungan yang
penuh syahdu dan khidmat ini; hampir-hampir saya tak dapat
melepaskan diri.
Sudah sepantasnya pula apabila kaum Muslimin jadi kuatir.
Sejak diumumkannya berita kematian Nabi di Medinah dan
kemudian tersebar pula sampai kepada kabilah-kabilah Arab di
sekitar kota, pihak Yahudi dan Nasrani segera memasang mata
dan telinga, sifat-sifat munafik mulai timbul, iman
orang-orang Arab yang masih lemah mulai pula guncang. Dalam
pada itu orang-orang Mekah juga sudah siap-siap akan berbalik
dari Islam, bahkan sudah mau bertindak demikian, sehingga
'Attab b. Asid wakil Nabi di Mekah merasa kuatir dan tidak
menampakkan diri kepada mereka. Tepat sekali Suhail b. 'Amr
yang berada di tengah-tengah mereka itu ketika ia tampil dan
berkata - setelah menerangkan kematian Nabi - bahwa Islam
sekarang sudah bertambah kuat, dan siapa yang masih
menyangsikan kami, kami penggal lehernya. Kemudian katanya
lagi:
"Penduduk Mekah! Kamu adalah orang yang terakhir masuk Islam,
maka janganlah jadi orang yang pertama murtad! Demi Allah.
Tuhanlah yang akan menyelesaikan soal ini. Seperti kata
Rasulullah s.a.w. - Belum jugakah mereka sadar dari kemurtadan
mereka itu?"
Ada dua cara orang-orang Arab ketika itu dalam menggali
kuburan: pertama cara orang Mekah yang menggali kuburan dengan
dasarnya yang rata; kedua cara orang Medinah yang menggali
kuburan dengan dasarnya yang dilengkungkan. Abu 'Ubaidah
bin'l-Jarrah misalnya, ia menggali cara orang Mekah, sedang
Abu Talha Zaid b. Sahl menggali kuburan cara orang Medinah.
Keluarga Nabi juga memperbincangkan cara mana kuburan itu akan
digali. 'Abbas paman Nabi segera mengutus dua orang,
masing-masing supaya memanggil Abu 'Ubaida dan Abu Talha. Yang
diutus kepada Abu 'Ubaida kembali tidak bersama dengan yang
dipanggil, sedang yang diutus kepada Talha datang
bersama-sama. Maka makam Rasulullah digali menurut cara
Medinah.
Bilamana hari sudah senja, dan setelah kaum Muslimin selesai
menjenguk tubuh yang suci itu serta mengadakan perpisahan yang
terakhir, keluarga Nabi sudah siap pula akan menguburkannya.
Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai syal
berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam
kuburan itu. Lalu ia diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya
yang terakhir oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas
itu lalu dipasang bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun
dengan tanah.
Dalam hal ini Aisyah berkata: "Kami mengetahui pemakaman
Rasulullah s.a.w. ialah setelah mendengar suara-suara sekop
pada tengah malam itu."
Fatimah juga berkata seperti itu.
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiulawal,
yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah.
Sesudah itu Aisyah tinggal menetap di rumahnya dalam ruangan
yang berdampingan dengan ruangan makam Nabi. Ia merasa bahagia
di samping tetangga yang sangat mulia itu.
Setelah Abu Bakr wafat ia dimakamkan di samping Nabi, demikian
juga Umar menyusul dimakamkan di sebelahnya lagi. Ada
disebutkan, bahwa Aisyah berziarah ke ruangan makam itu tidak
mengenakan kudung, sebab sebelum Umar dimakamkan, di sana
hanya ayah dan suaminya. Tetapi setelah juga Umar dimakamkan,
setiap ia masuk selalu berkudung dengan mengenakan pakaian
lengkap.
Begitu selesai kaum Muslimin menyelenggarakan pemakaman
Rasulullah, Abu Bakr memerintahkan pasukan Usama yang akan
menyerbu Syam segera diteruskan sebagai pelaksanaan apa yang
telah diperintahkan oleh Rasulullah. Ada juga kaum Muslimin
yang merasa tidak setuju dengan itu, seperti yang pernah
terjadi ketika Nabi sedang sakit. Umar termasuk orang yang
tidak setuju. Ia berpendapat supaya kaum Muslimin tidak
bercerai-berai. Mereka harus tetap di Medinah, sebab
dikuatirkan akan terjadi hal-hal yang kurang menyenangkan.
Tetapi dalam melaksanakan perintah Rasul Abu Bakr tidak pernah
ragu-tagu. Dia pun menolak pendapat orang yang mengusulkan
supaya mengangkat seorang komandan yang lebih tua usianya dari
Usama dan lebih berpengalaman dalam perang.
Dengan demikian pasukan di Jurf itu tetap disiapkan di bawah
pimpinan Usama, dan Abu Bakr pergi melepaskannya. Ketika itu
dimintanya kepada Usama supaya Umar dibebaskan dari tugas itu.
Ia perlu tinggal di Medinah supaya dapat memberi nasehat
kepada Abu Bakr.
