Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index ]

BAGIAN KEDUAPULUH: 

'UMRAT'L-QADZA1

Muslimin berangkat ke Mekah - 476; Quraisy menyingkir dari Mekah - 477; Muslimin di depan Ka'bah - 477; Bertawaf di Ka'bah - 478; Tiga hari di Mekah - 479; Perkawinan Nabi dengan Maimunah - 480; Muslimin ke Medinah - 481; Islamnya Khalid bin'l-Walid - 482; Islamnya 'Amr bin'l-Ash dan 'Uthman b. Talha - 483.

	
	
	SETELAH  berjalan  setahun  sejak  berlakunya  isi  perjanjian
	Hudaibiya  Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya sudah bebas dapat
	melaksanakan isi perjanjian  dengan  pihak  Quraisy  itu  guna
	memasuki  Mekah  dan  berziarah  ke  Ka'bah.  Atas  dasar  itu
	Muhammad  lalu  memanggil  orang   agar   bersiap-siap   untuk
	berangkat  melakukan  'umrat'l-qadza,  (umrah  pengganti) yang
	sebelum itu telah teralang.
 
	Dengan mudah  orang  sudah  dapat  memperkirakan  betapa  kaum
	Muslimin  menyambut  panggilan  itu.  Ada diantara mereka kaum
	Muhajirin yang sudah  tujuh  tahun  meninggalkan  Mekah,  kaum
	Anshar  yang  sudah  memang punya hubungan dagang dengan Mekah
	dan sudah  rindu  sekali  hendak  berziarah  ke  Ka'bah.  Oleh
	karenanya anggota rombongan itu telah bertambah sampai duaribu
	orang dari 1400 orang pada tahun yang lalu. Sesuai dengan  isi
	perjanjian  Hudaibiya tidak seorang pun dari mereka dibolehkan
	membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi Muhammad masih
	selalu kuatir akan adanya pengkhianatan. Seratus orang pasukan
	berkuda  di  bawah  komando  Muhammad  bin  Maslama  disiapkan
	berangkat  lebih dulu dengan ketentuan jangan melampaui Mekah,
	dan bila sampai di Marr'z-Zahran  supaya  mereka  menyusur  ke
	sebuah wadi tidak jauh dari sana.
 
	Ternak  kurban itu digiring oleh kaum Muslimin didepan mereka,
	terdiri dari enampuluh  ekor  unta,  didahului  oleh  Muhammad
	diatas  untanya  sendiri  al-Qashwa'.  Mereka  berangkat  dari
	Medinah dengan hati  yang  damba  hendak  memasuki  Umm'l-Qura
	(Mekah)  dan  bertawaf di Baitullah. Setiap Muhajirin menunggu
	ingin melihat daerah tempat ia dilahirkan, ingin melihat rumah
	tempat  ia dibesarkan, teman-teman yang ditinggalkan. Ia ingin
	menghirup udara harum tanah airnya yang suci itu, dengan penuh
	rasa  hormat  dan syahdu' ingin menyentuh bumi daerah suci dan
	kudus yang penuh berkah itu, yang telah melahirkan Rasul,  dan
	tempat wahyu pertama kali diturunkan.
 
	Orang  akan  dapat  membayangkan  suasana kemeriahan yang baru
	satu-satunya terjadi itu, yang bergerak karena di dorong  oleh
	rasa iman, terbawa oleh Rumah yang oleh Allah dijadikan tempat
	manusia berkumpul dan tempat yang aman.  Dengan  mata  hatinya
	orang  akan  melihat  betapa  besarnya rasa kegembiraan mereka
	itu.  Orang-orang  yang   sudah   pernah   dirintangi   hendak
	menunaikan   kewajiban   suci   itu   berangkat  dengan  penuh
	kegembiraan, akan memasuki Mekah dalam  keadaan  aman,  dengan
	bercukur kepala atau bergunting tanpa merasa takut lagi.

	Bilamana  Quraisy  sudah  mengetahui  kedatangan  Muhammad dan
	sahabat-sahabatnya, mereka segera keluar  dari  Mekah,  sesuai
	dengan bunyi persetujuan Hudaibiya. Mereka pergi kebukit-bukit
	berdekatan dan di tempat itu mereka memasang  kemah  dan  yang
	lain  ada  pula  yang berteduh di bawah-bawah pohon. Dari atas
	bukit Abu Qubais dan dari atas Hira, atau  dari  semua  tempat
	ketinggian  yang dapat melihat ke Mekah, orang-orang Mekah itu
	menjenguk, dengan mata ingin tahu, ingin  melihat  orang  yang
	dengan  kawan-kawannya  itu  dulu  terusir, ketika mereka kini
	datang  memasuki  Rumah  Suci,  tanpa  ada  lagi  pihak   yang
	mengalangi.

