Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 | Bag. 4 ]

	BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (3/4)
	Muhammad Husain Haekal
 
	Begitu setianya ia, sehingga  bila  ada  orang  menyebut  nama
	Khadijah,  selalu  menimbulkan kenangan yang indah baginya. Di
	sinilah Aisyah berkata: "Saya tidak pernah iri  hati  terhadap
	seorang   wanita  seperti  terhadap  Khadijah,  bilamana  saja
	mendengar  ia  mengenangkannya."  Ketika  ada  seorang  wanita
	datang   ia   menyambutnya   begitu  gembira  dan  ditanyainya
	baik-baik. Bila wanita itu sudah pergi,  ia  berkata:  "Ketika
	masih  ada Khadijah ia suka mengunjungi kami." Bahwa mengingat
	hubungan  baik  masa  lampau  adalah  termasuk  iman.   Begitu
	halusnya  perasaannya, begitu lembutnya hatinya, ia membiarkan
	cucunya bermain-main dengan dia ketika ia  sembahyang.  Bahkan
	ia bersembahyang dengan Umama, puteri Zainab puterinya, sambil
	dibawa di atas bahunya; bila  ia  sujud  diletakkan,  bila  ia
	berdiri dibawanya lagi.
 
	Kebaikan   dan   kasih-sayang   yang   sudah   menjadi   sendi
	persaudaraan itu, yang dalam peradaban dunia  modern  sekarang
	juga  menjadi  dasar  bagi  seluruh  umat  manusia tidak hanya
	terbatas sampai  di  situ  saja,  melainkan  melampaui  sampai
	kepada binatang juga. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu
	untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu.  Dia
	sendiri  yang  merawat  seekor  ayam jantan yang sedang sakit;
	kudanya dielus-elusnya dengan lengan bajunya. Bila  dilihatnya
	Aisyah   naik  seekor  unta,  karena  menemui  kesukaran  lalu
	binatang itu ditarik-tariknya,  iapun  ditegurnya:  "Hendaknya
	kau berlaku lemah-lembut." Kasih-sayangnya itu meliputi segala
	hal, dan selalu memberi perlindungan kepada  siapa  saja  yang
	memerlukannya.
 
	Tetapi  ini  bukan  sikap  kasih-sayang  karena lemah atau mau
	menyerah, juga bersih dari segala sifat  mau  menghitung  jasa
	atau  sikap  tinggi  diri. Ini adalah persaudaraan dalam Tuhan
	antara Muhammad dengan semua mereka  yang  berhubungan  dengan
	dia.  Disinilah  dasar  peradaban  Islam  yang  berbeda dengan
	sebahagian besar peradaban-peradaban  lain.  Islam  menekankan
	pada  keadilan  disamping  persaudaraan  itu,  dan berpendapat
	bahwa tanpa adanya keadilan  ini  persaudaraan  tidak  mungkin
	ada.
 
	"Barangsiapa  menyerang  kamu, seranglah dengan yang seimbang,
	seperti mereka menyerang kamu." (Qur'an, 2: 194)
 
	"Dengan hukum qishash berarti kelangsungan  hidup  bagi  kamu,
	hai orang-orang yang mengerti." (Qur'an, 2: 179)
 
	Sifatnya  harus  untuk  mempertahankan jiwa semata-mata dengan
	kemauan yang bebas sepenuhnya dan  untuk  mencari  rida  Tuhan
	tanpa   ada  maksud  lain.  Itulah  sumber  persaudaraan  yang
	meliputi segala kebaikan dan kasih-sayang. Ini harus bersumber
	juga  dari  jiwa  yang  kuat,  tidak  mengenal menyerah selain
	kepada Allah, dan dengan  ketaatan  kepadaNya  ia  tidak  pula
	merasa  lemah.  Tak  ada  rasa  takut akan menyelinap ke dalam
	hatinya  kecuali  dari  perbuatan  maksiat  atau   dosa   yang
	dilakukannya. Dan jiwa itu tidak akan jadi kuat kalau ia masih
	di bawah kekuasaan yang lain dan tidak akan jadi kuat kalau ia
	masih   di   bawah   kekuasaan   hawa-nafsunya.  Muhammad  dan
	sahabat-sahabatnya  telah  hijrah  dari  Mekah  supaya  jangan
	berada  di  bawah kekuasaan Quraisy dan jangan ada jiwa mereka
	yang akan jadi lemah karenanya. Jiwa itu akan menyerah  kepada
	kekuasaan  hawa-nafsu  kalau sudah jasmani yang dapat berkuasa
	kedalam rohani dan akal pikiran dapat dikalahkan oleh kehendak
	nafsu.  Dan  akhirnya  kehidupan  materi  ini  juga yang dapat
	menguasai hidup kita, padahal kita sudah tidak memerlukan yang
	demikian,  sebab  ini  memang  sudah berada di bawah kekuasaan
	kita.
 
