Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KESEMBILANBELAS: 

DARI DUA PEPERANGAN SAMPAI KE HUDAIBIYA 

Penyusunan masyarakat Arab - 395; Affair percintaan dan semangat perang - 397; Wanita, di negeri Arab dan di Eropa masa itu - 398; Wanita dalam undang-undang Rumawi - 399; Muhammad dan reformasi sosial - 400; Islam melarang mempertontonkan diri - 401; Rumah tangga Nabi - 404; Persiapan kehidupan sosial untuk masyarakat Islam - 405; Ekspedisi Banu Lihyan - 406; Pembersihan Banu Qarad - 407; Ekspedisi menghadapi Banu'l-Mushtaliq - 408; Fitnah Abdullah b. Ubayy - 409; Kedengkian Ibn Ubayy kepada Nabi - 411; Perjuangan batin yang berat - 411; Nabi memaafkan Ibn Ubayy - 412; Tertinggal tak terasa - 413; Juairia bt. al-Harith - 415; Aisyah jatuh sakit - 417; Muhammad minta pendapat Usman dan Ali - 419; Muhammad menemui Aisyah - 420; Wahyu membebaskan Aisyah - 421; Maaf yang sungguh indah - 423.

	                    
	SELESAI  perang  Khandaq  dan  setelah  hukuman   dilaksanakan
	terhadap  Banu  Quraiza,  keadaan  Muhammad  dan kaum Muslimin
	sudah  makin  stabil.  Oleh  orang-orang  Arab  mereka  sangat
	ditakuti  sekali.  Banyak  dari kalangan Quraisy sendiri mulai
	berpikir-pikir: tidakkah lebih baik bagi Quraisy sendiri kalau
	mereka  berdamai  saja  dengan  Muhammad,  sebagai  orang yang
	berasal dari mereka juga dan demikian  juga  sebaliknya,  juga
	kaum  Muhajirin,  sebagai  pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin
	mereka pula.
 
	Kaum Muslimin sekarang merasa lega setelah pihak  Yahudi  yang
	berada  di  sekitar  Medinah  itu  dapat  dibersihkan sehingga
	mereka sudah tidak  punya  arti  apa-apa  lagi.  Mereka  masih
	tinggal  di  Medinah  selama enam bulan lagi sesudah peristiwa
	itu. Mereka meneruskan hidup dalam  usaha  perdagangan,  hidup
	tenteram  dan  sejahtera. Iman mereka akan risalah yang dibawa
	Muhammad  makin   dalam   makin   patuh   mereka   menjalankan
	ajaran-ajarannya.  Berjalan  bersama-sama  dengan  dia  mereka
	menyusun suatu masyarakat Arab, dengan cara yang  belum  biasa
	bagi  mereka  sebelum itu. Bagaimana pun juga suatu masyarakat
	yang teratur harus ada, masyarakat yang punya  eksistensi  dan
	bersatu,  seperti  masyarakat  yang berangsur-angsur terbentuk
	dibawah naungan Islam. Pada zaman  jahiliah  orang-orang  Arab
	itu  tidak  pernah  mengenal arti suatu organisasi yang tetap,
	selain daripada apa yang sudah berjalan menurut adat-istiadat.
	Mereka   tidak   punya   suatu   ketentuan   keluarga,   suatu
	undang-undang   perkawinan   dan   syarat-syarat   perceraian.
	Hubungan suami-isteri dan anak-anak yang ada hanyalah apa yang
	diberikan   oleh   bawaan    iklim    yang    kadang    sangat
	berlebih-lebihan  dalam  bertindak  bebas,  dan kadang membawa
	orang justru jadi beku dan terikat, sampai-sampai  ke  tingkat
	perbudakan dengan segala penindasannya. Maka kini Islam datang
	dengan menyusun suatu masyarakat Islam yang baru tumbuh,  yang
	belum  lagi  punya  tradisi.  Dalam  waktu  singkat  ia  telah
	membukakan jalan dalam  meletakkan  bibit  sebuah  kebudayaan,
	yang  kemudian  tersusun terdiri dari peradaban Persia, Rumawi
	dan Mesir, serta di warnai dengan pola peradaban  Islam,  yang
	berkembang   setapak   demi   setapak   sampai   ia   mencapai
	kesempurnaannya tatkala firman Allah ini datang:
 
	"Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu  ini  dan  Kulengkapkan
	pula  nikmatKu  kepadamu, kemudian Kurelakan Islam itu menjadi
	agama kamu."1

