Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

BAGIAN KEEMPATBELAS: 

ANTARA BADR DAN UHUD  

Muslimin dan Yahudi - 297; Perang Qainuqa' - 300; Yahudi keluar dari Medinah - 301; Quraisy bergerak - 303; Ekspedisi Sawiq - 303; Kabilah-kabilah bergerak lalu melarikan diri - 305; Hancurnya Safwan b. Umayya - 308.

	        
 
	PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan yang  dalam  sekali
	di  Mekah,  sebagaimana  sudah  kita lihat. Bila saja terdapat
	kesempatan, hasrat hendak membaias  dendam  terhadap  Muhammad
	dan  Muslimin itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di
	Medinah ternyata lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan
	kehidupan   Muhammad   dan   Muslimin   bersama-sama.  Sesudah
	peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan  kaum
	munafik  sudah  merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin
	yang bertambah. Mereka melihat  bahwa  orang  asing  ini  yang
	datang  ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi
	hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan  tambah
	kuat  pula  kedudukannya,  bahkan  hampir  menjadi  orang yang
	menguasai seluruh penduduk Medinah,  bukan  hanya  golongannya
	sendiri saja.
 
	Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi sejak sebelum Badr
	sudah  mulai  menggerutu  dan  mengadakan  bentrokan-bentrokan
	dengan  pihak  Muslimin,  sehingga  banyak peristiwa-peristiwa
	yang kalau tidak sampai meletus,  seolah  hanya  karena  masih
	adanya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak itu. Itu
	pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari Badr  membawa
	kemenangan,  beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling
	bermain  mata  dan  berkomplot.  Mereka  mulai   dihasut   dan
	dibuatkan  sajak-sajak  yang  sifatnya  membangkitkan semangat
	mereka. Dengan demikian, gelanggang revolusi itu  kini  pindah
	dari  Mekah  ke  Medinah,  dan  dari  bidang  agama  ke bidang
	politik. Jadi  yang  diperangi  sekarang  bukan  hanya  dakwah
	Muhammad  dalam  bidang  agama  saja, melainkan kewibawaan dan
	pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi  kecut.  Faktor  ini
	yang  menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak
	membunuhnya
 
	Tetapi semua rahasia itu bukan tidak diketahui oleh  Muhammad.
	Bahkan  ia  sudah  mengetahui  semua berita dan setiap rencana
	yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun
	pihak  Yahudi,  dari  hari  ke hari, sedikit demi sedikit hati
	mereka sudah sarat oleh rasa kebencian. Satu sama lain tinggal
	lagi menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawannya.
 
	Sampai  pada  waktu kaum Muslimin mendapat kemenangan di Badr,
	mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah. Mereka
	belum  berani  mengadakan serangan balasan apabila ada seorang
	Muslim yang diserang. Tatkala  mereka  sudah  kembali  membawa
	kemenangan  itu  seorang  yang  bernama  Salim b. 'Umair telah
	mengambil tindakan sendiri terhadap Abu 'Afak (dari Banu  'Amr
	b.  'Auf),  karena  orang  ini membuat sajak-sajak yang isinya
	menyerang Muhammad dan kaum  Muslimin.  Juga  orang  ini  yang
	telah membakar semangat golongannya supaya memerangi Muslimin.
	Sampai pada  waktu  peristiwa  Badr  selesai  ia  masih  terus
	menghasut orang.
 
	Suatu   malam   ketika  angin  sedang  bertiup  kencang  Salim
	mendatangi Abu 'Afak. Ia sedang  tidur  di  beranda  rumahnya.
	Oleh  Salim  ditancapkannya  pedangnya  ke arah hatinya hingga
	menembus sampai ke pelaminan. Demikian juga 'Ashma, bt. Marwan
	(dari  Banu  Umayya  b. Zaid). Wanita ini selalu memaki Islam,
	menyakiti hati dan mengerahkan orang  supaya  melawannya.  Hal
	ini  dilakukannya  terus  sampai pada waktu sesudah selesainya
	perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh 'Umair b.
	'Auf  yang masuk sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh
	anak-anaknya yang sedang tidur, ada pula yang sedang  disusui.
	Sebenarnya  penglihatan  'Umair  lemah  sekali. Ia meraba-raba
	dengan  tangannya  dan  terpegang  olehnya  bayi  yang  sedang
	disusui  itu.  Dihalaunya  bayi itu dari sisi ibunya, kemudian
	dipusatkannya pedangnya ke dada  wanita  itu  sampai  menembus
	punggungnya.
 