	Di sini Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali
	atas  kehidupan  ini,  suatu  kekuatan  yang membuat dia sudah
	tidak peduli lagi akan  memberikan  segala  yang  ada  padanya
	kepada   orang  lain.  Itu  sebabnya  sampai  ada  orang  yang
	mengatakan:  Dalam  memberi   Muhammad   sudah   tidak   takut
	kekurangan. Dan supaya jangan ada sesuatu dalam hidup ini yang
	dapat menguasainya, sebaliknya dia yang harus menguasai,  maka
	ia  keras  sekali  menahan  diri dalam arti hidup materi, sama
	kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala  rahasia
	yang  ada  dalam  hidup  materi  itu, ingin mengetahui hakekat
	sesungguhnya tentang semua itu. Begitu jauhnya ia menahan diri
	sehingga  lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang
	diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Tak pernah ia
	makan  roti  dari  tepung  sya'ir6  dua  hari  berturut-turut.
	Sebagian besar makannya adalah  bubur.7  Pada  hari-hari  yang
	lain  ia  makan  kurma. Jarang sekali ia dan keluarganya dapat
	makanan roti sop.8 Bukan sekali saja ia harus  menahan  lapar.
	Sudah  pernah  perutnya  diganjal  dengan  batu  untuk menahan
	teriakan rongga pencernaannya itu.
 
	Itulah yang sudah biasa dikenal tentang makannya, meskipun ini
	tidak  berarti  ia  pantang  sekali-sekali  makan makanan yang
	enak-enak.  Juga  ia  dikenal  suka  sekali  makan  kaki  anak
	kambing, labu, madu dan manisan.
 
	Begitu  juga  kesederhanaannya  dalam hal pakaian sama seperti
	dalam  makanan.  Suatu  hari  ada  seorang  wanita  memberikan
	sehelai  pakaian  kepadanya  yang  memang  diperlukan.  Tetapi
	kemudian diminta oleh orang lain yang juga memerlukannya  guna
	mengkafani  mayat.  Pakaian  itu diberikannya. Pakaiannya yang
	dikenal terdiri dari sebuah baju dalam  dan  baju  luar,  yang
	terbuat   dari   wol,   katun   atau  sebangsa  serat.  Tetapi
	sekali-sekali ia tidak menolak memakai  pakaian  dari  tenunan
	Yaman  sebagai  pakaian  yang  mewah  sesuai dengan acara bila
	memang menghendaki demikian. Juga alas  kaki  yang  dipakainya
	sederhana  sekali.  Tak  pernah ia memakai sepatu selain waktu
	mendapat  hadiah  dari  Najasyi  berupa  sepasang  sepatu  dan
	seluar.
 
	Sungguhpun  begitu dalam hal menahan diri dan menjauhi masalah
	duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga
	tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Qur'an dapat dibaca:
 
	"Makanlah  dari  makanan  yang  baik  yang  sudah Kami berikan
	kepadamu." (Qur'an, 2: 57)
 
	"Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang  dianugerahkan
	Allah  kepadamu, tapi juga jangan kaulupakan kebahagiaan hidup
	duniawi. Dan berbuatlah kebaikan  kepada  orang  lain  seperti
	Allah telah berbuat baik kepadamu." (Qur'an, 28: 77)
 
	Dan  dalam  hadis:  "Berbuatlah  untuk duniamu seolah-olah kau
	akan hidup selama-lamanya, dan berbuat  pula  untuk  akhiratmu
	seolah-olah kau akan mati besok."
 
