Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

	BAGIAN KETUJUH: PERBUATAN-PERBUATAN QURAISY YANG KEJI    (3/3)
	Muhammad Husain Haekal
	
	Diluar itu,  untuk  mencapai  tingkat  pengertian  yang  lebih
	tinggi,  orang  sudah dibutakan oleh harta benda duniawi, oleh
	kenikmatan hidup sejenak yang dirasakannya. Untuk  kepentingan
	duniawi  itu, untuk memburu saat sejenak itu, mereka berperang
	dan bertempur. Tak ada  sesuatu  yang  akan  dapat  menghambat
	mereka  menancapkan  kuku  dan  gigi  mereka  ke  batang leher
	kebenaran, kebaikan dan  pengertian  moral  yang  tinggi  itu.
	Lalu,  kesempurnaan  yang  paling suci artinya itu oleh mereka
	akan diinjak-injak di bawah telapak kaki yang sudah kotor.
	
	Bagaimana pendapat kita tentang orang-orang Arab  Quraisy  itu
	yang  melihat  Muhammad makin sehari makin banyak pengikutnya?
	Mereka kuatir, kebenaran yang sudah diproklamirkan  itu  suatu
	ketika  akan menguasai mereka, akan menguasai orang-orang yang
	sudah setia kepada mereka,  yang  lalu  akan  menjalar  sampai
	kepada  orang-orang Arab di seluruh jazirah. Sebelum melakukan
	itu mereka harus memotong leher  orang  itu  dulu  jika  dapat
	mereka  lakukan. Lebih dulu mereka harus melakukan propaganda,
	pemboikotan,  blokade,  penyiksaan  dan   kekerasan   terhadap
	musuh-musuh besar mereka itu.
	
	Sebab  ketiga keberatan mereka menjadi pengikut Muhammad ialah
	mereka takut sekali pada hari kebangkitan serta  siksa  neraka
	pada  Hari  Perhitungan  kelak.  Kita sudah melihat masyarakat
	yang begitu hanyut dalam hidup  bersenang-senang  dengan  cara
	yang  berlebih-lebihan. Mereka menganggap perdagangan dan riba
	itu wajar. Bagi orang kaya di  kalangan  mereka  itu  tak  ada
	sesuatu  yang  dipandang  hina,  yang harus dijauhi. Disamping
	itu, dengan  membawakan  sesajen  segala  kejahatan  dan  dosa
	mereka  itu  sudah  dapat  ditebus.  Seseorang  cukup  mengadu
	nasibnya dengan qidh (anak panah) di depan Hubal,  sebelum  ia
	melakukan  sesuatu  tindakan.  Tanda  yang diberikan oleh anak
	panah,  itulah  perintah  yang  datang  dari   Hubal.   Supaya
	kejahatan-kejahatan   dan   dosa-dosanya   itu  diampuni  oleh
	berhala-berhala,   cukup   ia   menyembelih   binatang   untuk
	berhala-berhala itu. Ia dapat dibenarkan melakukan pembunuhan,
	perampokan, melakukan kejahatan, ia tidak dilarang menjalankan
	pelacuran  selama  ia  mampu memberi suap kepada dewa-dewa itu
	berupa kurban-kurban dan penyembelihan-penyembelihan.
	
	Sekarang datang  Muhammad  membawakan  ayat-ayat  yang  begitu
	menakutkan,   membuat  jantung  mereka  rasakan  pecah  karena
	ngerinya, sebab  Tuhan  selalu  mengawasi  mereka.  Pada  Hari
	Kemudian  mereka  akan  dibangkitkan  kembali sebagai kejadian
	baru, dan bahwa yang akan  menjadi  penolong  mereka  hanyalah
	perbuatan mereka sendiri.
	
	"Apabila   datang   suara  dahsyat  yang  memekakkan.  Tatkala
	seseorang lari meninggalkan saudaranya.  Ibunya  dan  bapanya.
	Isterinya  dan  anak-anaknya.  Setiap  orang  hari  itu dengan
	urusannya sendiri. Wajah-wajah pada hari itu ada yang berseri.
	Tertawa  dan  bergembira. Dan ada pula wajah-wajah kelabu pada
	hari itu. Tertutup kegelapan. Mereka itulah  orang-orang  yang
	ingkar, orang-orang yang sudah rusak." (Qur'an, 80: 33-42)
	
	Dan suara dahsyat itu datang.
	