Belum selang duapuluh hari setelah tentara berangkat, pihak
Muslimin sudah dapat menyerang Balqa'. Usama telah dapat
mengadakan pembalasan buat kaum Muslimin dan ayahnya yang
telah terbunuh di Mu'ta dulu. Dalam peristiwa yang gemilang
itu semboyan perang yang diucapkan ialah: "Untuk kemenangan,
matilah!"9
Dengan demikian baik Abu Bakr mau pun Usama telah dapat
melaksanakan perintah Nabi. Ia kembali dengan pasukannya itu
ke Medinah didahului panji yang oleh Rasulullah dulu
diserahkan di tangannya dengan menunggang kuda yang juga
dulu dipakai ayahnya di Mu'ta sampai tewasnya.
Setelah Nabi berpulang, Fatimah puterinya minta kepada Abu
Bakr tanah peninggalan Nabi di Fadak dan di Khaibar diberikan
kepadanya. Tetapi Abu Bakr menjawab dengan kata-kata ayahnya:
"Kami para nabi tidak mewariskan.10 Apa yang kami tinggalkan
buat sedekah." Kemudian kata Abu Bakr kepada Fatimah:
"Kalau ayahmu dulu memang sudah menghibahkan harta ini
kepadamu, maka usulmu itu saya terima, dan saya laksanakan apa
yang dimintanya itu." Tetapi Fatimah menjawab bahwa tentang
itu ayahnya tidak berkata apa-apa kepadanya hanya Umm Aiman
yang mengatakan kepadanya bahwa yang demikian itulah yang
dimaksudkan. Dalam hal ini Abu Bakr menekankan supaya Fadak
dan Khaibar tetap dikembalikan ke baitulmal untuk kaum
Muslimin.
Demikianlah, Muhammad pergi melepaskan dunia ini dengan tiada
meninggalkan sesuatu kekayaan dunia yang fana kepada siapa
pun. Ia pergi melepaskan dunia ini seprti ketika ia datang.
Sebagai peninggalan ia telah memberikan agama yang lurus ini
kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan kebudayaan Islam
yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan
akan menaungi dunia kemudian. Ia telah menanamkan ajaran
Tauhid, menempatkan ajaran Tuhan yang tinggi di atas dan
ajaran orang-orang kafir yang rendah di bawah. Kehidupan
paganisma dalam segala bentuk dan penampilannya telah dikikis
habis. Manusia sekarang diajaknya melakukan perbuatan yang
baik dan takwa, bukan perbuatan dosa dan permusuhan. Kemudian
ia meninggalkan Kitabullah buat manusia, sebagai rahmat dan
petunjuk. Ia meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan
indah. Contoh terakhir diberikannya kepada umat manusia,
ketika dalam sakit, ia berkata kepada orang banyak:
"Wahai manusia! Barangsiapa punggungnya pernah kucambuk, ini
punggungku, balaslah! Barangsiapa kehormatannya pernah kucela,
ini kehormatanku, balaslah! Dan barangsiapa hartanya pernah
kuambil, ini hartaku, ambillah! Jangan ada yang takut
permusuhan, itu bukan bawaanku."
Bilamana ada orang yang pernah menuntut uang tiga dirham
kepadanya, kepada orang itu diberikan pula gantinya. Kemudian
ia melepaskan dunia ini dengan meninggalkan warisan rohani
yang agung, yang selalu memancar di semesta dunia ini. Tuhan
akan menyempurnakan ajaranNya, akan menolong agamaNya di atas
semua agama, sekali pun oleh orang-orang kafir tidak diakui.
Semoga Allah memberi rahmat dan kedamaian kepadanya.
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Catatan kaki:
1 Sejenis kain bersulam buatan Yaman.
2 Diucapkan sebagai tanda cinta dan mendoakan. Lihat
halaman 326 (A).
3 Saqifa berarti 'serambi beratap' (N) (LA) atau
'ruangan besar beratap' (LA), semacam balairung (A).
4 Umara' jamak amir, harfiah 'yang memerintah,'
pemimpin-pemimpin, dapat diartikan kepala-kepala
negara; wuzana' jamak wazir 'yang memberi dukungan'
(N), yakni 'para menteri' (A).
5 Harfiah 'Saya kayu pasak tempat ternak bergerak dan
setandan kurma yang bertopang,' yakni 'saya tempat
orang yang mencari pengobatan dengan pendapatnya,
seperti unta mengobati sakit gatalnya dengan
bergaruk-garuk pada kayu pasak.' (N). Perumpamaan
Melayu di atas berarti, saya yang memberi dua
pertolongan dalam satu perjalanan.' (A)
6 Dalam teks Hadis digunakan kata 'la'ana' dan
'qatala,' yang menurut (N) dapat diartikan sama (A).
7 Shuhari dan Shuhar nama sebuah desa di Yaman. Juga
dikatakan dari kata shuhra, yakni warna merah muda.
8 Assalamu'alaika, ya Rasulullah wa rahmatullahi wa
barakatuhu
9 'Ya manshur, amit!,' Harfiah: 'O yang menang, matilah'
Menurut (N). ini berarti perintah mati sebagai
optimisma kemenangan yang akan dicapai, juga dipakai
sebagai sandi untuk saling kenal-mengenal dalam gelap
malam (A).
10 Aslinya dalam bentuk penderita atau obyek = tidak
diwarisi (A).
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|