Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: 

PEMBEBASAN MEKAH  

Pengaruh Mu'ta - 494; Tersebarnya Islam di sebelah utara - 495; Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiya - 496; Khuza'a meminta bantuan Nabi - 496; Orang bijaksana Quraisy cemas - 497; Abu Sufyan di Medinah - 498; - Kegagalan misi Abu Sufyan - 498; Persiapan Muslimin membebaskan Mekah - 499; Surat Abi Balta'a kepada Quraisy - 499; Perjalanan tentara Muslimin - 501; Banu Hasyim masuk Islam - 502; Abbas b. Abd'l-Muttalib 502; Abu Sufyan mengintai - 503; Pertemuannya dengan Abbas - 503; Abu Sufyan di hadapan Rasul - 504; Persiapan memasuki Mekah - 506; Pembagian pasukan - 508; Memasuki Mekah - 509; Gambar-gambar dalam Ka'bah - 511; Ka'bah dibersihkan dari berhala - 512; Kekuatiran Anshar - 513; Islamnya Penduduk Mekah - 515.

	
 
	DI BAWAH pimpinan Khalid  bin'l-Walid  pasukan  Muslimin  kini
	kembali  pulang  setelah  terjadi  peristiwa Mu'ta itu. Mereka
	kembali  tidak  membawa   kemenangan,   juga   tidak   membawa
	kekalahan. Mereka kembali pulang dengan senang hati.
 
	Penarikan  mundur ini setelah - Zaid b. Haritha, Ja'far b. Abi
	Talib dan Abdullah b. Rawaha tewas - telah meninggalkan  kesan
	yang  berlain-lainan  sekali  pada  pihak  Rumawi,  pada pihak
	Muslimin yang tinggal di Medinah dan  pada  pihak  Quraisy  di
	Mekah.  Rumawi  merasa  gembira sekali dengan penarikan mundur
	pasukan Muslimin itu. Mereka  sudah  merasa  bersyukur,  sebab
	pertempuran   itu  tidak  sampai  berlangsung  lama,  meskipun
	tentara Rumawi terdiri dari seratus ribu menurut satu  sumber,
	-  atau  dua  ratus ribu menurut sumber yang lain, - sementara
	pasukan Muslimin terdiri dari  tiga  ribu  orang.  Kegembiraan
	pihak  Rumawi  itu  -  baik disebabkan oleh ketangkasan Khalid
	bin'l-Walid  dalam  bertahan  mati-matian  dengan  kekuatannya
	dalam  mengadakan  serangan, sehingga ia menghabiskan sembilan
	pedang  yang  patah  di  tangannya  ketika  bertempur  setelah
	tewasnya   tiga   sahabatnya   itu,   atau   disebabkan   oleh
	kecerdikannya dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya  pada
	hari  kedua  dan  yang  telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga
	pihak Rumawi mengira bahwa bala bantuan telah didatangkan dari
	Medinah   -   namun   kabilah-kabilah  Arab  yang  tinggal  di
	perbatasan dengan Syam sangat kagum  sekali  melihat  tindakan
	Muslimin ketika itu.

	Karena peristiwa itu pula salah seorang pemimpin mereka (Farwa
	b. 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Rumawi)  langsung
	menyatakan  diri  masuk  Islam.  Akan  tetapi,  atas  perintah
	Heraklius dia kemudian ditangkap  dengan  tuduhan  berkhianat.
	Sungguh  pun  begitu  Heraklius  masih bersedia membebaskannya
	kembali asal saja ia  mau  kembali  ke  dalam  pangkuan  agama
	Nasrani,  bahkan  ia  bersedia  mengembalikannya  pada jabatan
	semula sebagai komandan  pasukan.  Tetapi  Farwa  menolak  dan
	tetap   menolak  dengan  tetap  bertahan  dalam  keislamannya,
	sehingga akhirnya ia dibunuh  juga.  Tetapi  karena  itu  pula
	Islam  makin  luas  tersebar  di kalangan kabilah-kabilah Najd
	yang berbatasan dengan Irak  dan  Syam.  Ketika  itu  di  sana
	Rumawi sedang berada dalam puncak kekuasaannya.
 
	Dengan bertambah banyaknya orang masuk ke dalam agama baru ini
	Kerajaan Bizantium  makin  goyah  kedudukannya,  sehingga  ada
	penguasa  Heraklius,  yang  bertugas  membayar  gaji  militer,
	ketika itu berkata lantang kepada orang-orang Arab  Syam  yang
	ikut  dalam  perang; "Lebih baik kalian menarik diri. Kerajaan
	dengan  susah  payah  baru  dapat   membayar   gaji   angkatan
	perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."
 