	"Apabila   langit   sudah   bagaikan   hancuran   logam.   Dan
	gunung-gunung bagaikan gumpalan bulu. Dan tak akan  ada  kawan
	akrab  menanyakan  kawannya.  Padahal  mereka menampakkan diri
	kepada mereka. Ingin sekali orang jahat itu akan dapat menebus
	diri  dari  siksaan  hari  itu dengan memberikan anak-anaknya.
	Isterinya, saudaranya. Dan keluarganya yang melindunginya. Dan
	semua yang ada di bumi; kemudian ia hendak menyelamatkan diri.
	Tidak sekali-kali. Itu adalah api menyala.  Lapisan  kepalapun
	tercabut. Dipanggilnya orang yang telah pergi membelakangi dan
	yang   berpaling.   Yang   telah   menyimpan   kekayaan    dan
	menyembunyikannya." (Qur'an, 70: 8-18)
	
	"Hari  itulah kamu dihadapkan akan diadili. Perbuatanmu takkan
	ada yang  tersembunyi.  Barangsiapa  yang  suratnya  diberikan
	kepadanya  dengan  tangan  kanan,  ia  akan  berkata  ini dia!
	Bacakan suratku.  Sudah  percaya  benar  aku  bahwa  aku  akan
	nmenemui  perhitungan.  Lalu ia berada dalam kenikmatan hidup.
	Dalam  taman  yang  tinggi.  Buah-buahannyapun  dekat  sekali.
	Makanlah,  dan minumlah sepuas hati, sesuai dengan amalmu yang
	kamu sediakan masa lampau. Tetapi, barangsiapa  yang  suratnya
	diberikan  dengan  tangan  kiri, ia akan berkata: Ah, coba aku
	tidak diberi surat! Dan tidak lagi aku  mengetahui,  bagaimana
	perhitunganku!  Ah,  sekiranya aku mati saja. Kekayaanku tidak
	dapat menolong  aku.  Hancurlah  sudah  kekuasaanku.  Sekarang
	bawalah dia dan belenggukan. Sesudah itu, campakkan ia kedalam
	api neraka. Lalu masukkan ia ke dalam mata rantai,  panjangnya
	tujuhpuluh  hasta.  Tadinya ia tiada beriman kepada Tuhan yang
	Maha Agung. Dan tiada pula mendorong memberikan makanan kepada
	orang  miskin.  Maka,  sekarang  disini  tak  ada  lagi  kawan
	setianya. Tiada makanan baginya selain daripada kotoran.  Yang
	hanya dimakan oleh mereka yang penuh dosa."(Qur'an, 69: 18-37)
	
	Sudahkah  orang  membacanya?  Sudahkah  mendengarnya? Tidakkah
	merasa ngeri, merasa takut? Ini hanya  sebahagian  kecil  dari
	yang  pernah diperingatkan Muhammad kepada masyarakatnya. Kita
	membacanya sekarang, dan sebelum itupun sudah pula membacanya,
	mendengarnya,  berulang  kali.  Segala  gambaran  neraka  yang
	terdapat dalam Qur'an hidup lagi dalam  pikiran  kita,  ketika
	kita membacanya kembali.
	
	"...  Setiap  kulit-kulit  mereka itu sudah matang, Kami ganti
	dengan kulit lain lagi, supaya siksaan  itu  mereka  rasakan."
	(Qur'an, 4: 56)
	
	Dengan  merasakan  adanya  kengerian  itu,  orang  akan  mudah
	memperkirakan betapa sebenarnya perasaan Quraisy dan  terutama
	orang-orang  kayanya,  tatkala  mendengarkan kata-kata semacam
	itu, sebab sebelum mereka mendapat peringatan  tentang  siksa,
	mereka  sudah  merasa  dirinya  jauh  dan aman dari itu, dalam
	lindungan dewa-dewa dan berhala-berhala mereka.
	
	Juga sesudah itu orang akan mudah  pula  memperkirakan  betapa
	meluapnya  semangat  mereka  mendustakan  Muhammad, mengadakan
	tantangan dan penghinaan. Mereka memang tidak pernah  mengenal
	arti  Hari  Kebangkitan, juga mereka tidak pernah mengakui apa
	yang didengarnya itu.  Tidak  ada  diantara  mereka  itu  yang
	membayangkan,  bahwa  setelah orang meninggalkan hidup ini, ia
	akan mendapat balasan atas segala perbuatan  selama  hidupnya.
	Tetapi  apa  yang mereka takutkan dalam hidup mereka pada hari
	kemudian itu, ialah mereka takut  akan  penyakit,  takut  akan
	mengalami  bencana  pada  harta benda, pada turunan, kedudukan
	dan kekuasaannya. Hidup sekarang ini bagi mereka ialah seluruh
	tujuan  hidupnya. Seluruh perhatian mereka hanya tertuju untuk
	memupuk segala macam kesenangan dan menolak segala macam  yang
	mereka  takuti.  Bagi  mereka hari kemudian ialah masalah gaib
	yang masih tertutup. Dalam  hati  mereka  sudah  merasa  bahwa
	apabila  perbuatan  mereka itu jahat dunia gaib itu boleh jadi
	akan  mendatangkan  bencana   kepada   mereka.   Lalu   mereka
	menantikan adanya alamat baik atau alamat buruk. Segera mereka
	mengadukan nasib  itu  dengan  permainan  anak  panah,  dengan
	mengocok   batu-batu   kerikil   dan   menolak  burung3  serta
	menyembelih kurban. Semua  itu  merupakan  penangkal  terhadap
	segala yang mereka takuti dalam hidup mereka di kemudian hari.
	
