BAGIAN KEEMPATBELAS: ANTARA BADR DAN UHUD (2/2)
Muhammad Husain Haekal
Sudah wajar sekali bilamana penduduk Medinah di luar kaum
Muslimin menjadi kecut setelah Banu Qainuqa' dikeluarkan dari
kota itu, yang dari luar tampak aman dan tenteram, tapi
sebenarnya akan disusul kelak oleh timbulnya angin badai dan
topan. Keadaan aman dan tenteram ini telah dirasakan orang
selama sebulan, dan seharusnya akan terus demikian selama
beberapa bulan, kalau tidak karena Abu Sufyan yang sudah tidak
tahan lagi tinggal lama-lama di Mekah, mendekam dibawah
telapak kehinaan kekalahannya di Badr, tanpa menanamkan
kembali dalam pikiran orang-orang Arab di seluruh Semenanjung
itu, bahwa Quraisy masih kuat, masih bersemangat dan masih
mampu berperang dan bertempur.
Karena itu, ia lalu mengumpulkan dua ratus orang - ada yang
mengatakan empatpuluh orang - dari penduduk bersama-sama dia.
Apabila mereka sudah sampai di dekat Medinah, menjelang pagi
mereka berangkat lagi ke sebuah daerah bernama 'Uraidz. Di
tempat ini mereka bertemu dengan seorang-orang Anshar dan
seorang teman sekerjanya di kebun mereka sendiri. Kedua orang
itu mereka bunuh dan dua buah rumah serta sebatang pohon kurma
di 'Uraidz itu mereka bakar. Menurut Abu Sufyan, sumpahnya
hendak memerangi Muhammad itu sudah terpenuhi. Sekarang ia
kembali melarikan diri, takut akan dikejar oleh Nabi dan
sahabat-sahabatnya.
Muhammad minta beberapa orang sahabat. Dengan dipimpin sendiri
mereka berangkat mengejarnya hingga di Qarqarat'l-Kudr. Abu
Sufyan dan rombongannya makin kencang melarikan diri. Mereka
makin ketakutan. Bahan makanan bawaan mereka yang terdiri dari
sawiq2 mereka lemparkan, yang kemudian diambil oleh kaum
Muslimin yang lalu di tempat tersebut.
Setelah melihat bahwa mereka itu terus melarikan diri,
Muhammad dan sahabat-sahabatnya kemudian kembali ke Medinah.
Larinya Abu Sufyan itu berbalik merupakan pukulan terhadap
dirinya sendiri, sebab sebelum itu ia. mengira bahwa Quraisy
akan dapat mengangkat muka lagi sesudah terjadinya bencana
yang pernah dialami di Badr itu
Karena sawiq yang dibuang oleh Quraisy itulah, maka ekspedisi
ini dinamai "Ekspedisi Sawiq."
Berita tentang Muhammad ini kini tersebar luas di seluruh
kalangan Arab. Kabilah-kabilah yang jauh-jauh tetap enak-enak
di tempat mereka, sedikit sekali memperhatikan keadaan kaum
Muslimin, yang sampai pada waktu itu - masih menjadi orang
yang lemah, masih mencari perlindungan di Medinah - sekarang
mereka telah dapat menahan Quraisy, dapat mengeluarkan Banu
Qainuqa', dapat membuat Abdullah b. Ubay jadi ketakutan dan
dapat mengusir Abu Sufyan. Mereka dapat memperlihatkan diri
dengan suatu sikap yang tidak seperti biasa
Sebaliknya, kabilah-kabilah yang berdekatan dengan Medinah
mulai melihat apa yang akan mengancam nasib mereka dengan
adanya kekuatan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Demikian
juga adanya perimbangan kekuatan ini dengan kekuatan Quraisy
di Mekah, suatu perimbangan yang akibat-akibatnya sangat
mereka takutkan. Soalnya ialah karena jalan pantai ke Syam
adalah satu-satunya jalan rata yang sudah di kenal .
Perdagangan Mekah melalui jalan ini dalam arti ekonomi membawa
keuntungan yang berarti juga bagi kabilah-kabilah itu. Antara
Muhammad dengan kabilah-kabilah yang ada di perbatasan pantai
itu sudah ada perjanjian. Tetapi jalan ini sekarang terancam
dan perjalanan musim panaspun terancam bahaya pula, yang
mungkin kelak Quraisy akan terpaksa meninggalkan perbatasan
pantai itu. Apa pula nasib yang akan menimpa kabilah-kabilah
ini apabila perdagangan Quraisy nanti jadi terputus? Bagaimana
orang dapat membayangkan mereka akan dapat menanggung
kesulitan hidup diatas daerah yang alamnya memang begitu sulit
dan tandus? Jadi sudah sepatutnya mereka memikirkan nasib
mereka itu serta apa pula akibat yang mungkin akan menimpa
karena situasi baru yang belum pernah mereka kenal sebelum
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu hijrah ke Medinah, sebab
sebelum kemenangan Muslimin di Badr kehidupan kabilah-kabilah
itu belum pernah mengalami ancaman seperti yang mereka
bayangkan sekarang.