	Apa pun juga pendapat orang tentang peradaban tanah Arab serta
	daerah  pedalamannya,  namun  sudahkah kota-kota seperti Mekah
	dan Medinah mempunyai peradaban yang tidak dikenal oleh daerah
	pedalaman,   ataukah   juga   ia  masih  berada  pada  tingkat
	permulaan?  Pada  dasarnya  hubungan  pria  dan  wanita  dalam
	masyarakat  Arab  itu  seluruhnya  -  berdasarkan  bukti-bukti
	Qur'an serta peninggalan-peninggalan sejarah masa itu -  tidak
	lebih  adalah  suatu  hubungan  jantan  dengan  betina, dengan
	sedikit perbedaan, sesuai dengan tingkat-tingkat kelompok  dan
	golongan-golongan  kabilah  masing-masing,  yang  pada umumnya
	tidak jauh dari  cara  hidup  yang  masih  mirip-mirip  dengan
	tingkatan  manusia primitif. Dalam hal ini kaum wanitanya pada
	zaman jahiliah yang mula-mula mempertontonkan diri, memamerkan
	kecantikannya  dengan berbagai-bagai perhiasan yang bukan lagi
	terbatas   hanya   pada   suaminya.   Mereka   pergi    keluar
	sendiri-sendiri atau beramai-ramai untuk keperluan yang mereka
	adakan  di  tengah-tengah  padang  sahara.   Di   tempat   ini
	pemuda-pemuda  dan  kaum  pria  lainnya  menyambut mereka, dan
	mereka dipertemukan dengan  kelompoknya  masing-masing.  Kedua
	belah  pihak  mereka  sudah tidak peduli lagi, saling bertukar
	pandangan, saling bercumbu dengan kata-kata yang  manis-manis,
	yang  membuat  si  jantan  jadi  senang  dan  si  betina  jadi
	tenteram. Sudah begitu melekatnya cara hubungan  demikian  itu
	dalam  hati  mereka,  sehingga  Hindun isteri Abu Sufyan tidak
	segan-segan lagi mengatakan, di tengah-tengah  peristiwa  yang
	sangat  genting  dan  gawat  dalam  perang  Uhud,  tatkala  ia
	membakar semangat pasukan Quraisy:
 
	   Kamu maju kami peluk
	   Dan kami hamparkan kasur yang empuk
	   Atau kamu mundur kita berpisah
	   Berpisah tanpa cinta.
 
	Pada beberapa kabilah masa itu  masalah  zina  bukanlah  suatu
	kejahatan yang patut mendapat perhatian. Masalah cumbu-cumbuan
	sudah   merupakan   salah   satu   kebiasaan   semua    orang.
	Sumber-sumber    sejarah    menyebutkan    peristiwa-peristiwa
	percintaan  yang  dilakukan  Hindun  itu  -  dengan  mengingat
	kedudukan Abu Sufyan yang begitu kuat dan penting tidak sampai
	mengubah kedudukan wanita itu, baik di kalangan  masyarakatnya
	mau  pun  ditengah-tengah  keluarganya.  Bila  ada wanita yang
	melahirkan anak, dan tidak  diketahui  siapa  bapa  anak  itu,
	tidak  segan-segan  ia  akan  menyebutkan, laki-laki mana yang
	telah menjamahnya untuk kemudian menghubungkan anaknya  kepada
	orang yang dianggapnya paling mirip.
 
	Juga  pada waktu itu masalah poligami dan perbudakan tanpa ada
	batas atau sesuatu ikatan. Laki-laki  boleh  kawin  sesukanya,
	boleh  mengambil  gundik  sesukanya.  Mereka  semua boleh saja
	beranak sesuka-sukanya. Soal  ini  tidak  penting  waktu  itu,
	kecuali jika dianggap sebagai rahasia yang akan terbongkar dan
	dikuatirkan akan membawa malu serta  apa  yang  kadang  sampai
	menimbulkan  ejek-mengejek. Tiada seorang yang mengetahui akan
	permusuhan atau  peperangan  yang  mungkin  timbul  karenanya.
	Ketika  itulah  masalahnya  jadi  berubah  sama  sekali. Kalau
	dahulu orang melihat  semangat  cinta-berahi  dan  api  asmara
	telah menutupi rasa keakraban, kini hal itu telah dicabik oleh
	adanya  permusuhan  yang  dapat  menyebabkan   timbulnya   api
	peperangan  dan  semangat pertempuran, Dan bila permusuhan ini
	sudah berkecamuk, maka masing-masing  pihak  akan  menyebarkan
	desas-desus  sesuka  hati  dan akan saling menuduh sesuka hati
	pula. Imajinasi orang Arab itu biasanya subur sekali,  terbawa
	oleh    cara    hidupnya    dibawah   langit   terbuka   serta
	pengembaraannya dalam mencari rejeki. Ia  didorong  oleh  cara
	yang  berlebih-lebihan,  dan  kadang  berdusta dalam soal-soal
	perdagangan.

