Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

	BAGIAN KESEMBILAN: IKRAR1 'AQABA                         (2/2)
	Muhammad Husain Haekal
	
	Apabila iman itu merupakan landasan  yang  paling  kuat,  yang
	akan  membuat  segalanya  di  hadapan  kita menjadi kecil, dan
	untuk itu dengan segala senang hati orang  mengorbankan  harta
	bendanya,  kesenangan, kebebasan dan seluruh hidupnya, apabila
	penganiayaan itu dengan sendirinya akan membuat iman seseorang
	bertambah   dalam,  maka  penganiayaan  dan  pengorbanan  yang
	terus-menerus itu  bagi  seorang  mukmin  akan  membuatnya  ia
	merenungkan  lebih  dalam  lagi,  akan memberinya ruangan yang
	lebih luas serta pengertian tentang kebenaran yang lebih dalam
	dan   kuat.   Dahulu   Muhammad   pernah  menganjurkan  kepada
	pengikut-pengikutnya  supaya  mereka  mengungsi  ke   Abisinia
	daerah Kristen, karena di situ ada kebenaran, ada seorang raja
	yang adil. Maka akan lebih baiklah bila sekarang kaum Muslimin
	itu  mengungsi ke Yathrib, dapat saling memperkuat diri dengan
	sahabat-sahabat  kaum   Muslimin   di   sana,   dapat   saling
	tolong-menolong  dalam  menahan  bahaya  yang  mungkin menimpa
	mereka. Dengan begitu mereka  akan  mendapat  kebebasan  dalam
	merenungkan  agama serta berterang-terang pula guna mengangkat
	martabat mereka, sebagai jaminan suksesnya dakwah  agama  ini,
	suatu  dakwah  yang tidak mengenal paksaan, melainkan dasarnya
	adalah kasih-sayang, dapat  meyakinkan  dan  bertukar  pikiran
	dengan cara yang baik.
	
	Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya
	banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang,  tujuhpuluh
	tiga  pria  dan  dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini,
	terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak
	terbatas  hanya  pada  seruan kepada Islam seperti selama ini,
	yang selama tigabelas tahun  ini  terus-menerus  dilakukannya,
	dengan  lemah-lembut,  dengan  segala  kesabaran  menang  gung
	pelbagai macam pengorbanan  dan  kesakitan  -  melainkan  kini
	lebih  jauh  lagi  dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu
	pakta persekutuan, yang dengan demikian  kaum  Muslimin  dapat
	mempertahankan  diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan
	dengan serangan. Muhammad lalu  mengadakan  pertemuan  rahasia
	dengan pemimpin-pemimpin mereka.
	
	Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu akan
	diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari  Tasyriq.3
	Peristiwa  ini  oleh  Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
	kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu  sampai
	lewat  sepertiga  malam  dari janji mereka dengan Nabi, mereka
	keluar  meninggalkan  kemah,  pergi  mengendap-endap   seperti
	burung  ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu
	terbongkar.
	
	Sesampai mereka  di  gunung  'Aqaba,  mereka  semua  memanjati
	lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu.
	Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.
	
	Kemudian Muhammad  pun  datang,  bersama  pamannya  'Abbas  b.
	Abd'l-Muttalib   -   yang   pada   waktu  itu  masih  menganut
	kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu
	ia  sudah  mengetahui  dari kemenakannya ini akan adanya suatu
	pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat  mengakibatkan
	perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian
	dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk  melindungi
	Muhammad.  Maka  dimintanya  ketegasan  kemanakannya  itu  dan
	ketegasan golongannya  sendiri,  supaya  jangan  kelak  timbul
	bencana   yang  akan  menimpa  Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga
	Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib  itu
	akan  kehilangan  pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang
	pertama kali bicara.
	
	"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi  Muhammad
	di  tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
	dan mereka yang sepaham dengan kami telah  melindunginya  dari
	gangguan  masyarakat  kami  sendiri.  Dia  adalah  orang  yang
	terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan  di
	negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan
	juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati  janji
	seperti   yang  tuan-tuan  berikan  kepadanya  itu  dan  dapat
	melindunginya dari mereka yang menentangnya,  maka  silakanlah
	tuan-tuan   laksanakan.  Akan  tetapi,  kalau  tuan-tuan  akan
	menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada  di
	tempat  tuan-tuan,  maka  dari  sekarang lebih baik tinggalkan
	sajalah."
	
	Setelah mendengar keterangan 'Abbas  pihak  Yathrib  menjawab:
	"Sudah  kami  dengar  apa  yang tuan katakan. Sekarang silakan
	Rasulullah bicara. Kemukakanlah  apa  yang  tuan  senangi  dan
	disenangi Tuhan."
	
