Adab Tamu

Anas Ra. berkata: Nabi SAW bersabda : Apabila tamu telah masuk kerumah seseorang, maka ia masuk dengan membwa rizqinya, dan jika ia keluar, keluar membawa pengampunan dosa orang-orang rumah itu. (HR. Addailami)
Bersabda Rasulullah SAW,"Tiada kebaikan pada orang yang tiada menjamukan tamu." (Uqbah bin 'Amir).
Nabi Ibrahim AS apabila bermaksud makan, lalau keluar 1 mil atau 2 mil, mencari orang yang akan makan bersama beliau, sehingga beliau digelarkan bapak tamu (Abu 'dl-dlaifan). 
Aisyah Ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya para malaikat tetap mendoakan seseorang selama hidangan makanannya masih terhampat (ya'ni untuk tamu-tamu). (HR. Attirmidzi)
Bersabda Rasulullah SAW,"Janganlah kamu bertakalluf (berlebihan) kepada tamu, nanti kamu marahi dia. Karena barangsiapa marah kepada tamu, maka ia telah marah kepada Allah. Dan barangsiapa marah kepada Allah, niscaya ia dimarahi Allah." (Abubakar bin Laal dari Salman). 

Adab-adab yang terdapat pada bertamu meliputi:

  1. Undangan

  2. Jawaban

  3. Datang

  4. Penyuguan makanan dan Makan

  5. Kembali/Pulang


Adab Mengundang

  1.  Undangan sebaiknya ditujukan kepada orang-orang takqwa. Tidak orang-orang fasiq. 
    Rasulullah SAW bersabda,"Dimakan kiranya makananmu oleh orang-orang baik." (Abu Dawud dari Anas, dengan isnad shahih).

  2. Pemberian makanan hendaklah ditujukan kepada  orang-orang miskin, tidak orang-orang kaya. 
    Rasulullah SAW bersabda,"Seburuk-buruk makanan ialah makanan peralatan (walimah), dimana diundang orang-orang kaya, dan bukan orang miskin." (Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). 
    Dan hendaknya keluarga tidak dilupakan.  Karena menyia-nyiakan mereka adalah meretakkan hati dan memutuskan silaturahmi. Dan juga dijaga urutan tentang teman dan kenalan yang diundang. Karena bisa meretakkan hati yang lain.

  3. Tidak bermaksud bermegahan dan menyombongkan diri. Tetapi untuk mengambil hati teman-teman dan menjalankan sunnah Rasulullah SAW tentang penyuguan makanan dan memberikan kesenangan ke hati orang-orang mu'min.

  4. Sebaiknya tidak mengundang seseorang yang diketahui sukar untuknya memenuhi undangan, dan seseorang yang tidak kita ingini kedatangannya.


 Adab Memenuhi Undangan

  1. Tidak membeda-bedakan antara orang kaya dengan miskin dalam memenuhi undangan. Karena membeda-bedakan itu adalah takabur yang dilarang. Nabi SAW memenuhi undangan budak dan undangan orang miskin (At-Tirmidzi dan Ibnu majah dari Anas). Kecuali jika dirasa yang mengundang merasa berat memberi makanan kepada yang diundang, dan undangannya itu hanya sekedar untuk kebanggaan atau berlebih-lebihan (takalluf) maka tidaklah sunat memenuhi undangan itu. Bahkan yang lebih utama adalah mencari alasan untuk menolaknya.

  2. Tidak wajar menolak undangan disebabkan karena jauh. 
    Rasulullah SAW bersabda," Jikalau aku diundang ke Kura' Al-Ghumaim, niscaya aku perkenankan." (menurut Al-Iraqi ia tidak mengetahui asal hadits ini). Al Ghumaim adalah suatu tempat yang jauhnya beberapa mil dari Madinah.

  3. Tidak menolak undangan lantaran berpuasa, tetapi datanglah. Apabila dengan berbuka menggembirakan yang mengundang, maka berbukalah (pada puasa sunat).

  4. Menolak undangan jika makanan yang akan disugukan adalah makanan syubhat, atau tempat atau tikar yang dibentang dari yang tidak halal. Atau pada tempat jamuan itu terdapat suatu kemunkaran, seperti tikar sutera, bejana perak, atau gambar binatang, atau mendengar suatu bunyian, nyanyian, dan permainan, bersenda gurau, perbuatan sia-sia, mendengar cacian, ghibah (menggunjingkan orang), berita palsu, kebohongan dan serupa dengan itu.

  5. Tidak bermaksud memenuhi hawa nafsu perut dengan memenuhi undangan itu. Tetapi niatnya mengikuti jejak dan sunnah Rasulullah SAW.


Adab Tamu ketika Datang

  1. Memasuki rumah dan tidak duduk di kepala majelis dan mengambil tempat terbagus. Tetapi hendaklah dengan tawadlu' (merendahkan diri) dan tidak membiarkan orang-orang yang telah datang untuk menunggu kedatangannya. Dan tidak pula mempercepatkan datang dimana ia datang dengan tiba-tiba sebelum sempurna persiapan yang mengundang.

