Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

	BAGIAN KEDUABELAS: SATUAN-SATUAN1 DAN
	BENTROKAN-BENTROKAN PERTAMA                              (2/2)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Tipu-daya  inilah  yang  sudah  terjadi.  Dan  terjadinya  ini
	terhadap orang semacam Hamzah, orang yang cepat  marah.  Untuk
	menghentikan  pertempuran tidak cukup hanya dengan perantaraan
	seorang pemisah yang mengajak berdamai padahal  belum  terjadi
	suatu  kontak senjata. Kemudian berhentinya pertempuran itupun
	dengan terhormat, dengan  suatu  siasat  yang  sudah  teratur,
	dengan  taktik  yang  jelas  bermaksud  mencapai tujuan-tujuan
	tertentu, yakni seperti yang sudah kita sebutkan -  dari  satu
	segi  guna  menakut-nakuti  pihak  Yahudi,  dan dari segi lain
	suatu usaha ke arah persetujuan  dengan  pihak  Quraisy  untuk
	memberikan kebebasan yang penuh dalam menjalankan dakwah agama
	serta upacara-upacara keagamaan, yang sebenarnya memang  tidak
	perlu sampai terjadi perang.
 
	Akan  tetapi  ini  tidak  berarti,  bahwa Islam menolak perang
	dalam hal membela diri dan membela  keyakinan  terhadap  siapa
	saja  yang  hendak  memperdayanya.  Sekali-kali  tidak. Bahkan
	Islam mewajibkan pembelaan demikian ini. Tetapi artinya, Islam
	masa  itu,  juga  sekarang  dan  demikian  pula seterusnya, ia
	menolak perang permusuhan.
 
	"Dan janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab Allah
	tidak  menyukai  orang-orang yang melakukan pelanggaran." (Qur
	an, 2: 190)
 
	Apabila kepada Muhajirin pada waktu  itu  dibenarkan  menuntut
	harta-benda  mereka  yang  telah  ditahan  oleh Quraisy ketika
	mereka hijrah,  maka  membela  orang-orang  beriman  yang  mau
	diperdaya dari agama mereka lebih-lebih lagi dibenarkan. Untuk
	maksud inilah pertama sekali hukum perang itu diundangkan.
 
	Bukti terhadap hal ini ialah adanya ayat-ayat yang  diturunkan
	sehubungan dengan satuan Abdullah ibn Jahsy. Dalam bulan Rajab
	tahun itu ia dikirimkan oleh Rasulullah bersama-sama  beberapa
	orang  Muhajirin, dan sepucuk surat diberikan kepadanya dengan
	perintah  untuk  tidak  dibuka  sebelum  mencapai   dua   hari
	perjalanan. Ia menjalankan perintah itu. Kawan-kawannyapun tak
	ada yang dipaksanya. Dua hari kemudian Abdullah membuka  surat
	itu,  yang  berbunyi: "Kalau sudah kaubaca surat ini, teruskan
	perjalananmu sampai ke Nakhla (antara  Mekah  dan  Ta'if)  dan
	awasi keadaan mereka. Kemudian beritahukan kepada kami."
 
	Disampaikannya  hal  ini  kepada  kawan-kawannya dan bahwa dia
	tidak  memaksa  siapapun.  Kemudian  mereka  semua   berangkat
	meneruskan  perjalanan,  kecuali  Said  b.  Abi  Waqqash (Banu
	Zuhra) dan 'Utba b.  Ghazwan  yang  ketika  itu  sedang  pergi
	mencari untanya yang sesat tapi oleh pihak Quraisy mereka lalu
	ditawan.
 
	Sekarang  Abdullah  dan  rombongannya  meneruskan   perjalanan
	sampai  ke  Nakhla.  Di  tempat  inilah  mereka bertemu dengan
	kafilah Quraisy yang dipimpin oleh 'Amr bin'l-Hadzrami  dengan
	membawa   barang-barang   dagangan.  Waktu  itu  akhir  Rajab.
	Teringat oleh Abdullah b. Jahsy dan rombongannya dari kalangan
	Muhajirin  akan  perbuatan  Quraisy  dahulu  serta harta-benda
	mereka yang telah  dirampas.  Mereka  berunding.  "Kalau  kita
	biarkan  mereka  malam  ini mereka akan sampai di Mekah dengan
	bersenang-senang. Tapi kalau mereka kita gempur, berarti  kita
	menyerang dalam bulan suci,2" kata mereka.
 