Peristiwa perang Badr itu telah menimbulkan rasa takut dalam
hati kabilah-kabilah itu. Adakah mereka barangkali iri hati
terhadap Medinah lalu akan menyerang kaum Muslimin, atau apa
yang harus mereka lakukan?
Karena sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad bahwa ada
beberapa golongan dari Ghatafan dan Banu Sulaim yang bermaksud
hendak menyerang kaum Muslimin, maka ia segera berangkat ke
Qarqarat'l-Kudr guna memotong jalan mereka. Di tempat ini ia
melihat jejak-jejak binatang ternak tapi tak seorangpun yang
ada di padang itu. Disuruhnya beberapa orang sahabatnya naik
ke atas wadi dan dia sendiri menunggu di bawah. Ia bertemu
dengan seorang anak bernama Yasar. Dari pertanyaannya kepada
anak itu ia mengetahui bahwa rombongan itu naik ke bagian atas
mata-air. Oleh kaum Muslimin ternak yang ada di tempat itu
dikumpulkan dan dibagi-bagikan antara sesama mereka sesudah
seperlimanya diambil oleh Muhammad, seperti ditentukan menurut
nas Quran. Konon katanya barang rampasan itu sebanyak iima
ratus ekor unta. Sesudah seperlima dipisahkan oleh Nabi,
sisanya dibagikan. Setiap orang mendapat bagian dua ekor unta.
Juga sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad, bahwa ada
beberapa golongan dari Banu Tha'laba dan Banu Muharib di Dhu
Amarr yang telah berkumpul. Mereka bersiap-siap akan melakukan
serangan. Nabi s.a.w. segera berangkat dengan 450 orang
Muslimin. Ia bertemu dengan salah seorang anggota kabilah
Tha'laba ini, dan ketika ditanyainya tentang rombongan itu
ditunjukkannya tempat mereka.
"Muhammad, kalau mereka mendengar keberangkatanmu ini, mereka
lari ke puncak-puncak gunung," kata orang itu. "Saya bersedia
berjalan bersamamu dan menunjukkan tempat-tempat persembunyian
mereka."
Tetapi orang-orang yang iri hati itu tatkala mendengar bahwa
Muhammad sudah berada dekat dari mereka, cepat-cepat mereka
lari ke gunung-gunung.
Selanjutnya sampai pula berita, bahwa sebuah rombongan besar
dari Banu Sulaim di Bahran sudah siap-siap akan menyerang.
Pagi-pagi sekali ia segera berangkat dengan 300 orang, dan
satu malam sebelum sampai di Bahran dijumpainya seorang
laki-laki dari kabilah Banu Sulaim. Ketika ditanyakan oleh
Muhammad tentang mereka itu, dikatakannya bahwa mereka telah
cerai-berai dan sudah kembali pulang.
Demikian jugalah halnya dengan orang-orang Arab Badwi, mereka
serba ketakutan kepada Muhammad, gelisah akan nasib mereka
sendiri. Begitu terpikir oleh mereka hendak berkomplot
terhadap Muhammad, hendak berangkat memeranginya, tapi baru
mendengar saja mereka, bahwa ia sudah berangkat hendak
menghadapi mereka, hati mereka sudah kecut ketakutan.
Pada waktu inilah pembunuhan terhadap Ka'b b. Asyraf itu
terjadi, seperti yang sudah kita kemukakan di atas. Sejak itu
orang-orang Yahudi merasa ketakutan. Mereka tinggal dalam
lingkungannya sendiri, tak ada yang berani keluar. Mereka
kuatir akan mengalami nasib seperti Ka'b. Lebih-lebih lagi
ketakutan mereka, setelah Muhammad menghalalkan darah mereka
sesudah peristiwa Banu Qainuqa' yang sampai harus mengalami
blokade itu.
