Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: 

IBADAH HAJI PERPISAHAN  

Muhammad dan Ahli Kitab - 594; Kedudukannya di kalangan orang-orang Nasrani - 596; Keramahannya terhadap mereka - 599; Islam membedakan paganisma dengan Ahli Kitab - 598; Mengalirnya perutusan - 600; Kesatuan Arab di bawah Islam - 600; Islamnya Ahli Kitab - 601; Perutusan terakhir ke Medinah - 601; Persiapan Nabi naik haji - 601; Perjalanan kaum Muslimin ke Haji - 602; Ihram dan Talbiah - 602; Melepaskan Umrah - 603; Ali kembali dari Yaman - 604; Menjalankan manasik haji - 606; Khotbah 'Arafat - 606; "Hari ini Kusempurnakan agamamu." - 610;

	      
	SEJAK Ali b. Abi Talib membacakan awal  Surah  Bara'ah  kepada
	orang-orang  yang  pergi  haji,  yang terdiri dari orang-orang
	Islam dan musyrik, waktu Abu Bakr memimpin  jemaah  haji,  dan
	sejak  ia  mengumumkan  kepada  mereka  atas perintah Muhammad
	waktu mereka berkumpul di Mina, bahwa orang kafir  tidak  akan
	masuk  surga,  dan sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh
	lagi naik haji, tidak boleh lagi  bertawaf  di  Ka'bah  dengan
	telanjang,  dan  barangsiapa  terikat  oleh  suatu  perjanjian
	dengan  Rasulullah  s.a.w.  itu  tetap  berlaku  sampai   pada
	waktunya - sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah
	Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada  tempat
	untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka
	melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan
	RasulNya.  Hal  ini  akan berlaku buat penduduk daerah selatan
	jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hadzramaut;  sebab  buat  daerah
	Hijaz  dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam
	dan bernaung di  bawah  bendera  agama  baru  ini.  Di  bagian
	selatan   itu   sebenarnya   masih   terbagi  antara  penganut
	paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi  orang-orang  pagan
	ini  kemudian  menerima juga, seperti yang sudah kita lihat di
	atas. Secara berbondong bondong  mereka  masuk  Islam,  mereka
	mengirim  utusan  ke  Medinah,  dan  Nabi pun menyambut mereka
	dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat  mereka  lebih
	gembira  lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke
	daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini  membuat  mereka
	lebih cinta lagi kepada agama baru ini.
 
	Mengenai  Ahli  Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan
	Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh  Ali  dari  Surah
	At-Taubah demikian bunyinya:
 
	"Perangilah  orang-orang  yang  tidak beriman kepada Allah dan
	Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan
	oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama
	yang benar, yaitu orang-orang yang  sudah  mendapat  Al-Kitab,
	sampai  mereka  membayar.  jizya  dengan  patuh  dalam keadaan
	tunduk."1 sampai kepada firman Tuhan:
 
	"Orang-orang  beriman!  Banyak   sekali   para   pendeta   dan
	rahib-rahib  memakan  harta  orang dengan jalan yang batil dan
	mereka merintangi orang dari  jalan  Allah.  Dan  mereka  yang
	menimbun  emas  dan  perak  dan  tidak menafkahkannya di jalan
	Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa  yang  pedih.
	Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu
	dahi mereka,  lambung  mereka  dan  punggung  mereka  dibakar.
	'Inilah  harta  bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri.
	Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun  itu."
	(Qur'an, 9: 34 - 35)
 
	Menghadapi  ayat-ayat  Surah  At-Taubah  sebagai wahyu penutup
	dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang  bertanya-tanya
	dalam  hati:  apakah  perintah  Muhanmnmad 'a.s. mengenai Ahli
	Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru  ia
	membawa  ajarannya? Beberapa Orientalis lalu berpendapat bahwa
	ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli  Kitab  dan  orang-orang
	musyrik  dalam kedudukan yang hampir sama; dan bahwa Muhammad,
	yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh  jazirah,
	setelah  meminta  bantuan  pihak  Yahudi  dan  Nasrani, dengan
	menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu,  bahwa  ia
	datang  membawa  agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul Iain
	yang sudah lebih dulu,  telah  mengarahkan  sasarannya  kepada
	orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan
	permusuhan. Mereka tetap bersikap  demikian,  sampai  akhirnya
	mereka  diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil
	mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat
	iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:
 
