Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 | Bag. 3 ]

BAGIAN KEDELAPAN BELAS: 

PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA

Naluri orang-orang Arab dan kewaspadaan Muhammad - 370; Permusuhan Yahudi yang sengit - 371; Utusan Yahudi kepada Quraisy - 372; Yahudi lebih mengutamakan paganisma daripada Islam - 372; Pendapat seorang Yahudi - 373; Yahudi menghasut orang Arab - 373; - Muslimin gentar - 374; Menggali parit sekitar Medinah - 375; Quraisy terkejut melihat parit - 377; Musim dingin yang luar biasa - 377; Quraiza melanggar perjanjian - 380; Utusan Muhammad kepada Quraiza - 380; Yang menyerbu parit - 383; Muslimin dianggap enteng oleh Quraiza - 384; Intrik Nuiaim di kalangan Ahzab dan Quraiza - 384; Angin topan menghancurkan perkemahan Ahzab - 386; Ahzab berangkat pulang - 386; Perang Quraiza - 387; Keputusan Sa'd b. Mu'adh - 390; Keuletan orang-orang Yahudi dalam perang - 391; Harta benda Banu Quraiza - 393.

	
 
	SETELAH Medinah dikosongkan dari Banu Nadzir, kemudian setelah
	peristiwa   Badr   Terakhir  dan  sesudah  ekspedisi-ekspedisi
	Ghatafan  dan  Dumat'l-Jandal  berlalu,  tiba  waktunya   kaum
	Muslimin   sekarang  merasakan  hidup  yang  lebih  tenang  di
	Medinah. Mereka sudah dapat mengatur hidup, sudah tidak begitu
	banyak  mengalami kesulitan berkat adanya rampasan perang yang
	mereka peroleh dari  peperangan  selama  itu,  meskipun  dalam
	banyak  hal  kejadian  ini  telah membuat mereka lupa terhadap
	masalah-masalah pertanian dan  perdagangan.  Tetapi  disamping
	ketenangan   itu   Muhammad  selalu  waspada  terhadap  segala
	tipu-muslihat  dan   gerak-gerik   musuh.   Mata-mata   selalu
	disebarkan    ke   seluruh   pelosok   jazirah,   mengumpulkan
	berita-berita sekitar kegiatan  masyarakat  Arab  yang  hendak
	berkomplot  terhadap  dirinya. Dengan demikian ia selalu dalam
	siap-siaga, sehingga kaum Muslimin dapat selalu mempertahankan
	diri.
 
	Tidak   begitu  sulit  orang  menilai  betapa  perlunya  harus
	bersikap waspada dan berhati-hati selalu setelah kita  melihat
	adanya  segala  macam  tipu-muslihat  Quraisy  dan  yang bukan
	Quraisy terhadap kaum Muslimin, juga karena negeri-negeri masa
	itu  -  juga  sesudah  itu  sebagian  besar dalam perkembangan
	sejarahnya  masing-masing  mereka  itu  merupakan   sekumpulan
	republik-republik   kecil,   yang   satu   sama  lain  berdiri
	sendiri-sendiri.  Mereka  masing-masing   menggunakan   sistem
	organisasi  yang  lebih  dekat pada cara-cara kabilah. Hal ini
	memaksa mereka harus berlindung pada adat-lembaga dan  tradisi
	yang ada, yang tidak mudah dapat kita bayangkan seperti halnya
	pada bangsa-bangsa yang sudah teratur. Dalam hal ini  Muhammad
	pun  sebagai  orang Arab sangat waspada sekali mengingat nafsu
	hendak membalas dendam yang ada dalam naluri orang-orang  Arab
	itu besar sekali. Baik Quraisy maupun Yahudi Banu Qainuqa' dan
	Yahudi  Banu  Nadzir,  demikian  juga   kabilah-kabilah   Arab
	Ghatafan,  Hudhail  dan kabilah-kabilah yang berbatasan dengan
	Syam,   mereka   saling   menunggu,   bahwa    Muhammad    dan
	sahabat-sahabatnya  itu  akan  binasa.  Kalaupun  mereka  akan
	mendapat  kesempatan,  masing-masing   berharap   akan   dapat
	mengadakan  balas  dendam  terhadap  laki-laki  yang  sekarang
	datang mencerai-beraikan masyarakat  Arab  dengan  kepercayaan
	mereka itu. Laki-laki yang pergi keluar Mekah, mengungsi dalam
	keadaan tidak berdaya, tidak punya kekuatan, selain iman  yang
	telah  memenuhi jiwanya yang besar itu, dalam waktu lima tahun
	sekarang orang ini  sudah  kuat,  sudah  mempunyai  kemampuan,
	sehingga  kota-kota  dan  kabilah-kabilah  Arab  yang  terkuat
	sekalipun, merasa segan kepadanya.