	Sekarang  kaum  Muslimin  sudah mulai menyusur dari arah utara
	Mekah. Abdullah b. Rawaha  ketika  itu  memegang  tali  keluan
	al-Qashwa'  sedang  sahabat-sahabat  besar  lainnya  berada di
	sekeliling  Nabi  'alaihissalam.  Barisan  yang  berjalan   di
	belakang  mereka  itu  terdiri  dari orang-orang yang berjalan
	kaki dan yang duduk  di  atas  unta.  Begitu  Rumah  Suci  itu
	terlihat  dihadapan  mereka  serentak  kaum Muslimin itu semua
	bergema dalam satu suara berseru: Labbaika,  labbaika!  dengan
	hati  dan  jiwa  tertuju  semata kepada Allah Yang Maha Agung,
	berkeliling dalam satu lingkaran dengan penuh harap dan hormat
	kepada  Rasul  yang telah diutus Allah dengan membawa petunjuk
	dan  agama  yang  benar,  yang  akan  mengatasi  semua  agama.
	Sebenarnya  ini  adalah  suatu  pemandangan  yang sungguh unik
	dalam sejarah, yang dapat menggetarkan segenap penjuru  tempat
	itu,  dan yang telah dapat menawan hati orang musyrik ke dalam
	Islam, betapa pun kerasnya mereka bertahan pada paganisma.

	Pada pemandangan yang unik itulah mata penduduk Mekah tertaut.
	Sementara  suara  yang  keluar  dari kalbu menggema: Labbaika,
	labbaika! tetap  menembus  telinga  dan  menggetarkan  jantung
	mereka.
 
	Sesampainya    Rasul   di   mesjid   ia   menyelubungkan   dan
	menyandangkan kain jubahnya di badan dengan membiarkan  lengan
	kanan terbuka sambil mengucapkan:
 
	"Allahuma  irham imra'an arahum al-yauma min nafsihi quwatan."
	("Ya Allah, berikanlah rahmat  kepada  orang,  yang  hari  ini
	telah memperlihatkan kemampuan dirinya.")
 
	Kemudian  ia  menyentuh  sudut  hajar  aswad  (batu hitam) dan
	berlari-lari kecil, yang diikuti  oleh  sahabat-sahabat,  juga
	dengan berlari-lari. Setelah menyentuh ar-rukn'l-yamani (sudut
	selatan) ia berjalan biasa sampai menyentuh hajar aswad,  lalu
	berlari-lari  lagi berkeliling sampai tiga kali dan selebihnya
	dengan berjalan biasa.  Setiap  ia  berlari  kedua  ribu  kaum
	Muslimin  itu  juga  ikut berlari-lari, dan setiap ia berjalan
	mereka pun ikut pula berjalan. Dalam pada  itu  pihak  Quraisy
	menyaksikan  semua itu dari atas bukit Abu Qubais. Pemandangan
	ini sangat mempesonakan mereka. Tadinya orang  bicara  tentang
	Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya  itu,  bahwa  mereka  sedang
	berada dalam kesulitan, dalam keadaan susah payah. Tetapi  apa
	yang  mereka lihat sekarang ternyata menghapus segala anggapan
	tentang kelemahan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu.
 
	Karena bersemangatnya dalam  saat  seperti  itu,  Abdullah  b.
	Rawaha  bermaksud  hendak  melontarkan  kata-kata  yang berisi
	teriakan perang ke muka Quraisy. Tetapi segera  dilarang  oleh
	Umar, dan Rasul juga berkata kepadanya:
 
	"Sabarlah, Ibn Rawaha; atau ucapkan  sajalah:  La  ilaha  illa
	Allah    wahdah,    wanashara    abdah    wa'a'azza    jundah,
	wakhadhala'l-ah-zaba wahdah." ("Tiada tuhan selain Allah  Yang
	Tunggal,  Yang  telah menolong hambaNya, memperkuat tentaraNya
	dan menghancurkan Sendiri musuh yang bersekutu.")
 
