Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

SEJARAH PEMBENTUKAN MUSHAF AL-QUR'AN
MENURUT AHLI SEJARAH NON-MUSLIM                        (2/2)
 
PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
 
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf  Usman.  Begitu
cermat  pemeliharaan  atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak
kita dapati -bahkan  memang  tidak  kita  dapati-  perbedaan
apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang
tersebar ke seluruh  penjuru  dunia  Islam  yang  luas  itu.
Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad
kemudian sesudah Muhammad wafat - telah  menimbulkan  adanya
kelompok-kelompok  yang marah dan memberontak sehingga dapat
menggoncangkan kesatuan dunia Islam -  dan  memang  demikian
adanya  - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap
menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang  hanya
mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa
apa yang ada di depan kita sekarang ini  tidak  lain  adalah
teks  yang  telah  dihimpun  atas perintah Usman yang malang
itu.
 
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain
Qur'an  yang  sampai  duabelas  abad  lamanya  tetap lengkap
dengan teks yang begitu murni  dan  cermatnya.  Adanya  cara
membaca  yang  berbeda-beda  itu sedikit sekali untuk sampai
menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya  terbatas
hanya  pada  cara  mengucapkan  huruf  hidup  saja atau pada
tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya  timbul  hanya
belakangan  saja  dalam  sejarah,  yang  tak ada hubungannya
dengan Mushhaf Usman."
 
"Sekarang, sesudah ternyata  bahwa  Qur'an  yang  kita  baca
ialah  teks  Mushhaf  Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah
kita  bahas  lagi:  Adakah  teks  ini  yang  memang   persis
bentuknya  seperti  yang  dihimpun  oleh Zaid sesudah adanya
persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara  membaca
yang  hanya  sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting
itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali,
bahwa  memang  demikian.  Tidak ada dalam berita-berita lama
atau  yang  patut  dipercaya  yang  melemparkan   kesangsian
terhadap  Usman  sedikitpun,  bahwa  dia  bermaksud mengubah
Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah
kemudian  menuduh  bahwa  dia mengabaikan beberapa ayat yang
mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat  diterima
akal.  Ketika  Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan
pihak Alawi  (golongan  Mu'awiya  dan  golongan  Ali)  belum
terjadi  sesuatu  perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam
masa  itu   benar-benar   kuat   tanpa   ada   bahaya   yang
mengancamnya.  Di  samping  itu  juga  Ali  belum melukiskan
tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap.  Jadi  tak  adalah
maksud-maksud   tertentu  yang  akan  membuat  Usman  sampai
melakukan pelanggaran yang akan  sangat  dibenci  oleh  kaum
Muslimin  itu.  Orang-orang  yang  memahami  dan hafal benar
Qur'an  seperti  yang  mereka  dengar  sendiri  waktu   Nabi
membacanya  mereka  masih  hidup  tatkala Usman mengumpulkan
Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan  Ali  itu
sudah   ada,   tentu   terdapat   juga   teksnya  di  tangan
pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua  alasan  ini  saja
sudah  cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan
ayat-ayat  itu.  Lagi  pula,  pengikut-pengikut  Ali   sudah
berdiri  sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat
Ali sebagai Pengganti."
 
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian  mereka  sudah
memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an
yang sudah terpotong-potong, dan  terpotong  yang  disengaja
pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun
begitu mereka tetap membaca Qur'an  yang  juga  dibaca  oleh
lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka
akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan
supaya  menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada
diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya
dengan tangannya sendiri."
 
"Memang  benar  bahwa  para  pemberontak  itu  telah membuat
pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan
Qur'an  lalu  memerintahkan  supaya semua naskah dimusnahkan
selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada
langkah-langkah  Usman  dalam  hal  itu  saja,  yang menurut
anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di  balik  itu
tidak  seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah
atau menukar isi Qur'an. Tuduhan  demikian  pada  waktu  itu
adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian
golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu  untuk  kepentingan
mereka sendiri."
 
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan,
bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam  bentuknya  yang  persis
seperti  yang  dihimpun  oleh  Zaid bin Thabit, dengan lebih
disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu  dengan
dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan
selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar  di  seluruh
daerah itu."
 
MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
 
"Tetapi  sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain
yang  terpampang  di  depan   kita,   yakni:   adakah   yang
dikumpulkan  oleh  Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya
dan  lengkap  seperti  yang  diwahyukan   kepada   Muhammad?
Pertimbangan-pertimbangan  di  bawah  ini  cukup  memberikan
keyakinan, bahwa itu adalah susunan  sebenarnya  yang  telah
selengkapnya dicapai waktu itu:"
 
"Pertama  -  Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan
Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang  sahabat  yang  jujur  dan
setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya
beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang  hubungannya
begitu  erat  sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun
terakhir dalam hayatnya, serta  kelakuannya  dalam  khilafat
dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari
gejala ambisi, sehingga baginya  memang  tak  adalah  tempat
buat  mencari  kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa
yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah,
sehingga  tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu
itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
 