	Orang-orang Yahudi ialah  musuh  Muhammad  yang  paling  tajam
	memperhatikan  ajaran-ajaran  dan  cara  berdakwahnya.  Dengan
	kemenangannya itu merekalah yang paling banyak memperhitungkan
	nasib  yang telah menimpa diri mereka. Mereka di negeri-negeri
	Arab sebagai penganjur-penganjur ajaran tauhid  (monotheisma).
	Mengenai penguasaan bidang ini mereka bersaingan sekali dengan
	pihak Kristen. Mereka selalu berharap akan  dapat  mengalahkan
	lawannya ini. Dan barangkali mereka benar juga mengingat bahwa
	orang-orang Yahudi ialah bangsa Semit yang pada dasarnya lebih
	condong pada pengertian monotheisma. Sementara ajaran trinitas
	Kristen suatu hal yang tidak mudah dapat dicernakan oleh  jiwa
	Semit.  Dan  sekarang  Muhammad, orang yang berasal dari pusat
	Arab dan dari pusat orang-orang  Semit  sendiri,  menganjurkan
	ajaran  tauhid  dengan cara yang sungguh kuat dan mempesonakan
	sekali, dapat menjelajahi dan merasuk  sampai  ke  lubuk  hati
	orang,  dan  mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih
	tinggi. Sekarang ia sudah begitu kuat, dapat mengeluarkan Banu
	Qainuqa' dari Medinah, mengusir Banu Nadzir dari daerah koloni
	mereka. Dapatkah mereka membiarkannya terus begitu, dan mereka
	sendiri  pergi  ke  Syam  atau pulang ke tanah air mereka yang
	pertama,  ke  Bait'l-Maqdis   (Yerusalem)   di   Negeri   yang
	Dijanjikan  - Ardz'l-Mi'ad - (Palestina), ataukah mereka harus
	berusaha menghasut orang-orang Arab itu supaya dapat  membalas
	dendam kepada Muhammad?

	Rencana  hendak  menghasut orang-orang Arab adalah yang paling
	terutama menguasai pikiran pemuka-pemuka  Banu  Nadzir.  Untuk
	melaksanakan  rencana itu, beberapa orang dari kalangan mereka
	pergi hendak menemui Quraisy di  Mekah.  Mereka  terdiri  dari
	Huyayy   b.   Akhtab.   Sallam   b.  Abi'l-Huqaiq  dan  Kinana
	bin'l-Huqaiq, bersama-sama dengan  beberapa  orang  dari  Banu
	Wa'il Hawadha b. Qais dan Abu 'Ammar.
 
	Ketika  oleh  pihak Mekah, Huyayy ditanya mengenai golongannya
	itu ia menjawab:
 
	"Mereka saya biarkan mundar-mandir ke Khaibar dan  ke  Medinah
	sampai  tuan-tuan  nanti datang ke tempat mereka dan berangkat
	bersama-sama menghadapi Muhammad dan sahabatsahabatnya."
 
	Ketika oleh mereka ditanya tentang Quraiza, ia menjawab:
 
	"Mereka tinggal di Medinah sekedar  mau  mengelabui  Muhammad.
	Kalau  tuan-tuan  sudah datang mereka akan bersama-sama dengan
	tuan-tuan."
 