	Mereka   maju-mundur,  masih  takut-takut  akan  maju.  Tetapi
	kemudian mereka memberanikan diri dan sepakat akan  bertempur,
	siapa  saja  yang  mampu  dan mengambil apa saja yang ada pada
	mereka.  Salah  seorang  anggota  rombongan   itu   melepaskan
	panahnya dan mengenai 'Amr bin'l-Hadzrami yang kemudian tewas.
	Kaum Muslimin menawan dua orang dari Quraisy.
 
	Sesampainya di Medinah Abdullah b. Jahsy membawa  kafilah  dan
	kedua  orang  tawanannya  itu  kepada Rasul, dan kelima barang
	rampasan itu diserahkan mereka kepada Muhammad. Tetapi setelah
	melihat  mereka  ini ia berkata, "Aku tidak memerintahkan kamu
	berperang dalam bulan suci."
 
	Kafilah dan kedua tawanan itu ditolaknya. Samasekali ia  tidak
	mau  menerima.  Abdullah  b.  Jahsy  dan teman-temannya merasa
	kebingungan sekali. Teman-teman sejawat mereka  dari  kalangan
	Musliminpun sangat menyalahkan tindakan mereka itu.
 
	Kesempatan    ini    oleh   Quraisy   sekarang   dipergunakan.
	Disebarkannya provokasi kesegenap penjuru, bahwa Muhammad  dan
	kawan-kawannya  telah melanggar bulan suci, menumpahkan darah,
	merampas harta-benda dan menawan orang. Karena itu orang-orang
	Islam   yang   berada   di   Mekahpun   lalu  menjawab,  bahwa
	saudara-saudara mereka seagama yang  kini  hijrah  ke  Medinah
	melakukan  itu  dalam  bulan  Sya'ban. Lalu datang orang-orang
	Yahudi turut mengobarkan  api  fitnah.  Ketika  itulah  datang
	firman Tuhan:
 
	"Mereka  bertanya  kepadamu  tentang  perang dalam bulan suci.
	Katakanlah:  "Perang  selama  itu  adalah  soal  (pelanggaran)
	besar.   Tetapi   menghalangi   orang  dari  jalan  Allah  dan
	mengingkari-Nya, menghalangi orang memasuki  Mesjid  Suci  dan
	mengusir   orang   dari   sana,   bagi   Allah   lebih   besar
	(pelanggarannya). Fitnah itu lebih besar dan  pembunuhan.  Dan
	mereka  akan  tetap  memerangi  kamu,  sampai  mereka berhasil
	memalingkan kamu dari agamamu, kalau mereka sanggup." (Qur'an,
	2: 217)
 
	Dengan  adanya  keterangan  Qur'an  dalam  soal  ini hati kaum
	Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian kafilah  dan  kedua
	orang  tawanan  itu  kini  di  tangan Nabi, yang kemudian oleh
	Quraisy akan ditebus kembali. Tetapi kata Nabi:
 
	"Kami takkan menerima penebusan kamu,  sebelum  kedua  sahabat
	kami  kembali  -  yakni  Sa'd  b.  Abi  Waqqash  dan 'Utba ibn
	Ghazwan. Kami kuatirkan mereka  di  tangan  kamu.  Kalau  kamu
	bunuh mereka, kawan-kawanmu inipun akan kami bunuh."
 
	Setelah  Said  dan  'Utba  kembali,  Nabi mau menerima tebusan
	kedua tawanan itu.  Tapi  salah  seorang  dari  mereka,  yaitu
	Al-Hakam  b. Kaisan masuk Islam dan tinggal di Medinah, sedang
	yang seorang lagi kembali kepada kepercayaan nenek-moyangnya.
 