Oleh karena itu mereka lalu datang menemui Muhammad mengadukan
hal-ihwal mereka. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan terhadap
Ka'b itu adalah pembunuhan gelap, dia tidak berdosa dan
persoalannyapun tidak diberitahukan. Tetapi jawabnya kepada
mereka: Dia sangat mengganggu kami, mengejek kami dengan
sajak. Sekiranya dia tetap saja seperti yang lain-lain yang
sepaham dengan dia, tentu dia tidak akan mengalami bencana.
Setelah terjadi pembicaraan yang cukup lama dengan mereka,
maka dimintanya mereka membuat sebuah perjanjian bersama dan
supaya mereka dapat menghormati isi perjanjian itu. Tetapi
orang-orang Yahudi sudah merasa hina sendiri dan ketakutan,
meskipun yang tersimpan dalam hati mereka terhadap Muhammad
akan tampak juga akibatnya kelak.
Apa yang harus dilakukan Quraisy dengan perdagangannya itu
setelah ternyata Muhammad kini menguasai jalan tersebut?
Hidupnya Mekah dari perdagangan. Apabila jalan ke arah itu
tidak ada, maka ini adalah bahaya yang tidak akan pernah
dialami oleh kota lain. Sekarang Muhammad akan membuat blokade
atas jalan itu, dan posisinya akan dihancurkan dari jiwa orang
Arab.
Dalam hal ini Shafwan b. Umayya berkata di hadapan orang-orang
Quraisy:
"Perdagangan kita sekarang telah dirusak oleh Muhammad dan
pengikut-pengikutnya. Tidak tahu lagi kita apa yang harus kita
perbuat terhadap pengikut-pengikutnya itu, sementara mereka
tidak pula mau meninggalkan pantai. Dan orang-orang pantaipun
sudah pula mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka dan
golongan awamnya juga sudah jadi pengikutnya Tidak tahu dimana
kita harus tinggal. Kalau kita tinggal saja di tempat kita
ini, berarti kita akan makan modal sendiri, dan ini tidak akan
bisa bertahan. Hidup kita di Mekah ini hanya bergantung pada
perdagangan; musim panas ke Syam dan musim dingin ke
Abisinia."
Aswad b. Abd'l-Muttalib menjawab:
"Jalan ke pantai sudah dibelokkan. Ambil sajalah jalan Irak."
Lalu ditunjukkannya kepada mereka itu Furat b. Hayyan dari
kabilah Banu Bakr b. Wa'il supaya menjadi penunjuk jalan.
"Teman-teman Muhammad tidak pernah menginjakkan kakinya ke
jalan Irak," kata Furat. "Jalan ini merupakan dataran tinggi
dan padang pasir."
Tetapi Shafwan tidak takut padang pasir. Selama perjalanan itu
dalam musim dingin tidak seberapa mereka membutuhkan air.
Untuk itu Shafwan sudah menyediakan perak dan barang lain
seharga 100.000 dirham. Ketika Quraisy sedang sibuk mengatur
perjalanan yang akan membawa perdagangannya itu, Nuiaim b.
Mas'ud al-Asyja'i sedang berada di Mekah. Ia pulang kembali ke
Medinah. Apa yang dibicarakan dan diperbuat Quraisy itu
meluncur juga dari lidahnya dan sampai kepada salah seorang
dari kalangan Islam. Orang yang belakangan ini cepat-cepat
menyampaikan berita itu kepada Muhammad. Waktu itu juga Nabi
menugaskan Zaid b. Haritha dengan seratus orang pasukan
berkendaraan. Mereka mencegat perdagangan itu di Qarda,
(sebuah pangkalan air di Najd). Orang-orang Quraisy itu lari
dan kafilah dagangnya dikuasai Muslimin. Ini merupakan
rampasan berharga yang pertama sekali dikuasai oleh kaum
Muslimin.
Kemudian Zaid dan anak buahnya kembali. Setelah yang seperlima
dipisahkan oleh Muhammad sisanya dibagikan kepada yang lain.
Selanjutnya Furat b. Hayyan dibawa, dan untuk keselamatannya
kepadanya ditanyakan untuk masuk Islam, dan inipun
diterimanya.
Sesudah semua ini adakah Muhammad lalu merasa puas bahwa
keadaan sudah stabil? Atau sudah terpesona oleh hari itu saja
lalu melupakan hari esoknya? Ataukah juga sudah terbayang
olehnya, bahwa ketakutan kabilah-kabilah dan diperolehnya
rampasan dari Quraisy sudah menunjukkan, bahwa perintah Allah
dan perintah RasulNya sudah dapat diamankan dan tak perlu lagi
dikuatirkan? Ataukah kepercayaannya akan pertolongan Tuhan itu
berarti ia boleh berbuat sesuka hati, karena sudah mengetahui
bahwa segala persoalan keputusannya berada di tangan Tuhan?