	Tidak  heran  kalau  mereka  lalu  meninggalkan  kerajaan  dan
	meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya,  agama  baru  ini
	makin  cemerlang sinarnya memancar dihadapan mereka, yang akan
	mengantarkan mereka kepada kebenaran yang lebih  tinggi,  yang
	akan  menjadi  tujuan  umat manusia. Itu pula sebabnya, selama
	waktu itu saja ribuan orang telah masuk  Islam,  yang  terdiri
	dari  kabilah  Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas,
	kabilah-kabilah  Asyja'  dan  Ghatafan   yang   dahulu   sudah
	bersekutu  dengan  Yahudi  sampai hancurnya Yahudi di Khaibar,
	demikian  juga  kabilah-kabilah  'Abs,  Dhubyan  dan   Fazara.
	Peristiwa  Mu'ta  ini jugalah yang telah imemudahkan persoalan
	bagi Muslimin di bagian utara  Medinah  sampai  ke  perbatasan
	Syam  itu,  dan  ini  pula  yang  telah  membuat  Islam  lebih
	terpandang dan lebih kuat.
 
	Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di Medinah  pengaruhnya
	lain  lagi.  Bilamana  mereka  melihat  Khalid  dan pasukannya
	kembali dari perbatasan Syam  tidak  membawa  kemenangan  atas
	pasukan   Heraklius,  mereka  bersorak-sorak  mengatakan:  "He
	orang-orang pelarian! Kamu lari dari  jalan  Allah!"  Beberapa
	orang anggota pasukan itu merasa demikian malu sampai ada yang
	tidak berani keluar rumah, supaya jangan  lagi  diperolok-olok
	oleh  anak-anak  dan  pemuda-pemuda  Muslimin  dengan  tuduhan
	melarikan diri itu.
 
	Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta  itu  dipandang  oleh
	mereka   sebagai  suatu  kehancuran  dan  pukulan  berat  buat
	Muslimin, sehingga tak ada lagi orang  yang  mau  menghiraukan
	mereka   atau  menganggap  penting  segala  perjanjian  dengan
	mereka.    Biarlah    keadaan    kembali    seperti    sebelum
	'umrat'l-qadza'.   Biarlah  keadaan  kembali  seperti  sebelum
	Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi
	menyerang  kaum  Muslimin  dan  siapa  saja yang masih terikat
	perjanjian dengan mereka tanpa harus merasa takut ada tindakan
	hukum dari Muhammad.

	Perdamaian  Hudaibiya  antara  lain  sudah  menentukan,  bahwa
	barangsiapa  yang  ingin  masuk  kedalam  persekutuan   dengan
	Muhammad  boleh  saja,  dan  barangsiapa  ingin  masuk kedalam
	persekutuan  dengan  pihak  Quraisy  juga  boleh.  Ketika  itu
	Khuza'a  masuk  bersekutu  dengan  Muhammad  sedang  Banu Bakr
	dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara  Khuza'a  dengan  Banu
	Bakr  ini  sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah
	ada perjanjian Hudaibiya, masing-masing kabilah  menggabungkan
	diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian itu.
 
	Dengan  adanya  peristiwa  yang  telah  terjadi  di Mu'ta itu,
	sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin pasti mengalami
	kehancuran.  Sudah  terbayang  oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian
	dari Banu Bakr  b.  'Abd  Manat,  bahwa  sekarang  sudah  tiba
	waktunya akan membalas dendam lamanya kepada Khuza'a, ditambah
	lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang  ikut
	mendorong,  diantaranya 'Ikrima b. Abi Jahl dan beberapa orang
	pemimpin Quraisy  lainnya  yang  sekalian  memberikan  bantuan
	senjata.

	Malam  itu pihak Khuza'a sedang berada di tempat pangkalan air
	milik mereka sendiri yang bernama al-Watir,  oleh  pihak  Banu
	Bakr  mereka  diserang  dengan  tiba-tiba  sekali dan beberapa
	orang dari pihak Khuza'a dibunuh.  Sekarang  Khuza'a  lari  ke
	Mekah,  berlindung  kepada  keluarga  Budail  b. Warqa, dengan
	mengadukan  perbuatan  Quraisy  dan  Banu  Bakr   yang   telah
	melanggar  perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr b.
	Salim dari Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Medinah. Dan bila
	ia  sudah  menghadap  Muhammad  yang  ketika  itu sedang dalam
	mesjid dengan beberapa orang, diceritakannya  apa  yang  telah
	terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.
 