	Abdullah ibn Rawaha kemudian  mengucapkan  pula  dengan  suara
	keras  yang  kemudian  disambut  oleh kaum Muslimin. Suara itu
	bersahut-sahutan dan berkumandang  ke  tepi-tepi  wadi  dengan
	dahsyat sekali, kedahsyatannya membubung dan menyusup ke dalam
	jantung orang-orang yang sedang berada di  atas  gunung-gunung
	sekitar tempat itu.
 
	Selesai  kaum  Muslimin bertawaf di Ka'bah, Muhammad berpindah
	memimpin mereka ke bukit Shafa dan Marwa yang  di  lalui  dari
	atas  kendaraannya  sebanyak  tujuh kali, seperti halnya orang
	Arab dahulu. Kemudian ternak kurban  itu  disembelih  dan  dia
	bercukur.  Dengan  demikian  selesailah sudah ibadah umrah itu
	dikerjakan.
 
	Keesokan harinya Muhammad memasuki Ka'bah dan  tinggal  disana
	sampai  waktu sembahyang lohor. Pada waktu itu berhala-berhala
	masih banyak memenuhi tempat itu. Tetapi meskipun begitu Bilal
	naik   juga   ke  atap  Ka'bah  lalu  menyerukan  adhan  untuk
	bersembahyang  lohor  di  tempat   tersebut.   Kemudian   Nabi
	bersembahyang dengan bertindak sebagai imam, atas duaribu kaum
	Muslimin di Rumah Suci  itu.  Selama  tujuh  tahun  sebelumnya
	mereka  teralang  melakukan  salat  menurut  pimpinan Islam di
	tempat itu.

	Kaum Muslimin tinggal selama tiga hari di Mekah seperti  sudah
	di  tentukan  dalam  Perjanjian  Hudaibiya,  sesudah  kota itu
	dikosongkan  dari  penduduk.  Selama  tinggal  di  situ   kaum
	Muslimin  tidak mengalami sesuatu gangguan. Kalangan Muhajirin
	menggunakan  kesempatan  menengok   rumah-rumah   mereka   dan
	mengajak  pula  sahabat-sahabatnya  dari  pihak  Anshar  turut
	menengoknya. Seolah mereka semua penduduk kota yang aman  itu.
	Mereka  semua  bertindak  menurut  tuntunan Islam, setiap hari
	menjalankan kewajiban kepada Tuhan dengan melakukan salat  dan
	samasekali   menghilangkan   sikap   tinggi  diri,  yang  kuat
	membimbing yang lemah, yang kaya membantu  yang  miskin.  Nabi
	sendiri  di  tengah-tengah  mereka  sebagai  seorang ayah yang
	penuh cinta dan dicintai. Yang  seorang  di  ajaknya  tertawa,
	yang lain di ajaknya bergurau.
 
	Tetapi semua yang dikatakannya selalu yang sebenarnya.
 
	Dalam pada itu orang-orang Quraisy dan penduduk Mekah lainnya,
	dari tempat-tempat mereka di lereng-lereng  bukit  menyaksikan
	sendiri  pemandangan  yang luarbiasa dalam sejarah itu. Mereka
	melihat orang-orang dengan akhlak yang demikian rupa  -  tidak
	minum  minuman keras, tidak melakukan perbuatan maksiat, tidak
	mudah tergoda oleh  makanan  dan  minuman.  Kehidupan  duniawi
	tidak  sampai  mempengaruhi mereka. Mereka tidak melanggar apa
	yang  dilarang,  mereka  menjalankan  apa  yang  diperintahkan
	Tuhan.  Alangkah  besarnya  pengaruh  yang  ditinggalkan  oleh
	pemandangan demikian itu,  yang  sebenarnya  telah  mengangkat
	martabat umat manusia ke tingkat yang paling tinggi!
 
	Tidak  terlalu  sulit  orang  akan  menilai kiranya bila sudah
	mengetahui,  bahwa  beberapa  bulan  kemudian  Muhammad  telah
	kembali  lagi  dan  dapat  membebaskan  Mekah  dengan kekuatan
	sebanyak 10.000 orang Muslimin.
 
