Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KETIGAPULUH:

SAKIT DAN WAFATNYA NABI

           
Rencana ekspedisi ke Rumawi - Pasukan  Usama  -  Nabi  mulai
sakit  -  Kepergiannya  ke  pekuburan  Muslimin  - Mendoakan
syuhada Uhud - Mengeluh sakit kepala - Demam - Menyuruh  Abu
Bakr   memimpin  sembahyang  -  perasaan  mendekati  ajal  -
Berpulang ke rahmatullah.
 
IBADAH haji perpisahan kini sudah selesai,  dan  sudah  tiba
pula  saatnya  puluhan  ribu orang yang menyertai Nabi dalam
ibadah ini akan pulang ke rumah masing-masing. Penduduk Najd
pulang  mendaki  dataran  tinggi,  penduduk Tihama ke daerah
pantai dan penduduk Yaman dan Hadzramaut serta daerah-daerah
sekitarnya menuju arah selatan. Nabi dan sahabat-sahabat pun
bertolak menuju Medinah.
 
Bila mereka sudah sampai  dan  menetap  lagi  di  kota  itu,
keadaan  seluruh  semenanjung sudah aman. Tetapi, yang masih
selalu menjadi pikiran buat  Muhammad  ialah  soal  beberapa
daerah  yang  masih  di bawah kekuasaan Rumawi dan Persia di
daerah Syam, Mesir dan Irak. Dari pihak seluruh jazirah  itu
kini   sudah   tidak   ada   apa-apa   lagi.   Orang  secara
berbondong-bondong datang  memeluk  agama  Allah,  perutusan
datang  berturut-turut  ke  Yathrib menyatakan kesetiaannya,
menyatakan kehendaknya bernaung di bawah bendera Islam,  dan
semua  orang sudah menggabungkan diri kepadanya ketika dalam
ibadah haji perpisahan itu. Raja-raja Arab dengan  daerahnya
masing-masing  itu  betapa  takkan  ikhlas  kepada  Nabi dan
kepada  agamanya,  jika  oleh  Nabi  yang  ummi  itu  mereka
dibiarkan tetap dengan kekuasaannya dan dalam kemerdekaannya
sendiri pula! Bukankah Bad-han - Gubernur Persia di Yaman  -
dibiarkannya  dalam  kekuasaan  itu  tatkala  ia  menyatakan
keislamannya dan lebih menyukai kesatuan  wilayah  Arab  itu
dan    membuang    penyembahan    api    Persia?   Timbulnya
gerakan-gerakan semacam  pemberontakan  yang  diadakan  oleh
beberapa  orang  di  sepanjang  jazirah,  tidak  sampai akan
menghanyutkan Nabi dalam pemikirannya atau akan  menimbulkan
rasa kuatir dalam hati, setelah ternyata pengaruh agama baru
ini sudah tersebar ke segenap penjuru, semua wajah menghadap
hanya  kepada  Allah  Yang  Maha  Kuasa, kalbu beriman hanya
kepada Allah Yang Maha Esa.

Itu sebabnya, tatkala ada tiga orang yang  mendakwakan  diri
sebagai  nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan. Memang
ada beberapa kabilah yang  berjauhan  dari  Mekah  -  begitu
mengetahui  Muhammad  mendapat sukses dengan ajarannya itu -
cepat-cepat  pula  mereka  menyambut   orang   yang   datang
mendakwakan  diri  nabi  dari  kabilah  mereka  itu,  dengan
harapan mereka akan mendapatkan nasib seperti yang ada  pada
Quraisy,  meskipun kabilah-kabilah ini, karena letaknya yang
jauh dari pusat agama baru, tidak  mengetahui  keadaan  yang
sebenarnya.  Akan  tetapi  ajakan kepada kebenaran Tuhan itu
sudah benar-benar berakar di tanah Arab. Tidak  mudah  orang
akan  dapat melawannya. Apa yang telah dialami Muhammad demi
menyampaikan  ajaran  ini,   beritanya   sudah   sampai   ke
mana-mana.  Kiranya  takkan  ada  orang yang sanggup memikul
beban ini, selain putera  Abdullah  itu.  Setiap  ada  orang
hendak   mendakwakan  diri  dengan  dasar  kepalsuan,  pasti
kepalsuan itu akan segera terbongkar. Setiap ada orang  yang
mendawakan  kenabian  tidak  pernah  ia  dalam nasibnya akan
mendapat sukses secara berarti.
 