	"'Amr b. Salim, mesti engkau dibela," kata Rasulullah.
 
	Sesudah itu Budail b. Warqa, bersama beberapa orang dari pihak
	Khuza'a kemudian berangkat pula ke Medinah. Mereka  melaporkan
	kepada  Nabi mengenai nasib yang mereka alami itu serta adanya
	dukungan Quraisy kepada Banu  Bakr.  Melihat  apa  yang  telah
	dilakukan  Quraisy dengan merusak perjanjian itu, maka tak ada
	jalan lain menurut Nabi, Mekah harus dibebaskan. Untuk itu  ia
	bermaksud  mengutus  orang  kepada  kaum  Muslimin  di seluruh
	jazirah supaya bersiap-siap menantikan  panggilan  yang  belum
	mereka ketahui apa tujuannya panggilan demikian itu.

	Sebaliknya  orang-orang yang dapat berpikir lebih bijaksana di
	kalangan Quraisy, mereka sudah dapat menduga bahaya  apa  yang
	akan  timbul  akibat  tindakan 'Ikrima dan kawan-kawannya dari
	kalangan  pemuda  itu.  Kini   persetujuan   Hudaibiya   sudah
	dilanggar,  dan  pengaruh Muhammad di seluruh jazirah sekarang
	sudah bertambah kuat. Sekiranya apa  yang  telah  terjadi  itu
	dipikirkan,  bahwa  pihak Khuza'a akan menuntut balas terhadap
	penduduk Mekah, pasti  Kota  Suci  itu  akan  sangat  terancam
	bahaya. Jadi apa yang harus mereka lakukan sekarang?
 
	Mereka  mengutus  Abu  Sufyan ke Medinah, dengan maksud supaya
	persetujuan itu diperkuat kembali dan  diperpanjang  waktunya.
	Barangkali  waktu  yang  sudah  itu  berlaku  untuk dua tahun,
	sekarang mereka mau supaya menjadi sepuluh tahun.

	Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka  dan  sebagai  orang  yang
	bijaksana  di  kalangan  mereka kini berangkat menuju Medinah.
	Ketika sampai di 'Usfan dalam  perjalanannya  itu  ia  bertemu
	dengan  Budail  b.  Warqa,  dan rombongannya. Ia kuatir Budail
	sudah menemui Muhammad dan melaporkan apa yang telah  terjadi.
	Hal   ini  akan  lebih  mempersulit  tugasnya.  Tetapi  Budail
	membantah bahwa ia telah menemui Muhammad. Sungguhpun  begitu,
	dari  kotoran  binatang  tunggangan  Budail itu ia mengetahui,
	bahwa orang itu memang dari Medinah. Oleh  karena  itulah,  ia
	tidak  akan  langsung  menemui  Muhammad lebih dulu, melainkan
	akan menuju ke rumah puterinya, Umm Habiba, isteri Nabi.
 
	Mungkin ia (Umm Habiba) memang  sudah  mengetahui  rasa  kasih
	sayang  Nabi  kepada  Quraisy meskipun ia belum mengetahui apa
	yang sudah menjadi keputusannya mengenai  Mekah.  Dan  mungkin
	juga semua Muslimin yang ada di Medinah demikian.
 
	Waktu  itu  Abu  Sutyan  sudah  akan duduk di lapik yang biasa
	diduduki  Nabi,  tapi  oleh  Umm  Habiba  lapik   itu   segera
	dilipatnya.  Lalu  oleh  ayahnya ia ditanya, melipat lapik itu
	karena ia sayang kepada ayah,  ataukah  karena  sayang  kepada
	lapik.
 
	"Ini  lapik  Rasulullah s.a.w.," jawabnya. "Ayah orang musyrik
	yang kotor. Saya tidak ingin ayah duduk di tempat itu."
 
	"Sungguh  engkau  akan  mendapat  celaka,  anakku,"  kata  Abu
	Sufyan. Lalu ia keluar dengan marah.

