Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

BAGIAN KETIGAPULUH SATU: 

PEMAKAMAN RASUL

Berita kematian menggemparkan - 629; Umar tidak percaya Rasul wafat - 629; Kedatangan Abu Bakr - 631; Barangsiapa akan menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal - 632; Benarkah Muhammad sudah wafat - 632; Abu Bakr membacakan ayat Qur'an - Pendapatnya meyakinkan Muslimin - 632; Pasukan Usama kembali ke Medinah - 633; Sambutan Abu Bakr kepada Anshar - 634; Ikrar Umum - 637; Pidato Khulafa'ur-Rasyidin yang pertama - 637; Di mana Rasul akan dimakamkan? - 638; Nabi dimandikan - 640; Perpisahan dengan jenazah yang suci - 641; Detik-detik yang khidmat dalam sejarah - 641; Keguncangan orang-orang yang lemah iman - 641; Nabi dikebumikan - 642; Aisyah di ruangan sebelah makam - 643; Menyelamatkan pasukan Usama - 643; Para nabi tidak diwariskan - 644; Warisan rohani terbesar - 644.

	         
	NABI telah memilih Handai Tertinggi  di  rumah  Aisyah  dengan
	kepala di pangkuannya. Kemudian Aisyah meletakkan kepalanya di
	atas bantal. Ia berdiri, dan bersama-sama dengan wanita-wanita
	lain - yang segera datang begitu berita sampai kepada mereka -
	ia memukul-mukul mukanya sendiri. Dengan  peristiwa  itu  kaum
	Muslimin  yang  sedang  berada  dalam  mesjid  sangat terkejut
	sekali,  sebab  ketika  paginya  mereka  melihat   Nabi   dari
	segalanya   menunjukkan,  bahwa  ia  sudah  sembuh.  Itu  pula
	sebabnya Abu Bakr pergi mengunjungi isterinya Bint Kharija  di
	Sunh.

	Setelah  mengetahui hal itu cepat-cepat Umar ke tempat jenazah
	disemayamkan. Ia tidak percaya bahwa Rasulullah  sudah  wafat.
	Ketika  dia datang, dibukanya tutup mukanya. Ternyata ia sudah
	tidak bergerak lagi. Umar menduga bahwa Nabi  sedang  pingsan.
	Jadi  tentu  akan  siuman  lagi.  Dalam  hal ini sia-sia saja,
	Mughira hendak meyakinkan Umar atas kenyataan yang pahit  ini.
	Ia  tetap berkeyakinan, bahwa Muhammad tidak mati. Oleh karena
	Mughira tetap juga mendesak, ia berkata:
 
	"Engkau dusta!"
 
	Kemudian ia keluar ke mesjid bersama-sama sambil berkata:
 
	"Ada orang dari kaum munafik  yang  mengira  bahwa  Rasulullah
	s.a.w.  telah  wafat.  Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak
	meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti  Musa  bin
	'Imran.  Ia  telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya
	selama empat puluh  hari,  kemudian  kembali  lagi  ke  tengah
	mereka  setelah  dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah
	pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa
	dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"
 
	Teriakan Umar yang datang bertubi-tubi ini telah didengar oleh
	kaum  Muslimin  di   mesjid.   Mereka   jadi   seperti   orang
	kebingungan.   Memang,   kalau  memang  benar  Muhammad  telah
	berpulang, alangkah pilunya hati! Alangkah gundahnya  perasaan
	mereka  yang  pernah  melihatnya,  pernah  mendengarkan  tutur
	katanya, orang-orang yang  beriman  kepada  Allah  Yang  telah
	mengutusnya membawa petunjuk dan agama yang benar! Rasa gundah
	dan kesedihan yang  sungguh  membingungkan,  sungguh  menyayat
	kalbu!  Apabila Muhammad telah pergi menghadap Tuhan - seperti
	kata Umar  -  ini  sungguh  membingungkan.  Dan  menunggu  dia
	kembali  lagi  seperti  kembalinya  Musa, lebih-lebih lagi ini
	mengherankan.
 