	Akan  tetapi  Muhammad  ingin  memberikan  teladan yang begitu
	tinggi kepada manusia tentang arti kekuatan  dalam  menghadapi
	hidup  itu,  suatu  kekuatan  yang  tak dapat dipengaruhi oleh
	perasaan lemah,  tak  dapat  diperbudak  oleh  kekayaan,  oleh
	harta-benda,  oleh  kekuasaan  atau  oleh  apa  saja yang akan
	menguasainya,  selain  Allah.  Persaudaraan  yang   didasarkan
	kepada  kekuatan,  yang  manifestasinya  telah  diberikan oleh
	Muhammad sebagai teladan tertinggi  seperti  yang  sudah  kita
	lihat  itu,  adalah persaudaraan murni yang sungguh ikhlas dan
	mulia, suatu persaudaraan  yang  bersih  samasekali.  Sebabnya
	ialah   karena   adanya  rasa  keadilan  yang  terjalin  dalam
	kasih-sayang dan karena yang bersangkutan hanya didorong  oleh
	kemauan  sendiri  yang bebas mutlak. Tetapi, oleh karena Islam
	menyertakan rasa keadilan  disamping  rasa  kasih-sayang  itu,
	maka  ia  juga  menyertakan  maaf disamping keadilan itu, maaf
	yang dapat diberikan bila mampu.  Rasa  kasih-sayang  demikian
	itu   hendaklah  dengan  hati  terbuka  dan  benar-benar,  dan
	hendaklah  dengan   tujuan   mau   mencapai   perbaikan   yang
	sungguh-sungguh.
 
	Inilah   dasar  yang  telah  diletakkan  oleh  Muhammad  dalam
	membangun peradaban baru  itu,  yang  dengan  jelas  tersimpul
	dalam  cerita  yang  diambil  dari Ali bin Abi Talib ketika ia
	bertanya kepada Rasulullah tentang sunahnya,  dengan  dijawab:
	"Ma'rifat  adalah  modalku, akal-pikiran sumber agamaku, cinta
	adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berzikir kepada Allah
	adalah  kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah
	kawanku, ilmu adalah senjataku,  ketabahan  adalah  pakaianku,
	kerelaan  sasaranku,  faqr  adalah  kebanggaanku, menahan diri
	adalah    pekerjaanku,    keyakinan    makananku,    kejujuran
	perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad perangaiku dan
	hiburanku adalah dalam sembahyang."

	Ajaran-ajaran  Muhammad  serta  teladan  dan  bimbingan   yang
	diberikannya  telah  meninggalkan  pengaruh  yang dalam sekali
	kedalam  jiwa  orang,  sehingga  tidak  sedikit   orang   yang
	berdatangan menyatakan masuk Islam, dan kaum Musliminpun makin
	bertambah kuat di Medinah. Ketika  itulah  orang-orang  Yahudi
	mulai  memikirkan  kembali posisi mereka terhadap Muhammad dan
	sahabat-sahabatnya.  Mereka  dengan   dia   telah   mengadakan
	perjanjian.  Mereka  bermaksud  ingin  merangkulnya  ke  pihak
	mereka dan supaya ketahanan  mereka  bertambah  kuat  terhadap
	orang-orang Kristen. Dan dia lebih kuat dari mereka itu semua,
	ajarannya  bertambah  kuat.  Malah  sekarang   ia   memikirkan
	orang-orang  Quraisy  yang telah mengusirnya dan mengusir kaum
	Muhajirin  dari  Mekah  serta  godaan  mereka  terhadap   kaum
	Muslimin   yang   dapat  mereka  goda  dari  agamanya.  Adakah
	orang-orang  Yahudi  itu  akan  membiarkan   dakwahnya   terus
	tersebar  dan  kekuasaan  rohaninya makin meluas, dengan cukup
	puas berada disampingnya dalam aman sentosa yang berarti  akan
	menarnbah  keuntungan  dan  kekayaan dalam perdagangan mereka?
	Barangkali  memang  akan  begitu  kalau  mereka  yakin   bahwa
	dakwahnya  itu  tidak  akan  sampai  kepada orang-orang Yahudi
	sendiri dan tidak akan sampai meluas kepada orang-orang  awam,
	sedang  ajaran  mereka  yang berlaku ialah tidak akan mengakui
	adanya seorang nabi yang bukan dari Keluarga Israil.
 
	Akan  tetapi  ada  seorang  rabbi  yang  cerdik-pandai,  yaitu
	Abdullah  b.  Sallam  yang telah berhubungan dengan Nabi iapun
	lalu memeluk Islam; dan dianjurkannya pula  keluarganya.  Lalu
	merekapun bersama-sama memeluk agama Islam.
 