	Pihak Quraisy jadi ragu-ragu  akan  maju,  atau  mundur  saja.
	Mereka   dengan  Muhammad  tidak  berselisih  apa-apa,  selain
	ajarannya tentang Tuhan. Bukan tidak mungkinkah bahwa dia juga
	yang benar, sebab makin hari ajarannya itu ternyata makin kuat
	dan tinggi juga?

	"Tuan-tuan  dari   golongan   Yahudi,"   kata   pihak-Quraisy.
	"Tuan-tuan   adalah   ahli  kitab  yang  mula-mula  dan  sudah
	mengetahui pula apa  yang  menjadi  pertentangan  antara  kami
	dengan  Muhammad.  Soalnya  sekarang: manakah yang lebih baik,
	agama kami atau agamanya."
 
	Pihak Yahudi menjawab:
 
	"Tentu agama tuan-tuan yang lebih baik, sebab tuan-tuan  lebih
	benar dari dia."
 
	Dalam hal ini firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan;
 
	"Tidakkah  engkau  perhatikan  orang-orang  yang  telah diberi
	sebahagian kitab? Mereka percaya kepada sihir dan berhala  dan
	mereka  berkata  kepada orang-orang kafir: 'Jalan mereka lebih
	benar dari orang yang beriman.'  Mereka  itulah  yang  dikutuk
	oleh  Tuhan.  Dan barangsiapa yang dikutuk Tuhan, maka baginya
	takkan ada penolong." (Qur'an, 4: 51-52)

	Dalam posisi orang-orang Yahudi menghadapi Quraisy ini  dengan
	sikap  lebih  mengutamakan  paganisma  mereka  daripada tauhid
	Muhammad, maka dalam  Tarikh'l-Yahudi  fi  Bilad'l-'Arab,  Dr.
	Israel  Wilfinson  menyebutkan:  "Seharusnya  mereka itu tidak
	boleh sampai terjerumus ke dalam kesalahan yang begitu  kotor,
	dan   jangan   pula   berkata  dengan  terus-terang  di  depan
	pemuka-pemuka Quraisy, bahwa cara menyembah berhala itu  lebih
	baik  daripada  tauhid  seperti yang diajarkan Islam, meskipun
	hal  itu  akan  mengakibatkan  permintaan  mereka  tidak  akan
	dipenuhi.  Oleh  karena  orang-orang Israil sejak berabad-abad
	lamanya atas nama nenek-moyang dahulu kala  sebagai  pengemban
	panji  tauhid  (monotheisma)  diantara bangsa-bangsa di dunia,
	dan  telah  pula   mengalami   pelbagai   macam   penderitaan,
	pembunuhan  dan  penindasan  hanya  karena  iman mereka kepada
	Tuhan Yang Tunggal itu, yang mereka alami dalam berbagai zaman
	selama  dalam  perkembangan  sejarah,  maka  sudah  seharusnya
	mereka itu bersedia mengorbankan  hidup  mereka,  mengorbankan
	segala yang mereka cintai dalam menghadapi dan menaklukan kaum
	musyrik itu. Apalagi dengan minta  perlindungan  kepada  pihak
	penyembah  berhala,  itu  berarti  mereka telah memerangi diri
	sendiri serta  menentang  ajaran-ajaran  Taurat  yang  meminta
	mereka   menjauhi   penyembah-penyembah   berhala   dan  dalam
	menghadapi mereka supaya bersikap seperti menghadapi musuh.

	Huyayy b. Akhtab dan orang-orang Yahudi  yang  sepaham  dengan
	dia,  yang  telah  mengatakan  kepada  Quraisy bahwa paganisma
	mereka lebih  baik  daripada  tauhid  Muhammad  dengan  maksud
	supaya   mereka   sudi  memeranginya,  dan  yang  akan  mereka
	laksanakan setelah sekian  bulan  disiapkan,  tampaknya  tidak
	cukup  sampai di situ saja. Malah orang-orang Yahudi itu pergi
	lagi menemui kabilah Ghatafan2 yang terdiri dari Qais  'Ailan,
	Banu  Fazara,  Asyja'  Sulaim, Banu Sa'd dan Asad, serta semua
	pihak yang ingin menuntut balas kepada  Muslimin.  Mereka  ini
	aktif  sekali  mengerahkan  orang supaya menuntut balas dengan
	menyebutkan bahwa Quraisy juga ikut serta memerangi  Muhammad.
	Paganisma  Quraisy  mereka  puji dan mereka menjanjikan, bahwa
	mereka pasti akan mendapat kemenangan.
 
