Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index ]

	KATA PERKENALAN
 
	Oleh almarhum Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi
	(Rektor Magnificus Universitas Al-Azhar)
 
	SEJAK manusia berada di permukaan bumi  ini,  hasratnya  ingin
	mengetahui  segala  hukum  dan  kodrat  alam  yang terdapat di
	sekitarnya, besar  sekali.  Makin  dalam  ia  meneliti,  makin
	tampak  kepadanya  kebesaran  alam  itu, melebihi yang semula.
	Kelemahan dirinya makin tampak pula dan keangkuhannyapun makin
	berkurang.
 
	Demikianlah,  Nabi  yang membawa Islam itupun sama pula dengan
	alam itu. Sejak bumi ini  menerima  cahaya  Nabi,  para  ulama
	berusaha mencari segi-segi kemanusiaan yang besar daripadanya,
	mencari  nilai-nilai  Asma  Allah  dalam  pemikirannya,  dalam
	akhlaknya,  dalam  ilmunya. Dan kalaupun mereka mampu mencapai
	pengetahuan itu seperlunya, namun sampai kini pengetahuan yang
	sempurna  belum  juga  mereka  capai.  Perjuangan  yang mereka
	hadapi masih panjang, jaraknya  masih  jauh,  jalannyapun  tak
	berkesudahan.
 
	Kenabian  adalah  anugerah  Tuhan,  tak  dapat  dicapai dengan
	usaha. Akan tetapi ilmu dan kebijaksanaan Allah yang  berlaku,
	diberikan kepada orang yang bersedia menerimanya, yang sanggup
	memikul  segala  bebannya.  Allah  lebih  mengetahui  di  mana
	risalah-Nya   itu  akan  ditempatkan.  Muhammad  s.a.w.  sudah
	disiapkan membawa risalah (misi) itu ke seluruh dunia, bagi si
	putih  dan  si  hitam, bagi si lemah dan si kuat. Ia disiapkan
	membawa risalah agama yang sempurna, dan  dengan  itu  menjadi
	penutup  para  nabi dan rasul, yang hanya satu-satunya menjadi
	sinar  petunjuk,  sekalipun  nanti   langit   akan   terbelah,
	bintang-bintang  akan  runtuh  dan  bumi  inipun akan berganti
	dengan bumi dan angkasa lain.
 
	Kesucian para nabi dalam membawa risalah dan meneruskan amanat
	wahyu  itu,  adalah  masalah yang tak dapat dimasuki oleh kaum
	cendekiawan. Bagi para  nabi,  sudah  tak  ada  pilihan  lain.
	Mereka menerima risalah dan amanat, dan itu harus disampaikan,
	sesudah mereka  diberi  cap  dengan  stempel  kenabian.  Tugas
	menyampaikan  amanat  demikian  itu  sudah menjadi konsekwensi
	wajar bagi  seorang  nabi,  yang  tak  dapat  dielakkan.  Akan
	tetapi,  tidak  selamanya  wahyu itu menyertai para nabi dalam
	tiap perbuatan dan kata-kata mereka. Mereka juga  tidak  bebas
	dari  kesalahan.  Bedanya  dengan  manusia  biasa, Allah tidak
	membiarkan mereka hanyut dalam kesalahan  itu  sesudah  sekali
	terjadi, dan kadang mereka segera mendapat teguran.
 
	Muhammad   s.a.w.   telah   mendapat   perintah   Tuhan   guna
	menyampaikan amanat itu, dengan tidak  dijelaskan  jalan  yang
	harus  ditempuhnya,  baik dalam cara menyampaikan risalah atau
	dalam  cara,  mempertahankannya.   Pelaksanaannya   diserahkan
	kepadanya,   menurut  kemampuan  akalnya,  pengetahuannya  dan
	kecerdasannya,   sebagaimana   biasa   dilakukan   oleh   kaum
	cerdik-pandai   lainnya.   Kemudian  datang  wahyu  memberikan
	penjelasan secara tegas tentang segala sesuatu  yang  mengenai
	Zat   Tuhan,   ke-EsaanNya,   Sifat-sifatNya  serta  cara-cara
	beribadat. Tetapi  tidak  demikian  tata-cara  kemasyarakatan,
	dalam  keluarga,  tentang  desa dan kota, tentang negara, baik
	yang berdiri sendiri  atau  yang  terikat  oleh  negara-negara
	lain.
 