	Seorang orang Arab suka sekali pada waktu  yang  terluang  dan
	diisinya  dengan  bercumbu.  Dalam hal ini khayalnya bertambah
	subur, baik  diwaktu  damai  mau  pun  waktu  perang.  Apabila
	diwaktu  damai  si  buyung  bertemu  dengan si upik, berbicara
	dengan bahasa asmara,  dengan  kata-kata  yang  sedap,  dengan
	pujian yang manis-manis, maka diwaktu perang dan dalam keadaan
	bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara
	keras-keras   ditujukan   kepada   si  upik,  yang  dilihatnya
	didepannya dalam keadaan telanjang, sambil  mengata-ngatainya,
	misalnya,  tentang  leher wanita itu, tentang dadanya, tentang
	payudaranya,  tentang  pinggangnya,  tentang   bokongnya   dan
	sebagainya   dengan   cara  permusuhan  yang  beraneka  ragam,
	Khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita  hanya  sebagai
	betina dan yang akan menghamparkan kasur.
 
	Kendatipun  Islam  sudah  mengikis  mental  semacam itu, namun
	pengaruhnya masih  saja  ada  seperti  yang  kita  baca  dalam
	sajak-sajak 'Umar b. Abi Rabi'a dan sajak-sajak erotik lainnya
	dalam  sastra  yang   masih   terpengaruh   kepadanya,   dalam
	zaman-zaman  tertentu.  Meskipun  hanya  sedikit sekali, namun
	pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa  sampai  pada  masa
	kita sekarang ini.
 
	Bagi pembaca yang suka mengagumi Arab dan peradabannya, bahkan
	yang suka mengagumi Arab jahiliah sekalipun, gambaran demikian
	ini  barangkali  akan  terasa  agak  dilebih-lebihkan. Pembaca
	demikian ini tentu dapat dimaafkan. Ia membandingkan  gambaran
	yang  kita  kemukakan ini dengan fakta yang terjadi dalam masa
	sekarang, dengan segala hubungannya antara pria dengan  wanita
	dalam  perkawinan  dan  perceraian serta hubungan suami-isteri
	dengan anak-anaknya. Akan  tetapi  perbandingan  demikian  ini
	salah   sekali,   yang   akibatnya  akan  sangat  menyesatkan.
	Sebaliknya yang harus  dibandingkan  ialah  antara  masyarakat
	Arab yang salah satu seginya kita gambarkan terjadi dalam abad
	ketujuh  Masehi  itu  dengan   masyarakat-masyarakat   beradab
	lainnya  masa itu juga.