	Pasukan Abdullah b. Jahsy ini dan ayat  suci  yang  diturunkan
	karenanya itu, patut sekali kita pelajari. Menurut hemat kami,
	ini adalah  suatu  persimpangan  jalan  dalam  politik  Islam.
	Kejadian  ini  merupakan  peristiwa  baru, yang memperlihatkan
	adanya jiwa yang kuat dan luhur, suatu kekuatan yang  bersifat
	insani,  meliputi  seluk-beluk  kehidupan  material, moral dan
	spiritual. Ia begitu kuat dan  luhur  dalam  tujuannya  hendak
	mencapai  kesempurnaan. Quran memberikan jawaban kepada mereka
	yang ikut bertanya tentang perang dalam bulan suci: adalah itu
	termasuk pelanggaran-pelanggaran besar, yang diiakan bahwa itu
	memang masalah besar. Tetapi ada yang lebih  besar  dari  itu.
	Menghalangi  orang  dari  jalan  Allah  serta  mengingkari-Nya
	adalah lebih besar dari  perang  dan  pembunuhan  dalam  bulan
	suci,  dan memaksa orang meninggalkan agamanya dengan ancaman,
	dengan bujukan atau  kekerasan  adalah  lebih  besar  daripada
	membunuh  orang  dalam bulan suci atau bukan dalam bulan suci.
	Orang-orang musyrik dan Quraisy yang  telah  menyalahkan  kaum
	Muslimin  karena  mereka  melakukan  perang  dalam  bulan suci
	mereka akan selalu memerangi umat Islam supaya berpaling  dari
	agamanya  bila  mereka  sanggup.  Apabila  pihak  Quraisy  dan
	orang-orang      musyrik       itu       semua       melakukan
	pelanggaran-pelanggaran  ini,  menghalangi  orang  dari  jalan
	Allah dan mengingkariNya,  apabila  mereka  ternyata  mengusir
	orang  dari  Mesjid  Suci,  memperdayakan orang dari agamanya,
	maka jangan disalahkan orang yang  menjadi  korban  penindasan
	dan  pelanggaran itu bila ia juga memerangi mereka dalam bulan
	suci. Tetapi bagi orang yang tidak mengalami beban penderitaan
	ini,   melakukan   perang   dalam   bulan  suci  memang  suatu
	pelanggaran.
 
	Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Memang  benar.  Bahkan
	barangsiapa melihat orang lain mencoba membujuk atau memfitnah
	orang dari agamanya atau mengalangi dari jalan Allah ia  harus
	berjuang  demi  Allah  melawan  fitnah  itu sampai agama dapat
	diselamatkan. Di sinilah  kalangan  Orientalis  dan  misi-misi
	penginjil   itu   mengangkat   suara   keras-keras:   Lihatlah
	tuan-tuan!  Muhammad  dan  agamanya  itu  menganjurkan   orang
	berperang dan berjuang demi Allah (aljihad fi sabilillah) atau
	memaksa orang masuk Islam dengan  pedang.  Bukankah  ini  yang
	namanya  fanatik?  Sedang  agama Kristen tidak mengenal adanya
	peperangan dan membenci perang. Sebaliknya malah  menganjurkan
	toleransi, memperkuat tali persaudaraan antara sesama manusia,
	untuk Tuhan dan untuk Jesus.
 
	Sebenarnya saya tidak ingin berdebat dengan mereka, kalau saya
	mengutip sebuah kalimat saja dalam Injil: "Bukannya Aku datang
	membawa keamanan, melainkan pedang" dan seterusnya juga  tidak
	tentang  arti  yang  terkandung  dalam  kalimat tersebut. Umat
	Islam mengakui agama Isa itu seperti  sudah  disebutkan  dalam
	Qur'an.  Tetapi  yang  terutama  perlu  saya  sampaikan  ialah
	menjawab kata-kata mereka: Muhammad dan agamanya  menganjurkan
	perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Ini adalah
	suatu kebohongan yang ditolak oleh Qur'an:
 
	"Tak ada pemaksaan dalam agama. Sudah jelas  mana  jalan  yang
	benar, mana yang salah." (Qur'an, 2: 256)
 
	"Berjuanglah  kamu  untuk  Allah melawan mereka yang memerangi
	kamu. Tetapi janganlah  kamu  melakukan  pelanggaran  (agresi)
	sebab   Allah   tidak   menyukai  orang-orang  yang  melakukan
	pelanggaran ." (Qur'an, 2: 190)
 
	Dan masih banyak ayat-ayat lain selain dari  kedua  ayat  suci
	tersebut.
 