	Kelompok-kelompok3  yang  sudah  diorganisasikan  oleh   pihak
	Yahudi  itu  kini  berangkat  hendak  memerangi  Muhammad  dan
	sahabat-sahabatnya. Dari pihak Quraisy yang dipimpin oleh  Abu
	Sufyan  sudah  disiapkan  4000 orang prajurit, tiga ratus ekor
	kuda dan 1500 orang dengan unta. Pimpinan brigade yang disusun
	di  Dar'n-Nadwa diserahkan kepada 'Uthman b. Talha. Ayah orang
	ini telah mati terbunuh dalam memimpin pasukan di  Uhud.  Banu
	Fazara  yang  dipimpin oleh 'Uyaina b. Hishn b. Hudhaifa telah
	siap dengan sejumlah pasukan besar dan 100 unta. Sedang Asyja'
	dan  Murra  masing-masing  membawa  400  prajurit. Pihak Murra
	dipimpin oleh Al-Harith b. 'Auf dan  dari  pihak  Asyja'  oleh
	Misiar   ibn  Rukhaila.  Menyusul  pula  Sulaim,  biang-keladi
	peristiwa Bi'r Ma'una, dengan  700  orang.  Mereka  itu  semua
	berkumpul,  yang  kemudian  datang  pula  Banu  Sa'd  dan Asad
	menggabungkan  diri.  Jumlah  mereka  kurang  lebih   semuanya
	menjadi  10.000  orang.  Semua  mereka  itu  berangkat  menuju
	Medinah dibawah pimpinan Abu Sufyan.
 
	Setelah mereka  sampai,  selama  dalam  perang,  pemuka-pemuka
	kabilah  itu  saling bergantian pimpinan, masing-masing sehari
	mendapat giliran.

	Berita keberangkatan mereka ini sampai  juga  kepada  Muhammad
	dan  kaum  Muslimin  di  Medinah.  Mereka  merasa  gentar. Ya,
	sekarang seluruh kabilah Arab  sudah  bersatu  sepakat  hendak
	menumpas   dan   memusnahkan   mereka,   sudah  datang  dengan
	perlengkapan dan jumlah manusia yang  besar,  suatu  hal  yang
	dalam  sejarah  peperangan  Arab  secara  keseluruhannya belum
	pernah  terjadi.  Apabila  dalam  perang  Uhud  Quraisy  telah
	mendapat   kemenangan   atas   mereka,  ketika  mereka  keluar
	menyongsong keluar Medinah, padahal baik  jumlah  perlengkapan
	maupun  jumlah  manusia  jauh di bawah pasukan sekutu ini, apa
	lagi  yang  dapat  dilakukan  kaum  Muslimin  sekarang   dalam
	menghadapi   jumlah  pasukan  yang  terdiri  dari  beribu-ribu
	rnanusia itu  -  barisan  berkuda,  unta,  persenjataan  serta
	perlengkapan lainnya?! Tidak ada jalan lain, hanya bertahan di
	Yathrib  yang  masih  perawan  ini,  seperti  dikatakan   oleh
	Abdullah b. Ubayy.