	Di  samping  itu  masih  banyak  sekali bidang lain yang harus
	diselidiki sehubungan dengan  kebesaran  Nabi  s.a.w.  sebelum
	datangnya  wahyu.  Juga  tidak kurang kebesaran itu yang harus
	diselidiki sesudah datangnya wahyu. Ia  menjadi  utusan  Tuhan
	dan mengajak orang kepadaNya. Ia melindungi ajakannya (dakwah)
	itu serta membela  kebebasan  para  penganjurnya.  Ia  menjadi
	pemimpin  umat  Islam,  menjadi panglima perangnya; ia menjadi
	mufti,  menjadi  hakim  dan   organisator   seluruh   jaringan
	komunikasi  dalam  hubungan  sesamanya dan antar-bangsa. Dalam
	segala hal ia  dapat  menegakkan  keadilan.  Ia  mempersatukan
	bangsa-bangsa  dan  kelompok-kelompok  itu, sesuai dengan yang
	dapat   diterima   akal   sehat.   Ia   telah   memperlihatkan
	kemampuannya  berpikir,  ketenangannya serta pandangannya yang
	jauh. Ia dapat memperlihatkan kecerdasannya serta kemampuannya
	berpikir cepat dan tepat dengan keteguhan hati terhadap setiap
	kata  dan  perbuatan.  Ia  telah  menjadi  sumber   ilmu   dan
	pengetahuan.  Ia  menjadi  lambang kefasihan, yang menyebabkan
	para ahli  dalam  bidang  itu  harus  takluk  dan  menundukkan
	kepala,  mengakui  kebesaran  dan  kedahsyatannya. Akhirnya ia
	melepaskan dunia fana ini dengan rela hati atas  pekerjaannya,
	yang  juga  sudah  mendapat  kerelaan  Allah dan kaum Muslimin
	pula.
 
	Semua segi itu perlu sekali dijadikan bahan  studi  dan  perlu
	mendapat  pengamatan  yang lebih teliti. Supaya semua segi itu
	dapat dilaksanakan dengan baik, tentu  tidak  dapat  dilakukan
	oleh hanya seorang saja. Bahkan satu segi sajapun takkan dapat
	dicapai.
 
	Sebagaimana terhadap sejarah hidup orang-orang besar  umumnya,
	orang biasanya suka menambahkan hal-hal yang tidak semestinya,
	demikian juga terhadap sejarah hidup  Muhammad  s.a.w.  --baik
	karena  didorong  oleh  rasa  cinta  dan  maksud baik, ataupun
	karena didorong oleh  rasa  dengki  dan  maksud  jahat.  Hanya
	bedanya  dari  biografi  orang-orang besar itu ialah, bahwa di
	sini tidak  sedikit  yang  disertai  dengan  wahyu  Ilahi  dan
	jaminan  akan  terpeliharanya  Qur'an  Suci,  disamping  tidak
	sedikit pula  keterangan-keterangan  dari  mereka  yang  hafal
	Qur'an  daripada  ahli-ahli  hadis  yang dapat dipercaya. Atas
	landasan-landasan yang kuat  itulah  penulisan  sejarah  harus
	didasarkan,  dan  dari  situ pula para sarjana harus mengambil
	sumber-sumber  pemikiran  dan  penelitiannya.  Kemudian   lalu
	membuat suatu analisa yang benar-benar ilmiah sifatnya, dengan
	melihat    suasana     lingkungan     dan     milieu     serta
	kepercayaan-kepercayaan,  susunan masyarakat dan adat-istiadat
	dari segala seginya yang berbagai ragam itu.
 
