Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

oleh Muhammad Husain Haekal

 [ Index | Bag. 1 | Bag. 2 ]

	BAGIAN KESEPULUH: HIJRAH                                 (2/2)
	Muhammad Husain Haekal
	
	Mereka   yakin   itu   adalah   Muhammad  dan  beberapa  orang
	sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju'syum hadir.
	
	"Ah,  mereka  itu  Keluarga  sianu,"  katanya  dengan   maksud
	mengelabui  orang  itu,  sebab  dia  sendiri  ingin memperoleh
	hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia  masih  tinggal  bersama
	orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya.
	Disiapkannya  senjatanya  dan  disuruhnya   orang   membawakan
	kudanya  ke  tengah-tengah  wadi  supaya waktu ia keluar nanti
	tidak dilihat orang.  Selanjutnya  dikendarainya  kudanya  dan
	dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi.
	
	Sementara  itu  Muhammad  dan  kedua temannya sudah mengaso di
	bawah naungan sebuah  batu  besar,  sekadar  beristirahat  dan
	menghilangkan  rasa  lelah  sambil  makan-makan dan minum, dan
	sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.
	
	Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan  Abu  Bakr  pun
	sudah  pula  mulai  memikirkan  akan menaiki untanya mengingat
	bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin  dekat.  Dan  sebelum
	itu  kuda  Suraqa  sudah  dua kali tersungkur karena terlampau
	dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu  melihat  bahwa
	ia  sudah  hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu - lalu
	akan membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila
	mencoba  membela  diri  -  ia lupa kudanya yang sudah dua kali
	tersungkur  itu,  karena  saat  kemenangan  rasanya  sudah  di
	tangan.  Akan  tetapi  kuda  itu tersungkur sekali lagi dengan
	keras  sekali,  sehingga   penunggangnya   terpelanting   dari
	punggung   binatang  itu  dan  jatuh  terhuyung-huyung  dengan
	senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat
	buruk  dan  dia  percaya  bahwa  sang  dewa  telah melarangnya
	mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya
	besar  apabila  sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga.
	Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:
	
	"Saya Suraqa bin Ju'syum! Tunggulah,  saya  mau  bicara.  Demi
	Allah,  tuan-tuan  jangan  menyangsikan  saya. Saya tidak akan
	melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan."
	
	Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya
	kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai
	bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr
	lalu  menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu
	dilemparkannya kepada Suraqa.
	
	Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu  ia  kembali  pulang.
	Sekarang,  bila  ada  orang  mau  mengejar  Muhajir  Besar itu
	olehnya  dikaburkan,   sesudah   tadinya   ia   sendiri   yang
	mengejarnya.
	
	Muhammad   dan   kawannya  itu  kini  berangkat  lagi  melalui
	pedalaman Tihama dalam panas terik  yang  dibakar  oleh  pasir
	sahara.  Mereka  melintasi  batu-batu karang dan lembah-lembah
	curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan  sesuatu  yang
	akan  menaungi  diri mereka dari letupan panas tengah hari tak
	ada  tempat  berlindung  dari  kekerasan  alam  yang  ada   di
	sekitarnya,  tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau
	dari  yang  akan  menyerbu  mereka  tiba-tiba,   selain   dari
	ketabahan  hati  dan  iman  yang begitu mendalam kepada Tuhan.
	Keyakinan  mereka  besar  sekali  akan  kebenaran  yang  telah
	diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.
	
	Selama  tujuh  hari  terus-menerus mereka dalam keadaan serupa
	itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan
	lagi  sepanjang  malam  mengarungi  lautan padang pasir. Hanya
	karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan  dan  adanya  kedip
	bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat
	hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
	
	Bilamana kedua orang itu sudah memasuki  daerah  kabilah  Banu
	Sahm  dan  datang  pula  Buraida  kepala kabilah itu menyambut
	mereka, barulah perasaan kuatir dalam  hatinya  mulai  hilang.
	Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu ada.
	
	Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
	
	Selama  mereka  dalam  perjalanan yang sungguh meletihkan itu,
	berita-berita tentang hijrah Nabi  dan  sahabatnya  yang  akan
	menyusul  kawan-kawan  yang  lain,  sudah  tersiar di Yathrib.
	Penduduk kota ini sudah mengetahui,  betapa  kedua  orang  ini
	mengalami    kekerasan   dari   Quraisy   yang   terus-menerus
	membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap  tinggal
	di  tempat  itu  menantikan  kedatangan Rasulullah dengan hati
	penuh  rindu  ingin  melihatnya,  ingin   mendengarkan   tutur
	katanya.  Banyak  di  antara  mereka  itu  yang  belum  pernah
	melihatnya, meskipun sudah mendengar  tentang  keadaannya  dan
	mengetahui  pesona  bahasanya  serta  keteguhan  pendiriannya.
	Semua itu membuat mereka rindu  sekali  ingin  bertemu,  ingin
	melihatnya. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa
	dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui,  bahwa
	orang-orang  terkemuka  Yathrib  yang sebelum itu belum pernah
	melihat  Muhammad  sudah  menjadi  pengikutnya  hanya   karena
	mendengar  dari  sahabat-sahabatnya  saja,  kaum Muslimin yang
	gigih melakukan dakwah Islam dan sangat  mencintai  Rasulullah
	itu.
	
	Sa'id b. Zurara dan Mush'ab b. 'Umair sedang duduk-duduk dalam
	salah sebuah kebun  Banu  Zafar.  Beberapa  orang  yang  sudah
	menganut  Islam  juga  berkumpul  di sana. Berita ini kemudian
	sampai kepada Sa'd b. Mu'adh dan 'Usaid b. Hudzair, yang  pada
	waktu     itu    merupakan    pemimpin-pemimpin    golongannya
	masing-masing.
	
	"Temui dua orang itu," kata Said kepada 'Usaid,  "yang  datang
	ke  daerah  kita  ini  dengan  maksud  supaya orang-orang yang
	hina-dina di kalangan kita dapat  merendahkan  keluarga  kita.
	Tegur  mereka  itu  dan  cegah.  Sebenarnya Said b. Zurara itu
	masih  sepupuku  dari  pihak  ibu,  jadi  saya   tidak   dapat
	mendatanginya."
	
	'Usaidpun   pergi   menegur  kedua  orang  itu.  Tapi  Mush'ab
	menjawab:
	
	"Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?" katanya. "Kalau  hal
	ini  kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai
	maukah kau lepas tangan?"
	
	"Adil kau,"  kata  'Usaid,  seraya  menancapkan  tombaknya  di
	tanah.  Ia  duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan
	Mush'ab, yang  ternyata  sekarang  ia  sudah  menjadi  seorang
	Muslim.  Bila ia kembali kepada Sa'd wajahnya sudah tidak lagi
	seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa'd jadi marah. Dia
	sendiri  lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya
	ia seperti temannya juga.
	
	Karena  pengaruh  kejadian  itu  Sa'd   lalu   pergi   menemui
	golongannya dan berkata kepada mereka:
	
	"Hai  Banu 'Abd'l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku
	di tengah-tengah kamu sekalian?"
	
	"Pemimpin  kami,  yang  paling  dekat  kepada   kami,   dengan
	pandangan dan pengalaman yang terpuji," jawab mereka.
	
	"Maka  kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci
	selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya."
	
	Sejak itu seluruh suku 'Abd'l-Asyhal, pria  dan  wanita  masuk
	Islam.
	
	Tersebarnya  Islam  di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di
	kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di
	luar  dugaan  kaum  Muslimin  Mekah.  Beberapa pemuda Muslimin
	dengan  tidak  ragu-ragu  mempermainkan  berhala-berhala  kaum
	musyrik  di  sana.  Seseorang  yang  bernama  'Amr bin'l-Jamuh
	mempunyai sebuah patung berhala  terbuat  daripada  kayu  yang
	dinamainya  Manat,  diletakkan di daerah lingkungannya seperti
	biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. 'Amr ini  adalah  seorang
	pemimpin  Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula.
	Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam  malam-malam
	mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan
	kepalanya ke dalam sebuah lubang yang  oleh  penduduk  Yathrib
	biasa dipakai tempat buang air.
	
	Bila  pagi-pagi  berhala  itu tidak ada 'Amr mencarinya sampai
	diketemukan lagi,  kemudian  dicucinya  dan  dibersihkan  lalu
	diletakkannya    kembali   di   tempat   semula,   sambil   ia
	menuduh-nuduh  dan   mengancam.   Tetapi   pemuda-pemuda   itu
	mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat 'Amr itu, dan
	diapun setiap hari mencuci  dan  membersihkannya.  Setelah  ia
	merasa    kesal    karenanya,    diambilnya    pedangnya   dan
	digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: "Kalau kau
	memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau."
	