	Tetapi  Abdullah  bin  Sallam  masih  merasa  kuatir  akan ada
	kata-kata yang tidak biasa yang akan  dilontarkan  orang-orang
	Yahudi  jika  mereka  mengetahui ia sudah menganut Islam. Maka
	dimintanya kepada Nabi untuk menanyai mereka  tentang  dirinya
	itu  sebelum mereka mengetahui bahwa dia sudah Islam. Ternyata
	mereka berkata: dia pemimpin  kami,  pendeta  kami  dan  orang
	cerdik-pandai  kami. Setelah Abdullah berhadapan dengan mereka
	dan sekarang jelas  sudah  sikapnya,  bahkan  mengajak  mereka
	menganut  ajaran  Islam, merekapun merasa kuatir akan nasibnya
	itu nanti. Maka di seluruh perkampungan Yahudi itu iapun mulai
	difitnah  dan diumpat dengan kata-kata yang tak senonoh. Dalam
	hal ini mereka lalu sepakat akan berkomplot terhadap  Muhammad
	menolak  kenabiannya.  Secepat  itu  pula sisa-sisa orang yang
	masih musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj serta mereka  yang
	pura-pura masuk Islam segera menggabungkan diri dengan mereka,
	baik karena mau mengejar keuntungan  materi  atau  karena  mau
	menyenangkan golongannya atau pihak yang berpengaruh
 
	Sekarang  mulai  terjadi  suatu perang polemik antara Muhammad
	dengan orang-orang Yahudi,  yang  ternyata  lebih  bengis  dan
	lebih  licik  daripada perang polemik yang dulu pernah terjadi
	antara dia dengan orang-orang Quraisy di Mekah.  Dalam  perang
	yang  terjadi  di Yathrib ini semua orang Yahudi berdiri dalam
	satu barisan  menyerang  Muhammad  dan  risalahnya,  menyerang
	sahabat-sahabatnya,   kaum   Muhajirin   dan   Anshar,  dengan
	mengadakan intrik-intrik, tindakan  bermuka-muka  dengan  ilmu
	yang  ada  pada mereka tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa
	masa lampau mengenai para nabi dan rasul-rasul.
 
	Mereka mengadakan intrik melalui pendeta-pendeta  mereka  yang
	pura-pura  Islam  dan yang dapat bergaul ke tengah-tengah kaum
	Muslimin dengan pura-pura sangat takwa sekali,  yang  kemudian
	lalu  sekali-kali  memperlihatkan  kesangsian dan keraguannya.
	Mereka itu memajukan pertanyaan-pertanyaan kepada  Muhammad  ,
	yang  mereka  kira  akan  dapat menggoncangkan iman umat Islam
	kepadanya dan kepada  ajaran  kebenaran  yang  dibawanya  itu.
	Kemudian  orang-orang  Aus  dan  Khazraj  yang  juga  Islamnya
	pura-pura, menggabungkan diri dengan orang-orang Yahudi  dalam
	memajukan    pertanyaan-pertanyaan   dan   dalam   menimbulkan
	perselisihan di kalangan kaum Muslimin.  Begitu  keras  kepala
	mereka  itu  sampai  ada  diantara  orang  Yahudi sendiri yang
	mengingkari isi Taurat - padahal mereka percaya kepada  Allah,
	baik  kalangan Keluarga Israil maupun orang-orang musyrik yang
	mempergunakan berhala-berhala untuk  mendekatkan  diri  mereka
	kepada  Tuhan. Misalnya mereka bertanya kepada Muhammad: Kalau
	Allah itu sudah  menciptakan  makhluk  ini,  lalu  siapa  yang
	menciptakan  Allah?  Muhammad  hanya  menjawab  mereka  dengan
	firman Tuhan:
 
	"Katakan: Allah Satu cuma. Allah itu Abadi dan  Mutlak.  Tidak
	beranak.  Dan  tidak  pula diperanakkan. Dan tiada satu apapun
	yang menyerupaiNya." (Qur'an, 112: 1-4)
 