	Rasanya tidak terlalu  berlebih-lebihan  kalau  kita  katakan,
	bahwa  masyarakat-masyarakat  Arab masa itu dengan segala yang
	sudah    kita    lukiskan,    jauh     lebih     baik     dari
	masyarakat-masyarakat lain yang sezaman, di Asia dan di Eropa.
	Kita tidak akan bicara tentang keadaan di  Tiongkok,  atau  di
	India.  Kita  belum  punya bahan-bahan yang cukup tentang itu.
	Pengetahuan kita  tentang  itu  sedikit  sekali,  belum  cukup
	adanya.  Akan  tetapi  Eropa  Utara  dan  Eropa Barat masa itu
	berada dalam kegelapan, yang dapat  kita  lihat  dari  susunan
	keluarganya, yang memang mirip-mirip susunan manusia primitif.
	Rumawi sebagai pemegang undang-undang masa itu,  sebagai  yang
	perkasa  dan  berkuasa, satu-satunya kerajaan yang paling kuat
	menyaingi   Persia,   menempatkan   kedudukan   kaum    wanita
	dibandingkan  dengan  prianya,  masih dibawah kedudukan wanita
	Arab,  sekalipun  yang  di  pedalaman.  Menurut  undang-undang
	Rumawi  masa  itu,  wanita adalah harta benda milik laki-laki,
	dapat diperlakukan sehendak hati, ia berkuasa dari soal  hidup
	sampai   matinya,   dipandang   persis  seperti  budak.  Dalam
	pandangan undang-undang Rumawi  wanita  tidak  berbeda  dengan
	budak. Ia menjadi milik bapanya, kemudian milik suaminya, lalu
	milik anaknya. Pemilikan demikian ini persis seperti  memiliki
	budak  atau  seperti  memiliki binatang dan benda mati. Wanita
	dipandangnya hanya sebagai pembangkit nafsu berahi.  Ia  tidak
	punya  kuasa  apa-apa terhadap sifat kebetinaannya, hingga mau
	tidak mau ia harus pura-pura berbuat  sopan  sedapat  mungkin,
	dan  ini  tetap  berlaku demikian selama berabad-abad kemudian
	dari apa yang sudah kita gambarkan tentang keadaan di  jazirah
	Arab   itu.   Padahal   Isa  Almasih  a.s.  cukup  hormat  dan
	lemah-lembut kepada wanita. Beberapa orang pengikutnya  merasa
	heran  melihat  dia  begitu  baik  terhadap  Maryam Magdalena,
	ketika ia berkata: "Barangsiapa dari kamu yang tidak  berdosa,
	lemparilah dia dengan batu."
 
	Tetapi Eropa yang sudah menganut Kristen  tetap  seperti  dulu
	juga,  seperti  Eropa  yang  masih  pagan,  sangat merendahkan
	wanita. Hubungannya dengan pria bukan hanya dilihatnya sebagai
	hubungan  jantan  dan  betina saja, bahkan dianggapnya sebagai
	hubungan perbudakan dan sangat hina, sehingga  pada  masa-masa
	tertentu   ahli-ahli  agamanya  masih  bertanya-tanya:  Apakah
	wanita itu punya ruh yang akan  dapat  diadili,  atau  seperti
	hewan  saja tanpa ruh dan tidak ada pengadilan Tuhan kepadanya
	dan tidak ada tempat pula di kerajaan Tuhan.

	Dengan wahyu yang diterimanya Muhammad dapat menentukan, bahwa
	takkan  ada perbaikan masyarakat tanpa ada kerja-sama pria dan
	wanita, dalam arti saling bantu membantu sebagai saudara  yang
	penuh kasih-sayang. Hak dan kewajiban wanita sama, dengan cara
	yang sopan, hanya laki-laki mempunyai  kelebihan  atas  mereka
	itu.  Tetapi  pelaksanaannya  secara  sekaligus  tidak  mudah.
	Betapa  pun  tebalnya  iman  orang-orang  Arab  yang   menjadi
	pengikutnya,  namun  mengajak  dengan perlahan-lahan dan tanpa
	menyinggung perasaan, akan lebih mempertebal iman mereka serta
	memperbanyak  pendukung.  Demikian juga dalam setiap reformasi
	sosial, yang  oleh  Tuhan  diwajibkan  kepada  kaum  Muslimin.
	Bahkan   dalam   kewajiban-kewajiban   agama   sendiri:  dalam
	sembahyang,  puasa,  zakat  dan  haji,  demikian  juga   dalam
	larangan-larangannya,  seperti  minuman-minuman  keras,  judi,
	daging babi dan sebagainya.
 
	Sehubungan  dengan  reformasi  sosial  ini   serta   ketentuan
	hubungan  pria  dan wanita, oleh Muhammad telah dimulai dengan
	contoh    yang    diberikannya    melalui    dirinya    dengan
	isteri-isterinya  yang  disaksikan  sendiri  oleh  semua  kaum
	Muslimin.  Masalah  hijab  (tabir)  bagi  isteri-isteri   Nabi
	misalnya,  sebelum  perang  Ahzab  (Khandaq) tidak diwajibkan.
	Demikian juga pembatasan  kepada  empat  orang  isteri  dengan
	syarat  adil  ditentukannya  baru sesudah perang Ahzab, bahkan
	lebih dari setahun setelah perang Khaibar.  Bagaimanakah  Nabi
	dapat  membina  hubungan yang kuat antara laki-laki dan wanita
	atas  dasar  yang  sehat,  sebagai  pengantar  kepada   adanya
	persamaan  yang  memang  menjadi  tujuan  Islam itu? Ya, suatu
	persamaan yang menjadikan hak dan kewajiban wanita  itu  sama,
	dengan  cara  yang  sopan sedang laki-laki mempunyai kelebihan
	atas mereka itu.
 