	Dalam arti yang sebenarnya, berjuang demi Allah, ialah seperti
	disebutkan dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi dan yang turun
	sehubungan  dengan  pasukan Abdullah b. Jahsy, yaitu memerangi
	mereka  yang  membuat  fitnah  dan  membujuk  si  Muslim  dari
	agamanya  atau  mengalanginya  dari  jalan Allah. Perang dalam
	arti untuk kebebasan berdakwah agama. Atau  dengan  kata  lain
	menurut  bahasa  sekarang:  Mempertahankan idea dengan senjata
	yang dipergunakan oleh pihak yang memerangi idea itu.  Apabila
	ada  seseorang  yang  hendak  membujuk orang lain dengan jalan
	propaganda dan  logika  tanpa  memaksanya  dengan  atau  tanpa
	kekerasan   melalui  cara-cara  suap-menyuap  atau  penyiksaan
	dengan maksud supaya orang itu meninggalkan ideanya  -    maka
	sudah   tentu  ia  akan  menghadapi  orang  itu  dengan  jalan
	menggugurkan argumen dan logikanya tadi.
 
	Tetapi, apabila dalam usahanya menghadapi  orang  dan  ideanya
	itu  ia  menggunakan  kekerasan senjata maka kekerasan senjata
	itupun harus  dilawan  dengan  kekerasan  senjata  pula,  bila
	memang  mampu  ia  berbuat  begitu. Tidak lain sebabnya ialah,
	karena harga diri manusia itu tersimpul  hanya  dalam  sepatah
	kata  saja, yaitu: akidahnya. Akidah itu lebih berharga - bagi
	orang  yang  mengenal  arti  kemanusiaan  -  daripada   harta,
	daripada  kekayaan,  kekuasaan  dan daripada hidupnya sendiri;
	hidup materi yang sama-sama dimiliki oleh manusia  dan  hewan,
	sama-sama  makan  dan  minum,  mengalami pertumbuhan tubuh dan
	enersi. Akidah adalah suatu komunikasi  moral  antara  manusia
	dengan  manusia,  dan  komunikasi rohani antara manusia dengan
	Tuhan. Nasib inilah yang  telah  memberikan  kelebihan  kepada
	manusia di atas makhluk lain dalam hidup ini, yang membuat dia
	mencintai sesamanya  seperti  mencintai  dirinya  sendiri.  Ia
	mengutamakan orang yang hidup sengsara, hidup miskin dan tidak
	punya, daripada keluarganya sendiri, meskipun keluarganya  itu
	sedang  dalam kekurangan. Ia mengadakan komunikasi dengan alam
	semesta   supaya   bekerja   secara   tekun,   supaya    dapat
	mengantarkannya  kepada  kesempurnaan hidup seperti yang sudah
	diberikan Tuhan kepadanya
 
	Apabila akidah yang semacam ini yang ada  pada  manusia,  lalu
	ada  orang  lain  yang mau membuat fitnah, mau menceraikannya,
	sedang dia tak dapat membela diri, ia  harus  berbuat  seperti
	dilakukan  orang-orang  Islam  dulu  sebelum  mereka hijrah ke
	Medinah.  Dideritanya  segala  perbuatan   kejam   dan   serba
	kekerasan    itu,    dihadapinya    segala    penghinaan   dan
	ketidakadilan, dengan hati yang tabah. Rasa  lapar  dan  serba
	kekurangan  yang  bagaimanapun  juga  tidak sampai menghalangi
	semangatnya berperang terus pada akidahnya.
 
	Inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang Islam dahulu, dan
	ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen dahulu.
 
