BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN
SAMPAI KE HUDAIBIYA (3/3)
Muhammad Husain Haekal
Sebenarnya tidak perlu sampai menjadi buah bibir; dia memasuki
Medinah di depan mata orang banyak, di belakang pasukan
tentara yang juga datang dalam waktu hampir bersamaan sehingga
tidak perlu harus menimbulkan sesuatu prasangka. Dia datang
disaksikan oleh orang banyak dengan wajah bersih dan
berseri-seri, tak ada tanda-tanda yang akan menimbulkan
kecurigaan. Seharusnya biarlah kota Medinah berjalan seperti
biasa. Biarlah hasil rampasan perang dan tawanan perang Banu
Mushtaliq itu dibagi-bagi antara sesama kaum Muslimin, biarlah
mereka menikmati hidup sejahtera, yang makin hari sudah makin
terasa. Iman mereka pun makin dalam menanamkan rasa harga diri
dalam menghadapi musuh, di samping adanya kesungguhan hati,
keberanian menghadapi maut demi Allah, untuk agama dan untuk
kebebasan orang lain menganut kepercayaan agamanya, kebebasan
yang sebelum itu tidak pula dikenal oleh masyarakat Arab.
Juwairia bint'l-Harith termasuk salah seorang tawanan perang
Banu Mushtaliq. Dia memang seorang wanita cantik dan manis. Ia
jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam hal ini ia
ingin menebus diri, tetapi mengetahui bahwa dia puteri seorang
pemuka Banu Mushtaliq, dan ayahnya akan mampu menebus berapa
saja diminta, maka tebusan yang diminta itu cukup tinggi.
Kuatir akan membawa akibat yang melampaui batas, maka Juwairia
sendiri segera pergi menemui Nabi, yang ketika itu sedang
berada di rumah Aisyah.
"Saya Juwairia puteri al-Harith bin Abi Dzirar, pemimpin
masyarakat," katanya. "Saya mengalami bencana, seperti sudah
tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi milik
si anu, maka saya telah memajukan penawaran guna membebaskan
diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan tuan
mengenai penawaran saya itu."
"Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?" tanya Nabi
"Apa ?"
"Saya penuhi penawaranmu dan saya kawin dengan kau."
Setelah berita itu tersiar, sebagai penghormatan kepada
semenda Rasulullah dengan Banu Mushtaliq, tawanan-tawanan
perang yang ada di tangan mereka segera mereka bebaskan;
sehingga mengenai Juwairia ini Aisyah pernah berkata: Tak
pernah saya lihat ada seorang wanita lebih besar membawa
keuntungan buat golongannya seperti dia ini.
Demikianlah sebuah sumber menyebutkan Ada pula sumber lain
yang mengatakan, bahwa al-Harith b. Abi Dzirar datang
mengunjungi Nabi hendak menebus puterinya itu, dan dia sendiri
pun masuk Islam setelah dia percaya akan ajaran Nabi, dan
bahwa dia mengambil Juwairia puterinya yang juga lalu masuk
Islam seperti ayahnya. Kemudian Muhammad meminangnya dan
mengawininya, dengan mas kawin sebesar 400 dirham.
Seterusnya sumber ketiga menyebutkan, bahwa ayahnya tidak
senang dengan perkawinan ini, bahkan dia tidak setuju, dan
bahwa yang mengawinkannya dengan Nabi ialah salah seorang
kerabatnya tanpa sekehendak ayahnya.
Setelah Muhammad kawin dengan Juwairia, dibuatkannya rumah di
samping rumah-rumah isterinya yang lain didekat mesjid. Dengan
demikian ia menjadi Ibu kaum Muslimin pula.
Sementara itu orang di luaran mulai pula berbisik-bisik kenapa
Aisyah terlambat di belakang pasukan tentara dan datang
bersama Shafwan menumpang untanya, sedang Shafwan seorang
pemuda yang tampan dan tegap.
Saudara perempuan Zainab bt. Jahsy yang bernama Hamna, sudah
mengetahui bahwa Aisyah dalam hati Muhammad mempunyai tempat
melebihi saudaranya itu. Ia segera menyebarkan desas-desus
orang tentang Aisyah ini. Ia mendapat dukungan Hassan b.
Thabit, dan Ali b. Abi Talib juga menyambutnya.
Dengan demikian Abdullah b. Ubayy merasa mendapat tanah yang
subur dalam usahanya menyebarkan bibit berita itu, yang
sekaligus merupakan obat penawar pula terhadap api kebencian
yang ada dalam hatinya. Mati-matian ia berusaha
menyebar-luaskan berita itu. Akan tetapi dalam hal ini
kalangan Aus telah menentukan sikap hendak membela Aisyah.