	Mereka semua datang mengerumuni Umar, lebih mempercayainya dan
	lebih  yakin,  bahwa  Rasulullah tidak meninggal. Belum selang
	lama tadi mereka bersama-sama, mereka melihatnya dan mendengar
	suaranya   yang   keras   dan   jelas,  mendengar  doanya  dan
	pengampunan yang  dimohonkannya.  Betapa  ia  akan  meninggal,
	padahal   dia   adalah   Khalilullah   yang  dipilihNya  untuk
	menyampaikan risalah, risalah yang sekarang sudah dianut  oleh
	Arab  se]uruhnya,  tinggal  lagi Kisra dan Heraklius yang akan
	menganut Islam!  Betapa  ia  akan  meninggal,  padahal  dengan
	kekuatannya  itu  selama duapuluh tahun terus-menerus ia telah
	menggoncangkan dunia  dan  telah  menimbulkan  suatu  revolusi
	rohani yang paling hebat yang pernah dikenal sejarah!
 
	Tetapi  di  sana  wanita-wanita  masih juga memukul-mukul muka
	sendiri sebagai tanda, bahwa ia telah meninggal.  Sungguh  pun
	begitu  Umar  di mesjid masih juga terus menyebutkan bahwa dia
	tidak wafat, dia sedang pergi kepada Tuhan  seperti  Musa  bin
	'Imran,  dan mereka yang berpendapat bahwa ia sudah meninggal,
	mereka itu golongan orang-orang munafik, orang  munafik,  yang
	tangan  dan  kakinya  oleh  Muhammad  nanti  akan  dihantamnya
	setelah ia  kembali.  Mana  yang  mesti  dipercaya  oleh  kaum
	Muslimin?  Mula-mula  mereka  cemas sekali. Kemudian kata-kata
	Umar itu masih menimbulkan harapan dalam hati  mereka,  karena
	Muhammad  masih  akan  kembali. Hampir saja angan-angan mereka
	itu mereka percayai, menggambarkan dalam hati  mereka  sendiri
	hal-hal  yang  hampir-hampir  pula  membawa  mereka  jadi puas
	karenanya.

	Sementara mereka  dalam  keadaan  begitu  tiba-tiba  Abu  Bakr
	datang.  Ia  segera kembali dari Sunh setelah berita sedih itu
	diterimanya. Ketika dilihatnya  Muslimin  demikian,  dan  Umar
	sedang  berpidato,  ia  tidak berhenti lama-lama di tempat itu
	melainkan  terus  ke  rumah  Aisyah  tanpa  menoleh  lagi   ke
	kanan-kiri.   Ia   minta   ijin  akan  masuk,  tapi  dikatakan
	kepadanya, orang tidak perlu minta ijin untuk hari ini.
 
	Bila ia masuk, dilihatnya Nabi  di  salah  satu  bagian  dalam
	rumah   itu   sudah   diselubungi   dengan  burd  hibara.1  Ia
	menyingkapkan  selubung  itu  dari  wajah  Nabi  dan   setelah
	menciumnya ia berkata:
 
	"Alangkah  sedapnya  di  waktu engkau hidup, alangkah sedapnya
	pula di waktu engkau mati."
 
	Kemudian kepala Nabi  diangkatnya  dan  diperhatikannya  paras
	mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
 
	"Demi  ibu-bapakku.2 Maut yang sudah ditentukan Tuhan kepadamu
	sekarang sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu takkan ada  lagi
	maut menimpamu!"
 
	Kemudian  dikembalikannya  kepala itu ke bantal, ditutupkannya
	kembali kain  burd  itu  kemukanya.  Sesudah  itu  ia  keluar.
	Ternyata  Umar  masih  bicara  dan  mau meyakinkan orang bahwa
	Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada
	Abu Bakr.
 
	"Sabar,  sabarlah  Umar!"  katanya  setelah ia berada di dekat
	Umar. "Dengarkan!"
 
	Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia
	terus  bicara.  Sekarang  Abu Bakr menghampiri orang-orang itu
	seraya memberi isyarat, bahwa dia akan bicara  dengan  mereka.
	Dan  dalam  hal  ini  siapa  lagi  yang akan seperti Abu Bakr!
	Bukankah dia Ash-Siddiq  yang  telah  dipilih  oleh  Nabi  dan
	sekiranya  Nabi  akan mengambil orang sebagai teman kesayangan
	tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat
	orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.

