PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan yang dalam sekali
di Mekah, sebagaimana sudah kita lihat. Bila saja terdapat
kesempatan, hasrat hendak membaias dendam terhadap Muhammad
dan Muslimin itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di
Medinah ternyata lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan
kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama. Sesudah
peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum
munafik sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin
yang bertambah. Mereka melihat bahwa orang asing ini yang
datang ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi
hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan tambah
kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang
menguasai seluruh penduduk Medinah, bukan hanya golongannya
sendiri saja.
Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi sejak sebelum Badr
sudah mulai menggerutu dan mengadakan bentrokan-bentrokan
dengan pihak Muslimin, sehingga banyak peristiwa-peristiwa
yang kalau tidak sampai meletus, seolah hanya karena masih
adanya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak itu. Itu
pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari Badr membawa
kemenangan, beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling
bermain mata dan berkomplot. Mereka mulai dihasut dan
dibuatkan sajak-sajak yang sifatnya membangkitkan semangat
mereka. Dengan demikian, gelanggang revolusi itu kini pindah
dari Mekah ke Medinah, dan dari bidang agama ke bidang
politik. Jadi yang diperangi sekarang bukan hanya dakwah
Muhammad dalam bidang agama saja, melainkan kewibawaan dan
pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi kecut. Faktor ini
yang menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak
membunuhnya
Tetapi semua rahasia itu bukan tidak diketahui oleh Muhammad.
Bahkan ia sudah mengetahui semua berita dan setiap rencana
yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun
pihak Yahudi, dari hari ke hari, sedikit demi sedikit hati
mereka sudah sarat oleh rasa kebencian. Satu sama lain tinggal
lagi menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawannya.
Sampai pada waktu kaum Muslimin mendapat kemenangan di Badr,
mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah. Mereka
belum berani mengadakan serangan balasan apabila ada seorang
Muslim yang diserang. Tatkala mereka sudah kembali membawa
kemenangan itu seorang yang bernama Salim b. 'Umair telah
mengambil tindakan sendiri terhadap Abu 'Afak (dari Banu 'Amr
b. 'Auf), karena orang ini membuat sajak-sajak yang isinya
menyerang Muhammad dan kaum Muslimin. Juga orang ini yang
telah membakar semangat golongannya supaya memerangi Muslimin.
Sampai pada waktu peristiwa Badr selesai ia masih terus
menghasut orang.
Suatu malam ketika angin sedang bertiup kencang Salim
mendatangi Abu 'Afak. Ia sedang tidur di beranda rumahnya.
Oleh Salim ditancapkannya pedangnya ke arah hatinya hingga
menembus sampai ke pelaminan. Demikian juga 'Ashma, bt. Marwan
(dari Banu Umayya b. Zaid). Wanita ini selalu memaki Islam,
menyakiti hati dan mengerahkan orang supaya melawannya. Hal
ini dilakukannya terus sampai pada waktu sesudah selesainya
perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh 'Umair b.
'Auf yang masuk sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh
anak-anaknya yang sedang tidur, ada pula yang sedang disusui.
Sebenarnya penglihatan 'Umair lemah sekali. Ia meraba-raba
dengan tangannya dan terpegang olehnya bayi yang sedang
disusui itu. Dihalaunya bayi itu dari sisi ibunya, kemudian
dipusatkannya pedangnya ke dada wanita itu sampai menembus
punggungnya.
Bila 'Umair kemudian kembali dari tempat Nabi setelah
menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan beberapa
orang sedang menguburkan wanita tersebut. Mereka datang
menemuinya seraya bertanya:
"Umair, kau yang membunuh wanita itu?"
"Ya," jawabnya. "Jalankanlah tipu-muslihatmu itu terhadapku
dan jangan lagi ditunda-tunda. Aku bersumpah demi Dia Yang
memegang hidupku kalau kamu semua mengeluarkan kata-kata
seperti wanita itu, akan kuhantam kamu dengan pedangku ini.
Aku yang mati, atau kamu semua kubunuh."1
Sikap 'Umair yang berani ini telah membawa akibat lahirnya
Islam di tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma'
adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini yang tadinya
masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani
mereka berterang-terang dan menggabungkan dia kedalam barisan
dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.
Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua macam peristiwa di
atas ini dengan peristiwa matinya Ka'b b. Asyraf. Ketika
mendengar matinya beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah
orangnya yang mengatakan. "Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab
dan pemimpin-pemimpin. Sungguh, kalau Muhammad sampai
mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang tanah daripada
tinggal di atas bumi." Dia pula orangnya yang telah berangkat
ke Mekah - setelah mendapat kabar yang pasti -mengerahkan
orang untuk melawan Muhammad, menyanyikan sajak-sajak dan
menangisi mereka yang terkubur dalam perigi. Dia juga orangnya
yang kemudian setelah kembali ke Medinah berusaha mencumbu
wanita-wanita Islam. Orang tahu betapa watak dan perangai
orang Arab dalam hal ini, betapa mereka menghargai arti
kehormatan ini. Untuk itu semangat mereka bangkit. Kaum
Muslimin begitu marah. Mereka sudah sepakat hendak membunuh
Ka'b. Beberapa orang dari mereka sudah berkumpul. Salah
seorang di antara mereka mendatanginya sambil memancingnya
dengan memburuk-burukkan Muhammad.