Aisyah adalah lambang kesucian dan seorang wanita yang
berakhlak tinggi, yang patut menjadi teladan Peristiwa ini
hampir saja menjadi suatu fitnah di Medinah.
Berita-berita ini kemudian sampai juga kepada Muhammad. Ia
jadi gelisah. Apa? Aisyah akan mengkhianatinya? Tidak mungkin!
Itu adalah perbuatan keji dan bertentangan. Dengan rasa cinta
dan kasihnya kepada Aisyah hal yang hanya didasarkan pada
prasangka semacam itu adalah suatu dosa besar. Ya. Tetapi
wanita! Cih! Siapa pula gerangan yang dapat menduga lubuk hati
mereka. Lagi pula Aisyah masih muda belia. Kalung serupa apa
benar yang hilang dan dicarinya pada malam buta serupa itu?
Kenapa hal itu tidak disebut-sebut ketika mereka masih berada
di markas? Nabi sendiri masih dalam kebingungan, belum tahu
ia, akan percayakah atau tidak.
Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu kepada
Aisyah, meskipun ia sendiri sudah merasa aneh melihat sikap
suaminya yang kaku, yang belum pernah di lihatnya dan memang
tidak sesuai dengan perangainya yang selalu lemah-lembut,
selalu penuh kasih kepadanya.
Kemudian Aisyah jatuh sakit, sakit yang cukup keras. Bila ia
datang menengoknya dan ibunya ada di tempat itu merawatnya,
tidak lebih ia hanya berkata: "Bagaimana?" Sungguh pilu hati
Aisyah merasakannya bila ia melihat sikap Nabi begitu kaku
kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri, tidakkah karena
Juwairia yang sekarang menggantikan tempatnya dalam hati
suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku
kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata:
"Kalau kauijinkan, aku akan pindah ke rumah ibu, supaya ia
dapat merawatku."
Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan
itu menimbulkan kepedihan pula dalam hatinya sendiri. Lebih
dari duapuluh hari ia menderita sakit, baru kemudian ia
sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya,
dia tidak tahu.
Sebaliknya Muhammad, ia merasa sangat terganggu karena
berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan
pidato ini di hadapan orang banyak.
"Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai
keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya
mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang
baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan
kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, dia juga
orang baik; tak pernah ia datang ke salah satu rumah saya
hanya jika bersama dengan saya."
Kemudian Usaid b. Hudzair berdiri seraya berkata:
"Rasulullah, kalau mereka itu dan saudara-saudara kami
kalangan Aus, biarlah kami selesaikan, dan kalau mereka itu
dan saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah juga
kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal."
Akan tetapi Sa'd b. 'Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani
mengatakan itu karena dia mengetahui bahwa mereka dari
golongan Khazraj. Kalau mereka itu dari Aus tentu takkan
mengatakannya. Orang ramai lalu mengadakan berundingan dan
hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena
Rasul segera campur tangan dengan suatu kebijaksanaan yang
baik sekali.
Akhirnya, berita itu pun sampai juga kepada Aisyah,
diceritakan oleh seorang wanita dari Muhajirin. Terkejut
sekali mendengar berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan.
Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi ia menahan airmata
yang begitu deras berderai, sehingga terasa seolah pecah
jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya, dengan membawa beban
perasaan yang cukup berat, hampir-hampir terbawa jatuh
terhuyung.
"Ampun, Ibu," katanya, dengan suara tersekat oleh air mata.
"Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali
tidak ibu katakan kepada saya."
Melihat kesedihan yang begitu menekan perasaan, ibunya
berusaha hendak meringankannya. "Anakku," katanya, "Jangan
terlampau gundah. Seorang wanita cantik yang dimadu, yang
dicintai suami, tidak jarang menjadi buah bibir madunya dan
buah bibir orang."
Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum terhibur juga.