Datang Tulaiha - pemimpin Banu Asad, salah seorang  pahlawan
Arab  dalam  perang  dan yang berkuasa di Najd - mendakwakan
diri, bahwa dia seorang nabi dan rasul,  dan  ia  memperkuat
dakwaannya itu dengan membuat ramalan mengenai sebuah tempat
sumber air, ketika golongannya itu dalam  perjalanan  hampir
mati  kehausan.  Tetapi selama Muhammad masih hidup ia tidak
berani mengadakan "pemberontakan"  dan  baru  ia  mengadakan
pemberontakan    itu   setelah   Rasulullah   berpulang   ke
rahmatullah.   Pembangkangan   Tulaiha   ini   oleh   Khalid
bin-'l-Walid  dihancurkan  dan  dia  sendiri kembali lagi ke
pihak Muslimin dan menjadi orang Islam yang baik.
 
Juga Musailima, juga Aswad al-'Ansi, yang selama hidup Nabi,
tidak  lebih  baik  daripada  nasib  Tulaiha.  Musailima ini
pernah mengirim surat kepada Nabi  dengan  mengatakan  bahwa
dia  nabi,  dan "Separoh bumi ini buat kami dan yang separoh
lagi buat Quraisy; tapi Quraisy adalah golongan  yang  tidak
suka berlaku adil."
 
Setelah  surat  itu  dibaca kedua orang utusan Musailima itu
oleh Nabi ditatapnya, dan  hendak  memberikan  kesan  kepada
mereka,  bahwa  Nabi  akan  menyuruh  supaya mereka dibunuh,
kalau tidak karena memang adanya ketentuan bahwa para utusan
harus  dijamin  keselamatannya. Kemudian Nabi membalas surat
Musailima  dengan  mengatakan  ia  sudah  mendengarkan   isi
suratnya dengan segala kebohongannya itu, dan bahwa bumi ini
kepunyaan Allah yang akan  diwarisi  oleh  hamba-hamba  yang
berbuat   kebaikan.  Dan  salam  bagi  orang  yang  mengikut
bimbingan yang benar.
 
Adapun Aswad  al-'Ansi  -  penguasa  Yaman  sesudah  Bad-han
meninggal  -  orang  ini  mendakwakan sebagai ahli sihir dan
mengajak orang dengan sembunyi-sembunyi. Karena sudah merasa
dirinya  sebagai  orang  penting  di  daerah  selatan, wakil
Muhammad yang di Yaman diusirnya,  dan  dia  pergi  lagi  ke
Najran,  anak Bad-han di sana dibunuhnya, isterinya dikawini
dan   singgasana   diwarisinya.   Ia   hendak    menyebarkan
pengaruhnya  di  kawasan  itu.  Tapi bahaya ini tidak banyak
mempengaruhi pikiran Muhammad. Dalam hal ini tidak lebih  ia
hanya  mengutus  orang  kepada  wakilnya1  di  Yaman  dengan
perintah supaya Aswad dikepung  atau  dibunuh.  Sekali  lagi
kaum  Muslimin  di  Yaman  berhasil  memalcsa Aswad, dan dia
sendiri mati dibunuh isterinya sendiri sebagai balasan  atas
dibunuhnya anak Bad-han suaminya yang dulu.
 
                            ***

Sekembalinya   dari  ibadah  haji  perpisahan,  pikiran  dan
perhatian Muhammad tertuju ke  bagian  utara,  sebab  daerah
selatan sudah tidak perlu dikuatirkan lagi. Sebenarnya sejak
terjadinya ekspedisi  Mu'ta,  dan  Muslimin  kembali  dengan
membawa  rampasan  perang dan sudah merasa puas pula melihat
kepandaian Khalid bin'l-Walid  menarik  pasukan,  sejak  itu
pula    Muhammad    sudah   memperhitungkan   pihak   Rumawi
matang-matang.  Ia   berpendapat   kedudukan   Muslimin   di
perbatasan  Syam  itu  perlu sekali diperkuat, supaya mereka
yang dulu pernah keluar dan jazirah ini ke Palestina,  tidak
kembali  lagi  menghasut  perang  dan  mengerahkan  penduduk
daerah itu. Oleh karena itu ia menyiapkan pasukan  perangnya
yang cukup besar, seperti persiapannya yang dulu, tatkala ia
mengetahui rencana Rumawi hendak menyerbu perbatasan jazirah
itu  dan  dia sendiri yang memimpin pasukan sampai di Tabuk.
Tetapi waktu  itu  pihak  Rumawi  sudah  menarik  pasukannya
sampai  ke  perbatasan  dalam  negeri  dan  ke dalam benteng
mereka sendiri. Sungguh pun begitu daerah  utara  ini  harus
tetap  diperhitungkan,  kalau-kalau kenangan lama - di bawah
lindungan Kristen dan pihak yang merasa  berkuasa  di  bawah
Imperium  Rumawi  waktu  itu  -  akan  bangkit  kembali  dan
mengumumkan perang kepada  pihak  yang  pernah  mengeluarkan
orang-orang Nasrani di Najran dan di luar Najran di bilangan
Semenanjung Arab itu.