"Kedatangan orang ini kemari membawa bencana," kata salah
seorang. "Membuat orang-orang Arab saling bermusuhan dan
berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga
hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar."
Setelah saling beramah-tamah dengan Ka'b, maka ia dan
teman-temannya minta uang kepada Ka'b dengan jalan
menggadaikan baju besinya. Ka'bpun setuju asal nanti dibawa.
Ketika ia sedang berada di rumahnya yang agak jauh dari
Medinah, pada waktu menjelang malam terdengar Abu Na'ila
[salah seorang yang berkomplot] memanggilnya. Ia keluar
menghampirinya, sekalipun sudah diperingatkan oleh isterinya
jangan keluar rumah pada waktu malam begitu. Kedua orang itu
terus berjalan hingga bertemu dengan teman-teman Abu Na'ila.
Ka'b tenteram saja tidak merasa takut. Mereka bersama-sama
berjalan kaki hingga agak jauh dari tempat-tinggal Ka'b,
sambil terus bercakap-cakap. Mereka bercerita tentang diri
mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami kesukaran. Ka'b
merasa makin tenang.
Sementara mereka sedang berjalan itu Abu Na'ila meletakkan
tangannya di atas kepala Ka'b, dan tangannya itu kemudian
diciumnya.
"Belum pernah aku mengalami malam seharum ini," katanya
Setelah dilihatnya Ka'b tidak menaruh curiga lagi kepada
mereka, kembali lagi Abu Na'ila meletakkan tangannya di rambut
Ka'b, kemudian digenggamnya kedua pelipis orang itu seraya
berkata:
"Hantamlah musuh Tuhan ini!"
Mereka menghantamnya dengan pedang, dan saat itu ia menemui
ajalnya.
Kejadian ini membuat pihak Yahudi bertambah cemas. Mereka
semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa
mereka melayangpun, mereka tidak juga mau berhenti mengecam
Muhammad dan kaum Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke
pasar Yahudi Banu Qainuqa' dengan membawa perhiasan. Ia sedang
duduk menghadapi tukang emas. Mereka berusaha supaya ia
memperlihatkan mukanya. Tapi wanita itu menolak. Tiba-tiba
datang seorang Yahudi dengan diam-diam dari belakang.
Disematkannya ujung baju wanita itu dengan sebatang penyemat
ke punggungnya, dan bila wanita itu berdiri, maka tampaklah
auratnya. Mereka ramai-ramai menertawakannya. Wanita itu
menjerit-jerit. Waktu itu juga seorang laki-laki Muslim
langsung menerkam tukang emas tersebut - seorang orang Yahudi,
lalu dibunuhnya. Orang-orang Yahudi yang lain datang
ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu lalu mereka bunuh
juga.
Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam
menghadapi pihak Yahudi, yang selanjutnya sampai timbul
bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa'.
Kemudian Muhammad minta kepada mereka ini supaya jangan lagi
mengganggu kaum Muslimin dan supaya tetap memelihara
perjanjian perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau
tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi
peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:
"Muhammad, jangan kau tertipu karena kau sudah berhadapan
dengan suatu golongan yang tidak punya pengetahuan berperang
sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi
kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui,
bahwa kami inilah orangnya."
Jika sudah begitu, maka tak ada jalan lain kecuali harus
memerangi mereka juga. Kalau tidak, kaum Muslimin dan
kedudukan mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan
menjadi bahan cerita pihak Quraisy, sesudah pihak Quraisy
sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.
Kaum Muslimin sekarang bertindak dan mengepung orang-orang
Yahudi Banu Qainuqa' berturut-turut selama limabelas hari di
tempat mereka sendiri. Tak ada orang yang dapat keluar dari
mereka itu, juga tak ada orang yang dapat masuk membawakan
makanan. Tak ada jalan lain lagi mereka sekarang harus tunduk
kepada undang-undang Muhammad, menyerah kepada ketentuannya.
Lalu mereka menyerah. Sesudah bermusyawarah dengan
pemuka-pemuka Muslimin, Muhammad menetapkan akan membunuh
mereka itu semua.
Akan tetapi lalu datang Abdullah b. Ubayy b. Salul - orang
yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
"Muhammad," katanya. "Hendaklah berlaku baik terhadap
pengikut-pengikutku."
Nabi tidak segera menjawab. Lalu diulangnya lagi
permintaannya. Tetapi Nabi menolak. Orang itu memasukkan
tangannya ke saku baju besi Muhammad. Muhammad berubah air
mukanya. Lalu katanya:
"Lepaskan!" Ia marah. Kemarahannya itu tampak terbayang di
wajahnya. Kemudian diulanginya lagi dengan nada suara yang
masih membayangkan kemarahan. "Lepaskan! Celaka kau!"