	Sebaliknya,  segala yang mengenai adanya balasan sesudah mati,
	mengenai hari kebangkitan tatkala sangkakala ditiup,  mengenai
	surga  yang  disediakan  untuk mereka yang takwa, neraka untuk
	mereka yang aniaya,  mengenai  semua  itu  memang  tak  pernah
	terlintas dalam pikiran mereka.
	
	Pada  dasarnya  mereka  sudah pernah mendengar semua itu dalam
	agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka belum pernah mendengar
	dengan  gambaran  yang begitu kuat dan menakutkan seperti yang
	mereka dengar melalui wahyu  kepada  Muhammad  itu,  dan  yang
	memberi  peringatan  kepada  mereka  -  akan siksa abadi dalam
	perut neraka, yang sangat menggamakkan hati karena rasa  takut
	hanya  dengan  mendengar gambarannya saja - kalau mereka masih
	juga  seperti  keadaan  itu,  bersukaria  dan   berlumba-lumba
	memperbanyak  harta  dengan  melakukan  penindasan terhadap si
	lemah, makan  harta  anak  piatu,  membiarkan  kemiskinan  dan
	melakukan  riba  secara  berlebih-lebihan. Apalagi kalau orang
	dapat  melihat  dengan  hati  nuraninya  jalan  yang  ditempuh
	manusia  dengan  langkah  yang  begitu  sempit selama hidupnya
	menuju mati, sesudah kebangkitan kembali kelak  dengan  segala
	suka dan dukanya.
	
	Sebaliknya  surga  yang  dijanjikan Tuhan yang luasnya seperti
	langit dan bumi, disitu takkan terdengar  cakap  kosong,  juga
	tak  ada  perbuatan  dosa. Yang ada hanyalah ucapan "selamat."
	Segala yang menyenangkan hati, menyedapkan  mata  itulah  yang
	ada.  Tetapi Quraisy menyangsikan semua itu. Dan yang menambah
	lagi kesangsian mereka karena mereka menginginkan segala  yang
	segera.  Mereka  ingin  melihat  kenikmatan  itu  nyata  dalam
	kehidupan dunia ini. Mereka tidak betah menunggu  sampai  hari
	pembalasan,  sebab  mereka  memang  tidak  percaya  pada  hari
	pembalasan itu.
	
	Boleh  jadi  orang  akan  merasa   heran   bagaimana   jantung
	orang-orang  Arab  itu  sampai begitu rapat tertutup tidak mau
	menerima  persepsi  hidup  akhirat  serta  balasan  yang  ada.
	Padahal  perjuangan  antara  yang  baik  dengan yang jahat itu
	sudah  berkecamuk  dalam  sejarah  manusia  sejak  dunia   ini
	berkembang,   tak   pernah   berhenti  dan  tak  pernah  diam.
	Orang-orang Mesir purbakala, ribuan  tahun  sebelum  kerasulan
	Muhammad  melengkapi  mayat  mereka  dengan  segala perbekalan
	untuk keperluan akhirat, dalam kafannya diletakkan pula "Kitab
	Orang    Mati"    lengkap    dengan    nyanyian-nyanyian   dan
	peringatan-peringatan. Pada kuil-kuil mereka  dilukiskan  pula
	gambar-gambar  timbangan,  perhitungan,  taubat  dan  siksaan.
	Orang-orang  India  menggambarkan  jiwa  bahagia   itu   dalam
	Nirwana.  Sedang  penitisan  ruh jahat dilukiskan dalam bentuk
	makhluk-makhluk yang sejak ribuan dan  jutaan  tahun  tersiksa
	sampai   ia  ditelan  oleh  kebenaran,  supaya  menjadi  suci.
	Kemudian ia kembali  lagi  melakukan  kebaikan,  karena  ingin
	mencapai Nirwana.
	