	"Pasti  akan  kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi
	mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi  dan  orang-orang
	musyrik dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab
	bersahabat  dengan  mereka  yang  beriman  ialah  mereka  yang
	berkata:  'Kami  ini  orang-orang  Nasrani.'  Sebab,  diantara
	mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan  mereka  itu
	tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)

	Nah,  sekarang  ia mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani,
	sama  seperti  yang  dulu  ditujukan  kepada   pihak   Yahudi.
	Orang-orang  Nasrani  digolongkan  kedalam  mereka  yang tidak
	percaya kepada Tuhan dan kepada Hari  Kemudian.  Ia  melakukan
	hal  itu  setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada
	pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke
	Abisinia  di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula
	Muhammad menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani
	lainnya  dengan  menjamin  agama  mereka  dan  segala  upacara
	keagamaan yang mereka lakukan. Lalu  golongan  Orientalis  itu
	berpendapat  bahwa  sikap  kontradiksi  dalam  siasat Muhammad
	inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak  Muslimin
	dengan  Nasrani  itu  jadi  berlarut-larut, dan bahwa dia pula
	yang membuat saling pendekatan antara pengikut-pengikut  Yesus
	dengan  pengikut-pengikut  Muhammad  jadi  tidak begitu mudah,
	kalau pun tidak akan dikatakan mustahil.
 
	Mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat
	orang  bahwa  itu  ada  juga  benarnya, atau pun dapat memikat
	orang  sampai  mempercayainya.  Akan  tetapi  bila  orang  mau
	mengikuti  jalur  sejarah  mau  menelitinya  sehubungan dengan
	masalah-masalah  dan  sebab-sebab  turunnya   ayat-ayat   itu,
	samasekali  orang  tidak  perlu  sangsi tentang kesatuan sikap
	Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari
	permulaan  risalah  itu  sampai  akhirnya. Almasih anak Mariam
	ialah  Hamba  Allah  yang  diberiNya  kitab,  dijadikanNya  ia
	seorang nabi, dijadikannya ia orang yang beroleh berkah dimana
	pun  ia  berada!  diperintahkanNya  ia  melakukan  sembahyang,
	mengeluarkan  zakat  selama  ia masih hidup. Itulah yang telah
	diturunkan oleh Qu'ran sejak  dari  permulaan  risalah  sampai
	akhirnya.  Allah  cuma Satu. Allah itu Abadi dan Mutlak. Tidak
	beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa  pun  yang
	meyerupaiNya.  Itulah  jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah
	pertama, dan itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.
 
	Orang-orang  Nasrani  Najran  pernah  mendatangi  Nabi  hendak
	mengajaknya  berdebat  tentang  Tuhan dan tentang kenabian Isa
	terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun.  Mereka
	bertanya kepada Muhammad:
 
	"Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa bapanya?"
 
	Untuk itu datang firman Allah:
 
	"Hal  seperti  terhadap  Adam; dijadikanNya ia dari tanah lalu
	dikatakan: 'jadilah,' maka jadilah ia. Kebenaran itu datangnya
	hanya   dari   Tuhan.  Jangan  kau  jadi  orang  yang  sangsi.
	Barangsiapa  mengajak  engkau  berdebat  tentang  Dia  setelah
	engkau mendapat pengetahuan, katakanlah: 'Marilah kita panggil
	anak-anak kami dan  anak-anak  kamu,  wanita-wanita  kami  dan
	wanita-wanita  kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian
	kita berdoa supaya laknat Tuhan  itu  ditimpakan  kepada  yang
	berdusta.'  Inilah  kisah kisah sebenarnya: tiada tuhan selain
	Allah. Dan Allah sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana.  Kalau  pun
	mereka  menyimpang juga, Tuhan jua yang mengetahui mereka yang
	berbuat bencana. Katakanlah: 'Orang-orang Ahli Kitab!  Marilah
	kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu;
	bahwa tak ada yang akan kita sembah selain  Allah,  dan  bahwa
	kita  takkan mempersekutukanNya dengan apa pun, dan tidak pula
	antara kita akan saling mempertuhan  satu  sama  lain,  selain
	daripada   Allah.'   Tetapi   kalau  mereka  menyimpang  juga,
	katakanlah:   'Saksikanlah,   bahwa   kami   ini   orang-orang
	Muslimin." (Qur'an, 3: 59 - 64)
 