	Dalam hal ini Dr. Haekal telah menyelesaikan  karyanya,  Hayat
	Muhammad,  tentang  peri  hidup  Muhammad s.a.w. Dengan senang
	hati sekali saya  telah  membaca  sebagian  buku  itu  sebelum
	seluruhnya selesai dicetak. Di kalangan pembaca berbahasa Arab
	Dr. Haekal sudah  cukup  dikenal  dengan  karya-karyanya  yang
	tidak  sedikit  jumlahnya,  sehingga  tidak perlu lagi rasanya
	diperkenalkan. Dia  adalah  seorang  sarjana  hukum  dan  ahli
	filsafat.   Posisi   dan  sifat  jabatannya  memungkinkan  dia
	mengadakan hubungan  dengan  kebudayaan  lama  dan  kebudayaan
	modern.  Dalam  hal  ini ia telah dapat melaksanakan tugas itu
	sebaik-baiknya. Ia  sering  bertukar  pikiran  dan  berdiskusi
	mengenai   masalah-masalah   kepercayaan,   pandangan   hidup,
	mengenai kaidah-kaidah sosial, politik dan sebagainya.  Dengan
	demikian    ia   berpikir   lebih   matang,   pengalaman   dan
	pengetahuannyapun makin luas,  pandangannya  juga  cukup  jauh
	pula.  Ia  dapat  mempertahankan pendapatnya itu dengan logika
	dan argumentasi yang kuat , dengan gayanya yang khas dan sudah
	cukup dikenal.
 
	Dengan  intelegensia  dan  kemampuan semacam itulah Dr. Haekal
	menulis bukunya itu. Dalam kata pengantarnya ia menyebutkan:
 
	"Sungguhpun begitu saya tidak beranggapan,  bahwa  saya  sudah
	sampai  ke  tujuan  terakhir  dalam  menyelidiki sejarah hidup
	Muhammad.  Bahkan  barangkali  akan  lebih  tepat  bila   saya
	katakan,  bahwa  saya  baru  dalam  taraf permulaan mengadakan
	penyelidikan dengan metoda ilmiah yang baru dalam bahasa  Arab
	ini.
 
	Mungkin  pembaca akan terkejut bila saya katakan, bahwa antara
	dakwah  Muhammad  dengan  metoda   ilmiah   modern   mempunyai
	persamaan   yang   besar   sekali.  Metoda  ilmiah  ini  ialah
	mengharuskan  kita  --apabila  kita  hendak  mengadakan  suatu
	penyelidikan-- terlebih dulu kita membebaskan diri dari segala
	prasangka, pandangan hidup dan kepercayaan yang sudah ada pada
	diri  kita,  yang  berhubungan  dengan  penyelidikan  itu.  Di
	situlah  kita  memulai   dengan   mengadakan   observasi   dan
	eksperimen,  mengadakan perbandingan yang sistematis, kemudian
	baru   dengan   silogisma   yang   sudah   didasarkan   kepada
	premisa-premisa   tadi.   Apabila   semua   itu   sudah  dapat
	disimpulkan,  maka  kesimpulan   demikian   itu   pun   dengan
	sendirinya  masih  perlu  dibahas  dan diselidiki lagi. Tetapi
	bagaimanapun juga ini sudah merupakan suatu data ilmiah selama
	penyelidikan  tersebut belum memperlihatkan kekeliruan. Metoda
	ilmiah demikian ini ialah yang terbaik yang  pernah  --dicapai
	umat manusia demi kemerdekaan berpikir. Metoda dan dasar-dasar
	dakwah demikian inilah yang menjadi pegangan Muhammad".
 