	Juga orang-orang Majusi di Persia. Mereka tidak menolak adanya
	perjuangan yang baik dan  yang  jahat,  Dewa  Gelap  dan  Dewa
	Cahaya.  Juga  agama  yang  dibawa  Musa,  agama  yang  dibawa
	Kristus, sama-sama melukiskan  adanya  kehidupan  yang  kekal,
	adanya  kesukaan  Tuhan dan kemurkaanNya. Sekarang orang-orang
	Arab. Tidakkah semua itu pernah sampai kepada  mereka?  Mereka
	adalah  pedagang-pedagang  yang dalam perjalanan mereka pernah
	mengadakan hubungan dengan agama-agama  itu  semua.  Bagaimana
	mereka  tidak  mengenalnya?  Bagaimana  tidak mungkin itu akan
	menimbulkan suatu persepsi khusus pada mereka?  Mereka  adalah
	orang-orang  pedalaman  yang  banyak sekali berhubungan dengan
	alam lepas tak terbatas. Lebih mudah  bagi  mereka  melukiskan
	ruh-ruh  yang  terdapat  dalam  wujud ini, menjelma pada siang
	hari yang terang  menyala  atau  pada  senja  menjelang  malam
	gulita.  Ruh-ruh yang baik dan yang jahat, ruh-ruh yang mereka
	anggap  bersemayam  dalam  diri  berhala-berhala   yang   akan
	mendekatkan mereka kepada Tuhan itu.
	
	Jadi  sudah  tentu  mereka  juga mempunyai konsep tentang alam
	gaib yang ada di sekitar mereka. Akan tetapi,  mereka  sebagai
	masyarakat  pedagang,  jiwa  mereka  lebih cenderung pada yang
	nyata   saja.   Juga    karena    kegemaran    mereka    hidup
	bersenang-senang,  minum  minuman  keras,  sama  sekali mereka
	menolak adanya balasan hari kemudian. Apa yang diperoleh orang
	dalam  hidupnya,  menurut  anggapan  mereka,  baik  atau buruk
	adalah balasan atas perbuatannya. Dan  tak  ada  balasan  lagi
	sesudah   hidup   ini.  Oleh  karena  itu  wahyu  yang  berisi
	peringatan  dan  berita  gembira  pada  mula   kerasulan   itu
	kebanyakannya  turun  di  Mekah; karena ia ingin menyelamatkan
	ruh mereka, tempat Muhammad diutus itu. Sudah sepatutnya  pula
	bila ia mengingatkan mereka atas dosa dan kesesatan yang telah
	mereka lakukan  itu.  Sudah  sepatutnya  pula  bila  ia  ingin
	mengangkat  mereka  dari  lembah  penyembahan  berhala  kepada
	penyembahan Allah Yang Tunggal, Maka Kuasa.
	
	Demi keselamatan rohani keluarga dan umat manusia  seluruhnya,
	Muhammad  serta  orang-orang  yang beriman sudi memikul segala
	macam siksaan dan pengorbanan, memikul penderitaan rohani  dan
	jasmani,  dan  kemudian pergi meninggalkan tanah tumpah darah,
	menjauhi permusuhan sanak-keluarga, yang  sepintas-lalu  sudah
	kita  lihat  di  atas.  Dan  seolah cinta Muhammad makin dalam
	kepada  mereka,  makin  besar  hasratnya  ingin  menyelamatkan
	mereka, setiap ia mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih
	besar  lagi  dari  mereka  itu.  Hari  Kebangkitan  dan   Hari
	Perhitungan  adalah  ayat-ayat yang harus diperingatkan kepada
	mereka  guna  menolong  mereka  dari  penyakit  paganisma  dan
	gelimang   dosa  yang.menimpa  mereka  itu.  Pada  tahun-tahun
	permulaan itu tiada henti-hentinya  wahyu  memperingatkan  dan
	membukakan mata mereka.
	
	Sungguhpun begitu mereka tetap gigih tidak mau mengakui, tetap
	menolak, sampai-sampai  mereka  terdorong  mengobarkan  perang
	mati-matian.  Bahaya  dan  bencana  peperangan  itu baru padam
	sesudah   Islam    mendapat    kemenangan,    sesudah    Allah
	menempatkannya diatas segala agama.
	
	Catatan kaki:
	
	 1 Juru penerang yang mempesonakan, Juru pesona bahasa
	   atau pesona bahasa hampir merupakan terjemahan harfiah
	   dari ungkapan Sahir'-bayan atau Sihr'l-bayan, yang
	   sukar diterjemahkan, yakni suatu retorika, yang karena
	   kefasihan dan keindahan bahasanya, orang yang
	   mendengarnya terpesona seperti kena sihir lalu cepat
	   sekali menerima (A).
	   
	 2 Nama panggilan Abu Jahl (A).
	   
	 3 Menolak burung artinya melempari burung dengan batu
	   kerikil atau mengusirnya dengan suara. Kalau burung
	   terbang ke arah kanan, maka itu alamat buruk.
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1