	Percakapan  dalam surah ini, Surah Keluarga 'Imran dengan gaya
	bahasa yang luarbiasa, ditujukan kepada  Ahli  Kitab,  menegur
	mereka  mengapa  mereka  merintangi  orang  beriman dari jalan
	Allah dan mengapa mereka  mengingkari  ayat-ayat  yang  datang
	dari  Tuhan,  padahal ayat-ayat itu juga yang dibawa oleh Isa,
	oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu diubah-ubah dan
	sebelum  diartikan  menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan
	dengan kehidupan duniawi dengan  kesenangan  yang  penuh  tipu
	daya.  Banyak  lagi  surah-surah lain, yang dalam kata-katanya
	ditujukan seperti yang terdapat dalam  surah  Keluarga  'Imran
	itu. Dalam Surah al-Ma'idah (5) Tuhan berfirman:
 
	"Sebenarnya   mereka   telah  melakukan  penyhinaan  (terhadap
	Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa  Allah  satu  dari  tiga
	dalam trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila
	tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti  mereka
	yang  telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan yang
	amat pedih. Tidakkah mereka mau  bertaubat  kepada  Tuhan  dan
	meminta  ampun. Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya
	Almasih putera Mariam itu  hanya  seorang  rasul,  dan  ibunya
	adalah  wanita yang tulus dan jujur, keduanya memakan makanan.
	Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan  ayat-ayat  itu  kepada
	mereka,    lalu   perhatikanlah,   bagaimana   mereka   sampai
	dipalingkan?" (Qur'an,5:73 - 75)
 
	Kemudian dalam Surah al-Ma'idah itu juga Tuhan berfirman:
 
	"Dan  ingat  ketika  Allah  berkata:  'Hai  Isa  anak  Mariam!
	engkaukah yang mengatakan kepada orang: Allah mengangkatku dan
	ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?' Ia menjawab: 'Maha Suci
	Engkau,  tidak  akan  aku mengatakan yang bukan menjadi hakku.
	Kalau pun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya.
	Engkau  mengetahui  apa  yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak
	mengetahui apa yang ada didalam DiriMu." (Qur'an, 5: 116)
 
	sampai pada ayat-ayat selanjutnya seperti sudah kita  nukilkan
	dalam   pengantar  buku  ini.  Salah  satu  ayat  dalam  Surah
	al-Ma'idah inilah yang oleh  penulis-penulis  sejarah  Kristen
	dipersoalkan  dan  dijadikannya  alasan  tentang  perkembangan
	sikap Muhammad  terhadap  mereka  sesuai  dengan  perkembangan
	politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman:
 
	"Pasti  akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi
	mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi  dan  orang-orang
	musyrik;  dan  pasti  akan  kaudapati  orang-orang yang paling
	akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka  yang
	berkata:  'Kami  ini  orang-orang  Nasrani.'  Sebab,  diantara
	mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan  mereka  itu
	tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)
 