  2. Tidak menyempitkan tempat kepada orang-orang yang telah datang terlebih dahulu, dengan mendesak-desak. Tetapi bila tuan rumah menunjukkan suatu tempat untuknya, jangan sekali-kali membantahnya. Karena kadang-kadang tuan rumah telah menyusun tempat untuk masing-masing undangannya. 
    Rasulullah SAW bersabda,"Diantara sifat merendahkan diri kepada Allah ialah rela dengan yang kurang dari tempat duduk." (Al-Kharaithi dan Abu Na'im dari Thalhah bin 'Ubaid, dengan isnad baik).

  3. Tidak wajar duduk berhadapan dengan pintu kamar wanita dan tabir mereka.

  4. Jangan banyak memandang kepada tempat dimana makanan dikeluarkan, karena itu menunjukkan kepada kerakusan.

  5. Dikhususkan memberi pertanyaan dan salam kepada orang yang berdekatan apabila ia telah duduk.

  6. Apabila memasuki tempat jamuan dan melihat kemunkaran maka hendaklah menghilangkan kemunkaran itu kalau sanggup. Kalau tidak, maka hendaklah ditantangnya dengan lisan kemudian pergi meninggalkan jamuan. Perbuatan munkar yaitu: tikar sutera, pemakaian bejana emas dan perak, gambar pada dinding, diperdengarkan permainan dan bunyi-bunyian, hadir kaum wanita yang terbuka mukanya, dan lain-lain dari perbuatan haram.

  7. Tuan rumah membasuh tangannya sebelum makan adalah lebih utama. Karena membawa orang kepada memuliakannya. Maka caranya adalah, tuan rumah mendahulukan membasuh tangan pada awal makan, dan mengakhirkan membasuh tangannya pada akhir makan, untuk menunggu masuk orang yang akan makan, lalu makan bersama dia.

  8. Apabila tamu bermalam, maka tuan rumah hendaklah memberitahukan kiblat, tempat buang air dan tempat berwudhu.


Adab Menghidangkan Makanan Untuk Tamu

  1. Menyegerakan makanan, karena yang demikian itu adalah sebagian dari memuliakan tamu. 
    Rasulullah SAW bersabda,"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.
    Manakala telah datang banyak tamu dan belum datang seorang atau dua orang, maka hak orang-orang yang telah datang untuk disegerakan, adalah lebih utama dari hak mereka yang datang kemudian.

  2. Penyuguan makanan dengan mendahulukan yang pertama adalah buah-buahan, kalau ada. Yang demikian itu lebih sesuai dengan kesehatan karena lebih mempercepat pencernaan. Kemudian yang lebih utama didahulukan setelah buah-buahan adalah daging dan roti yang dihancurkan kedalam kuah.

  3. Didahulukan dari berbagai macam makanan itu yang lebih lembut, sehingga dapat dihabiskan oleh siapa yang mau. Dan tidak diperbanyakkan makan lagi sesudahnya. Dan kebiasaan orang-orang yang mewah, ialah mendahulukan makanan yang kasar supaya tergerak kembali hawa nafsunya untuk memperoleh makanan yang lembut kemudian. Dan itu berlawanan dengan sunnah.

  4. Tidak mencepatkan mengangkat makanan-makanan itu sebelum para tamu cukup memakannya. Sampai mereka telah mengangkat tangan dari makanan-makanan tersebut.

  5. Penyuguan makanan sekedar mencukupi. Karena jika kurang, adalah mengurangkan kehormatan diri. Sedangkan menambah dari mencukupi adalah berbuat-buat dan ria'.


Adab Selepas Jamuan

  1. Tuan rumah keluar bersama tamu sampai ke pintu rumah. Dan itu adalah sunat. Dan termasuk sebagian dari memuliakan tamu. 
    Rasulullah SAW bersabda,"Setengah dari sunat bagi orang yang mempunyai tamu ialah mengantarkannya sampai ke pintu rumah." (Ibnu majah dari Abu Hurairah). 
    Kesempurnaan memuliakan tamu ialah bermanis muka dan berbicara dengan baik ketika masuk, keluar, dan ketika hidangan.

  2. Tamu itu pulang dengan baik hati, meskipun terjadi pada dirinya keteledoran dari pihak tuan rumah. Karena yang demikian itu termasuk kebaikan budi dan tawadlu.

  3. Tamu tidak keluar melainkan dengan kerelaan dan keijinan tuan rumah, serta menjaga hatinya tentang lamanya berdiam disitu. Dan apabila ia bertempat selaku tamu, hendaklah tidak berlebih dari tiga hari. Karena kalau lebih dari itu, kadang tuan rumah merasa tidak senang dan perlu untuk mengeluarkan. 
    Rasululla SAW bersabda,"Bertamu itu tiga hari, maka yang lebih dari itu adalah sedekah." (Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Shuraih Al-Khuza'I).