	Bahwa metoda demikian ini adalah metoda Qur'an, hal itu  sudah
	tidak  perlu  diragukan  lagi. Bagi Qur'an rasio harus menjadi
	juru penengah, sedang yang  harus  menjadi  dasar  ilmu  ialah
	pembuktiannya.  Qur'an  mencela  sikap  meniru-niru  buta  dan
	mereka-reka yang hanya didasarkan pada prasangka.  "Dan  bahwa
	prasangka  itu  tidak berguna sedikit pun terhadap kebenaran"1
	Mengkultuskan suatu kebiasaan,  yang  hanya  karena  dilakukan
	oleh  nenek  moyang,  juga  dicela.  Qur'an mengharuskan orang
	berdakwah itu dengan pikiran yang bijaksana. Kekuatan  mujizat
	Muhammad s.a.w. hanyalah dalam Qur'an, dan mujizat ini sungguh
	rasionil adanya.
 
	Sajak Bushiri2 berikut ini memang indah sekali:
 
	   Tidak sampai kita dicoba
	   Yang akan meletihkan akal karenanya
	   Sebab sayangnya kepada kita
	   Kita pun tak ragu, kita pun tak sangsi.
 
	Kalau cara pembahasan demikian ini merupakan suatu  cara  yang
	baru,  memang  suatu  hal yang tak dapat dielakkan. Dr. Haekal
	sudah bergaul dengan ulama dan sarjana-sarjana lain dalam  hal
	ini.   Dan   memang   ini   pula  cara  Qur'an  seperti  sudah
	dikatakannya tadi. Dan memang itu pula  yang  pernah  ditempuh
	sarjana-sarjana   Islam   dahulu.  Coba  kita  lihat  misalnya
	buku-buku ilmu kalam (teologi spekulatif); mereka  menentukan,
	bahwa    kewajiban   kita   pertama   ialah   mengenal   Tuhan
	(ma'rifatullah). Yang lain berkata: Tidak. Yang pertama  harus
	ditempuh  ialah  syak (skepsis). Lalu tak ada jalan lain untuk
	mencapai   ma'rifat   (connaissance)   itu   kecuali    dengan
	pembuktian.  Dan  kalaupun  itu  dapat  digolongkan  ke  dalam
	pengertian syllogisma  namun  premisa-premisanya  harus  sudah
	pasti  dan dapat dirasakan, dan secara intuitif akhirnya dapat
	pula dipahami berdasarkan pengalaman yang sempurna  dan  dapat
	dipastikan  sungguh-sungguh, seperti sudah biasa dikenal dalam
	logika.  Setiap  kesalahan  yang  dapat  menyusup   ke   dalam
	premisa-premisa  itu atau ke dalam bentuk penyusunannya, dapat
	merusak pembuktian tersebut.
 
	Yang menempuh jalan demikian ini  ialah  Imam  Ghazali.  Dalam
	salah  satu  bukunya  ia  mengatakan,  bahwa  terlebih dulu ia
	membebaskan diri dari segala macam konsepsi. Kemudian baru  ia
	berpikir  dan menimbang kembali, menyusun kembali lalu membuat
	beberapa perbandingan.  Dikemukakannya  beberapa  argumentasi,
	diujinya  dan dianalisa. Dari semua itu kemudian ia memperoleh
	petunjuk, bahwa Islam  dan  tuntunan  yang  diberikan  menurut
	konsepsi  Islam  adalah benar. Imam Ghazali melakukan ini guna
	menghindarkan hal-hal yang bersifat taklid. Ia  ingin  membina
	keimanannya  itu atas dasar iman yang pasti, yang berlandaskan
	argumen dan pembuktian, yakni  iman  yang  kebenarannya  sudah
	menjadi pegangan kaum Muslimin tanpa ada khilafiah.
 