	Setelah mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata:
 
	"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad
	sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan
	hidup selalu tak pernah mati."

	Kemudian ia membacakan firman Tuhan:
 
	"Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak
	rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh,
	apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke
	belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan Tuhan
	akan  memberikan  balasan  kepada orang-orang yang bersyukur."
	(Qur'an, 3:144)
 
	Ketika itu Umar juga  turut  mendengarkan  tatkala  dilihatnya
	orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah didengarnya Abu
	Bakr membacakan ayat itu,  Umar  jatuh  tersungkur  ke  tanah.
	Kedua  kakinya  sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin
	bahwa Rasulullah memang sudah wafat.  Ada  pun  orang  banyak,
	yang  sebelum itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu
	mendengar bunyi ayat yang  dibacakan  Abu  Bakr,  baru  mereka
	sadar;  seolah  mereka tidak pernah mengetahui, bahwa ayat ini
	pernah turun.  Dengan  demikian  segala  perasaan  yang  masih
	ragu-ragu  bahwa  Muhammad  sudah  berpulang  ke rahmat Allah,
	dapat dihilangkan.
 
	Sudah melampaui bataskah Umar  ketika  ia  berkeyakinan  bahwa
	Muhammad  tidak  mati,  ketika mengajak orang lain supaya juga
	yakin seperti dia? Tidak!  Para  sarjana  sekarang  mengatakan
	kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad
	sebelum tiba  waktunya  ia  habis  hilang  sama  sekali.  Akan
	percayakah  orang  pada  pendapat  ini  tanpa  ia ragukan lagi
	kemungkinannya? Matahari yang memancarkan sinar dan kehangatan
	sehingga  karenanya  alam  ini  hidup,  bagaimana  akan habis,
	bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini masih  akan
	tetap  ada?  Muhammad  pun tidak kurang pula dari matahari itu
	sinarnya, kehangatannya, kekuatannya.  Seperti  matahari  yang
	telah  melimpahkan  jasa,  Muhammad pun telah pula melimpahkan
	jasa. Seperti halnya dengan matahari  yang  telah  berhubungan
	dengan  alam,  jiwa Muhammad pun telah pula berhubungan dengan
	semesta  alam  ini,  dan  selalu   sebutan   Muhammad   s.a.w.
	mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi tidak heran apabila
	Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati. Dan  memang
	benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.

	Usama  b.  Zaid  yang  telah  melihat  Nabi  pagi itu pergi ke
	mesjid, seperti orang-orang Islam yang lain  dia  pun  menduga
	bahwa  Nabi  sudah sembuh. Bersama-sama dengan anggota pasukan
	yang hendak diberangkatkan ke Syam yang sementara  itu  pulang
	ke  Medinah,  sekarang  ia  kembali  menggabungkan diri dengan
	markas  yang  di  Jurf.  Perintah  sudah  dikeluarkan   supaya
	pasukannya  itu  siap-siap  akan  berangkat. Tetapi dalam pada
	itu, tiba-tiba  ada  orang  yang  datang  menyusulnya,  dengan
	membawa  berita  sedih  tentang  kematian Nabi. Ia membatalkan
	niatnya akan berangkat dan  pasukannya  diperintahkan  kembali
	semua  ke Medinah. Ia pergi ke rumah Aisyah dan ditancapkannya
	benderanya di depan pintu rumah itu, sambil menantikan keadaan
	Muslimin
 
	Sebenarnya  Muslimin  sendiri  dalam  keadaan bingung. Setelah
	mereka  mendengar  pidato  Abu  Bakr  dan  yakin  sudah  bahwa
	Muhammad  sudah  wafat, mereka lalu terpencar-pencar. Golongan
	Anshar lalu  menggabungkan  diri  kepada  Said  b.  'Ubada  di
	Saqifa3 Banu Sa'ida; Ali b. Abi Talib, Zubair ibn'l-'Awwam dan
	Talha b. 'Ubaidillah menyendiri pula di rumah  Fatimah;  pihak
	Muhajirin,  termasuk  Usaid b. Hudzair dari Banu 'Abd'l-Asyhal
	menggabungkan diri kepada Abu Bakr.
 