	Pihak Muslimin sekarang menyadari keadaan musuh mereka,  sudah
	mengetahui  tujuan  usaha  mereka itu. Ada terlihat pada suatu
	hari mereka dalam mesjid sedang berbicara antara sesama mereka
	dengan   berbisik-bisik.   Muhammad   meminta   supaya  mereka
	dikeluarkan dari dalam mesjid itu  dengan  paksa.  Tetapi  ini
	tidak  membuat  mereka  jera melakukan tipu-muslihat dan masih
	terus berusaha hendak menjerumuskan kaum Muslimin. Ketika  ada
	beberapa   orang   dari   golongan   Aus  dan  Khazraj  sedang
	duduk-duduk bersama-sama salah seorang dari  mereka  [Syas  b.
	Qais]  lewat.  Ia jadi panas hati melihat dua puak ini menjadi
	rukun. Dalam hatinya ia  berkata:  masyarakat  Banu  Qaila  di
	negeri  ini  sudah  bersatu. Kita takkan berarti apa-apa kalau
	pemuka-pemuka mereka sudah sepakat. Seorang pemuda Yahudi yang
	pernah   dengan   mereka   dulu  dimintanya  supaya  mengambil
	kesempatan ini dengan menyebut-nyebut kembali peristiwa Bu'ath
	dahulu  serta  bagaimana  pula  pihak  Aus  dapat  mengalahkan
	Khazraj. Pemuda itu pun lalu bicara. Ternyata hal  ini  memang
	menimbulkan  ingatan  masa  lampau pada kedua puak itu. Mereka
	lalu bersitegang, saling membanggakan diri  dan  hanyut  dalam
	pertengkaran.  "Kalau  kamu  mau  kita  boleh  kembali seperti
	dulu," kata mereka satu sama lain.
 
	Peristiwa ini sampai juga kepada Muhammad.  Ia  pergi  menemui
	mereka   dengan  beberapa  orang  sahabat,  dan  diingatkannya
	mereka, bahwa Islam telah  mempersatukan  dan  membuat  mereka
	benar-benar  bersaudara,  saling mencintai. Sementara ia masih
	di tengah-tengah mereka,  merekapun  menangis,  mereka  saling
	berpeluk-pelukan.  Mereka  semua  berdoa bermohon ampun kepada
	Tuhan.
 
	Polemik antara Muhammad dengan orang-orang  Yahudi  itu  sudah
	sampai   dipuncaknya,   sebagaimana  oleh  Qur'an  sudah  pula
	diperlihatkan.  Pada  permulaan  Surah  al-Baqara  (2)  sampai
	dengan  ayat  81, dan sebahagan besar Surah an-Nisa' (4) semua
	menyebutkan tentang orang-orang  Ahli  Kitab  itu  dan  betapa
	mereka mengingkari isi-Kitab Suci mereka sendiri. Mereka telah
	mendapat kutukan keras karena pembangkangan  dan  pengingkaran
	mereka itu:
 
	"Dan sesungguhnyalah Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat)
	kepada Musa, dan sesudah itu lalu Kami susul pula dengan  para
	rasul,  dan Kami telah memberikan bukti-bukti kebenaran kepada
	Isa anak Maryam dan Kami perkuat dia dengan Ruh  Suci.  Adakah
	setiap  datang seorang rasul kepadamu membawa sesuatu yang tak
	sesuai dengan kehendak hatimu, lalu  kamu  bersikap  sonmbong?
	Sebagian  kamu dustakan dan yang sebagian lagi kamu bunuh? Dan
	mereka berkata: 'hati kami sudah tertutup.' Tetapi Tuhan telah
	mengutuk  mereka  karena  keingkaran  mereka juga. Karena itu,
	sedikit sekali mereka yang beriman. Dan setelah kepada  mereka
	didatangkan  Kitab  dari  Allah, yang membenarkan apa yang ada
	pada mereka,  karena  sebelum  itu  mereka  minta  didatangkan
	kemenangan   terhadap  orang-orang  yang  masih  ingkar,  maka
	setelah  yang  mereka  ketahui  itu  berada  di  tengah-tengah
	mereka,  merekapun  juga  tidak  mempercayainya.  Karena  itu,
	kutukan Allah menimpa oranz-orang yang ingkar  itu."  (Qur'an,
	2: 87-89)
 