	Setelah  membacakan  ayat-ayat  Qur'an  dan  memberi  semangat
	Islam, Muhammad menjawab:
	
	"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti  membela
	isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."
	
	Ketika  itu  Al-Bara'  b.  Ma'rur  hadir. Dia seorang pemimpin
	masyarakat dan yang  tertua  di  antara  mereka.  Sejak  ikrar
	'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
	agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang
	Muhammad  dan  seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat
	ke  al-Masjid'l-Aqsha.  Oleh  karena  ia  berselisih  pendapat
	dengan  masyarakatnya  sendiri,  begitu mereka sampai di Mekah
	segera  mereka  minta  pertimbangan  Nabi.  Muhammad  melarang
	Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.
	
	Setelah  tadi  Muhammad  minta  kepada Muslimin Yathrib supaya
	membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak  mereka
	sendiri,   Al-Bara'   segera   mengulurkan  tangan  menyatakan
	ikrarnya seraya berkata:  "Rasulullah,  kami  sudah  berikrar.
	Kami  adalah  orang  peperangan  dan ahli bertempur yang sudah
	kami warisi dari leluhur kami."
	
	Tetapi  sebelum   Al-Bara'   selesai   bicara,   Abu'l-Haitham
	ibn't-Tayyihan datang menyela:
	
	"Rasulullah,  kami  dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
	Yahudi  -  terikat  oleh  perjanjian,  yang  sudah  akan  kami
	putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak
	Tuhan memberikan kemenangan kepada  tuan,  tuan  akan  kembali
	kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"
	
	Muhammad  tersenyum,  dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
	dengan  tuan-tuan.  Tuan-tuan  adalah  saya  dan  saya  adalah
	tuan-tuan.  Saya  akan  memerangi  siapa  saja  yang tuan-tuan
	perangi,  dan  saya  akan  berdamai  dengan  siapa  saja  yang
	tuan-tuan ajak berdamai."
	
	Tatkala  mereka  siap  akan  mengadakan  ikrar  itu, 'Abbas b.
	'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari
	Khazraj.  Untuk  apakah  kalian  memberikan ikrar kepada orang
	ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak  melakukan  perang
	terhadap  yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu.5
	Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
	binasa  dan  pemuka-pemuka  tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
	akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka  (lebih  baik)  dari
	sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan
	lakukan,  ini  adalah  suatu  perbuatan  hina  dunia  akhirat.
	Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti
	yang tuan-tuan berikan kepadanya  itu,  sekalipun  harta-benda
	tuan-tuan   akan   habis  dan  bangsawan-bangsawan  akan  mati
	terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
	perbuatan yang baik, dunia akhirat."
	
	Orang ramai itu menjawab:
	
	"Akan   kami   terima,   sekalipun   harta-benda  kami  habis,
	bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi,  Rasulullah,  kalau
	dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
	
	"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.
	
	Mereka  lalu  mengulurkan  tangan  dan  dia juga membentangkan
	tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.
	
	Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:
	
	"Pilihkan dua belas orang  pemimpin  dari  kalangan  tuan-tuan
	yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."
	
	Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang
	dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:
	
	"Tuan-tuan  adalah   penanggung-jawab   masyarakat   tuan-tuan
	seperti  pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
	Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."
	
	Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:
	
	"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka,  di
	waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar
	di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun
	atas jalan Allah ini."
	
	Peristiwa  ini  selesai  pada  tengah  malam  di  celah gunung
	'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai,  atas  dasar  kepercayaan,
	bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi,
	begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka  mendengar  ada
	suara  berteriak  yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
	orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah  berkumpul  akan
	memerangi kamu!"
	
	Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya
	sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan  melalui
	pendengarannya   yang   selintas,  ia  lalu  bermaksud  hendak
	mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan  kegelisahan  dalam
	hati  mereka,  bahwa  rencana mereka malam itu diketahui. Akan
	tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji  mereka.  Bahkan
	'Abbas  b.  'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu -
	berkata kepada Muhammad:
	
	"Demi Allah Yang telah mengutus  tuan  atas  dasar  kebenaran,
	kalau  sekiranya  tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
	habiskan dengan pedang kami."
	
	Ketika itu Muhammad menjawab:
	
	"Kami tidak  diperintahkan  untuk  itu.  Kembalilah  ke  kemah
	tuan-tuan."
	
	Merekapun  kembali  ke  tempat  mereka  bermalam,  lalu tidur.
	Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.
	