	Tetapi   cukup  hanya  bertahan  sajakah  menghadapi  kekuatan
	raksasa  itu?  Salman  al-Farisi  adalah  orang  yang   banyak
	mengetahui  seluk-beluk  peperangan,  yang  belum  dikenal  di
	daerah-daerah Arab. Ia menyarankan supaya di  sekitar  Medinah
	itu  digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam. Saran
	ini segera dilaksanakan oleh kaum  Muslimin.  Ketika  menggali
	parit  itu  Nabi  a.s.  juga  dengan  tangannya  sendiri  ikut
	bekerja. Ia turut mengangkat tanah dan  sambil  terus  memberi
	semangat,  dengan  menganjurkan  kepada  mereka  supaya  terus
	melipat  gandakan  kegiatan.  Pihak  Muslimin  sudah   membawa
	alat-alat  yang  diperlukan,  terdiri  dari sekop, cangkul dan
	keranjang pengangkut  tanah  dari  tempat  orang-orang  Yahudi
	Quraiza yang masih berada di bawah pihak Islam. Dengan bekerja
	giat terus-menerus penggalian parit itu  selesai  dalam  waktu
	enam hari. Dalam pada itu dinding-dinding rumah yang menghadap
	ke arah  datangnya  musuh,  yang  jaraknya  dengan  parit  itu
	kira-kira dua farsakh, diperkuat pula. Rumah-rumah yang ada di
	belakang  parit  itu   dikosongkan.   Wanita   dan   anak-anak
	ditempatkan  dalam  rumah-rumah  yang  sudah diperkuat, dan di
	samping parit dari arah Medinah ditaruh pula  batu  supaya  di
	waktu perlu dapat dilemparkan sebagai senjata.

	Tatkala  pihak  Quraisy  dan  kelompok-kelompoknya  itu datang
	dengan harapan akan menemui Muhammad di Uhud, ternyata  tempat
	itu  kosong.  Mereka  meneruskan  perjalanan  ke Medinah; tapi
	mereka dikejutkan oleh adanya parit. Di  luar  dugaan  semula,
	mereka  heran sekali melihat jenis pertahanan yang masih asing
	bagi mereka itu. Dibawa  oleh  perasaan  jengkel,  mereka  pun
	menganggap  bahwa berlindung di balik parit semacam itu adalah
	suatu perbuatan pengecut yang belum pernah terjadi di kalangan
	masyarakat  Arab.  Pasukan  Quraisy  dan sekutu-sekutunya lalu
	bermarkas di Mujtama'l'-As-yal di  daerah  Ruma,  dan  pasukan
	Ghatafan  serta  pengikut-pengikutnya  dari Najd, bermarkas di
	Dhanab Naqama. Sedang Muhammad sekarang berangkat dengan  tiga
	ribu  orang  Muslimin,  dengan  membelakanyi  bukit  Sal'  dan
	dijadikannya parit itu sebagai batas dengan  pihak  musuh.  Di
	tempat inilah ia bermarkas dan memasang kemahnya yang berwarna
	merah.
 
	Pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya melihat,  bahwa
	tidak  mungkin  mereka  menerobos  parit  itu. Dengan demikian
	selama beberapa hari  mereka  hanya  saling  melemparkan  anak
	panah. Abu Sufyan sendiri dengan pengikutpengikutnya pun yakin
	bahwa akan  sia-sia  saja  mereka  lama-lama  menghadapi  kota
	Yathrib  dengan  paritnya  itu, karena tidak akan dapat mereka
	menerobosnya

	Pada waktu itu sedang  terjadi  musim  dingin  yang  luarbiasa
	disertai   angin   badai   yang   bertiup   kencang,  sehingga
	sewaktu-waktu  dikawatirkan  hujan  lebat  akan  turun.  Kalau
	orang-orang  Mekah  dan orang-orang Ghatafan dengan mudah saja
	dapat berlindung dalam rumah-rumah mereka  di  Mekah  atau  di
	Ghatafan,  maka  kemah-kemah  yang  mereka  pasang sekarang di
	depan kota Yathrib itu  sama-sekali  takkan  dapat  melindungi
	mereka.  Disamping  itu  tadinya  memang mereka mengharap akan
	memperoleh  kemenangan  secara  lebih   mudah,   tidak   perlu
	susah-payah  seperti  pada  waktu di Uhud. Mereka akan kembali
	pulang dengan menyanyikan lagu-lagu kemenangan serta menikmati
	adanya  pembagian  barang-barang  jarahan dan rampasan perang.
	Jadi apalagi kalau begitu yang  masih  menahan  Ghatafan  buat
	kembali  pulang?! Mereka ikut melibatkan diri dalam perang itu
	hanya karena pihak Yahudi  pernah  menjanjikan  mereka  dengan
	buah-buahan  hasil  pertanian  dan perkebunan Khaibar, apabila
	mereka memperoleh kemenangan, Tetapi sekarang  mereka  melihat
	untuk  memperoleh  kemenangan  itu tampaknya tidak mudah, atau
	setidak-tidaknya sudah diluar kenyataan.  Dalam  musim  dingin
	yang   begitu   hebat  rupanya  diperlukan  kerja  keras  yang
	luarbiasa yang akan membuat  mereka  lupa  segala  buah-buahan
	berikut kebun-kebunnya itu!
 