Kembali ia merasa lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi
kepadanya yang terasa kaku, padahal tadinya sangat
lemah-lembut. Ia merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan
juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia jadi curiga. Tetapi,
gerangan apa yang akan dapat diperbuatnya? Akan dimulainya
sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan akan
bersumpah bahwa ia sama sekali tidak berdosa? Jadi kalau
begitu ia menuduh diri sendiri, kemudian menyanggah tuduhan
itu dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang
muka seperti dia, dan juga membalasnya bersikap kepadanya
seperti dia, pula? Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah
memilihnya diatas isteri-isterinya yang lain. Bukan salah dia
kalau orang sampai menyiarkan desas-desus tentang dirinya,
karena dia telah terlambat dari pasukan tentara dan kembali
pulang dengan Shafwan. Ya Allah! Berikanlah jalan keluar
kepadanya dalam suasana yang demikian rumit itu, supaya
terbuka kepada Muhammad keadaan yang sebenarnya tentang
dirinya itu, supaya ia pun kembali seperti dalam suasana
semula, penuh cinta, penuh kasih dan selalu lemah-lembut
kepadanya.
Tetapi keadaan Muhammad sebenarnya tidak lebih enak dari
Aisyah. Ia merasa tersiksa karena percakapan orang mengenai
dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa ia meminta pendapat
sahabat-sahabatnya yang terdekat: apa yang akan diperbuatnya.
Ia pergi ke ramah Abu Bakr, Ali dan Usama bin Zaid
dipanggilnya akan dimintai pendapat. Usama ternyata menolak
sama sekali segala tuduhan yang dilemparkan orang kepada
Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi
mengenalnya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai seorang
wanita yang sangat baik. Sebaliknya Ali. Ia berkata:
"Rasulullah, wanita yang lain banyak." Lalu sarannya supaya
menanyai bujang pembantu Aisyah, kalau-kalau ia dapat
dipercaya. Pembantu rumah itu pun dipanggil. Ali berdiri
menghampirinya, lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu
merasa kesakitan seraya berkata: "Katakanlah yang sebenarnya
kepada Rasulullah!"
"Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik," jawab pembantu
rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan kepada Aisyah
dibantahnya.
Akhirnya tak ada jalan lain Muhammad harus menemui sendiri
isterinya dan dimintanya supaya mengaku. Ia masuk menemui
Aisyah; di tempat itu ada ayahnya dan seorang wanita dari
Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut pula
menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya
itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui bahwa oleh
Muhammad ia dicurigai. Dicurigai oleh itu laki-laki yang
sangat dicintainya, dipujanya, laki-laki yang sangat
dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.
Melihat kedatangannya itu, disekanya airmatanya, dan terdengar
olehnya ketika ia berkata:
"Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan
orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah
melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang.
Bertaubatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima
segala taubat yang datang dari hambaNya."
Selesai kata-kata itu diucapkan, Aisyah merasa darahnya sudah
mendidih. Airmatanya jadi kering. Ia menoleh ke arah ibunya
dan ke arah ayahnya. Ia menunggu bagaimana mereka akan
menjawab. Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun
yang keluar dari mereka. Hati Aisyah makin panas, seraya
katanya:
"Kenapa kalian tidak menjawab?"
"Sungguh kami tidak tahu bagaimana harus kami jawab," jawab
mereka.
Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia tak
dapat menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Airmatanya
itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah
hendak membakar jantungnya. Sambil menangis itu kemudian ia
bicara, ditujukan kepada Nabi:
"Demi Allah, sama sekali saya tidak akan bertaubat kepada
Tuhan seperti yang kausebutkan itu. Saya tahu, kalau saya
mengiakan apa yang dikatakan orang itu, sedang Tuhan
mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan
sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau pun saya bantah, kalian
takkan percaya." Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi:
"Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah
Yusuf: 'Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat
meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!"
Sejenak jadi sunyi, setelah terjadi pergolakan itu. Orang
tidak tahu pasti sampai berapa lama hal itu berjalan. Akan
tetapi begitu Muhammad hendak meninggalkan tempat itu
tiba-tiba ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya.
Pakaiannya segera diselimutkan kepadanya dan sebuah bantal
dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.
Dalam hal ini Aisyah berkata: "Saya sendiri sama sekali tidak
merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini.
Saya sudah mengetahui, bahwa saya tidak berdosa dan Allah
tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya. Sebaliknya
orangtua saya, setelah Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira
nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu
dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."
Setelah Muhammad terjaga, ia duduk kembali, dengan bercucuran
keringat. Sambil menyeka keringat dari dahi ia berkata:
"Gembirakanlah hatimu, Aisyah! Tuhan telah membebaskan kau
dari tuduhan."
"Alhamdulillah," kata Aisyah.