	                             ***
 
	Umm'l-Fadzl isteri Abbas b. Abd'l-Muttalib paman  Nabi,  telah
	mewakili     Maimunah    saudaranya    ketika    perkawinannya
	dilangsungkan.  Maimunah  ketika  itu  berusia  duapuluh  enam
	tahun,  dan dia adalah bibi Khalid bin'l-Walid dari pihak ibu.
	Umm'l-Fadzl meminta Abbas suaminya bertindak mewakilinya dalam
	mengawinkan  saudaranya  itu. Maimunah sendiri setelah melihat
	keadaan umat  Islam  dalam  'umrat'l-qadza'  hatinya  tertarik
	sekali  kepada  Islam.  Kemudian  datang  Abbas  yang meminang
	kemenakannya itu agar ia sudi mengawini Maimunah. Tawaran  ini
	diterima  oleh  Muhammad  dan  diberinya mas kawin sebesar 400
	dirham.
 
	Waktu tiga  hari  yang  sudah  ditentukan  menurut  Perjanjian
	Hudaibiya  telah  berakhir.  Akan  tetapi dengan perkawinannya
	dengan Maimunah  itu  Muhammad  ingin  memperpanjang  waktunya
	supaya  didapat  jalan  lebih  baik  dalam  mengadakan  saling
	pengertian dengan pihak Quraisy.
 
	Akan tetapi pada waktu itu juga dari pihak Quraisy  Suhail  b.
	'Amr  dan  Huwaitib  b.  'Abd'l  'Uzza  datang kepada Muhammad
	dengan mengatakan:
 
	"Waktumu sudah habis; silakan keluar."
 
	"Apa salahnya kalau kamu membiarkan aku  selama  melangsungkan
	perkawinan  berada  di  tengah-tengah  kamu? Kami akan membuat
	jamuan dan  kalian  ikut  hadir,"  demikian  jawaban  Muhammad
	kepada    mereka,    dengan    kesadaran    betapa    dalamnya
	'umrat'l-qadza' itu meninggalkan  kesan  dalam  hati  penduduk
	Mekah, betapa benar hal itu mempesonakan mereka, membuat sikap
	permusuhan mereka jadi reda. Ia mengetahui, bahwa kalau mereka
	mau  memenuhi undangannya untuk perjamuan itu dan dapat saling
	mengadakan dialog, maka dengan mudah pintu Mekah akan  terbuka
	di  hadapannya.  Dan  ini pulalah yang dikuatirkan oleh Suhail
	dan Huwaitib, dan karena itu mereka berkata lagi:
 
	"Kami tidak memer]ukan jamuanmu. Keluar sajalah."
 
	Dengan  tidak  ragu-ragu   Muhammad   pun   mengalah   kepada
	permintaan   mereka   sesuai   dengan  perjanjian  yang  harus
	dilaksanakan. Kepada  segenap  Muslirnin  diumumkan  siap-siap
	meninggalkan  tempat.  Sesudah  itu  ia  pun  berangkat dengan
	diikuti kaum Muslimin.  Ketika  itu  yang  tinggal  ialah  Abu
	Rafi',  bekas budaknya yang kemudian menyusul membawa Maimunah
	ke Sarif2 dan perkawinan dilangsungkan di  sana  Dan  Maimunah
	sebagai  Umm'l-Mu'minin  adalah isteri Nabi yang terakhir yang
	masih hidup limapuluh tahun kemudian sesudah  Nabi  wafat.  Ia
	minta    dikuburkan   di   tempat   Rasulullah   melangsungkan
	perkawinannya.  Salma,  janda  pamannya  Hamzah  dan   saudara
	perempuan  Maimunah  serta  'Ammara (puteri Hamzah) yang masih
	perawan belum kawin, telah menjadi tanggungan Muhammad pula.

	Kaum Muslimin sudah sampai kembali dan sudah menetap  lagi  di
	Medinah.   Dalam   pada   itu   Mullammad   pun   yakin  bahwa
	'umrat'l-qada' itu  telah  meninggalkan  pengaruh  yang  cukup
	besar  dalam  hati Quraisy dan seluruh penduduk Mekah. Juga ia
	yakin  bahwa  sebagai  akibat  semua  itu  akan  timbul   pula
	peristiwa-peristiwa penting yang berjalan cepat sekali.

	Sejarah  telah  membenarkan  perkiraannya. Begitu ia berangkat
	kembali ke Medinah, Khalid  bin'l-Walid  -  Jenderal  Kaveleri
	kebanggaan  Quraisy dan pahlawan perang Uhud itu telah berdiri
	di tengah-tengah sidang masyarakatnya sendiri sambil berkata:
 
	"Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat,
	bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair.
	Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan  semesta  alam  ini.
	Setiap  orang  yang  punya  hati  nurani  berkewajiban menjadi
	pengikutnya."
 