"Tidak akan kulepaskan sebelum kau bersikap baik terhadap
pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan
tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku
melakukan perang habis-habisan, dan kau babat mereka dalam
satu hari! Sungguh aku kuatir akan timbul bencana."
Sampai pada waktu itu Abdullah adalah orang yang masih
mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus
dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini, dengan adanya kekuatan
kaum Muslimin telah menjadi lemah.
Melihat desakan orang itu yang demikian rupa, Nabi kembali
menjadi tenang. Apalagi setelah 'Ubada bin'sh-Shamit datang
kepadanya bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia
berpendapat akan memberikan belas kasihannya kepada Abdullah
b. Ubayy, dan kepada orang-orang musyrik pengikut-pengikut
Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya itu
mereka akan merasa berhutang budi kepadanya. Akan tetapi,
sebagai akibat perbuatan mereka sendiri Banu Qainuqa' harus
mengosongkan kota Medinah.
Ibn Ubayy ingin bicara sekali lagi dengan Muhammad mengenai
keadaan mereka yang masih ingin menetap disana itu. Tetapi
salah seorang dari kalangan Islam berhasil mencegah adanya
pertemuan Ibn Ubayy dengan Muhammad. Mereka lalu bertengkar
sehingga kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa'
berkata: "Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di kota ini
sesudah kepala Ibn Ubayy dipukul sedang kami tidak dapat
membelanya."
Dengan demikian, setelah mereka tunduk dan menyerah hendak
meninggalkan Medinah, 'Ubada membawa mereka itu ke Wadi'l-Qura
dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat tukang
emas yang mereka pergunakan. Di tempat ini lama mereka
tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa.
Mereka menuju ke arah utara sampai di Adhri'at di perbatasan
Syam. Di tempat inilah mereka menetap. Atau mungkin juga
mereka tertarik ingin ke sebelah utara lagi ke Tanah yang
Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman orang-orang
Yahudi.
Kekuasaan orang-orang Yahudi di Medinah menjadi lemah sekali
setelah Banu Qainuqa' meninggalkan kota ini. Sebahagian besar
orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka
tinggal jauh di Khaibar dan Wadi'l-Qura. Hasil inilah yang
menjadi tujuan Muhammad dengan mengosongkan mereka itu. Ini
adalah suatu langkah politik yang sungguh cemerlang dalam
memperlihatkan kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini
juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak bisa tidak akan
mempunyai pengaruh politik yang kelak akan berjalan sesuai
dengan garis yang telah ditentukan oleh Muhammad. Dalam
mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya
pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan ini
harus terjadi juga, maka harus pula berakhir pada adanya
kemenangan satu golongan atas golongan lainnya yang juga
berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.
Ada beberapa penulis sejarah yang telah mengecam tindakan kaum
Muslimin terhadap orang-orang Yahudi itu, dengan anggapan
bahwa kisah wanita Islam yang pergi kepada tukang emas itu
akan mudah saja penyelesaiannya selama yang terbunuh itu
seorang dari pihak Islam dan seorang pula dari pihak Yahudi.
Sebenarnya dapat saja kita menolak pendapat ini dengan
mengatakan, bahwa terbunuhnya seorang Yahudi dan seorang
Muslim itu belum dapat menghapus coreng penghinaan terhadap
kaum Muslimin yang disebabkan oleh pribadi wanita yang telah
dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang Arab, melebihi
bangsa manapun, masalah semacam ini dapat mengakibatkan
timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan antara dua
kabilah atau dua golongan selama bertahun-tahun hanya karena
soal semacam itu saja. Dalam sejarah Arab contoh-contoh serupa
itu sudah cukup pula dikenal terutama oleh mereka yang pernah
mempelajarinya
Tetapi, disamping pertimbangan ini masih ada pertimbangan lain
yang lebih penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang telah
menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan terusirnya mereka
dari Medinah, adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota
Austria di Sarayevo dalam tahun 1914 yang telah menyebabkan
pecahnya Perang Dunia dan melibatkan seluruh benua Eropa.
Soalnya hanyalah sepercik api yang menyala, yang kemudian
membakar hati kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian
rupa, sehingga akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala
akibat yang timbul karenanya.
Sebenarnya, adanya orang-orang Yahudi, adanya orang musyrik
dan orang-orang munafik di Medinah, di samping orang-orang
Islam, telah memperkuat timbulnya perpecahan itu. Dari segi
politik, Medinah merupakan sebuah kawah yang tidak bisa tidak
pasti akan meletus. Jadi, terkepungnya Banu Qainuqa, dan
dikeluarkannya mereka dari Medinah adalah gejala pertama
kearah timbulnya letusan itu.
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
|