Kemudian Muhammad pergi ke mesjid, dan membacakan ayat-ayat
berikut ini kepada kaum Muslimin:
"Mereka yang datang membawa berita bohong itu sebenarnya dari
golonganmu juga. Jangan kamu mengira ini suatu bencana buat
kamu, tetapi sebaliknya, suatu kebaikan juga buat kamu. Setiap
orang dari mereka itu akan mendapat ganjaran hukum atas dosa
yang mereka perbuat. Dan orang yang mengetuai penyiarannya
diantara mereka itu akan mendapat siksa yang berat. Mengapa
orang-orang beriman - laki-laki dan perempuan - ketika
mendengar berita itu, tidak berprasangka baik terhadap sesama
mereka sendiri, dan mengatakan: ini adalah suatu berita bohong
yang nyata sekali? Mengapa dalam hal ini mereka tidak membawa
empat orang saksi. Kalau mereka tak dapat membawa saksi-saksi
itu, maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang pendusta.
Dan sekiranya bukan karena kemurahan Tuhan dan kasih-sayangNya
juga kepadamu - di dunia dan di akhirat - niscaya siksa Allah
yang besar akan menimpa kamu, karena fitnah yang kamu lakukan
itu. Tatkala kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut, dan
kamu katakan pula dengan mulut kamu sendiri apa yang tidak
kamu ketahui dengan pasti, dan kamu mengiranya hanya soal
kecil saja, padahal pada Allah itu adalah perkara besar. Dan
tatkala kamu mendengarnya, mengapa tidak kamu katakan saja:
tidak sepatutnya kami membicarakan masalah ini. Maha Suci
Tuhan. Ini adalah kebohongan besar. Allah memperingatkan kamu,
jangan sekali-kali hal serupa itu akan terulang jika kamu
memang orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan
keterangan-keterangan itu kepada kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana. Mereka yang suka melihat
tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang beriman,
akan mengalami siksaan pedih di dunia dan di akhirat. Dan
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qur'an, 24 :
11-19)
Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan hukuman terhadap
orang yang melemparkan tuduhan buta kepada kaum wanita yang
baik-baik.
"Dan mereka yang melemparkan tuduhan keji kepada wanita-wanita
yang baik-baik, lalu mereka tak dapat membawa empat orang
saksi, maka deralah mereka dengan delapan puluh kali pukulan,
dan jangan sekali-kali menerima lagi kesaksian mereka itu.
Mereka itu adalah orang-orang yang jahat." (Qur'an, 24: 4)
Untuk melaksanakan ketentuan Qur'an, mereka yang telah
menyebarkan berita keji itu - Mistah b. Uthatha, Hassan b.
Thabit dan Hamna bt. Jahsy, masing-masing mendapat hukuman
dera delapanpuluh kali.
Sekarang kembali Aisyah seperti dalam keadaannya semula, dalam
rumah tangga dan dalam hati Muhammad.
Sebagai komentar atas peristiwa ini Sir William Muir
menyebutkan sebagai berikut: "Sejarah Aisyah, baik sebelum
atau sesudah peristiwa itu mengharuskan kita mengambil
keputusan yang pasti bahwa dia, adalah bersih dari segala
tuduhan itu dan mengharuskan kita pula untuk tidak ragu-ragu
lagi menggugurkan segala macam prasangka terhadap dirinya."
Akan tetapi sesudah itu pun Hassan b. Thabit kembali diterima
dan mendapat kasih sayang Muhammad lagi. Demikian juga
Muhammad minta kepada Abu Bakr, supaya jangan mengurangi
kasih-sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah. Sejak
itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas
di seluruh Medinah. Aisyah pun cepat pula sembuh dari
sakitnya, lalu kembali ke rumahnya di tempat Rasul, dan
kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali dalam kedudukannya
yang tinggi dalam hati sahabat-sahabatnya seluruh kaum
Muslimin. Dengan demikian Nabi dapat kembali mengabdikan diri
kepada ajarannya dan kepada pengarahan kaum Muslimin sebagai
suatu persiapan guna menghadapi perjanjian Hudaibiya. Semoga
Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada umat Muslimin.
Catatan kaki:
1 Qur'an 53
2 Sebuah desa atau pangkalan air terletak antara Mekah
dengan Medinah, kira-kira 66 km dari Mekah (A).
3 min ka'abat'l-munqalab, 'menarik diri dari perjalanan
dan kembali ke kampung halaman, yakni ia kembali ke
rumah dengan melihat segala sesuatu yang menyedihkan'
(N), (A).
4 Aslinya secara harfiah: 'Gemukkan anjingmu, engkau
akan dimakannya.' (A).
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|