	Sebaliknya,  ayat-ayat  yang terdapat dalam Surah Bara'ah (9)
	yang  juga  bicara  tentang  Ahli  Kitab   sekali-kali   tidak
	membicarakan  kepercayaan  mereka mengenai Almasih anak Mariam
	itu.   Ayat-ayat   itu   bicara   tentang   kelakukan   mereka
	mempersekutukan  Tuhan,  makan  harta  orang  secara tidak sah
	serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab
	itu  sudah  keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa
	yang dilarang oleh Tuhan dan melakukan  perbuatan  orang  yang
	tidak  beriman  kepada Tuhan dan Hari Kemudian. Tetapi sungguh
	pun demikian - lepas dari semua itu - keimanan  mereka  kepada
	Tuhan   sudah   menjadi   jembatan  buat  mereka  untuk  tidak
	dipersamakan dengan orang-orang pagan. Buat mereka yang  masih
	gigih  mau  menjadikan Tuhan satu dari tiga dalam trinitas dan
	mau  menghalalkan  apa  yang  dilarang  Tuhan,  cukup   dengan
	membayar jizya dengan taat dan patuh.

	Seruan  yang  telah  disampaikan  oleh  Ali  tatkala  Abu Bakr
	memimpin  jamaah  haji  itu  merupakan  puncak  dari  masuknya
	penduduk   jazirah   bagian   selatan   kedalam  Islam  secara
	berbondong-bondong. Utusan-utusan  itu  secara  berturut-turut
	telah   datang  ke  Medinah  seperti  sudah  kita  sebutkan  -
	diantaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan  dari  Ahli
	Kitab.  Nabi  memberi  hormat  secukupnya kepada setiap utusan
	yang datang dan para amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan
	mereka  dengan  cara  terhormat  sekali.  Hal  ini  sudah kita
	sebutkan dalam  bagian  yang  lalu.  Asy'ath  b.  Qais  dengan
	memimpin  80  orang  dari  Kinda  dengan  berkendaraan, mereka
	datang  kepada  Nabi  dalam  mesjid,  dengan  berhias  rambut,
	bercelak   mata,   mengenakan   jubah   yang  indah-indah  dan
	berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata:
 
	"Bukankah kamu sudah menjadi Islam?"
 
	"Ya," jawab mereka.
 
	"Buat apa kamu mengenakan sutera  ini  di  leher?"  kata  Nabi
	lagi.
 
	Mereka lalu melepaskan sutera itu.
 
	"Rasulullah,"  kata  Asy'ath  kemudian,  "kami  dari  Keluarga
	Akil'l-Murar2 dan tuan juga dari keturunan Akil'l-Murar."
 
	Mendengar itu Nabi tersenyum.  Ia  teringat  pada  'Abbas  bin
	'Abd'l-Muttalib dan Rabi'a bin'l-Harith
 
	Bersama dengan Asy'ath itu juga datang Wa'il b. Hujr al-Kindi,
	seorang amir dari daerah pantai  di  Hadzramaut.  Ia  kemudian
	masuk   Islam.  Nabi  mengakui  daerah  kekuasaannya  itu  dan
	dimintanya ia memungut 'usyr dari  penduduk  untuk  diserahkan
	kepada pemungut-pemungut pajak yang sudah ditunjuk oleh Rasul.
	Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu'awiya b. Abi Sufyan  menemani
	Wa'il  ke negerinya. Tetapi Wa'il tidak mau sekendaraan dengan
	dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekedar
	dapat  menahan  panasnya  musim,  cukup  dengan membiarkan dia
	berjalan di bawah naungan untanya. Meskipun  ini  bertentangan
	dengan  ajaran  Islam yang mengajarkan persamaan antara sesama
	kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudara, namun Mu'awiya
	menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa'il dan golongannya.

	Setelah  Islam  tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu'adh
	(b. Jabal) ke daerah itu  untuk  memberikan  pelajaran  kepada
	penduduk  serta  untuk  memperdalam hukum Islam, dengan pesan:
	"Permudahlah dan  jangan  dipersulit.  Gembirakan  dan  jangan
	ditakut-takuti. Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab
	yang akan bertanya kepadamu: 'Apa kunci surga?' Maka jawablah:
	'Suatu  kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah Yang tiada
	bersekutu."
 
	Mu'adh pun berangkat, disertai beberapa  orang  dari  kalangan
	Muslimin  yang  mula-mula  dan  yang  bertugas mengurus 'usyr,
	serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan
	perintah Tuhan dan Rasul.
 
	Dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan jazirah itu - dari
	timur sampai ke barat, dari utara sampai  ke  selatan  -  maka
	seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji,
	yaitu panji Muhammad Rasulullah s.a.w. dan berada  dalam  satu
	agama yaitu Islam, jantung mereka pun hanya satu pula arahnya,
	yaitu menyembah Allah Yang Tunggal tiada bersekutu.

	Sebelum duapuluh tahun yang lalu, kabilah-kabilah  itu  saling
	bermusuhan,  satu sama lain serang menyerang dalam peperangan,
	setiap  ada  kesempatan.  Tetapi  dengan  penggabungan  mereka
	dibawah  panji  Islam  ini;  mereka  telah menjadi bersih dari
	segala  noda  paganisma,   mereka   hidup   tenteram   dibawah
	undang-undang   Tuhan   Yang   Maha   Kuasa.  Dengan  demikian
	permusuhan di kalangan penduduk itu sudah tak ada lagi. Perang
	dan  permusuhan  sudah  tidak punya tempat. Sudah tak ada lagi
	orang  yang  akan  menghunus  pedang,  kecuali   jika   hendak
	mempertahankan  tanah  air,  membela agama Allah dari serangan
	pihak lain.

	Akan tetapi masih ada sekelompok  orang-orang  Nasrani  Najran
	yang  masih  berpegang  pada agama mereka, yang berbeda dengan
	sebagian besar masyarakat mereka sendiri,  yaitu  Banu  Harith
	yang  sudah  lebih  dahulu masuk Islam. Kepada mereka ini Nabi
	mengutus Khalid bin'l-Walid  mengajak  mereka  menganut  Islam
	supaya  terhindar  dari  serbuannya.  Tetapi  begitu diserukan
	mereka sudah mau masuk Islam. Khalid kemudian mengirim  utusan
	dari  kalangan  mereka sendiri ke Medinah supaya menemui Nabi,
	yang kemudian  disambutnya  dengan  ramah  dan  akrab  sekali.
	Disamping  itu ada lagi sekelompok masyarakat Yaman yang masih
	merasa enggan sekali tunduk di bawah panji Islam, sebab  Islam
	lahir  di  Hijaz,  sedang  biasanya Yaman yang menyerbu Hijaz.
	Sebaliknya, sebelum itu Hijaz tidak yernah menyerang Yaman.

	Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali b. Abi Talib dengan  tugas
	mengajak  mereka  ke  dalam  Islam.  Juga  pada mulanya mereka
	sangat   congkak   sekali.   Menyambut   ajakan   Ali   dengan
	menyerangnya.  Akan  tetapi  Ali  -  dengan usianya yang masih
	begitu muda dan hanya membawa tiga ratus orang -  sudah  dapat
	membuat mereka cerai-berai. Pihak penyerang yang sudah dipukul
	mundur itu kembali menyusun lagi barisannya. Akan  tetapi  Ali
	segera  mengepung  mereka  sehingga timbul panik dalam barisan
	mereka itu. Tak ada jalan lain mereka harus  menyerah.  Dengan
	demikian  kemudian  mereka masuk Islam dan menjadi orang Islam
	yang baik. Semua pelajaran  yang  diberikan  oleh  Mu'adh  dan
	sahabat-sahabatnya  mereka  dengarkan baik-baik. Utusan mereka
	ini merupakan utusan terakhir yang diterima  Nabi  di  Medinah
	sebelum Nabi berpulang ke rahmatullah.

	Sementara  Ali  sedang bersiap-siap kembali ke Mekah, Nabi pun
	sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah haji, dan
	dimintanya  orang  juga bersiap-siap. Bulan berganti bulan dan
	bulan Zulkaedah pun sudah pula hampir lalu.  Nabi  belum  lagi
	melakukan  ibadah  haji  akbar  meskipun sebelum itu sudah dua
	kali mengadakan 'umrah dengan melakukan ibadah haji ashghar.3
 
	                                   			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1