	Sementara Abu Bakr dan Umar dalam keadaan demikian,  tiba-tiba
	ada  orang  datang  menyampaikan  berita  kepada mereka, bahwa
	Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa'd b. 'Ubada,  dengan
	menambahkan  bahwa:  Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan
	dengan mereka, segera susullah mereka,  sebelum  keadaan  jadi
	berbahaya.  Rasulullah s.a.w. masih di dalam rumah, belum lagi
	selesai (dimakamkan) dan  keluarganya  juga  sudah  menutupkan
	pintu.
 
	"Baiklah,"  kata  Umar menujukan kata-katanya kepada Abu Bakr.
	"Kita berangkat ke tempat  saudara-saudara  kita  dari  Anshar
	itu, supaya dapat kita lihat keadaan mereka."

	Ketika  di  tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua orang
	baik-baik dari kalangan  Anshar,  yang  kemudian  menceritakan
	kepada  pihak  Muhajirin  itu  tentang adanya orang-orang yang
	sedang mengadakan persepakatan.
 
	"Tuan-tuan mau ke mana?" tanya dua orang itu.
 
	Setelah  diketahui  bahwa  mereka  akan  menemui   orang-orang
	Anshar, kedua orang itu berkata:
 
	"Tidak   ada   salahnya   tuan-tuan  tidak  mendekati  mereka.
	Saudara-saudara Muhajirin, selesaikanlah persoalan tuan-tuan."
 
	"Tidak, kami akan menemui mereka," kata Umar.
 
	Lalu mereka  meneruskan  perjalanan  sampai  di  Serambi  Banu
	Sa'ida. Di tengah-tengah mereka itu ada seorang laki-laki yang
	sedang berselubung.
 
	"Siapa ini?" tanya Umar bin'l-Khattab.
 
	"Sa'd b. 'Ubada," jawab mereka. "Dia sedang sakit."
 
	Setelah pihak  Muhajirin  duduk,  salah  seorang  dari  Anshar
	berpidato. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan ia
	berkata:
 
	"Kemudian daripada itu. Kami adalah  Ansharullah  dan  pasukan
	Islam,  dan  kalian  dari  kalangan Muhajirin sekelompok kecil
	dari kami yang datang ke  mari  mewakili  golongan  tuan-tuan.
	Ternyata  mereka  itu mau menggabungkan kami dan mengambil hak
	kami serta mau memaksa kami."
 
	Yang demikian ini memang  merupakan  jiwa  Anshar  sejak  masa
	hidup  Nabi.  Oleh karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata
	tersebut ia ingin segera menangkisnya. Tetapi  oleh  Abu  Bakr
	ditahan, sebab sikapnya yang keras sangat dikuatirkan.
 
	"Sabarlah, Umar!" katanya. Kemudian ia memulai pembicaraannya,
	ditujukan kepada Anshar:
 
	"Saudara-saudara! Kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama
	menerima   Islam,  keturunan  kami  baik-baik,  keluarga  kami
	terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah
	yang  banyak  memberikan  keturunan,  dan  kami  sangat sayang
	kepada Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum tuan-tuan  dan  di
	dalam  Qu'ran  juga  kami  didahulukan dari tuan-tuan; seperti
	dalam firman Tuhan:
 
	'Orang-orang yang terdahulu dan mula-mula (masuk Islam),  dari
	Muhajirin  dan  Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka
	dalam melakukan kebaikan.' (Qur'an, 9:100)
 
	Jadi   kami   Muhajirin   dan   tuan-tuan    adalah    Anshar,
	saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan
	perang dan mengeluarkan  pajak  serta  penolong-penolong  kami
	dalam  menghadapi  musuh.  Apa  yang  telah tuan-tuan katakan,
	bahwa segala kebaikan  ada  pada  tuan-tuan,  itu  sudah  pada
	tempatnya.  Tuan-tuanlah  dari  seluruh penghuni bumi ini yang
	patut  dipuji.  Dalam  hal-ini  orang-orang  Arab  itu   hanya
	mengenal  lingkungan  Quraisy  ini.  Jadi dari pihak kami para
	amir dan dari pihak tuan-tuan para wazir."4
 
	Ketika itu salah seorang dari kalangan Anshar ada yang  marah,
	lalu berkata:
 
	"Saya  tongkat  lagi  senjata.5  Saudara-saudara Quraisy, dari
	kami seorang amir dan dari tuan-tuan juga seorang amir."
 