	Sesudah   itu  ia  pergi  menemui  Muhammad,  bicara  mengenai
	perjanjian serta  perpanjangan  waktunya.  Tetapi  Nabi  tidak
	memberikan  jawaban  samasekali.  Selanjutnya ia pergi menemui
	Abu Bakr supaya membicarakan maksudnya itu dengan Nabi. Tetapi
	Abu  Bakr  juga  menolak.  Sekarang  Umar  bin'l-Khattab  yang
	dijumpainya. Tetapi Umar memberikan jawaban yang cukup  keras:
	"Aku  mau  menjadi  perantara kamu kepada Rasulullah? Sungguh,
	kalau yang ada padaku hanya remah, pasti dengan itu  pun  akan
	kulawan  engkau."  Seterusnya ia menemui Ali b. Abi Talib, dan
	Fatimah ada di tempat itu. Dikemukakannya maksud kedatangannya
	itu  dan  dimintanya  supaya  ia  menjadi  perantaranya kepada
	Rasul. Tetapi Ali mengatakan dengan lemah-lembut bahwa tak ada
	orang  yang  akan  dapat  menyuruh  Muhammad  menarik  kembali
	sesuatu yang sudah menjadi  keputusannya.  Selanjutnya  utusan
	Quraisy itu meminta pertolongan Fatimah supaya Hasan - anaknya
	- berusaha memintakan perlindungan di kalangan khalayak ramai.
 
	"Tak ada orang akan berbuat demikian itu  dengan  maksud  akan
	dihadapkan kepada Rasulullah," jawab Fatimah.
 
	Sekarang  keadaannya  jadi  makin  gawat  buat  Abu Sufyan. Ia
	meminta pendapat Ali.
 
	"Sungguh saya tidak tahu, apa yang kiranya akan  berguna  buat
	kau,"  jawab Ali. "Tetapi engkau pemimpin Banu Kinana. Cobalah
	minta perlindungan kepada orang ramai; sesudah itu,  pulanglah
	ke  negerimu.  Saya kira ini tidak cukup memuaskan. Tapi hanya
	itu yang dapat saya usulkan kepadamu."
 
	Abu Sufyan lalu pergi ke mesjid dan  di  sana  ia  mengumumkan
	bahwa  ia  sudah meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian
	ia menaiki  untanya  dan  berangkat  pulang  ke  Mekah  dengan
	membawa perasaan kecewa karena rasa hina yang dihadapinya dari
	anaknya sendiri dan dari orang-orang  -  yang  sebelum  mereka
	hijrah - pernah mengharapkan belas-kasihannya.
 
	Abu   Sufyan   kembali   ke  Mekah.  Kepada  masyarakatnya  ia
	melaporkan segala yang  dialaminya  selama  di  Medinah  serta
	perlindungan  yang dimintanya dari masyarakat ramai atas saran
	Ali, dan bahwa Muhammad belum memberikan persetujuannya.
 
	"Sial!" kata mereka. "Orang itu lebih-lebih lagi mempermainkan
	kau."
 
	Lalu mereka kembali lagi mengadakan perundingan.

	Sebaliknya  Muhammad,  ia  berpendapat  tidak  akan memberikan
	kesempatan mereka  mengadakan  persiapan  untuk  memeranginya.
	Oleh  karena  ia  sudah percaya pada kekuatan sendiri dan pada
	pertolongan Tuhan kepadanya, ia berharap akan dapat  menyergap
	mereka  dengan  tiba-tiba,  sehingga  mereka tidak lagi sempat
	mengadakan perlawanan  dan  dengan  demikian  mereka  menyerah
	tanpa pertumpahan darah.
 
	Oleh  karena  itu  diperintahkannya supaya orang bersiap-siap.
	Dan setelah persiapan selesai,  diberitahukan  kepada  mereka,
	bahwa  kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula
	supaya mereka cepat-cepat.  Sementara  itu  ia  berdoa  kepada
	Tuhan  mudah-mudahan  Quraisy  tidak  sampai mengetahui berita
	perjalanan Muslimin itu.

	Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap akan berangkat,  Hatib
	b. Abi Balta'a mengirim sepucuk surat di tangan seorang wanita
	dari Mekah, budak salah seorang Banu  'Abd'l-Muttalib  bernama
	Sarah  dengan  dlberi upah supaya surat itu disampaikan kepada
	pihak Quraisy,  yang  isinya  memberitahukan,  bahwa  Muhammad
	sedang   mengadakan   persiapan   hendak   menghadapi  mereka.
	Sebenarnya  Hatib  orang  besar  dalam  Islam.  Tapi   sebagai
	manusia,   dari   segi   kejiwaannya   ia  mempunyai  beberapa
	kelemahan, yang  kadang  cukup  menekan  jiwanya  sendiri  dan
	menghanyutkannya  kedalam  suatu  masalah  yang  memang  tidak
	dikehendakinya.  Masalah  ini  oleh   Muhammad   segera   pula
	diketahui.
 