	Begitu  memuncaknya polemik antara orang-orang Yahudi dan kaum
	Muslimin  itu,  sehingga  acapkali  -  sekalipun   sudah   ada
	perjanjian  antara  mereka  -  permusuhan  itu  terjadi sampai
	dengan main tangan. Sebagai contoh - sekedar sebagai ukuran  -
	kita   sudah  mengenal  Abu  Bakr,  yang  begitu  lemah-lembut
	perangainya, dengan kesabarannya yang luarbiasa. Ketika itu ia
	sedang   bicara  dengan  seorang  orang  Yahudi  yang  bernama
	Finhash,  yang  diajaknya  menganut  Islam.   Tetapi   Finhash
	menjawab:  "Abu  Bakr, bukan kita yang membutuhkan Tuhan, tapi
	Dia yang butuh kepada  kita.  Bukan  kita  yang  meminta-minta
	kepadaNya,  tetapi  Dia  yang  meminta-minta kepada kita. Kita
	tidak memerlukanNya, tapi Dia yang memerlukan kita. Kalau  Dia
	kaya,  tentu Ia tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti
	yang  didakwakan  oleh  pemimpinmu  itu.  Ia  melarang  kalian
	menjalankan  riba,  tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya,
	tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
 
	Maksud Finhash ini ditujukan kepada firman Tuhan:
 
	"Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah suatu  pinjaman  yang
	baik,  Allah  akan selalu membalasnya dengan berlipat ganda."
	(Qur'an, 2: 145)
 
	Tetapi dalam hal ini Abu Bakr tidak  tahan  mendengar  jawaban
	itu. Ia marah. Ditamparnya muka Finhash itu keras-keras.
 
	"Demi  Allah,"  kata  Abu  Bakr,  "kalau  tidak  karena adanya
	perjanjian antara kami dengan  kamu  sekalian,  pasti  kupukul
	kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan."
 
	Kemudian  Finhash  mengadukan  peristiwa ini kepada Nabi, tapi
	apa yang dikatakannya tentang  Tuhan  kepada  Abu  Bakr  tidak
	diakuinya. Dalam hal ini firman Tuhan menyebutkan:
 
	"Tuhan  sudah  mendengar  kata-kata  mereka  yang menyebutkan:
	Tuhan itu miskin, dan kamilah yang kaya.  Akan  Kami  tuliskan
	kata-kata  mereka  itu,  begitu juga perbuatan mereka membunuh
	nabi-nabi dengan tidak sepantasnya, dan rasakanlah siksa  yang
	membakar ini!" (Qur'an, 3: 181)
 
	Tidak  cukup  dengan  maksud  mau  menimbulkan  insiden antara
	Muhajirin dengan Anshar dan  antara  Aus  dengan  Khazraj  dan
	tidak   pula   cukup  dengan  membujuk  kaum  Muslimin  supaya
	meninggalkan  agamanya  dan  kembali  menjadi   syirik   tanpa
	mencoba-coba  mengajak  mereka  menganut  agama Yahudi, bahkan
	lebih dari itu  orang  Yahudi  itu  kini  berusaha  memperdaya
	Muhammad  sendiri. Pendekar-pendekar mereka, pemuka-pemuka dan
	pemimpin-pemimpin mereka datang menemuinya dengan  mengatakan:
	"Tuhan  sudah  mengetahui  keadaan kami, kedudukan kami. Kalau
	kami mengikut tuan, orang-orang Yahudipun akan juga  ikut  dan
	mereka  tidak  akan  menentang  kami.  Sebenarnya  antara kami
	dengan beberapa kelompok golongan kami timbul permusuhan. Lalu
	kami  datang ini minta keputusan tuan. Berilah kami keputusan.
	Kami akan ikut tuan dan percaya kepada tuan."
 
	Di sinilah firman Tuhan menyebutkan:
 
	"Dan  hendaklah  engkau  memutuskan  perkara  diantara  mereka
	menurut  apa yang sudah diturunkan Allah, dan jangan kauturuti
	hawa-nafsu mereka.  Berhati-hatilah  terhadap  mereka.  Jangan
	sampai  mereka  memperdayakan kau dari beberapa peraturan yang
	sudah  ditentukan  Tuhan   kepadamu.   Tetapi   kalau   mereka
	menyimpang,  ketahuilah,  Tuhan akan menurunkan bencana kepada
	mereka karena beberapa dosa mereka sendiri juga. Sesungguhnya,
	kebanyakan  manusia  itu adalah orang-orang fasik. Adakah yang
	mereka kehendaki itu hukum jahiliah? Dan hukum  siapakah  yang
	lebih  baik  daripada  hukum  Allah  bagi  mereka yang yakin?"
	(Qur'an, 5: 49-50)
 
	                                    			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1