Oleh karena itu, selesai ibadah haji  perpisahan  di  Mekah,
belum  lama  lagi  kaum  Muslimin  tinggal  di Medinah, Nabi
mengeluarkan perintah supaya menyiapkan sebuah pasukan besar
ke  daerah  Syam,  dengan  menyertakan  kaum  Muhajirin yang
mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar. Pasukan ini  dipimpin
oleh  Usama  b.  Zaid b. Halitha. Usia Usama waktu itu masih
muda sekali, belum melampaui  duapuluh  tahun.  Kalau  tidak
karena   terbawa   oleh   kepercayaan   yang   teguh  kepada
Rasulullah, pimpinan Usama atas orang-orang yang sudah lebih
dahulu  dan  atas kaum Muhajirin serta sahabat-sahabat besar
itu,  tentu   akan   sangat   mengejutkan   mereka.   Tetapi
ditunjuknya  Usama  b.  Zaid  oleh  Nabi  dimaksudkan  untuk
menempati tempat ayahnya yang sudah gugur dalam  pertempuran
di  Mu'ta dulu, dan akan menjadi kemenangan yang dibanggakan
sebagai  balasan  atas  gugurnya  ayahnya  itu,  di  samping
semangat  yang  akan  timbul  dalam iiwa pemuda-pemuda, juga
untuk  mendidik  mereka  membiasakan  diri   memikul   beban
tanggungjawab yang besar dan berat.

Muhammad   memerintahkan  kepada  Usama  supaya  menjejakkan
kudanya di perbatasan  Balqa'  dengan  Darum  di  Palestina,
tidak  jauh  dari  Mu'ta  tempat  ayahnya dulu terbunuh, dan
supaya menyerang musuh Tuhan  itu  pada  pagi  buta,  dengan
serangan  yang gencar, dan menghujani mereka dengan api. Hal
ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum  berita  sampai
lebih   dulu  kepada  musuh.  Apabila  Tuhan  sudah  memberi
kemenangan, tidak usah  lama-lama  tinggal  di  tempat  itu.
Dengan  membawa  hasil  dan  kemenangan  itu ia harus segera
kembali.

Sekarang Usama dan pasukannya berangkat ke Jurf (tidak  jauh
dari  Medinah). Mereka mengadakan persiapan hendak berangkat
ke Palestina. Tetapi, dalam pada mereka  sedang bersiap-siap
itu  tiba-tiba  Rasulullah  jatuh  sakit, dan sakitnya makin
keras juga, sehingga akhirnya tidak jadi mereka berangkat.
 
Bisa jadi orang akan bertanya: Bagaimana sebuah pasukan yang
persiapan    dan    keberangkatannya    diperintahkan   oleh
Rasulullah, tidak  jadi  berangkat  karena  dia  sakit?  Ya,
Perjalanan  pasukan  ke Syam yang akan mengarungi sahara dan
daerah tandus selama berhari-hari itu bukan soal ringan, dan
tidak  pula  mudah  buat  kaum  Muslimin  - dengan Nabi yang
sangat mereka  cintai  melebihi  cinta  mereka  kepada  diri
sendiri  -  akan  meninggaIkan  Medinah  sedang  Nabi  dalam
keadaan  sakit,  dan  yang  sudah  mereka  sadari  pula  apa
sebenarnya dibalik sakitnya itu. Ditambah lagi mereka memang
belum pernah melihat Nabi mengeluh karena  sesuatu  penyakit
yang  berarti.  Penyakit yang pernah dideritanya tidak lebih
dari kehilangan nafsu makan  yang  pernah  dialaminya  dalam
tahun keenam Hijrah, tatkala ada tersiar berita bohong bahwa
ia telah disihir oleh orang-orang Yahudi, dan satu  penyakit
lagi yang pernah dideritanya sehingga karenanya ia berbekam,
yaitu setelah termakan daging beracun  dalam  tahun  ketujuh
Hijrah.  Cara hidupnya dan ajaran-ajarannya memang jauh dari
gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat  yang  akan  timbul
karenanya.  Dalam membatasi diri dalam makanan, dan makannya
yang hanya sedikit; kesederhanaannya  dalam  berpakaian  dan
cara  hidup;  kebersihannya  yang  dipeliharanya  luar biasa
dengan mengharuskan  wudu  yang  sangat  disukainya,  sampai
pernah   ia   berkata:   kalau   tidak  karena  kuatir  akan
memberatkan orang ia ingin mewajibkan penggunaan siwak2 lima
kali  sehari,  -  kegiatannya  yang  tiada  pernah berhenti,
kegiatan beribadat dari satu  segi  dan  kegiatan  olah-raga
dari  segi  lain,  kesederhanaan  dalam segalanya - terutama
dalam kesenangan; keluhurannya yang jauh  dari  segala  hawa
nafsu,   dengan  jiwa  yang  begitu  tinggi  tiada  taranya;
komunikasinya  dengan  kehidupan  dan  dengan  alam   dalam
bentuknya yang sangat cemerlang, dan tiada putusnya, - semua
itu menjauhkan dirinya dari penyakit  dan  dapat  memelihara
kesehatan. Bentuk tubuh yang sempurna tiada cacat, perawakan
yang tegap kuat, seperti halnya dengan Muhammad,  akan  jauh
selalu dari penyakit.
 