	Sebaliknya  pihak  Quraisy  yang  hendak menuntut balas karena
	peristiwa Badr dan kekalahan-kekalahan lain sesudah Badr, pada
	suatu waktu masih akan dapat mengejar dengan harapan parit itu
	tidak akan  selamanya  berada  dalam  genggaman  Muhammad  dan
	selama  pihak  Banu  Quraiza masih bersedia memberikan bantuan
	kepada penduduk Yathrib, yang  akan  memperpanjang  perlawanan
	mereka  sampai berbulan-bulan. Bukankah lebih baik pihak Ahzab
	itu kembali pulang saja? Ya! Akan tetapi mengumpulkan  kembali
	kelompok-kelompok  itu  nanti  buat  memerangi  Muhammad  lagi
	bukanlah soal yang mudah. Sebenarnya orang-orang  Yahudi  itu,
	terutama  Huyayy b. Akhtab sebagai pemimpin mereka, sekali itu
	telah berhasil mengumpulkan kabilah-kabilah itu untuk membalas
	dendam   golongannya   dan  golongan  Banu  Qainuqa'  terhadap
	Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apabila kesempatan itu  sudah
	hilang,  maka  jangan  diharap  ia  akan kembali, dan bilamana
	Muhammad mendapat kemenangan  dengan  ditariknya  pihak  Ahzab
	itu, maka bahaya besar akan mengancam pihak Yahudi.

	Semua  itu  sudah  diperhitungkan  oleh  Huyayy  b. Akhtab. Ia
	kuatir  akan  akibatnya.  jalan  lain  tidak  ada.  Ia   harus
	mempertaruhkan  nasib  terakhir.  Kepada  pihak  Ahzab  itu ia
	membisikkan, bahwa ia  sudah  dapat  meyakinkan  Banu  Quraiza
	supaya  membatalkan  perjanjian  perdamaiannya dengan Muhammad
	dan pihak Muslimin, dan selanjutnya  akan  menggabungkan  diri
	dengan  mereka, dan bahwa begitu Banu Quraiza melaksanakan hal
	ini, maka dari suatu segi  terputuslah  semua  perbekalan  dan
	bala  bantuan  kepada  Muhammad itu, dan dari, segi lain jalan
	masuk ke Yathrib akan terbuka.  Quraisy  dan  Ghatafan  merasa
	gembira atas keterangan Huyayy itu. Huyayy sendiri cepat-cepat
	berangkat  hendak   menemui   Ka'b   b.   Asad,   orang   yang
	berkepentingan  dengan  adanya  perjanjian  Banu  Quraiza itu.
	Tetapi begitu mengetahui kedatangannya itu Ka'b sudah  menutup
	pintu  bentengnya,  dengan  perhitungan  bahwa pembelotan Banu
	Quraiza terhadap Muhammad dan membatalkan perjanjiannya secara
	sepihak   kemudian   menggabungkan   diri   dengan   musuhnya,
	adakalanya memang akan  menguntungkan  pihak  Yahudi  kalaupun
	pihak Muslimin yang dapat dihancurkan. Tetapi sebaliknya sudah
	seharusnya pula mereka akan habis samasekali bila pihak  Ahzab
	itu  yang  mengalami kekalahan dan kekuatan mereka hilang dari
	Medinah. Sungguhpun begitu Huyayy terus juga berusaha,  hingga
	akhirnya pintu benteng itu dibuka.
 
	                                   			Next >>>
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1