	Bila   'Umair   kemudian  kembali  dari  tempat  Nabi  setelah
	menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan  beberapa
	orang   sedang  menguburkan  wanita  tersebut.  Mereka  datang
	menemuinya seraya bertanya:
 
	"Umair, kau yang membunuh wanita itu?"
 
	"Ya," jawabnya. "Jalankanlah  tipu-muslihatmu  itu  terhadapku
	dan  jangan  lagi  ditunda-tunda.  Aku bersumpah demi Dia Yang
	memegang  hidupku  kalau  kamu  semua  mengeluarkan  kata-kata
	seperti  wanita  itu,  akan kuhantam kamu dengan pedangku ini.
	Aku yang mati, atau kamu semua kubunuh."1
 
	Sikap 'Umair yang berani ini  telah  membawa  akibat  lahirnya
	Islam  di  tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma'
	adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini  yang  tadinya
	masuk  Islam  dengan  sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani
	mereka berterang-terang dan menggabungkan dia kedalam  barisan
	dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.
 
	Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua macam peristiwa di
	atas ini dengan  peristiwa  matinya  Ka'b  b.  Asyraf.  Ketika
	mendengar  matinya  beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah
	orangnya yang mengatakan. "Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab
	dan   pemimpin-pemimpin.   Sungguh,   kalau   Muhammad  sampai
	mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang  tanah  daripada
	tinggal  di atas bumi." Dia pula orangnya yang telah berangkat
	ke Mekah - setelah  mendapat  kabar  yang  pasti  -mengerahkan
	orang  untuk  melawan  Muhammad,  menyanyikan  sajak-sajak dan
	menangisi mereka yang terkubur dalam perigi. Dia juga orangnya
	yang  kemudian  setelah  kembali  ke Medinah berusaha mencumbu
	wanita-wanita Islam. Orang  tahu  betapa  watak  dan  perangai
	orang  Arab  dalam  hal  ini,  betapa  mereka  menghargai arti
	kehormatan  ini.  Untuk  itu  semangat  mereka  bangkit.  Kaum
	Muslimin  begitu  marah.  Mereka sudah sepakat hendak membunuh
	Ka'b.  Beberapa  orang  dari  mereka  sudah  berkumpul.  Salah
	seorang  di  antara  mereka  mendatanginya sambil memancingnya
	dengan memburuk-burukkan Muhammad.
 
	"Kedatangan orang ini  kemari  membawa  bencana,"  kata  salah
	seorang.  "Membuat  orang-orang  Arab  saling  bermusuhan  dan
	berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga
	hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar."
 
	Setelah   saling   beramah-tamah  dengan  Ka'b,  maka  ia  dan
	teman-temannya   minta   uang   kepada   Ka'b   dengan   jalan
	menggadaikan  baju  besinya. Ka'bpun setuju asal nanti dibawa.
	Ketika ia sedang  berada  di  rumahnya  yang  agak  jauh  dari
	Medinah,  pada  waktu  menjelang  malam  terdengar  Abu Na'ila
	[salah  seorang  yang  berkomplot]  memanggilnya.  Ia   keluar
	menghampirinya,  sekalipun  sudah diperingatkan oleh isterinya
	jangan keluar rumah pada waktu malam begitu. Kedua  orang  itu
	terus  berjalan  hingga bertemu dengan teman-teman Abu Na'ila.
	Ka'b tenteram saja tidak  merasa  takut.  Mereka  bersama-sama
	berjalan  kaki  hingga  agak  jauh  dari  tempat-tinggal Ka'b,
	sambil terus bercakap-cakap.  Mereka  bercerita  tentang  diri
	mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami kesukaran. Ka'b
	merasa makin tenang.
 
	Sementara mereka sedang berjalan  itu  Abu  Na'ila  meletakkan
	tangannya  di  atas  kepala  Ka'b,  dan tangannya itu kemudian
	diciumnya.
 
	"Belum pernah aku mengalami malam seharum ini," katanya
 
	Setelah dilihatnya  Ka'b  tidak  menaruh  curiga  lagi  kepada
	mereka, kembali lagi Abu Na'ila meletakkan tangannya di rambut
	Ka'b, kemudian digenggamnya kedua  pelipis  orang  itu  seraya
	berkata:
 
	"Hantamlah musuh Tuhan ini!"
 
	Mereka  menghantamnya  dengan  pedang, dan saat itu ia menemui
	ajalnya.
 