Jadi  kalau  sekarang  ia  jatuh sakit, wajar sekali menjadi
kekuatiran    sahabat-sahabat    dan    orang-orang     yang
mencintainya.
 
Wajar  sekali  mereka  merasa  kuatir,  menyatakan betapa ia
pernah mengalami kesulitan  dan  penderitaan  hidup  selarna
duapuluh   tahun  terus-menerus.  Sejak  ia  terang-terangan
berdakwah di Mekah mengajak orang menyembah Allah Yang tiada
bersekutu   dan   meninggalkan  semua  berhala  yang  pernah
disembah  nenek-moyang  mereka,  ia  sudah  mengalami  pahit
getirnya  penderitaan-penderitaan yang sungguh menekan jiwa,
sehingga ia terpisah dari sahabat-sahabatnya  yang  kemudian
disuruhnya hijrah ke Abisinia, dan dia sendiri yang terpaksa
berlindung  di  celah-celah  gunung  tatkala  pihak  Quraisy
mengumumkan  pemboikotannya. Juga ketika ia berangkat hijrah
dari Mekah ke Medinah - setelah Ikrar  'Aqaba  -  ia  hijrah
dalam  keadaan  yang  gawat  dan sangat berbahaya, ia hijrah
tanpa ia ketahui lagi apa yang akan terjadi terhadap dirinya
di  Medinah  kelak.  Pada  tahun-tahun pertama ia tinggal di
sana, ia  telah  menjadi  sasaran  kongkalikong  dan  intrik
orang-orang Yahudi.
 
Kemudian,  dengan  adanya pertolongan Tuhan orang di seluruh
jazirah itu datang berbondong-bondong  menerima  agama  ini,
tugas  dan  pekerjaannya telah bertambah jadi berlipat ganda
banyaknya dan untuk penjagaannya  sangat  memerlukan  tenaga
dan  daya  upaya  yang  sungguh berat. Begitu juga Nabi a.s.
telah menghadapi sendiri beberapa  peperangan  yang  sungguh
dahsyat  dan  mengerikan  sekali.  Mana pula saat yang lebih
mengerikan daripada peristiwa  Uhud,  ketika  kaum  Muslimin
dalam  keadaan  kucar-kacir,  ia  berJalan  mendaki  gunung,
dengan terus-menerus  secara  ketat  diintai  oleh  Quraisy,
dihujani  serangan sehingga gigi gerahamnya pecah! Mana pula
saat yang lebih dahsyat kiranya daripada  peristiwa  Hunain,
ketika  kaum Muslimin dalam pagi buta itu kembali mundur dan
lari tunggang-langgang, sehingga kata Abu Sufyan: Hanya laut
saja  yang akan menghentikan mereka. Sedang Muhammad berdiri
tegak,  tidak  beranjak  surut  dari  tempatnya,  seraya  ia
berseru  kepada  kaum-Muslimin:  Mau  ke  mana, mau ke mana!
Kemarilah kemari! Kemudian mereka  kembali  sampai  mendapat
kemenangan.  Tugas  risalah! Tugas wahyu! Dan itu daya upaya
rohani  yang  sungguh  meletihkan  dalam   komunikasi   yang
terus-menerus dengan rahasia alam nurani dan alam Ilahi. Itu
daya upaya, yang oleh karenanya pernah  diceritakan  tentang
Nabi  yang  berkata,  "Suruh Hud dan yang semacamnya membuat
aku jadi tua."3
 
                                           		Next >>>

         
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
  Penerbit PUSTAKA JAYA
  Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
  Cetakan Kelima, 1980
  Seri PUSTAKA ISLAM No.1