	Juga  dalam  buku-buku  ilmu  kalam  tidak sedikit kita jumpai
	kisah abstraksi (pembebasan diri dari segala  kepercayaan  dan
	konsepsi)  yang  sudah  biasa  dikenal  dalam  rukun iman itu,
	kemudian dibahas dan  ditinjaunya  kembali.  Abstraksi  adalah
	cara yang sudah lama ada, juga dengan cara-cara eksperimen dan
	penyelidikan sudah lama ada. Eksperimen dan penyelidikan  yang
	sempurna  ialah hasil daripada suatu observasi. Semua itu bagi
	kita bukan barang baru. Akan tetapi cara-cara lama  ini,  baik
	dalam  teori  maupun  praktek,  yang  subur  di Timur hanyalah
	cara-cara taklid dengan  mengabaikan  peranan  rasio.  Sesudah
	kemudian  oleh  orang  Barat  dikeluarkan kembali dalam bentuk
	yang lebih matang sehingga  dapat  dimanfaatkan  --baik  dalam
	teori  ataupun  praktek--  kitapun lalu kembali mengambil dari
	sana. Demikian juga dalam ilmu pengetahuan kita  menganggapnya
	sebagai sesuatu yang baru pula.
 
	Ketentuan  ilmiah  dalam  cara penyelidikan demikian ini sudah
	cukup dikenal,  baik  yang  lama  maupun  yang  modern.  Untuk
	sekedar  mengetahui  memang mudah, tapi melaksanakannya itulah
	yang sulit. Orang tidak banyak  berselisih  pendapat  mengenai
	pengetahuan tentang hukum, misalnya. Tetapi dalam melaksanakan
	ketentuan hukum itu, pendapat orang jauh sekali berbeda-beda.
 
	Membebaskan diri  dari  konsepsi,  observasi  dan  eksperimen,
	induksi  dan deduksi, adalah kata-kata yang mudah. Akan tetapi
	bagi orang yang sudah begitu jauh hanyut dalam  beban  warisan
	yang  sudah  mendarah  daging,  dalam  beban lingkungan, dalam
	rumah tangga, dalam desa, kota,  negara  atau  dalam  sekolah,
	tekanan-tekanan   kepercayaan   yang  sudah  ada,  temperamen,
	kesehatan, penyakit serta  segala  macam  nafsu,  bagaimanakah
	akan   dengan   mudah  melaksanakannya?  Di  sinilah  terletak
	penyakit itu, dahulu dan sekarang. Itu  pula  sebab  timbulnya
	bermacam-macam    aliran    dan    berubah-ubahnya   pendapat,
	berpindah-pindah dari  daerah  ke  daerah  lain,  dari  bangsa
	kepada  bangsa  lain.  Seperti  juga kaum wanita yang berganti
	mode, filsafat dan peradaban pun berganti corak, generasi demi
	generasi.  Dan  jarang  sekali  ada  sesuatu yang tak lapuk di
	hujan tak lekang  di  panas.  Bahkan  perubahan  itu  berjalan
	sesuai   dengan  kaidah-kadiah  ilmu  pengetahuan  yang  sejak
	berabad-abad   tidak   pernah   diragukan.   Terhadap    teori
	relativitas  misalnya,  para  sarjanapun goyah dan cepat-cepat
	merombaknya.  Pendapat-pendapat  tentang   patologi,   tentang
	terapi,  tentang  gizi,  semua  ini  masih  dalam  proses yang
	berubah-ubah. Demikian juga apabila kita  perhatikan  pelbagai
	macam produk otak manusia tidak pernah stabil sebelum disertai
	pembuktian dengan syarat-syarat yang cukup.
 