	Kejadian ini membuat  pihak  Yahudi  bertambah  cemas.  Mereka
	semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa
	mereka melayangpun, mereka tidak juga  mau  berhenti  mengecam
	Muhammad  dan kaum Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke
	pasar Yahudi Banu Qainuqa' dengan membawa perhiasan. Ia sedang
	duduk  menghadapi  tukang  emas.  Mereka  berusaha  supaya  ia
	memperlihatkan mukanya. Tapi  wanita  itu  menolak.  Tiba-tiba
	datang   seorang   Yahudi   dengan  diam-diam  dari  belakang.
	Disematkannya ujung baju wanita itu dengan  sebatang  penyemat
	ke  punggungnya,  dan  bila wanita itu berdiri, maka tampaklah
	auratnya.  Mereka  ramai-ramai  menertawakannya.  Wanita   itu
	menjerit-jerit.   Waktu  itu  juga  seorang  laki-laki  Muslim
	langsung menerkam tukang emas tersebut - seorang orang Yahudi,
	lalu   dibunuhnya.   Orang-orang   Yahudi   yang  lain  datang
	ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu  lalu  mereka  bunuh
	juga.

	Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam
	menghadapi  pihak  Yahudi,  yang  selanjutnya  sampai   timbul
	bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa'.
 
	Kemudian  Muhammad  minta kepada mereka ini supaya jangan lagi
	mengganggu  kaum  Muslimin   dan   supaya   tetap   memelihara
	perjanjian  perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau
	tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi
	peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:
 
	"Muhammad,  jangan  kau  tertipu  karena  kau sudah berhadapan
	dengan suatu golongan yang tidak punya  pengetahuan  berperang
	sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi
	kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui,
	bahwa kami inilah orangnya."
 
	Jika  sudah  begitu,  maka  tak  ada  jalan lain kecuali harus
	memerangi  mereka  juga.  Kalau  tidak,  kaum   Muslimin   dan
	kedudukan  mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan
	menjadi bahan cerita  pihak  Quraisy,  sesudah  pihak  Quraisy
	sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.
 
	Kaum  Muslimin  sekarang  bertindak  dan mengepung orang-orang
	Yahudi Banu Qainuqa' berturut-turut selama limabelas  hari  di
	tempat  mereka  sendiri.  Tak ada orang yang dapat keluar dari
	mereka itu, juga tak ada orang  yang  dapat  masuk  membawakan
	makanan.  Tak ada jalan lain lagi mereka sekarang harus tunduk
	kepada undang-undang Muhammad, menyerah  kepada  ketentuannya.
	Lalu    mereka    menyerah.   Sesudah   bermusyawarah   dengan
	pemuka-pemuka  Muslimin,  Muhammad  menetapkan  akan  membunuh
	mereka itu semua.
 
	Akan  tetapi  lalu  datang  Abdullah b. Ubayy b. Salul - orang
	yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
 
	"Muhammad,"  katanya.   "Hendaklah   berlaku   baik   terhadap
	pengikut-pengikutku."
 
	Nabi    tidak    segera   menjawab.   Lalu   diulangnya   lagi
	permintaannya.  Tetapi  Nabi  menolak.  Orang  itu  memasukkan
	tangannya  ke  saku  baju  besi Muhammad. Muhammad berubah air
	mukanya. Lalu katanya:
 
	"Lepaskan!" Ia marah. Kemarahannya  itu  tampak  terbayang  di
	wajahnya.  Kemudian  diulanginya  lagi  dengan nada suara yang
	masih membayangkan kemarahan. "Lepaskan! Celaka kau!"
 
	"Tidak akan kulepaskan  sebelum  kau  bersikap  baik  terhadap
	pengikut-pengikutku.  Empat  ratus  orang  tanpa baju besi dan
	tiga  ratus  orang  dengan  baju  besi  telah  merintangi  aku
	melakukan  perang  habis-habisan,  dan  kau babat mereka dalam
	satu hari! Sungguh aku kuatir akan timbul bencana."
 
	Sampai  pada  waktu  itu  Abdullah  adalah  orang  yang  masih
	mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus
	dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini,  dengan  adanya  kekuatan
	kaum Muslimin telah menjadi lemah.

	Melihat  desakan  orang  itu  yang demikian rupa, Nabi kembali
	menjadi tenang. Apalagi setelah  'Ubada  bin'sh-Shamit  datang
	kepadanya  bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia
	berpendapat akan memberikan belas kasihannya  kepada  Abdullah
	b.  Ubayy,  dan  kepada  orang-orang musyrik pengikut-pengikut
	Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya  itu
	mereka  akan  merasa  berhutang  budi  kepadanya. Akan tetapi,
	sebagai akibat perbuatan mereka sendiri  Banu  Qainuqa'  harus
	mengosongkan kota Medinah.
 