	Akan  tetapi  mereka  yang  tabah  mempertahankan  akidah  itu
	bukanlah   orang-orang   kebanyakan.   Mereka   terdiri   dari
	manusia-manusia terpilih, yang telah diberi kekuatan iman oleh
	Tuhan, sehingga karenanya akan terasa kecil segala siksaan dan
	kekejaman   yang   dialaminya,  sehingga  dapat  ia  meratakan
	gunung-gunung, dan apa yang dikatakannya kepada gunung  supaya
	pindah  dari  tempatnya, gunung itu akan pindah - seperti kata
	Injil juga. Tetapi jika orang menangkis fitnah dengan  senjata
	yang  dipakai  membuat fitnah itu dan dapat menolak pihak yang
	akan  menghalanginya  dari  jalan  Allah  dengan   cara   yang
	dipakainya  itu pula, maka orang itu harus melakukannya. Kalau
	tidak ini berarti, akidahnya  masih  goyah,  imannyapun  masih
	lemah.
 
	Inilah    yang    telah    dilakukan    oleh    Muhammad   dan
	sahabat-sahabatnya setelah keadaannya di Medinah mulai stabil.
	Dan  ini  pula  yang  telah dilakukan oleh orang-orang Kristen
	setelah kekuasaan mereka di  Rumawi  dan  Rumawi  Timur  mulai
	stabil,  dan  sesudah  hati maharaja-maharaja Rumawi itu mulai
	pula lunak terhadap agama Kristen.
 
	Misi-misi penginjil  itu  berkata:  Tetapi  jiwa  Kristen  itu
	secara  mutlak  menjauhkan  diri dari peperangan. Di sini saya
	tidak bermaksud membahas benar tidaknya  kata-kata  itu.  Akan
	tetapi  di  hadapan  kita  sejarah  Kristen  adalah saksi yang
	jujur, juga di hadapan kita sejarah Islam  adalah  saksi  yang
	jujur  pula.  Sejak  masa  permulaan agama Kristen hingga masa
	kita sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran  darah
	atas  nama  Almasih. Telah dilumuri oleh Rumawi, dilumuri oleh
	bangsa-bangsa Eropa semua. Perang-perang Salib terjadi  karena
	dikobarkan  oleh  orang-orang Kristen, bukan oleh orang Islam.
	Mengalirnya pasukanpasukan tentara sejak  ratusan  tahun  dari
	Eropa  menuju  daerah-daerah  Islam di Timur, adalah atas nama
	Salib: peperangan, pembunuhan, pertumpahan darah.  Dan  setiap
	kali,  paus-paus  sebagai  pengganti Jesus, memberi berkah dan
	restu kepada pasukan-pasukan tentara itu, yang  bergerak  maju
	hendak  menguasai  Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan tempat-tempat
	suci Kristen lainnya.
 
	Adakah barangkali paus-paus itu semua orang-orang  yang  sudah
	menyimpang  dari agamanya (heretik) ataukah kekristenan mereka
	itu yang palsu? Ataukah juga karena mereka itu pembual-pembual
	yang bodoh, tidak mengetahui bahwa agama Kristen secara mutlak
	menjauhkan diri dari perang? Atau  akan  berkata:  Itu  adalah
	Abad Pertengahan, abad kegelapan; janganlah agama Kristen juga
	yang diprotes. Kalau itu juga yang kadang mereka katakan, maka
	abad  keduapuluh  ini,  masa  kita hidup sekarang inipun, yang
	biasa disebut abad kemajuan dan humanisma  -  toh  dunia  juga
	telah  mengalami  nasib  seperti  yang  dialami oleh Abad-abad
	Pertengahan yang gelap itu. Sebagai wakil Sekutu  -  Inggeris,
	Perancis,  Itali,  Rumania dan Amerika Lord Allenby berkata di
	Yerusalem, pada penutup Perang Dunia Pertama, ketika kota  itu
	didudukinya  dalam  tahun  1918:  "Sekarang Perang Salib sudah
	selesai."