	Akan tetapi apa artinya semua ini  meskipun  sudah  dilengkapi
	dengan  segala pembuktian, bila dibandingkan dengan yang lain,
	yang  sudah  penuh   dengan   segala   macam   prasangka   dan
	angan-angan,  yang sudah sarat oleh pikiran-pikiran yang sakit
	atau di bawah tekanan politik. Hal inilah  yang  diketengahkan
	oleh para ulama dan sarjana yang gemar mengadakan pertentangan
	dengan  pihak  lain,  dengan  melahirkan   aliran-aliran   dan
	pendapat-pendapat  demikian itu! Kekacauan pikiran ini mungkin
	akan mengurangi semangat ulama atau sarjana-sarjana yang hanya
	mendewa-dewakan   akal   semata.   Dan   pada   waktunya  akan
	mengalihkan pandangan mereka kepada  kebenaran  dan  keimanan,
	yakni  wahyu yang sebenarnya, yaitu Qur'an Suci dan Sunah yang
	sahih.
 
	Baiklah, sekarang kita kembali kepada Dr. Haekal  dan  bukunya
	ini.
 
	Beberapa    ahli   ilmu   kalam   mengatakan,   bahwa   dengan
	memperhatikan astronomi dan anatomi jelas  sekali  menunjukkan
	sempurnanya kodrat Ilahi tentang susunan alam ini. Dan sayapun
	memperkuat pendapat ini, bahwa ilmu pengetahuan  dan  penemuan
	mengenai   ketentuan-ketentuan   serta  segenap  rahasia  alam
	semesta inipun akan menjadi pendukung agama, akan  memperdekat
	pikiran  manusia  menempuh jalan pengertian yang tadinya masih
	kabur, yang tadinya masih di luar jangkauan otaknya.  Akhirnya
	akan  dapat  memahami, sejalan seperti yang difirmankan Tuhan:
	"Akan segera Kami perlihatkan bukti-bukti Kami  dalam  segenap
	penjuru  alam dan dalam diri mereka sendiri, sehingga ternyata
	bagi mereka bahwa inilah Kebenaran itu. Belum cukupkah,  bahwa
	Tuhanmu menjadi Saksi atas segalanya?3
 
	Soal-soal   elektro  dan  segala  yang  dihasilkannya  seperti
	penemuan-penemuan lainnya, membantu otak kita memahami  adanya
	perubahan   benda  kepada  tenaga  dan  tenaga  kepada  benda.
	Demikian juga spiritualisma telah banyak  menerangkan  hal-hal
	yang  tadinya  masih  dipersengketakan;  ternyata ini membantu
	memahami adanya pembebasan ruh dan kemungkinan terpisahnya ruh
	itu  serta  memahami  kecepatan yang dimiliki ruh itu menempuh
	jarak yang jauh. Dr. Haekal telah memanfaatkan hal  ini  dalam
	mengartikan  kisah  Isra  dengan  cara yang agak baru. Rasanya
	akan terlalu panjang saya bicara bila harus menguraikan faedah
	yang  akan  kita  peroleh  dari  buku Dr. Haekal ini. Cukuplah
	kalau  saya  sebutkan  secara  keseluruhan  saja.  Orang  akan
	melihat  sendiri  keindahannya,  akan  menikmati sendiri hasil
	pikirannya yang didasarkan  kepada  bahan-bahan  yang  otentik
	itu,  didasarkan  kepada  pemikiran  yang logis, yang didukung
	oleh bawaan sewajarnya. Orang akan melihat  bahwa  Dr.  Haekal
	sungguh  jujur  dalam  mencari  kebenaran,  keyakinan memenuhi
	kalbunya  akan  hidayah  dan  nur  yang  dibawa  dalam   wahyu
	Muhammad,   akan   keindahan,   kebesaran,   suri-teladan  dan
	kemuliaan yang terdapat dalam biografi Nabi  s.a.w.  Ia  sudah
	yakin  seyakin-yakinnya,  bahwa  agama  yang  dibawa  Muhammad
	inilah yang akan mengangkat umat manusia dari sarang kebalauan
	dan  kebingungan,  yang  akan mengangkat mereka dari kegelapan
	materi, dan menyinari mata hati  mereka  dengan  cahaya  iman,
	mengantarkan  mereka  kepada  Nur Ilahi. Mereka akan menyadari
	betapa luas rahmat Tuhan yang meliputi segalanya  itu,  betapa
	besar  keagunganNya, seluruh langit dan bumi memuliakanNya dan
	segala yang  ada  memuliakanNya;  betapa  besar  kekuasaanNya,
	segala yang ada menjadi kecil di hadapanNya.
 