	Cepat-cepat   disuruhnya   Ali   b.   Abi   Talib  dan  Zubair
	bin'l-'Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh  turun,  surat
	dicarinya di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita
	itu diperingatkan, bahwa kalau surat  itu  tidak  dikeluarkan,
	merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan yang begitu
	sungguh-sungguh, wanita itu berkata: Lalulah.
 
	Kemudian  ia  membuka  ikatan  rambutnya  dan  surat  itu  pun
	dikeluarkan,  yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke
	Medinah.
 
	Sekarang Hatib dipanggil oleh Muhammad dan ditanya  kenapa  ia
	sampai berbuat demikian.
 
	"Rasulullah,"  kata  Hatib.  "Demi  Allah,  saya tetap beriman
	kepada Allah  dan  kepada  Rasulullah.  Sedikit  pun  tak  ada
	perubahan  pada  diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak punya
	hubungan keluarga atau kerabat dengan  mereka  itu,  mempunyai
	seorang  anak  dan  keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu
	sebabnya saya hendak menenggang mereka."
 
	"Rasulullah," sela Umar bin'l-Khattab. "Serahkan kepada  saya,
	akan saya penggal lehernya. Orang ini bermuka dua."
 
	"Dari  mana  engkau  mengetahui  itu, Umar," kata Rasulullall.
	"Kalau-kalau Allah sudah menempatkan dia  sebagai  orang-orang
	Badr  ketika  terjadi  Perang Badr." Lalu katanya: "Berbuatlah
	sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu."
 
	Dan Hatib memang orang yang ikut  dalam  Perang  Badr.  Ketika
	itulah firman Tuhan datang:
 
	"Orang-orang  yang  beriman!  Janganlah musuhKu dan musuh kamu
	dijadikan   sahabat-sahabat   kamu,   dengan    memperlihatkan
	kasih-sayang kamu kepada mereka." (Qur'an, 60: 1)

	Sekarang  pasukan  tentara  Muslimin sudah mulai bergerak dari
	Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta
	menguasai  Rumah  Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat
	berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
 
	Pasukan ini bergerak dalam  suatu  jumlah  yang  belum  pernah
	dialami  oleh kota Medinah. Mereka terdiri dan kabilah-kabilah
	Sulaim,  Muzaina,  Ghatafan  dan   yang   lain,   yang   telah
	menggabungkan  diri,  baik  kepada  Muhajirin  atau pun kepada
	Anshar.  Mereka  berangkat  bersama-sama   dengan   mengenakan
	pakaian  besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara
	yang membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah  mereka
	sudah  dikembangkan,  tertutup  belaka  oleh debu pasir sahara
	itu; sehingga karenanya orang takkan dapat melihatnya.  Mereka
	yang  terdiri  dari  ribuan  orang  itu telah mengadakan gerak
	cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut
	menggabungkan  diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah
	kekuatan pula. Semua mereka berangkat dengan kalbu yang  penuh
	iman,  bahwa  dengan  pertolongan  Allah  mereka akan mendapat
	kemenangan.  Perjalanan  ini  dipimpin  oleh  Muhammad  dengan
	pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci
	tanpa akan mengalirkan darah setetes sekalipun.
 
	Bila pasukan ini sudah sampai  di  Marr'z-Zahran1  dan  jumlah
	anggota  pasukan  sudah  mencapai  sepuluh  ribu  orang, pihak
	Quraisy  belum  juga  mendapat  berita.  Mereka  masih   dalam
	silang-sengketa,  bagaimana  caranya  akan  menangkis serangan
	dari Muhammad.
 
	Oleh Abbas b. 'Abd'l-Muttalib  -  paman  Nabi  ditinggalkannya
	mereka   itu   dalam  perdebatan  dan  dia  sendin  sekeluarga
	berangkat menemui Muhammad di Juhfa.2  Boleh  jadi  sudah  ada
	orang-orang  dari  Banu Hasyim yang sudah menerima berita atau
	semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu  mereka  bermaksud
	menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.
 
	                                                     Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1