	Apabila di kalangan orang-orang Kristen ada  orang-orang  suci
	yang dalam berbagai zaman menolak adanya perang dan dalam arti
	persaudaraan insani mereka telah  mencapai  puncaknya,  bahkan
	persaudaraannya  dengan  unsur-unsur  alam  semesta,  maka  di
	kalangan kaum Muslimin juga ada orang-orang suci, yang jiwanya
	sudah  begitu  luhur.  Mereka mengadakan komunikasi dalam arti
	persaudaraan, kasih-sayang dan  emanasi  dengan  alam  semesta
	ini,  dengan  jiwa  yang  sudah sarat oleh pengertian kesatuan
	wujud. Tetapi  orang-orang  suci  itu  -  baik  dari  kalangan
	Kristen  atau  Islam  -  kalaupun  mereka  sudah  mencerminkan
	cita-cita  yang  luhur,  namun  mereka  tidak   menterjemahkan
	kehidupan  insani  dalam  perkembangannya  yang  terus-menerus
	serta  dalam  perjuangannya   mencapai   kesempurnaan,   yakni
	kesempurnaan  yang  hendak  kita  coba  mencerminkannya.  Lalu
	pikiran kita terhenti, imajinasi kita  terhenti,  tanpa  dapat
	kita  pahami  seteliti-telitinya, meskipun dalam menggambarkan
	itu kita sudah  cukup  mengambil  risiko  sebagai  pendahuluan
	usaha kita kearah itu.
 
	Dan  kini  sudah lampau masa seribu tiga ratus limapuluh tujuh
	tahun sejak hijrahnya Nabi dari Mekah ke Yathrib  itu.  Tetapi
	meskipun  begitu dalam berbagai zaman manusia makin hebat juga
	berlumba-lumba  melakukan  perang,   membuat   senjata-senjata
	jahanam  dan  fatal.  Kata-kata  mencegah  perang, penghapusan
	persenjataan dan menunjuk badan arbitrasi,  tidak  lebih  dari
	kata-kata  yang  biasa  diucapkan  pada setiap selesai perang,
	waktu bangsa-bangsa  sedang  mengalami  kehancuran.  Atau  ini
	hanya  serangkaian propaganda yang dilontarkan ketengah-tengah
	kehidupan oleh orang-orang yang sampai sekarang belum mampu  -
	dan siapa tahu barangkali takkan pernah mampu - mewujudkan hal
	ini, mewujudkan perdamaian yang sebenarnya, perdamaian  dengan
	rasa  persaudaraan dan rasa keadilan, sebagai ganti perdamaian
	bersenjata, sebagai lambang perang yang akan mengantarkan kita
	kepada kehancuran.

	Islam  bukan  agama  ilusi  dan  khayal, juga bukan agama yang
	terbatas mengajak individu saja  mencapai  kesempurnaan,  tapi
	Islam  adalah  agama  kodrat (fitrah), yang dengan itu seluruh
	umat manusia, dalam arti individu dan masyarakat, dikodratkan.
	Ia  adalah agama yang didasarkan pada kebenaran, kebebasan dan
	tata-tertib. Dan oleh  karena  perang  adalah  kodrat  manusia
	juga, maka membersihkan atau mengoreksi pikiran tentang perang
	dalam  jiwa  kita  lalu  menempatkannya  kedalam   batas-batas
	kemampuan  manusia  yang  maksimal,  adalah  cara yang mungkin
	dapat  dicapai  oleh  kodrat  manusia  itu,  dan   yang   akan
	melahirkan  kelangsungan  evolusi  hidup  umat  manusia  dalam
	mencapai kebaikan dan kesempurnaannya.
 
	Koreksi atas  konsepsi  perang  ini  yang  paling  baik  ialah
	hendaknya  jangan  sampai terjadi perang kecuali untuk membela
	diri, membela keyakinan dan kebebasan berpikir serta  berusaha
	kearah  itu.  Hendaknya  rasa  harga  diri umat manusia secara
	integral benar-benar dipelihara.
 
	Inilah yang sudah. menjadi ketentuan Islam seperti yang  sudah
	kita  lihat  dan  yang akan kita lihat nanti. Ini pulalah yang
	digariskan oleh Qur'an seperti yang sudah dan yang  akan  kita
	kemukakan  kepada  pembaca  mengenai peristiwa-peristiwa serta
	hubungannya maka Qur'an itu diturunkan.
 
	Catatan kaki:
 
	 1 sariya suatu pasukan pilihan dalam satuan tentara,
	   paling banyak 400 orang.
	   
	 2 Harfiah, asy-syahr'l-haram, bulan terlarang, bulan
	   suci, yakni dilarang mengadakan peperangan menurut
	   adat Arab, yang berlaku selama bulan-bulan Zulkaidah,
	   Zulhijah, dan Muharam, juga dalam bulan Rajab (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1