	Seperti dikatakannya: "Dengan melihat lebih jauh dari itu saya
	berpendapat,  penyelidikan  demikian  sudah  seharusnya   akan
	mengantarkan  umat  manusia ke jalan peradaban yang selama ini
	dicarinya. Apabila  pihak  Nasrani  di  Barat  merasa  dirinya
	terlampau  besar  akan  mendapatkan cahaya baru itu dari Islam
	dan dari Rasul, lalu menantikan cahaya itu  akan  datang  dari
	teosofi  India  dan  dari  pelbagai macam aliran di Timur Jauh
	lainnya, maka orang-orang di Timurpun, baik umat Islam, Yahudi
	atau  Kristen,  layak sekali bertindak mengadakan penyelidikan
	berharga ini,  dengan  sikap  yang  bersih  dan  jujur,  yakni
	satu-satunya cara yang akan mencapai kebenaran.
 
	Cara  pemikiran  Islam  yang  pada  dasarnya  adalah pemikiran
	ilmiah menurut metoda modern  dalam  hubungan  manusia  dengan
	lingkungan  hidup  sekitarnya,  yang  dari  segi ini realistik
	sekali,  berubah  menjadi  pemikiran  yang  subyektif   ketika
	masalahnya  menjadi  hubungan  manusia dengan alam semesta dan
	Pencipta alam".
 
	Dan katanya  lagi:  "Akan  tetapi  adanya  gejala-gejala  akan
	lenyapnya   paganisma  yang  sekarang  menguasai  dunia  kita,
	mengemudikan kebudayaan yang  berkuasa  sekarang  (the  ruling
	culture),  tampak  jelas  sekali  bagi  setiap  orang yang mau
	mengikuti  jalannya  sejarah  dan  peristiwa-peristiwa  dunia.
	Apabila secara khusus dipelajari sungguh-sungguh sejarah hidup
	Muhamnad itu  sebagai  Nabi  serta  ajaran-ajarannya,  masanya
	serta   revolusi   rohani  yang  terbesar  ke  seluruh  dunia,
	barangkali gejala-gejala ini akan makin jelas  di  depan  mata
	dunia,  bahwa  masalah-masalah rohani ini timbul dari pengaruh
	sebagai peninggalannya."
 
	Dan keyakinan ini diperkuat oleh  kenyataan,  bahwa  apa  yang
	sekarang  dapat  dilihat  dari  perhatian pihak Barat terhadap
	penyelidikan  peninggalan-peninggalan  Timur  serta  perhatian
	para  sarjana  mengadakan  studi  tentang  Islam  dari  segala
	seginya, tentang umat Islam masa kini dan  masa  lampau  serta
	kesadaran   sebahagian   mereka  terhadap  diri  Nabi  s.a.w.,
	ditambah pula oleh pengalaman yang memperkuat, bahwa kebenaran
	pasti  akan  menang,  --semua itu menunjukkan bahwa Islam akan
	mengembangkan panjinya ke segenap  penjuru  dunia,  dan  orang
	yang  kini  sangat keras memusuhinya, dia juga nanti yang akan
	menjadi orang paling bersemangat membelanya, dan  mereka  yang
	tadinya  masih asing itu akan menjadi kawan seperjuangan pula.
	Sebagaimana pada  mulanya  Islam  mendapatkan  pembelaan  dari
	orang-orang  asing  (dari  luar)  lingkungan masyarakat tempat
	kelahirannya, juga  akhirnya  orang-orang  asing  (luar)  dari
	bahasa  dan tanah airnya itu yang akan membelanya. Islam telah
	dimulai secara asing  dan  akan  kembali  asing  seperti  pada
	mulanya. Maka bahagialah orang-orang yang asing itu!
 