	Akan tetapi pagi itu  juga  Quraisy  sudah  mengetahui  berita
	adanya   ikrar   itu.   Mereka   terkejut   sekali.  Pagi  itu
	pemuka-pemuka  Quraisy   mendatangi   Khazraj   di   tempatnya
	masing-masing.  Mereka  menyesalkan  Khazraj  dan  mengatakan,
	bahwa mereka tidak  ingin  berperang  dengan  Khazraj.  Tetapi
	kenapa  mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika
	itu   juga   orang-orang   musyrik   dari   kalangan   Khazraj
	bersumpah-sumpah  bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali.
	Sedang Muslimin malah diam  saja  setelah  dilihatnya  Quraisy
	lagaknya  akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama
	dengan mereka itu.
	
	Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan
	berita  tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
	dapat mengungkapkan keadaan  yang  sebenarnya.  Sementara  itu
	orang-orang  Yathrib  sudah  mengangkat  perbekalan mereka dan
	kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy  mengetahui
	benar apa yang mereka lakukan itu.
	
	Setelah  kemudian  Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
	benar,  mereka  berangkat  mencari  orang-orang  Yathrib  itu.
	Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
	Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke  Mekah.  Ia
	disiksa.   Tetapi  kemudian  Jubair  b.  Mut'im  b.  'Adi  dan
	al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini  pernah
	menolong  mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke
	Syam lewat Yathrib.
	
	Kalau    begitu    kekuatiran    Quraisy     kiranya     tidak
	berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
	telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu.  Mereka
	telah  mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak
	permulaan  kenabiannya.  Mereka  sudah  berusaha   mati-matian
	melancarkan  perang  pasif  itu  kepadanya,  dan masing-masing
	sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah  karena
	keyakinannya  kepada  Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada
	ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan tak dapat
	pula  dibujuk.  Ia  tak  pernah  gentar  menghadapi  gangguan,
	menghadapi siksaan,  menghadapi  pembunuhan.  Sesudah  ia  dan
	pengikut-pengikutnya  disakiti dengan pelbagai macam gangguan,
	sesudah ia dikepung di  celah-celah  bukit,  seluruh  penduduk
	Mekah  diteror  dengan  bermacam-macam ketakutan supaya jangan
	jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy  bahwa  mereka  sudah
	hampir  mengalahkannya,  kegiatannya hanya akan terbatas dalam
	lingkaran sempit  pengikut-pengikutnya  yang  masih  berpegang
	pada  agama  itu  saja.  Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
	lagi sudah akan  jemu  dalam  pengasingan,  dan  akan  kembali
	tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.
	
	Tetapi  sekarang,  dengan  adanya  perjanjian persekutuan baru
	ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka  didepan  Muhammad
	dan  pengikut-pengikutnya.  Setidak-tidaknya harapan kebebasan
	menyebarkan  agama,  serta   menyerang   berhala-berhala   dan
	penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak
	terhadap masyarakat  seluruh  jazirah  Arab  itu,  bila  sudah
	mendapat  bantuan  Yathrib  berikut  Aus  dan  Khazrajnya, dan
	sesudah mendapat perlindungan dari  serangan  musuh,  disertai
	adanya  kebebasan melakukan upacara agama serta mengajak pihak
	lain turut  bergabung.  Kalau  Quraisy  tidak  dapat  mengikis
	gerakan  ini  di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
	mereka pada  hari  kemudiannya  tetap  selalu  membayang,  dan
	kemenangan Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan
	mereka.
	
	Oleh karena itu sungguh-sungguh  mereka  memikirkan  apa  yang
	harus  mereka  lakukan  guna  menggagalkan usaha Muhammad itu,
	serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri
	tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
	telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan
	bagi  agama  Allah,  pintu  yang akan memberi tempat pada arti
	kebenaran. Perjuangan  yang  sekarang  berkecamuk  antara  dia
	dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat
	terjadi sejak masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan  hidup
	atau  mati bagi kedua belah pihak. Sudah tentu, kemenangan itu
	ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat.  Bolehlah
	ia  minta  pertolong  an Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang
	sudah dilakukan  Quraisy  itu  akan  bersifat  lebih  menghina
	mereka  sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
	tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati.  Masalahnya
	adalah   masalah  kecekatan  politik  dan  kecerdikan  seorang
	pemimpin yang saksama.
	
	Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum  Anshar  ke
	Yathrib.  Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka
	terpencar-pencar, supaya jangan sampai  menimbulkan  kepanikan
	pihak Quraisy terhadap mereka.
	
	Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri
	atau kelompok-kelompok kecil.  Akan  tetapi  hal  itu  rupanya
	sudah  diketahui  oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak,
	berusaha mengembalikan yang masih dapat  dikembalikan  itu  ke
	Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan
	mereka, kalau tidak akan disiksa dan  dianiaya.  Sampai-sampai
	tindakan  itu  ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
	kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak  dibolehkan  pergi
	ikut  suami.  Yang  tidak  menurut, isterinya yang masih dapat
	mereka kurung,  dikurung.
	
	Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka
	kuatir  akan  pecah  perang  saudara antar-kabilah jika mereka
	mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.
	
	Berturut-turut  kaum  Muslimin  hijrah  ke   Yathrib,   sedang
	Muhammad   tetap   berada   di  posnya.  Tak  ada  orang  yang
	mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
	mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
	mengetahui,  ketika  sahabat-sahabatnya  diijinkan  hijrah  ke
	Abisinia,   sedang  dia  sendiri  tetap  di  Mekah  menyerukan
	anggota-anggota keluarganya yang lain ke dalam  Islam.  Bahkan
	Abu  Bakrpun,  ketika minta ijin akan turut hijrah ke Yathrib,
	ia hanya  berkata:  "Jangan  tergesa-gesa;  kalau-kalau  Tuhan
	menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.
	
	Sungguhpun  begitu  pihak  Quraisy  sendiri  sudah seribu kali
	memperhitungkan  hijrah  Nabi  ke  Yahtrib  itu.  Jumlah  kaum
	Muslimin  di  sana  sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir
	mereka itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula
	mereka  yang  hijrah  dari  Mekah menggabungkan diri, sehingga
	mereka jadi  bertambah  kuat  juga  adanya.  Dalam  pada  itu,
	apabila  Muhammad - orang yang sudah mereka kenal berpendirian
	teguh dengan pendapatnya yang tepat dan  berpandangan  jauh  -
	sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib itu
	kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur  perjalanan
	perdagangan  mereka  ke  Syam  atau  akan  membuat mereka mati
	kelaparan seperti yang pernah  mereka  lakukan  dulu  terhadap
	Muhammad  dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam
	pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di  celah-celah  gunung
	selama tigapuluh bulan.
	
	Apabila  Muhammad  masih  tinggal  di  Mekah dan berusaha akan
	meninggalkan tempat itu, maka  mereka  masih  merasa  terancam
	oleh  adanya  tindakan  pihak  Yathrib  dalam membela Nabi dan
	Rasul. Jadi tak ada jalan keluar  bagi  mereka  selain  dengan
	membunuhya.  Dengan  begitu  mereka lepas dari malapetaka yang
	terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu
	Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga  Muttalib akan menuntut balas.
	Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana  yang
	sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.
	
	Sekarang  mereka  mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
	semua  persoalan  itu  serta  cara-cara  pencegahannya.  Salah
	seorang dari mereka mengusulkan:
	
	"Masukkan   dia   dalam   kurungan  besi  dan  tutup  pintunya
	rapat-rapat kemudian awasi biar dia  mengalami  nasib  seperti
	penyair-penyair  semacamnya  sebelum  dia;  seperti Zuhair dan
	Nabigha."
	
	Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.
	
	"Kita keluarkan dia dari  lingkungan  kita,  kita  buang  dari
	negeri  kita.  Sesudah  itu  tidak  perlu  kita pedulikan lagi
	urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi  mereka
	kuatir  ia  akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka
	takuti justru akan menimpa mereka.
	
	Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah  akan  diambil
	seorang   pemuda  yang  tegap,  dan  setiap  pemuda  itu  akan
	dipersenjatai dengan sebilah pedang yang  tajam,  yang  secara
	bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya
	dapat dipencarkan antar-kabilah.  Dengan  demikian  Banu  'Abd
	Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus
	darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy  dan
	orang   yang   membuat   porak-poranda  dan  mencerai-beraikan
	kabilah-kabilah mereka itu.
	
	Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup  puas.  Mereka
	mengadakan  seleksi  di  kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
	menganggap bahwa soal Muhammad akan  sudah  selesai.  Beberapa
	hari  lagi  ia  akan  terkubur  habis  ke dalam tanah, bersama
	ajarannya, dan  mereka  yang  sudah  hijrah  ke  Yathrib  akan
	kembali  ke  tengah-tengah  masyarakat,  akan  kembali  kepada
	kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka.  Quraisy  dan  negeri
	Arab  yang  sudah dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai
	lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.
	
	Catatan kaki:
	
	 1 Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan
	   dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
	   
	 2 Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
	   bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa
	   berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
	   Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
	   persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
	   
	 3 Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut
	   setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
	   
	 4 Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
	   (A).
	   
	 5 Yakni Quraisy (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1