	Tetapi  keesokan  harinya  ia  sudah kehilangan lagi, dan baru
	diketemukannya kembali dalam  sebuah  sumur  tercampur  dengan
	bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.
	
	Sesudah   kemudian   ia  diajak  bicara  oleh  beberapa  orang
	pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah  melihat  dengan  mata
	kepala   sendiri   betapa  sesatnya  hidup  dalam  syirik  dan
	paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa  manusia
	ke  dalam  jurang  yang  tak  patut lagi bagi seorang manusia,
	iapun masuk Islam.
	
	Melihat Islam yang sudah mencapai martabat  begitu  tinggi  di
	Yathrib,  akan  mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya
	kerinduan  penduduk  kota  itu  ingin   menyambut   kedatangan
	Muhammad,  setelah  mereka  mengetahui  ia  sudah  hijrah dari
	Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh  mereka  pergi  ke
	luar  kota  menanti-nantikan  kedatangannya  sampai pada waktu
	matahari terbenam dalam hari-hari musim panas bulan Juli.
	
	Dalam pada itu ia sudah di Quba' - dua  farsakh  jauhnya  dari
	Medinah.  Empat  hari  ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh
	Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba' dibangunnya.
	Sementara  itu  datang  pula  Ali  b.  Abi-Talib ke tempat itu
	setelah mengembalikan barang-barang amanat -  yang  dititipkan
	kepada  Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah
	itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh  perjalanannya  ke
	Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya
	bersembunyi.   Perjuangan   yang   sangat    meletihkan    itu
	ditanggungnya  selama  dua  minggu penuh, yaitu untuk menyusul
	saudara-saudaranya seagama.
	
	Sementara  kaum  Muslimin  Yathrib  pada  suatu  hari   sedang
	menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi
	yang sudah mengetahui  apa  yang  sedang  mereka  lakukan  itu
	berteriak kepada mereka.
	
	"Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!"
	
	Hari itu adalah hari Jum'at dan Muhammad berjum'at di Medinah.
	Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut  Wadi
	Ranuna  itulah  kaum  Muslimin  datang, masing-masing berusaha
	ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan  hati
	terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati
	yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan
	yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
	
	Orang-orang  terkemuka  di  Medinah  menawarkan diri supaya ia
	tinggal pada mereka dengan  segala  persediaan  dan  persiapan
	yang  ada. Tetapi ia meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke
	atas unta  betinanya,  dipasangnya  tali  keluannya,  lalu  ia
	berangkat  melalui  jalan-jalan  di  Yathrib, di tengah-tengah
	kaum Muslimin yang ramai  menyambutnya  dan  memberikan  jalan
	sepanjang   jalan   yang  diliwatinya  itu.  Seluruh  penduduk
	Yathrib, baik  Yahudi  maupun  orang-orang  pagan  menyaksikan
	adanya  hidup  baru  yang  bersemarak  dalam  kota mereka itu,
	menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang
	telah  mempersatukan  Aus  dan Khazraj, yang selama itu saling
	bermusuhan, saling berperang. Tidak  terlintas  dalam  pikiran
	mereka  -  pada  saat  ini,  saat  transisi  sejarah yang akan
	menentukan tujuannya yang baru itu - akan memberikan kemegahan
	dan  kebesaran  bagi  kota  mereka,  dan yang akan tetap hidup
	selama sejarah ini berkembang.
	
	Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke  sebuah  tempat
	penjemuran   kurma   kepunyaan   dua  orang  anak  yatim  dari
	Banu'n-Najjar, unta itu  berlutut  (berhenti).  Ketika  itulah
	Rasul turun dari untanya dan bertanya:
	
	"Kepunyaan siapa tempat ini?" tanyanya.
	
	"Kepunyaan  Sahl  dan Suhail b. 'Amr," jawab Ma'adh b. 'Afra'.
	Dia adalah wali kedua anak yatim  itu.  Ia  akan  membicarakan
	soal  tersebut  dengan  kedua  anak  itu  supaya  mereka puas.
	Dimintanya kepada Muhammad  supaya  di  tempat  itu  didirikan
	mesjid.
	
	Muhammad  mengabulkan  permintaan tersebut dan dimintanya pula
	supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.
	
	Catatan kaki:
	
	1 Aus dan Khazraj (A).
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1