	Apabila Nabi s.a.w. adalah Nabi penutup dan takkan ada lagi di
	dunia ini seorang penunjuk dan pembimbing  lain  sesudah  dia,
	dan  agamanyapun  agama  yang  sempurna sebagaimana ditegaskan
	oleh wahyu, maka tidak mungkin keadaannya akan berhenti sampai
	di  situ  saja  seperti selama ini. Cahayanya pasti akan pudar
	oleh yang lain, sama halnya seperti bintang-bintang yang  jadi
	pudar oleh sinar matahari.
 
	Dr. Haekal yang merangkaikan peristiwa-peristiwa itu satu sama
	lain memang tepat  sekali.  Bukunya  inipun  ternyata  disusun
	dalam komposisi dan gaya yang teratur dan kuat. Diterangkannya
	alasan-alasan, maksud dan  pertimbangannya  dengan  keterangan
	yang  jelas  dan  kuat sekali, membuat pembaca merasa puas dan
	lega, merasa ada gairah dalam membaca,  merasa  sejuk  hatinya
	karena  dapat diyakinkan. Ia akan terpengaruh, akan dipaksanya
	terus membaca dan takkan melepaskannya sebelum selesai.
 
	Dalam buku ini terdapat beberapa penyelidikan berharga di luar
	penulisan  biografi,  tetapi  yang ada hubungannya dengan soal
	itu yang terbawa  oleh  adanya  penguraian  lebih  luas  dalam
	memberikan keterangan itu.
 
	Saya  sudahi  pengantar  saya  ini  dengan  ucapan  Rasulullah
	--salam  baginya  dan  bagi  keluarganya   yang   suci   serta
	sahabat-sahabatnya:  "Aku  berlindung kepada Nur WajahMu, yang
	telah menyinari kegelapan, dan karenanya  membawakan  kebaikan
	bagi  dunia  dan  akhirat  -  daripada  kemurkaanMu  yang akan
	Kautimpakan kepadaku, atau kebencianMu yang  akan  Kauturunkan
	kepadaku.  KeridaanMu  juga  yang  kuminta. Tak ada suatu daya
	upaya kalau tidak dengan Allah."
 
	15 Pebruari 1935.
 
	MUHAMMAD NIUSTAFA AL-MARAGHI
 
	Catatan kaki:
 
	 1 Qur'an, 53: 28.
 
	 2 Syarafuddin Muhammad al-Bushiri penyair Arab
	   berasal Barbar di Afrika Utara, lahir di Mesir
	   sekital 1212. Ia terkenal sekali hanya karena
	   antologinya Al-Burda ("Mantel"). Ia pernah tinggal
	   lama di Darussalam (Yerusalam) kemudian di Hijaz.
	   Puisi-puisinya yang masyhur itu ditulis di Mekah.
	   Pada mulanya ia menderita penyakit lumpuh. Dalam
	   tidurnya penyair ini konon bermimpi bertemu dengan
	   Nabi Muhammad yang datang kepadanya dan
	   menyelimutinya dengan mantelnya. Bushiri terkejut
	   bangun dan melompat, sehingga ketika itu juga ia
	   sembuh dari kelumpuhannya. Lalu ia menulis puisinya
	   yang luar biasa itu, lembut dan mengharukan, sebagai
	   dedikasi dan eulogi kepada Nabi Muhammad. Bushiri
	   meninggal sekitar tahun 1294 di Iskandaria. Al-Burda
	   terjemahan bahasa Inggris The Scarf dilakukan oleh
	   Faizullah Bahi (1893) dan dalam bahasa Indonesia oleh
	   Dr. Moh. Tolchah Mansoer. SH (A).
 
	 3 Qur'an, 41: 53

         
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
  Penerbit PUSTAKA JAYA
  Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
  Cetakan Kelima, 1980
  Seri PUSTAKA ISLAM No.1