	"Dari kami para amir dan dari tuan-tuan para wazir," kata  Abu
	Bakr.  "Saya  menyetujui salah seorang dari yang dua ini untuk
	kita. Berikanlah ikrar tuan-tuan kepada yang  mana  saja  yang
	tuan-tuan sukai."
 
	Lalu  ia  mengangkat  tangan Umar bin'l-Khattab dan tangan Abu
	'Ubaida bin'l-Jarrah, sambil dia duduk  di  antara  dua  orang
	itu.   Lalu  timbul  suara-suara  ribut  dan  keras.  Hal  ini
	dikuatirkan akan membawa pertentangan. Ketika  itu  Umar  lalu
	berkata dengan suaranya yang lantang:
 
	"Abu Bakr, bentangkan tanganmu!"
 
	Abu  Bakr  membentangkan tangan dan dia diikrarkan seraya kata
	Umar:
 
	"Abu Bakr, bukankah Nabi sudah  menyuruhmu,  supaya  engkaulah
	yang  memimpin  Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya
	(khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang  paling  disukai
	oleh Rasulullah di antara kita semua ini."
 
	Kata-kata  ini  ternyata  sangat  menyentuh hati Muslimin yang
	hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi
	sampai  pada  hari  terakhir orang melihatnya. Dengan demikian
	pertentangan  di  kalangan  mereka  dapat  dihilangkan.  Pihak
	Muhajirin  datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga
	memberikan ikrarnya.
 
	Bilamana keesokan harinya Abu Bakr duduk di atas mimbar,  Umar
	ibn'l-Khattab   tampil  berbicara  sebelum  Abu  Bakr,  dengan
	mengatakan - setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan:

	"Kepada  saudara-saudara  kemarin   saya   sudah   mengucapkan
	kata-kata  yang  tidak  terdapat  dalam Kitabullah, juga bukan
	suatu pesan yang  diberikan  Rasulullah  kepada  saya.  Tetapi
	ketika  itu  saya  berpendapat,  bahwa  Rasulullah  yang  akan
	mengurus  soal  kita,  sebagai  orang  terakhir  yang  tinggal
	bersama-sama kita. Tetapi Tuhan telah meninggalkan Qu'ran buat
	kita,  yang  juga  menjadi  penuntun  RasulNya.   Kalau   kita
	berpegang  pada Kitab itu Tuhan menuntun kita, yang juga telah
	menuntun Rasulullah. Sekarang Tuhan telah menyatukan persoalan
	kita di tangan  sahabat  Rasulullah    s.a.w.  yang terbaik di
	antara kita dan salah seorang dari dua orang, ketika  keduanya
	itu berada dalam gua. Maka marilah kita ikrarkan dia."
 
	Ketika  itu  orang  lalu  memberikan  ikrarnya kepada Abu Bakr
	sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifa.

	Selesai ikrar kemudian Abu Bakr berdiri. Di hadapan mereka itu
	ia  mengucapkan  sebuah  pidato  yang  dapat dipandang sebagai
	contoh yang sungguh bijaksana dan sangat  menentukan.  Setelah
	mengucap puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr r.a. berkata:
 
	"Kemudian, saudara-saudara. Saya sudah dijadikan penguasa atas
	kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di  antara
	kamu. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah
	suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang  yang
	lemah  di  kalangan  kamu  adalah  kuat  di mata saya, sesudah
	haknya nanti saya berikan kepadanya - insya Allah,  dan  orang
	yang  kuat,  buat  saya  adalah lemah sesudah haknya itu nanti
	saya  ambil  -  insya  Allah.  Apabila   ada   golongan   yang
	meninggalkan  perjuangan  di  jalan  Allah,  maka  Allah  akan
	menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah
	meluas  pada  suatu  golongan,  maka  Allah  akan  menyebarkan
	bencana pada mereka. Taatilah saya  selama  saya  taat  kepada
	(perintah)  Allah  dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar
	(perintah) Allah dan Rasul maka  gugurlah  kesetiaanmu  kepada
	saya.  Laksanakanlah  salat  kamu,  Allah  akan merahmati kamu
	sekalian."
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1