	Pada mulanya hubungan pria dan wanita  di  kalangan  Muslimin,
	seperti  di  kalangan  Arab  lainnya  - sebagaimana sudah kita
	sebutkan - terbatas hanya pada  hubungan  jantan  dan  betina.
	Mempertontonkan  diri  dan  memamerkan  perhiasan  (berdandan)
	dengan cara yang akan membuat laki-laki  itu  terangsang  oleh
	kaum   wanita  setiap  ada  kesempatan,  berarti  akan  saling
	menambah  nafsu  berahi  antara  laki-laki  dengan  perempuan.
	Sebaliknya,  hal  yang akan lebih dapat membatasi antara kedua
	belah pihak itu berarti  akan  lebih  mendekatkan  orang  pada
	dasar  kemanusiaan  yang  lebih  tinggi,  dasar persamaan jiwa
	dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.

	Dengan adanya kelompok-kelompok Yahudi dan orang-orang munafik
	dalam  Kota,  serta  sikap permusuhan mereka terhadap Muhammad
	dan terhadap kaum Muslimin, nyatanya mereka itu sampai  berani
	pula   menggoda   wanita-wanita  Islam  yang  akhirnya  sampai
	mengakibatkan dikepungnya Banu  Qainuqa'  seperti  yang  sudah
	kita     lihat.    Meningkatnya    gangguan-gangguan    kepada
	wanita-wanita Islam itu  telah  menimbulkan  problema-problema
	baru  yang tidak seharusnya ada. Sekiranya wanita-wanita Islam
	itu tidak  sampai  memamerkan  diri  berdandan  ketika  mereka
	keluar  rumah,  niscaya  mereka akan lebih mudah dikenal orang
	dan  dengan  demikian  mereka  tidak  akan  diganggu.   Adanya
	problema-problema  itu  pun akan dapat dikurangi dan persamaan
	antara kedua jenis yang dikehendaki oleh  Islam  itupun  dalam
	pelaksanaannya akan merupakan suatu permulaan yang baik pula -
	dengan tanpa dirasakan oleh kaum  Muslimin  -  baik  pria  dan
	wanita  - akan adanya suatu masa peralihan dalam konsepsi yang
	belum dibiasakan itu.
 
	Dalam situasi yang semacam itulah firman Tuhan ini datang:
 
	"Dan mereka yang mengganggu kaum  laki-laki  dan  wanita  yang
	sudah  beriman,  tanpa  ada  kesalahan  yang  mereka  perbuat,
	orang-orang itu sebenarnya telah berbuat kebohongan  dan  dosa
	terang-terangan.     Wahai     Nabi,     katakanlah     kepada
	isteri-isterimu, puteri-puterimu dan isteri-isteri orang-orang
	beriman, hendaklah mereka itu menutup tubuh dengan baju dalam.
	Dengan demikian mereka akan lebih mudah dikenal, dan karenanya
	mereka tidak akan diganggu. Sungguh Tuhan adalah Pengampun dan
	Penyayang. Kalau pun  orang-orang  munafik,  orang-orang  yang
	dalam  hatinya berpenyakit dan orang-orang yang suka menghasut
	di dalam kota tiada juga  berhenti  (menyerang  kamu)  niscaya
	akan Kami dorong engkau menyerang mereka; kemudian mereka akan
	menjadi tetanggamu di tempat itu hanya sementara saja.  Mereka
	sudah  terkutuk. Di mana saja mereka berada, mereka ditangkap,
	dan dibunuh secara  tidak  kenal  ampun.  Begitulah  ketentuan
	Tuhan  terhadap  mereka  yang telah lampau, dan tidak akan ada
	ketentuan Tuhan itu yang berubah-ubah." (Qur'an 33: 58-62)
 