	Ibn  Ubayy  ingin  bicara sekali lagi dengan Muhammad mengenai
	keadaan mereka yang masih ingin  menetap  disana  itu.  Tetapi
	salah  seorang  dari  kalangan  Islam berhasil mencegah adanya
	pertemuan Ibn Ubayy dengan Muhammad.  Mereka  lalu  bertengkar
	sehingga  kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa'
	berkata: "Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di  kota  ini
	sesudah  kepala  Ibn  Ubayy  dipukul  sedang  kami tidak dapat
	membelanya."
 
	Dengan demikian, setelah mereka  tunduk  dan  menyerah  hendak
	meninggalkan Medinah, 'Ubada membawa mereka itu ke Wadi'l-Qura
	dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat  tukang
	emas  yang  mereka  pergunakan.  Di  tempat  ini  lama  mereka
	tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa.
	Mereka  menuju  ke arah utara sampai di Adhri'at di perbatasan
	Syam. Di tempat  inilah  mereka  menetap.  Atau  mungkin  juga
	mereka  tertarik  ingin  ke  sebelah  utara lagi ke Tanah yang
	Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman  orang-orang
	Yahudi.
 
	Kekuasaan  orang-orang  Yahudi di Medinah menjadi lemah sekali
	setelah Banu Qainuqa' meninggalkan kota ini. Sebahagian  besar
	orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka
	tinggal jauh di Khaibar dan  Wadi'l-Qura.  Hasil  inilah  yang
	menjadi  tujuan  Muhammad  dengan mengosongkan mereka itu. Ini
	adalah suatu langkah  politik  yang  sungguh  cemerlang  dalam
	memperlihatkan  kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini
	juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak  bisa  tidak  akan
	mempunyai  pengaruh  politik  yang  kelak akan berjalan sesuai
	dengan  garis  yang  telah  ditentukan  oleh  Muhammad.  Dalam
	mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya
	pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan  ini
	harus  terjadi  juga,  maka  harus  pula  berakhir pada adanya
	kemenangan satu  golongan  atas  golongan  lainnya  yang  juga
	berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.
 
	Ada beberapa penulis sejarah yang telah mengecam tindakan kaum
	Muslimin terhadap  orang-orang  Yahudi  itu,  dengan  anggapan
	bahwa  kisah  wanita  Islam  yang pergi kepada tukang emas itu
	akan mudah  saja  penyelesaiannya  selama  yang  terbunuh  itu
	seorang  dari  pihak Islam dan seorang pula dari pihak Yahudi.
	Sebenarnya  dapat  saja  kita  menolak  pendapat  ini   dengan
	mengatakan,  bahwa  terbunuhnya  seorang  Yahudi  dan  seorang
	Muslim itu belum dapat menghapus  coreng  penghinaan  terhadap
	kaum  Muslimin  yang disebabkan oleh pribadi wanita yang telah
	dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang Arab,  melebihi
	bangsa   manapun,  masalah  semacam  ini  dapat  mengakibatkan
	timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan  antara  dua
	kabilah  atau  dua golongan selama bertahun-tahun hanya karena
	soal semacam itu saja. Dalam sejarah Arab contoh-contoh serupa
	itu  sudah cukup pula dikenal terutama oleh mereka yang pernah
	mempelajarinya
 
	Tetapi, disamping pertimbangan ini masih ada pertimbangan lain
	yang  lebih  penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang telah
	menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan  terusirnya  mereka
	dari  Medinah,  adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota
	Austria di Sarayevo dalam tahun 1914  yang  telah  menyebabkan
	pecahnya  Perang  Dunia  dan  melibatkan  seluruh benua Eropa.
	Soalnya hanyalah sepercik  api  yang  menyala,  yang  kemudian
	membakar  hati  kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian
	rupa, sehingga akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala
	akibat yang timbul karenanya.
 
	Sebenarnya,  adanya  orang-orang  Yahudi, adanya orang musyrik
	dan orang-orang munafik di  Medinah,  di  samping  orang-orang
	Islam,  telah  memperkuat  timbulnya perpecahan itu. Dari segi
	politik, Medinah merupakan sebuah kawah yang tidak bisa  tidak
	pasti  akan  meletus.  Jadi,  terkepungnya  Banu  Qainuqa, dan
	dikeluarkannya  mereka  dari  Medinah  adalah  gejala  pertama
	kearah timbulnya letusan itu.
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1