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah
menyelesaikan   pengumpulan   itu   pada  masa  khilafatnya.
Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum
Muslimin  waktu  itu,  tak ada perbedaan antara para penulis
yang membantu  melakukan  pengumpulan  itu,  dengan  seorang
mu'min  biasa  yang  miskin, yang memiliki wahyu tertulis di
atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu  membawanya  semua
kepada    Zaid.    Semangat   mereka   semua   sama,   ingin
memperlihatkan kalimat-kalimat dan  kata-kata  seperti  yang
dibacakan  oleh  Nabi,  bahwa itu adalah risalah dari Tuhan.
Keinginan  mereka  hendak  memelihara  kemurnian  itu  sudah
menjadi  perasaan  semua  orang,  sebab tak ada sesuatu yang
lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka  seperti  rasa  kudus
yang  agung  itu,  yang  sudah  mereka  percayai  sepenuhnya
sebagai    firman    Allah.    Dalam     Qur'an     terdapat
peringatan-peringatan   bagi   barangsiapa  yang  mengadakan
kebohongan  atas  Allah  atau  menyembunyikan  sesuatu  dari
wahyuNya.  Kita  tidak  akan dapat menerima, bahwa pada kaum
Muslimin yang  mula-mula  dengan  semangat  mereka  terhadap
agama  yang  begitu  rupa mereka sucikan itu, akan terlintas
pikiran yang akan membawa akibat  begitu  jauh  membelakangi
iman."
 
"Kedua  -  Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga
tahun sesudah Muhammad wafat. Kita  sudah  melihat  beberapa
orang  pengikutnya,  yang  sudah  hafal  wahyu  itu  di luar
kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian,  juga  sudah
ada   serombongan   ahli-ahli   Qur'an  yang  ditunjuk  oleh
pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam  guna
melaksanakan  upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam
agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu  mata  rantai
penghubung  antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu
dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan  saja
bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf
itu,  tapi  juga  mempunyai  segala  fasilitas  yang   dapat
menjamin    terlaksananya    maksud    tersebut,    menjamin
terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam  kitab  itu,
yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna
dikumpulkan."
 
"Ketiga - Juga  kita  mempunyai  jaminan  yang  lebih  dapat
dipercaya  tentang  ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni
bagian-bagian Qur'an yang tertulis,  yang  sudah  ada  sejak
masa  Muhammad  masih  hidup,  dan  yang  sudah tentu jumlah
naskahnyapun sudah banyak sebelum  pengumpulan  Qur'an  itu.
Naskah-naskah  demikian  ini  kebanyakan sudah ada di tangan
mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa  apa
yang  dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan
langsung dibaca sesudah pengumpulannya.  Maka  logis  sekali
kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam
bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka.  Oleh  karena  itu
keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada
suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa
para  penghimpun  itu  telah melalaikan sesuatu bagian, atau
sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang  terdapat  di
dalamnya  itu,  berbeda  dengan  yang ada dalam Mushhaf yang
sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini  memang  ada,
maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat
pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu;  tak
ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
 
"Keempat   -   Isi  dan  susunan  Qur'an  itu  jelas  sekali
menunjukkan  cermatnya   pengumpulan.   Bagian-bagian   yang
bermacam-macarn  disusun  satu  sama  lain  secara sederhana
tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
 
"Tak ada bekas tangan yang mencoba  mau  mengubah  atau  mau
memperlihatkan  keahliannya  sendiri. Itu menunjukkan adanya
iman dan kejujuran sipenghimpun dalam  menjalankan  tugasnya
itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci
itu seperti apa adanya,  lalu  meletakkannya  yang  satu  di
samping yang lain."
 
"Jadi  kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan
sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu  bukan  hanya
hasil  ketelitian  saja,  bahkan - seperti beberapa kejadian
menunjukkan - adalah juga lengkap, dan  bahwa  penghimpunnya
tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita
dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang  kuat,  bahwa
setiap  ayat  dari  Qur'an  itu, memang sangat teliti sekali
dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
 
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William  Muir
seperti  yang  disebutkan  dalam  kata pengantar The Life of
Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita  kutip
itu  tidak  perlu  lagi  rasanya  kita  menyebutkan  tulisan
Lammens atau  Von  Hammer  dan  Orientalis  lain  yang  sama
sependapat.   Secara   positif   mereka  memastikan  tentang
persisnya Qur'an yang kita baca sekarang,  serta  menegaskan
bahwa  semua  yang  dibaca  oleh  Muhammad adalah wahyu yang
benar  dan  sempurna  diterima  dari  Tuhan.  Kalaupun   ada
sebagian   kecil   kaum   Orientalis  berpendapat  lain  dan
beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami  perubahan,  dengan
tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir
dan sebagian besar  Orientalis,  yang  telah  mengutip  dari
sejarah  Islam  dan  dari  sarjana-sarjana  Islam,  maka itu
adalah suatu dakwaan yang hanya didorong  oleh  rasa  dengki
saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
 
Betapapun   pandainya   tukang-tukang   tuduh  itu  menyusun
tuduhannya,  namun  mereka  tidak  dapat  meniadakan   hasil
penyelidikan  ilmiah  yang  murni. Dengan caranya itu mereka
takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali  beberapa  pemuda
yang  masih  beranggapan  bahwa  penyelidikan yang bebas itu
mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka  sendiri,
memalingkan  muka  dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh
kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang
mengecam   masa   lampau  sekalipun  pengecamnya  itu  tidak
mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.

         
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
  Penerbit PUSTAKA JAYA
  Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
  Cetakan Kelima, 1980
  Seri PUSTAKA ISLAM No.1