	Dengan  pendahuluan  demikian  itu,  tidak  sulit  bagi   kaum
	Muslimin  dalam  meninggalkan  adat kebiasaan Arab dahulu kala
	itu. Demikian juga yang  menjadi  tujuan  hukum  Islam  dengan
	penyusunan  masyarakat  atas  dasar  keluarga yang bersih dari
	segala  hama  sehingga  masalah  zina  itu  dianggap   sebagai
	kejahatan   besar,   telah  mempermudah  setiap  Muslim  untuk
	menilai, bahwa wanita yang mempertontonkan  diri  kepada  pria
	adalah  suatu  perbuatan  tercela,  sebab  hubungan  laki-laki
	dengan wanita tidak mengijinkan hal yang serupa itu. Dalam hal
	ini Tuhan berfirman:
 
	"Katakanlah   kepada  laki-laki  yang  beriman  supaya  mereka
	menahan  penglihatan  dan  menjaga  kehormatan  mereka.   Yang
	demikian   akan   lebih  bersih  buat  mereka.  Sungguh  Tuhan
	mengetahui benar apa yang kamu perbuat. Juga katakanlah kepada
	wanita-wanita  yang beriman supaya mereka menahan penglihatan,
	memelihara  kehormatan  dan  tiada  menonjolkan   perhiasannya
	(dandanan)  selain  yang  memang  nyata  kelihatan.  Hendaklah
	mereka menyampaikan tutup  itu  ke  bagian  dada;  dan  jangan
	menonjolkan  dandanan  itu  selain  kepada  suami,  bapa, bapa
	suami, anak-anak saudara, anak-anak suaminya,  saudara-saudara
	atau  anak-anak  saudara,  anak-anak suaminya, saudara-saudara
	atau  anak-anak  saudara,  anak-anak  saudara  perempuan  atau
	sesama  wanita,  yang  menjadi  miliknya  atau pelayan-pelayan
	laki-laki yang sudah tidak punya keinginan atau anak-anak yang
	belum mengerti aurat wanita dan jangan pula menggerak-gerakkan
	kaki supaya perhiasannya  yang  tersembunyi  diketahui  orang.
	Orang-orang  beriman, hendaklah kamu sekalian bertaubat kepada
	Allah kalau-kalau kamu berhasil." (Qur'an 24: 30-31)
 
	Demikianlah prakteknya dalam Islam. Hubungan pria  wanita  itu
	berkembang  setapak  demi setapak meninggalkan yang lama. Jadi
	hubungan  jantan-betina  yang  dikuatirkan  akan   menimbulkan
	fitnah,   tak   ada  lagi.  Sedang  mengenai  keperluan  hidup
	sehari-hari  lainnya  dan  yang   mengenai   segala   hubungan
	pria-wanita,  maka  dalam  semuanya  adalah  sama, semua hamba
	Allah, semua bekerja-sama untuk kebaikan  dan  untuk  bertaqwa
	kepada  Allah.  Apabila  ada  pihak  yang  sudah terlanjur mau
	membangkitkan nafsu kelamin, baik laki-laki atau wanita,  maka
	orang  itu  harus  bertaubat kepada Tuhan. Tuhan Maha Pemurah,
	dan Pengampun.
 
	Akan tetapi untuk mengubah semua itu, untuk mengalihkan mental
	Arab  dari  semua  pendirian  lama  -  seperti  halnya  dengan
	pendirian tentang keimanan kepada  Allah  Yang  Maha  Esa  dan
	meninggalkan  kepercayaan  syirik - ke dalam mental yang baru,
	tidak akan cukup dalam waktu  yang  begitu  singkat.  Hal  ini
	sudah  wajar  sekali.  Benda  yang  sudah  diacu  dalam bentuk
	tertentu misalnya, tidak akan mudah mengubahnya,  kalau  tidak
	dengan  sedikit  demi  sedikit.  Dan  bagaimana pun diusahakan
	mengubahnya namun yang akan dapat berubah tidak seberapa juga.
	Begitulah   halnya   hidup   manusia  yang  hidup  serba-benda
	(materialistis). Ia dibentuk oleh  adat-kebiasaan  yang  sudah
	turun-temurun,   oleh   tradisi   lingkungan  dalam  soal-soal
	hidupnya. Apabila dikehendaki adanya sesuatu  perubahan,  maka
	dalam memindahkan perubahan itu harus dengan berangsur-angsur,
	dan perubahan yang berangsur-angsur  ini  tidak  akan  terjadi
	kalau  tidak  mengubah  diri-sendiri.  Adakalanya  orang dapat
	mengubah  dalam  arti  mental  dari  satu  segi  saja   dengan
	menghilangkan  rintangan  yang  mungkin ada di hadapannya. Hal
	ini  sudah  dapat  dilakukan  Islam  terhadap  kaum   Muslimin
	sehubungan dengan tauhid serta iman kepada Allah, kepada Rasul
	dan hari kemudian. Akan tetapi masih banyak  segi-segi  mental
	Arab  itu  yang  belum  lagi  dapat  di tembus, terutama dalam
	soal-soal  hidup  kebendaan.  Oleh  karenanya   keadaan   kaum
	Muslimin   ketika  itu  tetap  tidak  begitu jauh dari suasana
	sebelum  Islam.  Mereka  serba  lamban,  karena  memang  sudah
	menjadi  bawaan  cara  hidup  padang pasir, dan sudah terbiasa
	pula suka bicara dengan wanita.