	'Ikrima b. Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar kata-katanya
	itu.
 
	"Khalid,"   kata  'Ikrima  kemudian,  "engkau  telah  bertukar
	agama."3
 
	Selanjutnya terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut:
 
	Khalid   Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti  agama
	Islam.
 
	'Ikrima    Tak  ada  orang  akan  berkata  begitu  di kalangan
	Quraisy selain engkau.
 
	Khalid - Mengapa ?
 
	'Ikrima - Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat  ayahmu
	ketika  ia  dilukai.  Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di
	Badr. Demi Allah, aku tidak akan masuk Islam  dan  tidak  akan
	mengeluarkan  kata-kata  seperti kau itu, Khalid. Engkau tidak
	melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak membunuhnya?
 
	Khalid - Itu hanya semangat  dan  fanatisma  jahiliah.  Tetapi
	sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah
	aku mengikut agama Islam.
 
	Setelah itu Khalid lalu  mengutus  pasukan  berkudanya  kepada
	Nabi menyatakan dirinya masuk Islam dan mengakuinya.
 
	Khalid  menganut  Islam  ini  beritanya  kemudian  sampai juga
	kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.
 
	"Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?" tanya Abu Sufyan.
	Setelah  dijawab  oleh  Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan
	marah-marah seraya katanya:
 
	"Demi Lata dan 'Uzza. Kalau  aku  sudah  mengetahui  apa  yang
	kaukatakan   benar,  niscaya  engkaulah  yang  akan  kuhadapi,
	sebelum aku menghadapi Muhammad."
 
	"Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi."
 
	Terbawa oleh kemarahannya ketika  itu  juga  Abu  Sufyan  maju
	hendak  menyerangnya. Tetapi 'Ikrima yang pada waktu itu turut
	hadir segera bertindak mengalanginya seraya berkata:
 
	"Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau, aku juga  kuatir  kelak
	akan  mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut
	ke  dalam  agamanya.  Kamu   akan   membunuh   Khalid   karena
	pandangannya  itu,  padahal  seluruh Quraisy sependapat dengan
	dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan sebelum  bertemu  tahun
	depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya."

	Sekarang  Khalid sudah pergi meninggalkan Mekah ke Medinah. Ia
	menggabungkan diri ke dalam barisan Muslimin
 
	Sesudah Khalid, ikut pula 'Amr bin'l-'Ash dan 'Uthman b. Talha
	penjaga  Ka'bah,  masuk  Islam. Dengan masuknya mereka kedalam
	agama Islam,  maka  banyak  pula  penduduk  Mekah  yang  turut
	menjadi  pengikut  agama  ini. Dengan demikian kedudukan Islam
	makin menjadi kuat, dan terbukanya pintu Mekah  buat  Muhammad
	sudah tidak diragukan lagi.
 
	Catatan kaki:
	   
	 1 Umra berarti ziarah ke Mesjid Suci dengan
	   syarat-syarat tertentu. (N) dalam melakukan ibadah
	   "haji kecil" yang berbeda dengan ibadah haji yang
	   biasa, tidak mesti dilakukan dalam waktu khusus selama
	   dalam setahun. 'Umrat'l-Qadziya, kata qadza dapat
	   diartikan pengganti yakni pengganti umrah yang tidak
	   jadi dilaksanakan karena dirintangi oleh pihak Quraisy
	   di Hudaibiya, atau dengan arti penunaian yaitu
	   menunaikan isi perjanjian Hudaibiya, bahwa Ibadah itu
	   dapat dilakukan pada tahun berikutnya setelah
	   berlakunya perjanjian. Lepas dari pengertian fikih
	   dalam terjemahan ini dipakai arti yang pertama. (A).
	   
	 2 Sarif sebuah tempat di dekat Mekah, yang didalam
	   memperkirakan jaraknya masih terdapat perbedaan
	   pendapat antara 6 dan 12 mil.
	   
	 3 Bertukar agama (apostasi), shaba'a, harfiah berarti
	   berputar ke, pindah dari, suatu agama kepada agama lain
	   (N). Maksudnya berbalik menganut agama Islam. Menurut
	   LA masih seakar dengan Sabianisma (lihat halaman 33),
	   suatu tuduhan yang populer di kalangan Quraisy (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1