Tidak! Memang benar, segala persoalan keputusannya di tangan
Tuhan. Tetapi orang tidak akan mendapat perubahan dalam hukum
Tuhan itu. Tak ada jalan lagi orang akan membantah adanya
naluri yang sudah ditanamkan Tuhan dalam dirinya. Quraisy
sebagai pemimpin orang Arab, tidak mungkin mereka akan surut
dari tindakan membalas dendam. Kafilah Shafwan b. Umayya yang
sudah dikuasai itupun akan menambah hasrat mereka hendak
membalas dendam, akan bertambah keras kehendak mereka
mengadakan serangan kembali.
Dengan siasatnya yang sehat serta pandangannya yang jauh hal
semacam itu oleh Muhammad tidak akan terabaikan. Jadi sudah
tentu ia harus menambah kecintaan kaum Muslimin kepadanya, dan
mempererat pertalian. Kendatipun Islam sudah memberikan
kebulatan tekad kepada mereka dan membuat mereka seperti
sebuah bangunan yang kokoh, satu sama lain saling memperkuat,
namun kebijaksanaan pimpinan terhadap mereka itu akan lebih
lagi menguatkan kerja-sama dan tekad mereka.
Justeru karena kebijaksanaan pimpinan inilah hubungan Muhammad
dengan mereka itu makin erat. Dalam hubungan ini pula ia
melangsungkan perkawinannya dengan Hafsha, puteri Umar
ibn'l-Khattab, seperti juga sebelum itu dengan Aisyah, puteri
Abu Bakr. Sebelum itu Hafsha adalah isteri Khunais - termasuk
orang yang mula-mula dalam Islam - yang sudah meninggal tujuh
bulan lebih dulu sebelum perkawinannya dengan Muhammad. Dengan
perkawinannya kepada Hafsha ini, kecintaan Umar ibn'l-Khattab
kepadanya makin besar Juga Fatimah, puterinya, dikawinkannya
dengan sepupunya, Ali (b. Abi Talib), orang yang sejak
kecilnya sangat cinta dan ikhlas kepada Nabi. Oleh karena
Ruqayya, puterinya, telah berpulang ke rahmatullah, maka
sesudah itu Usman b. 'Affan dikawinkannya kepada puterinya
yang seorang lagi, Umm Kulthum.
Dengan demikian, ia diperkuat lagi oleh pertalian keluarga
semenda dengan Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali. Ini merupakan
gabungan empat orang kuat dalam Islam yang sekarang
mendampinginya, bahkan yang terkuat. Dengan ini kekuatan dalam
tubuh kaum Muslimin makin mendapat jaminan lagi. Di samping
itu rampasan perang yang mereka peroleh dalam peperangan itu
menambah pula keberanian mereka bertempur, yang juga merupakan
gabungan antara berjuang di jalan Allah dan mendapat rampasan
perang dari orang-orang musyrik.
Dalam pada itu, berita-berita serta segala persiapan Quraisy
selalu diikuti dengan saksama dan sangat teliti sekali. Pihak
Quraisy sendiri memang sudah mengadakan persiapan hendak
menuntut balas, dan membuka jalan perdagangannya ke Syam;
supaya dari segi perdagangan dan segi keagamaannya kedudukan
Mekah jangan sampai meluncur jatuh tidak lagi dapat
mempertahankan diri.
Catatan kaki:
1 Perlu dijelaskan disini kalau dasar centa ini benar
bahwa peristiwa itu bukanlah atas perintah Nabi, seperti
ada orang mengira demikian. Tetapi mereka telah
mengambil tindakan sendiri, seperti kata Haekal. Jiwa
dan akhlak Nabi jauh lebih tinggi daripada akan
melakukan kekerasan. Dalam peperanganpun melarang
membunuh orang berusia lanjut, anak-anak, wanita,
sekalipun yang ikut aktif. Peristiwa Hindun bt. 'Utba
dalam perang Uhud, wanita Yahudi yang meracun Nabi dan
penyair Abu 'Azza, adalah dari sekian banyak contoh.
Malah kemudian mereka dimaafkan. Yang perlu kita ketahui
juga, bahwa 'Umaġr b. 'Auf adalah satu kabilah dengan
suami 'Ashma,' yakni dari Khatma, demikian juga Abu
'Afak masih sekabilah dengan Salim, yakni dari Banu 'Amr
b. 'Auf, dengan motif yang hampir sama (A).
2 Sejenis tepung jelai atau gandum (A).
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|