	Jadi apa yang sudah kita  kemukakan  mengenai  perubahan  yang
	dibawa  oleh  agama  baru  itu terhadap pandangan hidup mereka
	tentang hubungan laki-laki dengan perempuan, namun selain  itu
	keadaan  mereka  masih  seperti  dahulu juga, atau mirip-mirip
	begitu. Banyak  diantara  mereka  itu  yang  mau  begitu  saja
	memasuki   rumah   Nabi,  kemudian  mau  duduk-duduk  dan  mau
	mengobrol dengan Nabi  dan  dengan  isteri-isterinya.  Padahal
	persoalan-persoalan  kenabian  yang begitu besar lebih penting
	daripada  membiarkan  Muhammad  sibuk  menghadapi  pembicaraan
	mereka  yang  datang mengunjunginya itu, serta mereka yang mau
	mengobrol   dengan   isteri-isterinya   dan   yang    kemudian
	pembicaraan-pembicaraan  mereka  itu  dibawa  kepadanya.  Oleh
	karena itu AIlah  menghendaki  supaya  Nabi  dihindarkan  dari
	soal-soal  kecil  semacam  itu,  maka  ayat-ayat  berikut  ini
	datang:
 
	"Orang-orang yang beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah
	Nabi,  kecuali  bila diijinkan dalam menghadapi suatu hidangan
	makan yang bukan sengaja mau mengintip-intip untuk itu. Tetapi
	bila  kamu  diundang, hendaklah kamu masuk. Maka apabila sudah
	selesai  hendaklah  kamu  pergi,  dan  jangan  mau   enak-enak
	mengobrol.  Sesungguhnya  yang  demikian itu sangat mengganggu
	Nabi, tetapi dia malu kepada kamu,  sedang  Allah  tidak  akan
	malu  dalam  hal  kebenaran. Dan apabila ada sesuatu yang kamu
	minta dari mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah dari belakang
	tirai.  Hal  ini  akan  lebih  bersih dalam hati kamu dan hati
	mereka. Tiada semestinya kamu akan mengganggu Rasulullah, juga
	jangan  pula  kamu  akan  mengawini  janda-jandanya setelah ia
	wafat; sebab yang demikian itu dipandang Tuhan sebagai  (dosa)
	yang besar." (Qur'an, 33: 53)
 
 
	Seperti   halnya   ayat-ayat   ini   turun   ditujukan  kepada
	orang-orang yang  beriman  dan  yang  juga  sebagai  bimbingan
	kepada  mereka  mengenai  kewajiban  mereka  terhadap Nabi dan
	isteri-isterinya,  juga  kedua  ayat  berikut  ini  pun  turun
	ditujukan kepada isteri-isteri Nabi dalam hal yang sama pula:
 
	"Wahai    isteri-isteri   Nabi.   Kamu   tidak   sama   dengan
	wanita-wanita  lain.  Kalau  kamu  berbakti  (kepada   Allah),
	janganlah  kamu  berlemah-lembut dalam kata-kata, nanti timbul
	keserakahan orang yang  hatinya  berpenyakit  (jahat).  Tetapi
	katakanlah  dengan  kata-kata  yang  baik-baik  saja.  Tinggal
	sajalah kamu di dalam rumah. Jangan kamu mempertontonkan  diri
	seperti  kelakuan  orang  zaman  jahiliah  dahulu.  Lakukanlah
	sembahyang, keluarkan  zakat  serta  patuh  kepada  Allah  dan
	RasulNya.  Sesungguhnya  Allah  hendak menghilangkan noda dari
	kamu, keluarga Nabi, dan membersihkan  kamu  sungguh-sungguh."
	(Qur'an, 33: 32-33)
 
	                                   			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1